Anda di halaman 1dari 69

TUGAS REFERAT 07 JULI 2018

“PEMERIKSAAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL”

DISUSUN OLEH :

Ery Prayudi N 111 17 065


Henni Widia Astuti N 111 17 063
Viny Anandya Octaviana N 111 17 019

PEMBIMBING
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT KABELOTA DONGGALA
PALU
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang
bersangkutan sebagai berikut:

Nama:
Ery Prayudi N 111 17 065
Henni Widia Astuti N 111 17 063
Viny Anandya Octaviana N 111 17 019

Judul Referat: PEMERIKSAAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL

Telah menyelesaikan tugas referat ini sebagai tugas kepaniteraan klinik


pada Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Juli 2018


Mengetahui
Pembimbing

(Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher., S.H, M.Kes, Sp.F)


iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Histologi Reproduksi Pria ......................................................3
2. Fisiologi Reproduksi Pria...........................................................................17
3. Anatomi dan Histologi Anus......................................................................20
4. Anatomi dan Histologi Reproduksi Wanita ...............................................27
5. Fisiologi Reproduksi Wanita .....................................................................41
6. Pemeriksaan Kekerasan Seksual ................................................................44
7. Pemeriksaan Laboratorium Kasus Kekerasan Seksual ..............................50
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan .............................................................................................54
2. Saran .......................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................55
BAB I
PENDAHULUAN

Jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia (dan seluruh dunia) semakin


meningkat dari tahun ke tahun. Korban-korban kekerasan seksual tentunya ingin
mencari keadilan bagi dirinya. Salah satu upayanya adalah dengan membuat
laporan kepolisian, dengan harapan kasus yang mereka alami dapat terungkap.
Komponen penting dari pengungkapan kasus kekerasan seksual adalah visum et
repertum yang dibuat oleh dokter. Visum et repertum yang memuat tentang hasil
pemeriksaan medis mengenai bukti-bukti kekerasan seksual yang terdapat pada
tubuh korban berserta interpretasinya, dapat membantu membuat terang perkara
bagi aparat penegak hukum. Selain membuat visum et repertum, dokter juga
sangat berperan dalam penyembuhan trauma fisik dan psikis yang dialami
korban.1
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini
dapat ditemukan di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak
memandang usia maupun jenis kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan di
setiap negara berbeda-beda. Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun
2006 National violence against Women Survey (NVAWS) melaporkan bahwa
17,6% dari responden wanita dan 3% dari responden pria pernah mengalami
kekerasan seksual, beberapa di antaranya bahkan lebih dari satu kali sepanjang
hidup mereka. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 25% yang pernah membuat
laporan polisi. Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat 93.960
kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian rata-rata ada 20 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tiap
harinya. 1
Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah kasus
tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan dengan
korban. Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka tersebut merupakan fenomena
gunung es, yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada jumlah

4
5

kejadian sebenarnya di masyarakat. Banyak korban enggan melapor, mungkin


karena malu, takut disalahkan, mengalami trauma psikis, atau karena tidak tahu
harus melapor ke mana. Seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum di
Indonesia, jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pun mengalami
peningkatan. 1
Kejahatan seksual yang diatur dalam undang–undang diantaranya adalah
perkosaaan dan pencabulan. Pada kasus kejahatan seksual tugas dokter adalah
mencari adanya tanda-tanda kekerasan dan adanya tanda-tanda persetubuhan.
Pembuktian persetubuhan dilakukan dengan dua cara yaitu membuktikan adanya
penetrasi (penis) kedalam vagina dan atau anus/oral dan membuktikan adanya
ejakulasi atau adanya air mani didalam vagina/anus. Pembuktian ini memerlukan
waktu yang sangat singkat antara kejadian dengan pemeriksaan/pengambilan
barang bukti. 2
Pembuktian persetubuhan yang lain adalah dengan memeriksa cairan mani
di dalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan mani akan diperiksa sel
spermatozoa dan cairan mani sendiri. Namun kendala dalam pemeriksaan cairan
mani adalah korban yang sebelumnya berhubungan seksual dengan orang lain,
korban yang terlambat diperiksa, koitus interuptus, pelaku memakai kondom.
Sehingga untuk pembuktian korban tindak pidana kejahatan seksual sangat
diperlukan waktu yang singkat Antara kejadian dan pemeriksaan, sehingga
pengumpulan barang bukti bisa dikumpulkan dengan baik. 2
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI REPRODUKSI PRIA

Gambar 1. Anatomi Penis. 1

Secara anatomis, penis terbagi atas radix, corpus dan glans penis (Gambar
1). Ketiganya tersusun dari tiga korpus berbentuk silinder yang mengandung
jaringan kavernosa erektil, yakni sepasang corpus cavernosum yang terletak pada
bagian dorsal dan satu corpus spongiosum yang terletak pada bagian ventral.
Setiap corpus cavernosum dilapisi oleh lapisan fibrosa yang disebut tunica
albuginea dan kedua corpus cavernosum dipisahkan oleh septum penis. Di sebelah
superfisial tunica albuginea terdapat fascia profunda penis (fascia Buck), yang
merupakan lanjutan dari fascia perineal profunda yang membentuk lapisan
membranosa yang kuat yang menutupi dan melekatkan keduacorpus cavernosa
dengan corpus spongiosum. Kedua corpus cavernosa membentuk crus penis pada
bagian posterior. 2
7

Corpus spongiosum yang terletak di bagian bawah (bagian ventral) dan di


dalamnya terdapat uretra pars spongiosa. Pada bagian distal, corpus spongiosum
membesar dan membentuk glans penis. Tepi glans penis merupakan proyeksi
ujung corpus cavernosum yang membentuk corona glandis. Corona glandis
memisahkan basis glans dan corpus penis. Di ujung dari glans penis terdapat
bagian uretra anterior berupa celah terbuka yang disebut orificium urethra
externa.2

Gambar 2. Penis Potongan Melintang. 2


Kulit penis tipis dan berwarna lebih gelap dibanding kulit sekitarnya yang
dihubungkan dengan tunica albuginea oleh jaringan ikat longgar. Pada bagian
leher glans penis, kulit dan fascia penis berlanjut sebagai dua lapisan kulit yang
disebut prepusium. Frenulum preputii merupakan lipatan pada bagian tengah yang
berasal dari lapisan dalam preputium ke permukaan uretral dari glans penis. 2
8

Gambar 3. Vaskularisasi Penis. 1

Vaskularisasi penis
Suplai darah arteri pada penis terutama berasal dari cabang arteri pudendus
internus : 2
- Arteri dorsalis penis : berjalan pada setiap sisi vena dorsalis penis pada
dorsal groove di antara corpus cavernosa, yang mensuplai darah
menuju ke jaringan fibrosa di sekitar corpus cavernosa, corpus
spongiosum dan uretra spongiosa, dan kulit penis.
- Arteri profunda penis : menembus crura di bagian proksimal dan
berjalan di sebelah distal dekat dengan pusat corpus cavernosa, yang
mensuplai jaringan erektil pada struktur tersebut.
- Arteri bulbaris : mensuplai daerah posterior (pars bulbosa) dari corpus
spongiosum dan uretra di dalamnya serta glandula bulbouretralis.

