DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang
bersangkutan sebagai berikut:
Nama:
Ery Prayudi N 111 17 065
Henni Widia Astuti N 111 17 063
Viny Anandya Octaviana N 111 17 019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Histologi Reproduksi Pria ......................................................3
2. Fisiologi Reproduksi Pria...........................................................................17
3. Anatomi dan Histologi Anus......................................................................20
4. Anatomi dan Histologi Reproduksi Wanita ...............................................27
5. Fisiologi Reproduksi Wanita .....................................................................41
6. Pemeriksaan Kekerasan Seksual ................................................................44
7. Pemeriksaan Laboratorium Kasus Kekerasan Seksual ..............................50
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan .............................................................................................54
2. Saran .......................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................55
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara anatomis, penis terbagi atas radix, corpus dan glans penis (Gambar
1). Ketiganya tersusun dari tiga korpus berbentuk silinder yang mengandung
jaringan kavernosa erektil, yakni sepasang corpus cavernosum yang terletak pada
bagian dorsal dan satu corpus spongiosum yang terletak pada bagian ventral.
Setiap corpus cavernosum dilapisi oleh lapisan fibrosa yang disebut tunica
albuginea dan kedua corpus cavernosum dipisahkan oleh septum penis. Di sebelah
superfisial tunica albuginea terdapat fascia profunda penis (fascia Buck), yang
merupakan lanjutan dari fascia perineal profunda yang membentuk lapisan
membranosa yang kuat yang menutupi dan melekatkan keduacorpus cavernosa
dengan corpus spongiosum. Kedua corpus cavernosa membentuk crus penis pada
bagian posterior. 2
7
Vaskularisasi penis
Suplai darah arteri pada penis terutama berasal dari cabang arteri pudendus
internus : 2
- Arteri dorsalis penis : berjalan pada setiap sisi vena dorsalis penis pada
dorsal groove di antara corpus cavernosa, yang mensuplai darah
menuju ke jaringan fibrosa di sekitar corpus cavernosa, corpus
spongiosum dan uretra spongiosa, dan kulit penis.
- Arteri profunda penis : menembus crura di bagian proksimal dan
berjalan di sebelah distal dekat dengan pusat corpus cavernosa, yang
mensuplai jaringan erektil pada struktur tersebut.
- Arteri bulbaris : mensuplai daerah posterior (pars bulbosa) dari corpus
spongiosum dan uretra di dalamnya serta glandula bulbouretralis.
Darah yang berasal dari ruang cavernosus dialirkan oleh plexus venosus
yang bergabung dengan vena dorsalis penis profunda pada fascia Buck. Vena ini
berjalan di antara lamina dari ligamentum suspensorium, yang memasuki pelvis
dimana selanjutnya mengalir menuju plexus venosus prostatika. Darah yang
berasal dari lapisan superfisial penis mengalir menuju vena dorsalis penis
superfisialis, dimana selanjutnya mengalir menuju vena pudendus eksterna
superficial. 2
Aliran limfa yang berasal dari kulit penis pada awalnya mengalir menuju
limfonodus inguinal superficialis. Sedangkan yang berasal dari glans penis dan
uretra spongiosa bagian distal mengalir menuju ln. inguinal profunda dan ln. iliaca
eksterna, dan yang berasal dari corpus cavernosa dan uretra spongiosa bagian
proksimal mengalir menuju ln. iliaca interna. 2
A. Histologi Reproduksi Pria
1. Testis
Testis merupakan kelenjar tubuler kompleks yang mempunyai 2
fungsi yaitu hormonal dan reproduksi. Testis dikelilingi oleh kapsul
jaringan ikat yang disebut tunika albuginea. Tunika ini mengalami
penebalan pada bagian posterior testis yang disebut mediastinum
testis. Testis dibagi menjadi ruang-ruang piramidal sebanyak sekitar
250 ruang yang disebut lobulus testis. Diantara lobulus-lobulus
terdapat septa (septa ini sering tidak sempurna). Tiap-tiap lobulus
terdapat 1-4 tubulus seminiferus. Testis diselubungi oleh kantong
serosa yang berasal dari peritoneum yang dinamakan tunika vaginalis.