Cabang superfisial dan profunda dari arteri pudendus eksterna mensuplai


darah ke kulit penis, yang saling beranastomis dengan cabang dari arteri pudendus
interna.2
9

Darah yang berasal dari ruang cavernosus dialirkan oleh plexus venosus
yang bergabung dengan vena dorsalis penis profunda pada fascia Buck. Vena ini
berjalan di antara lamina dari ligamentum suspensorium, yang memasuki pelvis
dimana selanjutnya mengalir menuju plexus venosus prostatika. Darah yang
berasal dari lapisan superfisial penis mengalir menuju vena dorsalis penis
superfisialis, dimana selanjutnya mengalir menuju vena pudendus eksterna
superficial. 2
Aliran limfa yang berasal dari kulit penis pada awalnya mengalir menuju
limfonodus inguinal superficialis. Sedangkan yang berasal dari glans penis dan
uretra spongiosa bagian distal mengalir menuju ln. inguinal profunda dan ln. iliaca
eksterna, dan yang berasal dari corpus cavernosa dan uretra spongiosa bagian
proksimal mengalir menuju ln. iliaca interna. 2
A. Histologi Reproduksi Pria
1. Testis
Testis merupakan kelenjar tubuler kompleks yang mempunyai 2
fungsi yaitu hormonal dan reproduksi. Testis dikelilingi oleh kapsul
jaringan ikat yang disebut tunika albuginea. Tunika ini mengalami
penebalan pada bagian posterior testis yang disebut mediastinum
testis. Testis dibagi menjadi ruang-ruang piramidal sebanyak sekitar
250 ruang yang disebut lobulus testis. Diantara lobulus-lobulus
terdapat septa (septa ini sering tidak sempurna). Tiap-tiap lobulus
terdapat 1-4 tubulus seminiferus. Testis diselubungi oleh kantong
serosa yang berasal dari peritoneum yang dinamakan tunika vaginalis.
Tunika ini terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan viseral (bagian dalam)
dan lapisan parietal.2
Pada mulanya testis terdapat di dinding dorsal rongga
peritoneum dan kemudian masuk ke dalam kantung yang disebut
skrotum. 2
10

Gambar 4 . Gambaran Histologis Testis

a. Tubulus seminiferous
Tubulus seminiferus merupakan tubulus kontortus yang membentuk jala-
jala, berujung buntu dan pada ujung yang lain menjadi saluran yang lurus
dengan lumen menyempit dan dibatasi oleh epitel selapis kubus berflagela
satu. Bentuk yang lurus ini dinamakan tubulus rektus. Bagian ini pendek yang
bermuara pada saluran-saluran yang beranastomose yang dinamakan rete
testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari epitel germinativum, lamina basalis dan
tunika jaringan ikat fibrosa. Epitelnya terdiri atas 2 jenis sel yaitu sel sertoli
dan sel –sel spermatogenik (tersusun atas 4-8 lapisan). Urutan sel-sel dari
lapisan yang paling dasar hingga mendekati lumen adalah sebagai berikut
spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan
spermatozoa.
Sel sertoli merupakan sel-sel piramidal panjang yang saling bertautan
dengan sel-sel spermatogenik. Dasar sel sertoli melekat pada lamina basalis,
11

sedang ujung apikalnya menjorok ke dalam lumen tubulus seminiferus.


Akibat adanya sel-sel spermatogenik di sisi lateral dan di sisi basalnya, maka
bentuk sel sertoli menjadi tidak teratur.
Sel-sel sertoli mempunyai 3 fungsi utama ; (1) pelindung, penyokong dan
pengatur nutrisi sel-sel spermatogenik yang sedang berkembang, (2)
fagositosis, yaitu dengan membuang kelebihan sitoplasma spermatid dalam
proses spermiogenesis (perubahan bentuk spermatid menjadi spermatozoa),
(3) sekresi, yaitu sel-sel sertoli mensekresi sekret untuk transpor
spermatozoa.

Gambar 5. Anatomi Testis dan Tubulus Seminiferus

Gambar 6. Tubulus Seminiferus potongan melintang


12

Gambar 7. Sperma di bawah mikroskop

Gambar 8. Struktur sperma

2. Duktus Genitalia Intratestis


Saluran intratestis meliputi tubulus rektus, rete testis, vas eferens dan
epididimis. Saluran ekstratestis meliputi vas deferens dan urethra. 4

a. Tubulus Rektus
Tubulus rektus merupakan bagian akhir dari tubulus
seminiferus yang merupakan saluran pendek yang lurus dengan
lumen sempit. Saluran itu dilapisi oleh sel epitel kubus dengan
13

satu flagel. Tubulus rektus bermuara pada rete testis yang


merupakan saluran-saluran yang saling beranastomosis. 4
b. Rete Testis
Rete testis terdapat pada bagian mediastinum testis. Rete
testis dilapisi oleh epitel kubus. Dari rete testis keluar 10-20 vas
eferens. 4
c. Vas Eferens
Vas eferens terletak dalam jaringan ikat epididimis. Vas
eferens dilapisi oleh epitel kubus dan berganti menjadi epitel
kolumnar bersilia setelah mendekati epididimis. Di bawah
lapisan epitel terdapat lamina propria dengan jaringan ikat padat
dan otot polos (lamina proprianya tipis). 4
d. Epididimis
Epididimis merupakan satu saluran panjang yang sangat
berkelok-kelok, dengan panjang sekitar 4-6 cm. Saluran yang
panjang ini dengan jaringan ikat membentuk korpus dan ekor
epididimis. Kaput epididimis berisi vas eferens. Epididimis
dilapisi oleh epitel berlapis semu kolumnar dengan sel-sel
kolumnar yang sangat panjang dengan stereosilia yang panjang
dan sel basal yang kecil. Lamina proprianya tipis dengan
jaringan ikat dan otot polos. Segerombol spermatozoa dapat
terlihat dalam lumen epididimis. 4
14

Gambar 9. Tubulus rectus dan rete testis. (a) pembesaran lemah.


(b) pembesaran kuat. Keterangan: R (rete testis), S (tubulus
seminiferus), T (tubulus lurus pendek), CT (connective tissue atau
jaringan ikat) 4

Gambar 10. Epididimidis. (a) pembesaran lemah. (b) pembesaran kuat.


(c) memperlihatkan kedua tipe sel pada epitel: sel principal yang tinggi
dengan sterosilia dan sel basal kecil. Keterangan: DE (ductus
epididimidis), V (pembuluh vena), TV (tunica vaginalis), S (sperma), B
(sel basal kecil), SM (smooth muscular atau otot polos) 4
15

Gambar 11. Ductus deferens. (a) vas deferens potongan melintang. (b)
pembesaran kuat memperlihatkan lamina propria kaya akan serat elastin.
(c) pembesaran kuat mukosa memperlihatkan bahwa epitel ini bertingkat
dengan sel basal dan banyak sel kolumnar dengan sejumlah stereosilia.
Keterangan: M (mukosa), L-SM (lapisan luar otot polos longitudinal),
C-SM (lapisan otot polos sirkular), A (adventitia eksternal), E (epitel),
LP (lamina propria) 4

3. Duktus Genitalia Ekstra Testis


Saluran ekstratestis meliputi vas deferens dan urethra.
Vas deferens merupakan saluran lurus yang keluar dari ekor epididimis.
Saluran ini berdinding tebal terdiri dari lapisan mukosa yang tipis dan lapisan
muskularis yang tebal dan dikelilingi oleh lapisan adventisia. Lapisan epitelnya
merupakan epitel berlapis semu kolumnar dengan stereosilia.. Sel kolumnarnya
lebih pendek dibandingkan sel kolumnar epididimis. Lapisan ototnya terdiri
dari lapisan otot polos yang tipis dengan susunan longitudinal di bagian dalam
dan luar dan tengahnya merupakan lapisan otot yang tebal dengan susunan
16

sirkuler. Lapisan mukosanya pada vas deferens awal membentuk vili-vili


sederhana, tetapi pada bagian ampula, vas deferens melebar, dan terdapat vili-
vili yang membentuk kripta-kripta yang bercabang-cabang sehingga lumennya
semakin besar. Bagian yang membentuk kripta-kripta itu merupakan kelenjar
yang menghasilkan sekret yang penting untuk kehidupan spermatozoa. Pada
bagian akhir ampulla, saluran itu bersatu dengan kelenjar vesikula seminalis
dan selanjutnya salurannya mengecil dan masuk ke dalam prostat dan bermuara
pada urethra. Bagian yang masuk prostat dinamakan duktus ejakulatorius,
dengan lapisan mukosa sama dengan pada ampula tetapi tanpa lapisan otot. 4

a. Histologi Penis
Penis terdiri atas 3 massa silindris dari jaringan erektil, uretra dan
diluarnya diliputi dengan kulit (terdiri dari epidermis dan dermis). Jaringan
erektil meliputi sepasang korpus kavernosum dan korpus spongiosum yang di
dalamnya terdapat uretra. Di bagian luar korpus dikelilingi oleh jaringan ikat
padat yaitu tunika albuginea. Di luar tunika albuginea terdapat jaringan ikat
longgar dan Di dalam korpus terdapat banyak trabekula (gabungan jaringan
ikat kolagen, elastin dan otot polos). Di tengah korpus kavernosum terdapat
3
arteri.
17

Gambar 12. Penis (potongan transversal). Pewarnaa: Hematoksilin-


Eosin. Pembesaran lemah

Gambar 13. Uretra penis dan jaringan erektil. (a) memperlihatkan


corpus spongiosum yang mengelilingi uretra. (b) memperlihatkan corpus
kavernosum yang berupa jaringan erektil. Keterangan: PU (uretra penis), UG
(kelenjar uretra kecil), CS (corpus spongiosum), TA (tunica albuginea), HA
(arteriola hecinae) 4

4. Kelenjar Genitalia Tambahan


Kelenjar-kelenjar reproduksi jantan meliputi vesikula seminalis, prostat
dan bulbourethralis. Vesikula seminalis terdiri dari 2 saluran yang sangat
berkelok-kelok dengan panjang 15 cm. Lapisan mukosa dibatasi oleh epitel
berlapis semu silindris. Lapisan epitelnya membentuk kripta-kripta yang saling
beranastomose. Epitel terdiri dari sel-sel basar dan lapisan sel kubus atau
silindris pendek, yang kaya dengan granula sekret. Lamina proprianya kaya
dengan serabut elastin dan dikelilinggi oleh lapisan otot polos yang tipis. Pada
lapisan ototnya terdapat serabut-serabut saraf dan ganglia simpatis. Sekresi
yang tertimbun dalam kelenjar dikeluarkan waktu ejakulasi oleh kontraksi otot
18

polos. Prostat merupakan kumpulan 30 – 50 kelenjar tubulo-alveoler bercabang


yang saluran keluarnya bermuara pada urethra pars prostatika. Prostat
menghasilkan cairan prostat yang disimpan dan dikeluarkan pada waktu
ejakulasi. Prostat dikelilingi oleh kapsula fibroelastis yang kaya akan otot
polos. Kelenjar prostat dibagi menjadi 3 struktur yaitu kelenjar mukosa,
kelenjar submukosa dan kelenjar utama. Kelenjar-kelenjar itu bermuara pada
urethra pars prostatika. Pada usia di atas 40 tahun, kelenjar mukosa dan
submukosa sering mengalami hipertrofi. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan
urethra. Kelenjar bulbouretralis merupakan bentukan seperti kacang polong
yang terletak di belakang uretra pars membranosa dan bermuara ke dalam uretra
tersebut. Kelenjarnya merupakan kelenjar tubuloalveoler. Kelenjar dikelilingi
oleh jaringan ikat dan otot lurik. Unit sekresinya bervariasi struktur dan
ukuran. Kebanyakan merupakan alveoli dan yang lain merupakan tubular.
Sekresinya terutama adalah mucus. Sel-sel sekretori berbentuk kubus atau
silindris pendek. Kelenjar litter terletak di bawah lamina propria uretra dan di
atas trabekula. Kelenjar ini dilapisi oleh sel-sel epitel berlapis silindris atau
berlapis semu silindris, dengan sel-sel superfisialnya menghasilkan mukus. 4