Tunika ini terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan viseral (bagian dalam)
dan lapisan parietal.2
Pada mulanya testis terdapat di dinding dorsal rongga
peritoneum dan kemudian masuk ke dalam kantung yang disebut
skrotum. 2
10
a. Tubulus seminiferous
Tubulus seminiferus merupakan tubulus kontortus yang membentuk jala-
jala, berujung buntu dan pada ujung yang lain menjadi saluran yang lurus
dengan lumen menyempit dan dibatasi oleh epitel selapis kubus berflagela
satu. Bentuk yang lurus ini dinamakan tubulus rektus. Bagian ini pendek yang
bermuara pada saluran-saluran yang beranastomose yang dinamakan rete
testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari epitel germinativum, lamina basalis dan
tunika jaringan ikat fibrosa. Epitelnya terdiri atas 2 jenis sel yaitu sel sertoli
dan sel –sel spermatogenik (tersusun atas 4-8 lapisan). Urutan sel-sel dari
lapisan yang paling dasar hingga mendekati lumen adalah sebagai berikut
spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan
spermatozoa.
Sel sertoli merupakan sel-sel piramidal panjang yang saling bertautan
dengan sel-sel spermatogenik. Dasar sel sertoli melekat pada lamina basalis,
11
a. Tubulus Rektus
Tubulus rektus merupakan bagian akhir dari tubulus
seminiferus yang merupakan saluran pendek yang lurus dengan
lumen sempit. Saluran itu dilapisi oleh sel epitel kubus dengan
13
Gambar 11. Ductus deferens. (a) vas deferens potongan melintang. (b)
pembesaran kuat memperlihatkan lamina propria kaya akan serat elastin.
(c) pembesaran kuat mukosa memperlihatkan bahwa epitel ini bertingkat
dengan sel basal dan banyak sel kolumnar dengan sejumlah stereosilia.
Keterangan: M (mukosa), L-SM (lapisan luar otot polos longitudinal),
C-SM (lapisan otot polos sirkular), A (adventitia eksternal), E (epitel),
LP (lamina propria) 4
a. Histologi Penis
Penis terdiri atas 3 massa silindris dari jaringan erektil, uretra dan
diluarnya diliputi dengan kulit (terdiri dari epidermis dan dermis). Jaringan
erektil meliputi sepasang korpus kavernosum dan korpus spongiosum yang di
dalamnya terdapat uretra. Di bagian luar korpus dikelilingi oleh jaringan ikat
padat yaitu tunika albuginea. Di luar tunika albuginea terdapat jaringan ikat
longgar dan Di dalam korpus terdapat banyak trabekula (gabungan jaringan
ikat kolagen, elastin dan otot polos). Di tengah korpus kavernosum terdapat
3
arteri.
17
sepanjang hidup. 5
Adapun tahap-tahap spermatogenesis ialah : 5
a. Spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal dari epitel
germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali
untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu
spermatogonia tipe B. Spermatogonia bermigrasi kearah sentral di
antara sel-sel Sertoli. Pada tahap awal dari pembagian meiosis pertama
ini, semua DNA di dalam 46 kromosom bereplikasi. Dalam proses ini,
masing-masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap
berikatan bersama sentromer, kedua kromatid memiliki gen-gen
duplikat dari kromosom tersebut. Menfaat dari kedua pembagian
meiosis ini adalah bahwa setia spermatid yang akhirnya dibentuk
membawa hanya 23 kromosom, memiliki hanya setengah dari gen-gen
spermatogonium yang pertama. 5
b. Selama beberapa minggu berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid
diasuh dan dibentuk kembali secara fisik oleh sel Sertoli, mengubah
spermatid secara perlahan-lahan menjadi satu spermatozoa (sebuah
sperma) dengan menghilangkan beberapa sitoplasmanya, mengatur
kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu
kepala yang padat, dan mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran
sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor
(Spermiogenesis). 5
c. Semua tahap pengubahan akhir dari spermatosit menjadi sperma
terjadi ketika spermatosit dan spermatid terbenam dalam sel-sel
Sertoli. Sel-sel Sertoli memelihara dan mengatur proses
spermatogenesis, dari sel germinal sampai sperma, membutuhkan
waktu kira-kira 64 hari.Kedua tetis dari seorang manusia dewasa muda
dapat membentuk kira-kira 120 juta sperma harinya. Sejumlah kecil
sperma dapat disimpan dalam epididmis, tetapi sebagian besar
disimpan dalam vas deferens dan ampula vas deferens. Sperma dapat
tetap disimpan dan mepertahankan kualitasnya, dalam duktus genitalis
21
somatik dan peka terhadap rangsang nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai
persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal
pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena diatas
garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus
dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. 3
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Batas antara kanalis
anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata.