Gambar 14. Kelenjar tambahan saluran reproduksi pria


19

Gambar 15. Vesiculosa seminalis. (a) pembesaran lemah. (b,c)


pembesaran kuat. Keterangan: L (lipofusin), SM (otot polos), LP (lamina
propria)

Gambar 16. Kelenjar prostat. (a) pembesaran lemah. (b) pembesaran


kuat. (c) pembesaran kuat memperlihatkan corpus amylaceum. Keterangan: G
(kelenjar prostat), S stroma fibromuskular padat), E (epitel), LP (lamina
propria), CA (corpus amylaceum), M (otot polos)

2.2 FISIOLOGI REPRODUKSI PRIA


1. Pembentukan Sperma 5
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama
kehidupan seksual aktif dari rangsangan oleh hormon gonadotropin
hipofisis anterior, dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut
20

sepanjang hidup. 5
Adapun tahap-tahap spermatogenesis ialah : 5
a. Spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal dari epitel
germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali
untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu
spermatogonia tipe B. Spermatogonia bermigrasi kearah sentral di
antara sel-sel Sertoli. Pada tahap awal dari pembagian meiosis pertama
ini, semua DNA di dalam 46 kromosom bereplikasi. Dalam proses ini,
masing-masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap
berikatan bersama sentromer, kedua kromatid memiliki gen-gen
duplikat dari kromosom tersebut. Menfaat dari kedua pembagian
meiosis ini adalah bahwa setia spermatid yang akhirnya dibentuk
membawa hanya 23 kromosom, memiliki hanya setengah dari gen-gen
spermatogonium yang pertama. 5
b. Selama beberapa minggu berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid
diasuh dan dibentuk kembali secara fisik oleh sel Sertoli, mengubah
spermatid secara perlahan-lahan menjadi satu spermatozoa (sebuah
sperma) dengan menghilangkan beberapa sitoplasmanya, mengatur
kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu
kepala yang padat, dan mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran
sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor
(Spermiogenesis). 5
c. Semua tahap pengubahan akhir dari spermatosit menjadi sperma
terjadi ketika spermatosit dan spermatid terbenam dalam sel-sel
Sertoli. Sel-sel Sertoli memelihara dan mengatur proses
spermatogenesis, dari sel germinal sampai sperma, membutuhkan
waktu kira-kira 64 hari.Kedua tetis dari seorang manusia dewasa muda
dapat membentuk kira-kira 120 juta sperma harinya. Sejumlah kecil
sperma dapat disimpan dalam epididmis, tetapi sebagian besar
disimpan dalam vas deferens dan ampula vas deferens. Sperma dapat
tetap disimpan dan mepertahankan kualitasnya, dalam duktus genitalis
21

paling sedikit selama satu bulan. 5

2. Hormon-hormon yang berperan dalam spermatogenesis adalah sebagai


berikut: 5
a. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstisium
testis. Hormon ini penting untuk pertumbuhan dan pembagian sel-sel
germinativum dalam membentuk sperma.
b. Hormon Lutein (LH), disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi testosteron.
c. Hormon Perangsang Folikel (FSH), juga disekresi oleh sel-sel kelenjar
hipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli; tanpa rangsangan ini,
pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidak
akan terjadi.
d. Estrogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel Sertoli ketika sel Sertoli
sedang dirangsang oleh hormon perangsang folikel, yang mungkin juga
penting untuk spermiogenesis. Sel-sel Sertoli juga menyekresi suatu
protein pengikat androgen yang mengikat testosteron dan estrogen serta
membawa keduanya ke dalam cairan dalam lumen tubulus seminiferus,
membuat kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.
e. Hormon Pertumbuhan (seperti juga pada sebagian besar hormon yang
lain) diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis.
Secara khusus hormon tersebut meningkatkan pembelahan awal
spermatogonia sendiri. Bila tidak terdapat hormon pertumbuhan, seperti
pada dwarfisme hipofisis, spermatogenesis sangat berkurang atau tidak
ada sama sekali.
22

2.3 ANATOMI DAN HISTOLOGI ANUS

Gambar 17. Anatomi Anus dan Rectum


Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan. Panjang anus adalah kira-
kita 4-5 cm. Anus memainkan peranan penting untuk defekasi. Sekiranya terjadi
kelainan, defekasi tidak dapat berlangsung normal.Terdapat beberapa otot yang
membantu anus agar defekasi lancar seperti m.puborektal merupakan bagian
dari otot levator ani, sfingter ani eksternus (otot lurik) dan sfingter ani internus
(otot polos). 3
Perdarahan arteri didapatkan dari a.hemoidalis superior, a.hemoidalis media dan
a.hemoidalis inferior. Venanya pula terdiri dari v.hemoidalis superior dan
v.hemoidalis inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga
sangat sensitif terhadap rasa sakit. 3
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya
berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. 3
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persyarafan sensoris
23

somatik dan peka terhadap rangsang nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai
persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal
pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena diatas
garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus
dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. 3
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Batas antara kanalis
anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata.
linea pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini
kearah rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat
sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang
terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel.
Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan
sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan
terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini
terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus. Otot-otot yang berfungsi
mengatur mekanisme kontinensia adalah : 3
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
3. Sfingter ani internus (otot polos)
Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang
memegang peranan terpenting dalam mengatur mekanisme kontinensia adalah
otot-otot puborektal. Bila m. puborektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan
terjadinya inkontinensia. 3
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut
ring anorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke
lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior
pada laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior
diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus
24

perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina
posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian
serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani
ekternus. 3

Gambar 17. Vaskularisasi Rektum


Pendarahan arteri. arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan
langsung a.mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang
utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang
terakhir ini mungkin dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu
dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan sebuah diperempat lateral kiri.
Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,
sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna.
Anastomosis antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi
kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan
aterosklerotik didaerah percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke
pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin perdarahan di kedua
ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral
luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern
menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna
kebiruan. 3
25

Pendarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus


hemoroidalis internus dan berjalan kearah kranial kedalam v.mesenterika inferior
dan seterusnya melalui v.lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga
tekanan ronggga perut menentukan tekanan di dalamnnya. Karsinoma rektum
dapat menyebar sebagai embolus vena didalam hati, sedangkan embolus septik
dapat menyebabkan pileflebitis, v.hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke
dalam v.pudenda interna dan v. hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan
hemoroid. 3
Penyaliran limfe. pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus
yang menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini
cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor
ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh
limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v.hemoroidalis
superior dan melanjut ke kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta. Operasi
radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi
saluran limf ini. 3
Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif
terhadap rasa sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif
terhadap rasa sakit. Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus
mesenterika inferior dan n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan
saraf parasimpatis dari S2,3,4. 3
Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan didalam
anus, tekanan didalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin
sukar untuk menahannya didalam usus. Tekanan pada suasana istirahat didalam
anus berkisar antara 25-100mmHg dan didalam rektum antara 5-20mmHg. Jika
sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses sukar dipertahankan. 4
B. Histologi Anus
Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang
terdiri atas 4 lapisan utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan
lapisan serosa. 5
26

1) Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2) lamina propria
yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah
kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga
kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid; dan (3) muskularis mukosae.
2) Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan
banyak pembuluh darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan
Meissner), dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.
3) Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan
susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu
sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler); pada
sublapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kumpulan saraf yang
disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan otot.
(3) pembuluh darah dan limfe.
4) Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan
penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2)
epitel gepeng selapis (mesotel).
Pada daerah anus, membran mukosa mempunyai sekelompok lipatan
longitudinal, collum rectails Morgagni. Sekitar 2 cm di atas lubang anus mukosa
usus diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daerah ini, lamina propria
mengandung pleksus vena-vena besar yang bila melebar berlebihan dan
mengalami varikosa mengakibtakan hemoroid. Lapisan jaringan anus terdiri dari:
1) Epitel
a. Rektum: epitel selapis silindris, banyak sel goblet, melapisi plika
transversal rectum
b. Kanal anal – anus (lubang anal luar): selapis silindris atau kuboid,
berlapis gepeng tanpa lapisan keratin – berlapisan keratin
2) Lamina propria/dermis
Rektum: kelenjar usus – lebih panjang, tapi lebih sedikit dari di kolon
Kanal anal – anus (lubang anal luar): kelenjar usus – memendek dan
menghilang, kolumna rektalis, kelenjar sirkumanal (apokrin), pleksus
27

hemorhoid interna (vena) – folikel rambut, kelenjar sebasea, pleksus hemorhoid


eksterna
3) Muskularis mukosa:sir – long (luar), terputus-putus dan
menghilang pada kanal anal Submukosa menyatu dengan lamina propria/dermis
pada kanal anal Muskularis
a. Sirkular – otot polos – menebal di dekat ujung kanal anal – sfingter
anal interna
b. Longitudinal Rektum – otot polos-memendek → lipatan
transversal (plicae transversales recti) Dekat ujung kanal anal – otot polos menjadi
lembaran fibroelastik Di distal sfingter anal interna: sfingter anal eksterna (otot
rangka)
4) Adventisia

Gambar 18. Anorectal junction (potongan longitudinal) Pewarnaan:


hematoksilin-eosin. Pembesaran lemah
28

Gambar 19. Anorectal junction (potongan longitudinal) Pewarnaan:


giemsa. Pembesaran lemah

Defekasi. Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari


kolon sigmoid kedalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama
pada bayi. Bola isi sigmoid masuk kedalam rektum, dirasakan oleh rektum dan
menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemauan khas untuk
mengenai dan memisahkan bahan padat, cair dan gas. Sikap badan sewaktu
defekasi yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti.
Defekasi terjadi akibat refleks peristalsis rektum, dibantu oleh mengedan dan
relaksasi sfingter anus eksternal. Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan
sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh, peristalsis kolon dan
rektum tidak terganggu, dan struktur anatomi organ panggul yang utuh. Keinginan
berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan
apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas
dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic
(diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum. 5
29

Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal


aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang
peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah
anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi
oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam
keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter
melemas sewaktu rectum teregang Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter
ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter
melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot
abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal
yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap
berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen. 5

2.4 ANATOMI DAN HISTOLOGI REPRODUKSI WANITA


Sistem reproduksi atau sistem genital adalah sistem organ seks dalam
organisme yang bekerja sama untuk tujuan reproduksi seksual. Banyak zat non-
hidup seperti cairan, hormon, dan feromon juga merupakan aksesoris penting
untuk sistem reproduksi.Tidak seperti kebanyakan sistem organ, jenis kelamin
dari spesies yang telah terdiferensiasi sering memiliki perbedaan yang
signifikan. Perbedaan ini memungkinkan untuk kombinasi materi genetik antara
dua individu, yang memungkinkan untuk kemungkinan kebugaran genetik yang
lebih besar dari keturunannya. 4
Seperti telah ditemukan, pengetahuan anatomik mengenai alat kandungan
sangat perlu bagi seorang yang berkecimpung dalam fisiologi dan patologi
reproduksi, sesuaidengan pepatah keine Physiologie ohne Anatomie. Perlu
dipahami pula, bahwa dalam masa kehamilan timbul perubahan-perubahan pada
alat kandungan yang harus pula diketahui. 4
Anatomi alat reproduksi terbagi atas : 5
1) alat genetalia eksterna;
2) alat genetalia interna.
30

Gambar 20. Organ Reproduksi Wanita

1. ALAT GENETALIA EKSTERNA


Mons veneris adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada
wanita dewasa ditutup oleh rambut kemaluan. Pertumbuhan rambut
kemaluan ini tergantung dari suku bangsa dan juga dari jenis kelamin. Pada
wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis,
sedangkan ke bawah sampai ke sekitar anus dan paha.
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong
mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang
ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora
bertemu dan membentuk kommisura posterior.
Labia minora (bibir-bibir kecil) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah
dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk di
atas klitoris preputium klitoridis, dan di bawah klitoris frenulum klitoridis.
Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa
navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula
sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung urat saraf yang
31

menyebabkan bibir kecil amat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung


banyak pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir
kecil ini dapat mengembang. Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup
oleh preputium klitoridis, dan terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis,
dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis
terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf,
hingga amat sensitif.5
Vulva berbentuk lonjong dengan ukuran panjangan dari muka ke belakang
dan dibatasi di muka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil,
dan di belakang oleh perineum; embriologik sesuai dengan sinus
urogenitalis. Di vulva 1- 1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium
uretra eksternum ( lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak
jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan-lipatan selaput
vagina. Tidak jauh dari lubang kemih, di kiri dan di kanan bawahnya, dapat
dilihat dua ostia skene. Saluran skene analog dengan kelenjar prostat pada
laki-laki. Di kiri dan kanan bawah, dekat fossa navikulare, terdapat kelenjar
batolin. Kelenjar ini, dengan ukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di
bawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5 -2
cm yang bermuara di vulva, tidak jauh dari fossa navikulare. Pada koitus
kelenjar bartholin mengeluarkan getah lender.4
Bulbus vestibuli sinistra et dekstra terletak di bawah selaput lender
vulva, dekat ramus ossis pubis. Besarnya 3-4 cm panjang, 1-2 cm lebar, dan
0,51-1 cm tebal; mengandung banyak pembuluh darah, sebagian tertutup
oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.
Embriologik sesuai dengan korpus kavernosum penis. Pada waktu
persalinan biasanya kedua bulbus tertarik ke atas, ke bawah arkus pubis,
akan tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami
cedera, dan sekali-sekali timbul hematoma vulva atau perdarahan. 5
Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada
seorang virgo selalu dilindungi oleh labia minora jika bibir kecil ini dibuka,
maka barulah dapat dilihat, ditutup oleh selaput dara (himen). Himen ini
32

mempunyai bentuk berbeda-beda, dari yang semilunar (bulan sabit) sampai


yang berlubang-lubang, atau yang ada pemisahnya (septum);
konsistensinya pun berbeda-beda juga, dari yang kaku sampai yang lunak
sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung
jari sampai yang mudah dilalui oleh dua jari. Umumnya himen robek pada
koitus, dan robekan ini terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7, dan sampai
dasar selaput dara itu. Sesudah persalinan, himen robek pada beberapa
tempat, dan apa yang dapat dilihat adalah sisa-sisanya (karunkula
himenalis) saja. 5

2. ALAT GENETALIA INTERNA


Vagina (lubang kemaluan) Setelah melewati introitus vagina, kita
temukan lubang kemaluan yang merupakan suatu penghubung antara
introitus dan uterus. Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis
ke promontorium. Arah ini penting diketahui pada waktu memasukkn jari
ke dalam vagina ketika mengadakan pemeriksaan ginekologik. Dinding
depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-masing
panjangnya 6,5 cm dan 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-
lipat disebut rugae: di tengah-tengahnya ada bagian yang lebih keras,
disebut kolumna rugarum. Di vagina tidak didapatkan kelenjar-kelenjar
bersekresi. epitel vagina terdiri dari epital gepeng tidak bertanduk, di
bawahnya terdapat terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak
pembuluh darah. Pada kehamilan terdapat hipervaskularisasi lapisan
jaringan tersebut, sehingga dinding vagina kelihatan kebiru-biruan, yang
disebut livide. Di sebelah luar otot-otot ini terdapat fasia (jaringan ikat)
yang akan berkurang elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya. 6
Uterus berbentuk seperti buah advokado atau buah peer yang sedikit
gepeng kearah muka belakang: ukurannya sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran
panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan
tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
33

anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina,


demikian pula, korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks
uteri). Uteri terdiri atas: 5
1) fundus uteri;
2) korpus uteri;
3) serviks uteri.
Tuba falloppii
Tuba falloppii terdiri atas: 6
1) pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding uterus;
2) pars ismika, merupakan bagian mdikal tuba yang sempit seluruhnya;
3) pars ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar,
tempat konsepsi terjadi;
4) infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan
mempunyai fimbria.
Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk
kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti
anemone (bintang laut). Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum
viserale, yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding
tuba terdiri atas (dari luar dan dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler.
Lebih ke dalam lagi di dapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan sel-
sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan
telur atau hasil konsepsi kearah kavum uteri dengan arus yang
ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut. 5
Ovarium (indung telur) Wanita pada umumnya mempunyai 2 indung
telur kanan dan kiri, yang dengan mesovarium menggantung di bagian
belakang ligamentum latum, kiri dan kanan. Ovarium adalah kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan
mesovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-
serabut saraf untuk ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakang
34

menuju ke atas dan belakang, sedangkan permukaan depannya ke bawah dan


depan.
Histologi Sistem Genitalia Wanita
Sistem reproduksi wanita pada manusia meliputi :
1. Ovarium
Ovarium atau indung telur berfungsi menghasilkan gamet betina (sel
telur). Selain itu juga menghasilkah hormone-hormon kelamin seperti
progesterone dan estrogen. Ovarium terletak di rongga pelvis dan diikatkan
pada dinding bagian tubuh bagian dorsal oleh selaput jaringan ikat yang
disebut mesovarium. Ovarium pada mamalia terutama pada manusia
memiliki ukuran yang relative kecil dan diselaputi oleh selapis sel berasal dari
peritoneum disebut epitel germinal. Di sebelah dalam terdapat tunika
albugenia (jaringan ikat penyebab ovarium berwarna putih). Jaringan dasar
ovarium disebut stroma.
Struktur histologi ovarium, terdiri atas dua daerah :
a. Daerah korteks : mengandung banyak folikel telur yang masing-
masing terdiri dari sebuah oosit yang diselaputi oleh sel-sel folikel.
Sel-sel folikel adalah oosit beserta sel granulose yang
mengelilinginya. Terdapat 3 macam folikel yaitu :
a) Folikel primordial : terdiri atas oosit primer yang berinti agak ke
tepi yang dialapisi sel folikel berbentuk pipih.
b) Folikel primer : terdiri oosit primer yang dilapisi sel folikel (sel
granulose) berbentuk kubus dan terjadi pembentukan zona pelusida.
Adalah suatu lapisan glikoprotein yang terdapat diantara oosit dan sel-
sel granulose.
c) Folikel sekunder : terdiri oosit primer yang dilapisi sel granulose
berbentuk kubus berlapis banyak atau disebut staratum granulose.
d) Folikel tersier : terdiri dari oosit primer, volume stratum
granulosanya bertambah besar. Terdapat beberapa celah
antrum diantara sel-sel granulose. Dan jaringan ikat stroma di luar
stratum granulose membentuk theca intern (mengandung banyak
35