linea pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini
kearah rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat
sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang
terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel.
Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan
sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan
terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini
terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus. Otot-otot yang berfungsi
mengatur mekanisme kontinensia adalah : 3
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
3. Sfingter ani internus (otot polos)
Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang
memegang peranan terpenting dalam mengatur mekanisme kontinensia adalah
otot-otot puborektal. Bila m. puborektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan
terjadinya inkontinensia. 3
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut
ring anorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke
lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior
pada laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior
diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus
24
perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina
posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian
serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani
ekternus. 3
1) Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2) lamina propria
yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah
kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga
kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid; dan (3) muskularis mukosae.
2) Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan
banyak pembuluh darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan
Meissner), dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.
3) Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan
susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu
sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler); pada
sublapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kumpulan saraf yang
disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan otot.
(3) pembuluh darah dan limfe.
4) Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan
penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2)
epitel gepeng selapis (mesotel).
Pada daerah anus, membran mukosa mempunyai sekelompok lipatan
longitudinal, collum rectails Morgagni. Sekitar 2 cm di atas lubang anus mukosa
usus diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daerah ini, lamina propria
mengandung pleksus vena-vena besar yang bila melebar berlebihan dan
mengalami varikosa mengakibtakan hemoroid. Lapisan jaringan anus terdiri dari:
1) Epitel
a. Rektum: epitel selapis silindris, banyak sel goblet, melapisi plika
transversal rectum
b. Kanal anal – anus (lubang anal luar): selapis silindris atau kuboid,
berlapis gepeng tanpa lapisan keratin – berlapisan keratin
2) Lamina propria/dermis
Rektum: kelenjar usus – lebih panjang, tapi lebih sedikit dari di kolon
Kanal anal – anus (lubang anal luar): kelenjar usus – memendek dan
menghilang, kolumna rektalis, kelenjar sirkumanal (apokrin), pleksus
27
c. Vagina
Merupakan bagian terakhir dari saluran reproduksi betina. Berbentuk
pipa panjang,untuk menerima penis terdiri dari 3 lapis yaitu :
a) Lapisan Mukosa : mempunyai lipatan mendatar dan tersusun atas
epitel berlapis pipih tanpa lapisan tanduk. Dan terdapat lamina propria yang
tersusun atas jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin, leukosit, limfosit
dan nodulus limfatikus (jarang terlihat).
b) Lapisan otot : terdiri dari berkas-berkas otot polos yang tersusun
berjalinan.
c) Lapisan Adventisia/ Serosa: berupa lapisan tipis yang tersusun dari
jaringan ikat yang berbaur dengan adventisia organ sekitarnya.
38
Gambar 23. Uterus. (a) dan (d) fase proliferative, (b) dan (e) fase
sekretoris, (c) dan (f) fase premenstruasi. Keterangan: L (lumen), F (lapisan
fungsional), B (lapisan basal), M (miometrium), G (gland uterine atau kelenjar
uterus), La (lakuna)
40
3. Kelenjar Tambahan
1) Kelenjar Bartholin (kelenjar vestibules mayor) : adalah kelenjar
tubuloalveolar terletak di dalam dinding lateral vestibulum, yang sekretnya berupa
lendir, bermuara di dekat pangkal hymen.