pembuluh darah) dan theca extern (banyak mengandung serat


kolagen).
e) Folikel Graff : disebut juga folikel matang. Pada folikel ini, oosit
sudah siap diovulasikan dari ovarium. Oosit sekunder dilapisi oleh
beberapa lapis sel granulose berada dalam suatu jorokan ke dalam
stratum disebutcumulus ooforus. Sel-sel granulose yang mengelilingi
oosit disebut korona radiate. Antrum berisi liquor folliculi yang

mengandung hormone esterogen

Gambar 21. Perkembangan dan perubahan folikel di dalam


ovarium
36

2. Saluran Reproduksi wanita


Merupakan perkembangan dari duktus muller yaitu sepasang saluran
panjang yang terletak berdampingan dengan duktus mesonefros yang terbentuk
waktu embrio. Saluran ini berfungsi diantaranya sebagai berikut :
a. Untuk menerima dan menyalurkan telur yang diovulasikan oleh
ovarium
b. Untuk menerima dan menyalurkan spermatozoa ke tempat
terjadinya fertilisasi
c. Untuk perkembangan embrio
Duktus muller berkembang menjadi oviduk, uterus, dan vagina.
a. Oviduk (Tuba Fallopii)
Berdasar struktur histology terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot, dan
lapisan peritoneum.
a) Lapisan mukosa : tersusun atas epitel kolumnar tinggi bersilia dan
sel-sel kelenjar
b) Lapisan otot : tersusun atas lapisan otot intrinsic yang tebal
mukosa, berkas otot menyerupai darah, lapisan sub peritoneal adalah serabut
seperti kisis-kisi dan pita.
c) Lapisan peritoneum :memungkinkan tuba uterine bergerak
terhadap sekitarnya.

b. Uterus adalah saluran berdinding tebal, berfungsi untuk


menyalurkan sperma ke tempat fertilisasi, sebagai tempat terjadinya implantasi
dan perkembangan embrio. Dindingnya terdiri atas 3 lapis :
a) Endometrium (Mukosa) : bagian dalam dilapisi epitel selapis
silindris bersilia dan terdapat pula kelenjar uterus yang bermukosa dari
permukaan.
b) Miometrium (dinding otot): terdapat 3 lapisan otot yang batas-
batasnya kurang jelas. Tiga lapisan otot tersebut adalah:
 Lapisan Sub vascular : serat-serat otot tersusun memanjang
37

 Lapisan Vaskular : lapisan otot tengah tebal, serat tersusun


melingkar dan serong dengan banyak pembuluh darah.
 Lapisan Supravaskular : lapisan otot luar memanjang tipis.
c) Peritoneum : adalah serosa khas khas terdiri selapis sel mesotel
yang ditunjang oleh jaringan ikat tipis.

c. Vagina
Merupakan bagian terakhir dari saluran reproduksi betina. Berbentuk
pipa panjang,untuk menerima penis terdiri dari 3 lapis yaitu :
a) Lapisan Mukosa : mempunyai lipatan mendatar dan tersusun atas
epitel berlapis pipih tanpa lapisan tanduk. Dan terdapat lamina propria yang
tersusun atas jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin, leukosit, limfosit
dan nodulus limfatikus (jarang terlihat).
b) Lapisan otot : terdiri dari berkas-berkas otot polos yang tersusun
berjalinan.
c) Lapisan Adventisia/ Serosa: berupa lapisan tipis yang tersusun dari
jaringan ikat yang berbaur dengan adventisia organ sekitarnya.
38

Gambar 22. Tuba uterine dan uterus


39

Gambar 23. Uterus. (a) dan (d) fase proliferative, (b) dan (e) fase
sekretoris, (c) dan (f) fase premenstruasi. Keterangan: L (lumen), F (lapisan
fungsional), B (lapisan basal), M (miometrium), G (gland uterine atau kelenjar
uterus), La (lakuna)
40

Gambar 24. Serviks. (a) serviks pembesaran lemah. (b) serviks


pembesaran kuat. (c) sitologik eksfoliatif sel yang terlepas dari eksoserviks
normal melalui prosedur Papanculaou dengan pewarnaan hematoksilin, orange
G dan eosin. (d) pembesaran kuat lapisan endoserviks. Keterangan: EC (canalis
endoservicalis), SC (epitel kolumnar selapis), J (junction), SS (epitel skuamosa
selapis), V (vagina), M (lapsan mukus)

Gambar 25. Vagina. Keterangan: LP (Lamina Propria), E (Epitelium


stratificatum squamosum), M (Lapisan muskular)
41

3. Kelenjar Tambahan
1) Kelenjar Bartholin (kelenjar vestibules mayor) : adalah kelenjar
tubuloalveolar terletak di dalam dinding lateral vestibulum, yang sekretnya berupa
lendir, bermuara di dekat pangkal hymen.
2) Kelenjar Vestibular Minor : bermuara di sekitar uretra dan klitoris
3) Kelenjar susu/ mamae : kelenjar kulit khusus yang terletak di
dalam jaringan di bawah kulit(subkutan), modifikasi dari kelenjar keringat, dan
bergetah tipe apokrin. Terdiri dari 15-20 lobus yang mandiri, salurannya bermuara
di puncak nipel/putting susu.
Kelenjar susu yang aktif tersusun atas lobules-lobulus yang masin-
masing terdiri dari sejumlah alveoli, yaitu kumpulan dari sel-sel sekretori. Dari
alveoli keluar saluran kecil yang bermuara ke saluran yang lebih besar. Saluran
dari duktus laktiferus (lobulus-lobulus) bermuara pada putting susu (nipple). Di
dekat nipple duktus laktiferus menggembung atau disebut ampula. Diantara
duktus laktiferus terdapat jaringan ikat dan jaringan lemak yang berperan
penting dalam menentukan besar kelenjar susu.