2) Kelenjar Vestibular Minor : bermuara di sekitar uretra dan klitoris
3) Kelenjar susu/ mamae : kelenjar kulit khusus yang terletak di
dalam jaringan di bawah kulit(subkutan), modifikasi dari kelenjar keringat, dan
bergetah tipe apokrin. Terdiri dari 15-20 lobus yang mandiri, salurannya bermuara
di puncak nipel/putting susu.
Kelenjar susu yang aktif tersusun atas lobules-lobulus yang masin-
masing terdiri dari sejumlah alveoli, yaitu kumpulan dari sel-sel sekretori. Dari
alveoli keluar saluran kecil yang bermuara ke saluran yang lebih besar. Saluran
dari duktus laktiferus (lobulus-lobulus) bermuara pada putting susu (nipple). Di
dekat nipple duktus laktiferus menggembung atau disebut ampula. Diantara
duktus laktiferus terdapat jaringan ikat dan jaringan lemak yang berperan
penting dalam menentukan besar kelenjar susu.
Gambar 26. Kelenjar payudara wanita dewasa yang tidak hamil dan
bersifat inaktif. Keterangan: L (lobulus), CT (connective tissue atau jaringan
ikat)
42
air mani, seperti asam fosfatase, spermin dan kholin; yang tentunya
nilai pembuktian adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak
mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas. 7
Jika si pelaku mempunyai penyakit kelamin dan penyakit ini
ditularkan pada korban, maka pemeriksaan bakteriologis misalnya
untuk mencari kuman GO atau sifilis perlu dilakukan dengan catatan
nilai pembuktiannya jauh lebih mudah lagi. Jika pada korban terjadi
kehamilan walaupun kehamilan itu jelas merupakan tanda pasti telah
terjadi persetubuhan, penilaiannya harus hati-hati, oleh karenanya sulit
untuk dapat menentukan dengan pasti apakah kehamilan tersebut
disebabkan oleh si tersangka pelaku kejahatan. Kesimpulan yang
dapat diambil adalah : ditemukan sperma dalam vagina korban berarti
telah terjadi persetubuhan akan tetapi bila tidak didapatkan sperma hal
ini tidak boleh diartikan bahwa pada korban tidak terjadi
persetubuhan. 7
c) Memperkirakan umur. 7
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan yang paling sulit. oleh
karena tidak ada satu metode apapun yang dapat memastikan umur
seseorang dengan tepat, walaupun pemeriksaannya sendiri memerlukan
berbagai sarana serta berbagai keahlian, seperti pemeriksaan keadaan
penumbuhan gigi atau tulang dengan memakai alat Rontgen.
Gambar 33. Sebuah bekas gigitan dewasa yang ditimbulkan utuh, tidak
berubah menampilkan dua lengkungan yang berbeda oleh jenis bekas gigi
individu. Memperlihatkan adanya tanda anatomi hubungan gigi seri atas
dan bawah. 12
54
Pemeriksaan fisik6
Saat melakukan pemeriksaan fisik, gunakan prinsip “top-to-toe”. Artinya,
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke
ujung kaki. Pelaksanaan pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan
umum korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan dokter fokus untuk ”life-
saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik,
perhatikan kesesuaian dengan keterangan korban yang didapat saat anamnesis.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat dibagi menjadi pemeriksaan umum dan
khusus. Pemeriksaan fisik umum mencakup:
• tingkat kesadaran,
• keadaan umum,
57
• tanda vital,
• penampilan (rapih atau tidak, dandan, dan lain-lain),
• afek (keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya),
• pakaian (apakah ada kotoran, robekan, atau kancing yang terlepas),
• status generalis,
• tinggi badan dan berat badan,
• rambut (tercabut/rontok)
• gigi dan mulut (terutama pertumbuhan gigi molar kedua dan ketiga),
• kuku (apakah ada kotoran atau darah di bawahnya, apakah ada kuku yang
tercabut atau patah),
• tanda-tanda perkembangan seksual sekunder,
• tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta
• status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah
kemaluan.
Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, dapat digunakan diagram tubuh
seperti pada Gambar
Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari bukti-bukti fissik yang terkait dengan
tindakan kekerasan seksual yang diakui korban dan mencakup pemeriksaan:
58
• daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan
lunak atau bercak cairan mani;
• penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu apakah adanya rambut pubis
yang terlepas yang mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau perlengketan
rambut pubis akibat cairan mani;
• daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian dalam (adanya perlukaan pada
jaringan lunak, bercak cairan mani);
• labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada perlukaan
pada jaringan lunak atau bercak cairan mani;
• vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian bawah),
apakah ada perlukaan;
• hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau ketebalan,
adanya perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi). Apabila
ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah robekan (sesuai
arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi litotomi), apakah robekan
mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya perdarahan atau tanda
penyembuhan pada tepi robekan;
• vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;
• serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan dan
adanya cairan atau lendir;
• uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan;
• anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis;
• mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis,
• daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari
bercak mani atau air liur dari pelaku; serta
• tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut.
59
Saat melakukan pemeriksaan fisik, dokumentas yang baik sangat penting. Selain
melakukan pencatatan dalam rekam medis, perlu dilakukan pemotretan bukti-
bukti fisik yang ditemukan. Foto-foto dapat membantu dokter membuat visum et
repertum. Dengan pemotretan, korban juga tidak perlu diperiksa terlalu lama
karena foto-foto tersebut dapat membantu dokter mendeskripsi temuan secara
detil setelah pemeriksaan selesai.
5. Kontrol
Pemeriksaan golongan darah dari cairan tubuh (dalam hal ini air mani)
dapat ditentukan, untuk ini perlu diketahui apakah orang yang akan
diambil dan diperiksa air maninya itu termasuk golongan sekretor.
Pcmeriksaan mencakup semua tersangka dan para korban dan dapat
ditambah lagi dalam pemeriksaan dari orang lain yang bcrsetubuh
dengan korban dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan,
hal ini untuk mencegah kekeliruan dalam mengambil kesimpulan.
Ambil darah dan air liur dari orang-orang yang bersangkutan untuk
kontrol, jika tidak terscdia atau tidak bcrsedia kartu golongan darah
orang tersebut atau data-data medis yang ada di Rumah Sakit.
6. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan Serologis untuk mengetahui adanya penyakit sifllis
(VDRL) baru akan memberikan hasil positif pada waktu 4-6 minggu
setelah korban terkena infeksi sifilis, atau setelah 1-3 minggu setelah
tampak lesi (ulkus, tukak, koreng), pada genitalia korban. Dengan
demikian pemeriksaan ini dilakukan bila korban datang dalam jangka
waktu yang cukup lama setelah terjadi kejahatan seksual.
7. Pemeriksaan adanya kehamilan 11
Pemeriksaan adanya kehamilan memberikan hasil ketepatan yang
cukup memuaskan dan akan memberikan hasil yang lebih dapat
dipercaya bila pemeriksaan tersebut dilakukan 40 hari setelah hari
pertama dari mcntruasi yang terakhir.
65
3.1 Kesimpulan
1. Melalui perspektif anatomi, histopatologi, dan fisiologi dari reproduksi
wanita dan pria serta anus untuk menunjang pemeriksaan visum pada
korban kejahatan seksual.
3.2 Saran
Penatalaksanaan yang baik dan sesuai prosedur terhadap korban akan
sangat membantu pengungkapan kasus kekerasan seksual. Pemeriksaan
yang dilakukan oleh dokter hendaknya sistematis, menyeluruh, dan terarah
untuk menemukan bukti-bukti kekerasan seksual yang terdapat pada tubuh
korban untuk dituangkan dalam visum et repertum. Dalam melakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan korban kekerasan seksual, dokter harus
memperhatikan aspek etika dan medikolegal agar dapat membantu korban
seoptimal mungkin dalam mendapatkan keadilan, tanpa menambah
penderitaan korban.
68
DAFTAR PUSTAKA
69