Gambar 26. Kelenjar payudara wanita dewasa yang tidak hamil dan
bersifat inaktif. Keterangan: L (lobulus), CT (connective tissue atau jaringan
ikat)
42

Gambar 27. Kelenjar payudara aktif selama kehamilan. Keterangan: L


(lobulus), A (adiposit), CT (connective tissue atau jaringan ikat)

Gambar 28. Kelenjar payudara selama laktasi. Keterangan: A


(adiposity), D (duktus ekskretoris)
43

Gambar 29. Plasenta matang. Keterangan: MB (Maternal Blood), A


(Arteri), V (Vena)

2.5 FISIOLOGI REPRODUKSI WANITA


Oogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel ovum.
Berbeda dengan laki-laki, wanita hanya mengeluarkan satu sel telur saja selama
waktu tertentu (siklus). Ovulasi pada wanita berhubungan dengan siklus yang
dikontrol oleh hormon. Pada manusia dan primate siklus reproduksinya disebut
siklus menstruasi. Sedangkan pada mamalia lain disebut estrus. Menstruasi
dapat diartikan sebagai luruhnya ovum yang tidak dapat dibuahibeserta lapisan
dinding uterus yang terjadi secaraperiodik. Darah menstruasi sering disertai
jaringan-jaringan kecil yang bukan darah.6
Penjelasan proses oogenesis :
Oogeneis terjadi di ovarium. Di ovarium ini telah tersedia calon-calon sel
telur (oosit primer) yang terbentuk sejak bayi lahir.Ketika masa puber, oosit
primer melakukan pembelahan meiosis menghasilkan oosit sekunder dan badan
44

polar pertama(polosit primer). Proses ini dipengaruhi oleh FSH (Folicel


Stimulating Hormon).

Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :


1.Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel
folikel sekitar sel ovum.
2.Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
3.Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu
proses pematangan sel ovum).
4.Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH
dan LH Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan oleh ovarium. Sel
telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi).
Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel
ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk
menghasilkan sel ovum yang matang Karena sudah tidak dihasilkannya hormone,
sehingga berhentinya siklus menstruasi sekitar usia 45-50 tahun.
Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu :
A. Tidak terjadi fertilisasi 6
maka sel ovum akan mengalami menstruasi. Menstruasi yaitu luruhnya sel
ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium
yang robek. Terjadi secara periodik/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap
siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya. Siklus menstruasi terdiri dari 4
fase yaitu :
1.Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak
dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat
diakbiatkan juga karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan
progresteron sehingga kandungan hormone dalam darah menjadi tidak ada.
2.Fase Proliferasi/fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormone
progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan
FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat
hormone estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi
45

folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogern yang


merangsangnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat
sekresi FSH tetap dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
3.Fase Ovulasi/fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu
matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi. Sel ovum yang
matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah
menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan
hormone progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding
endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
4.Fase pasca ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang
mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang
berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron
sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya
sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti
sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah
fase pendarahan/menstruasi.
B. Terjadi Fertilisasi 6
Fertilisasi yaitu peleburan antara sel sperma dengan sel ovum yang telah
matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada
dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan janin. Keadaan
demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar
dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini
disebut dengan kelahiran.
Tahapan waktu dalam fertilisasi :
1.Beberapa jam setelah fertilisasi zygote akan membelah secara
mitosismenjadi 2 sel, 4, 8, 16 sel.
2. Pada hari ke-3 atau ke-4 terbentuk kelompok sel yang disebut morula.
Morula akan berkembang menjadi blastula. Rongga balstosoel
berisicairan dari tuba fallopi dan membentuk blastosit. Lapisan dalam
balstosit membentuk inner cell mass. Blastosit dilapisi oleh throhpoblast
(lapisan terluar blastosit) yang berfungsi untuk menyerap makanan dan
46

merupakan calon tembuni/ plasenta/ari-ari. Blastosit akan bergerak menuju


uterus dengan waktu 3-4 hari.
3. Pada hari ke-6 setelah fertilisasi throphoblas akan menempel pada dinding
uterus/proses implantasi dan akan mengeluarkan hormone HCG (hormone
Chorionik gonadotrophin). Hormon ini melindungi kehamilan dengan
menstimulasi produksi hormone progesteron dan estrogen sehingga
mencegah menstruasi.
4. Pada hari ke-12 setelah fertilisasi embrio telah kuat menempel pada
dinding uterus.

2.6 PEMERIKSAAN KEKERASAN SEKSUAL


Kejahatan seksual sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat
dengan Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu di dalam
upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi. Adanya
kaitan antara Ilmu Kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai
konsekuensi dari pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang
memuat ancaman hukuman serta tata cara pembuktian pada setiap kasus yang
termasuk di dalam pengertian kasus kejahatan seksual.7
Dasar hukum kekerasan seksual adalah sebagai berikut :
Pasal 285 KUHP
1. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan
belum waktunya untuk kawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
47

Pasal 286 KUHP


Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana paling lama Sembilan tahun.

Pasal 287 KUHP


1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya
belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum
waktunya umtuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan tahun
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
belum sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal berdasarkan pasal
291 dan pasal 294.10

Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor


keterbatasan di dalam ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian
halnya dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang bukti (korban),
maupun faktor-faktor dari si pelaku kejahatan seksual itu sendiri. Dengan
demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus
kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya
tanda-tanda persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur
serta pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu
untuk dikawini atau tidak. Persetubuhan yang merupakan kejahatan Persetubuhan
yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang, dapat
dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada Bab XIV KUHP, yaitu Bab tentang
Kejahatan Terhadap Kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan di dalam
perkawinan maupun persetubuhan di luar perkawinan. Persetubuhan di dalam
perkawinan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksud oleh pasal 288
KUHP, ialah bila seorang suami melakukan persetubuhan dengan isterinya yang
belum mampu kawin dengan mengakibatkan luka-luka, luka berat atau
48

mengakibatkan kematian. Didalam K.U.H.P. pasal-pasal yang mengatur ancaman


hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terdapat pada Bab XIV yaitu bab tentang
Kejahatan Kesusilaan. 7
Bantuan Ilmu kedokteran dalam kasus kejahatan seksual dalam kaitannya
dengan fungsi penyelidikan ditujukan kepada : 7
1. Menentukan Adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan, termasuk tanda
intoksikasi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(NAPZA)
5. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin.

a) Menentukan Adanya tanda-tanda persetubuhan. 7


Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki
masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya
dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani. Dengan demikian
besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar
masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi
hasil pemeriksaan. Jika zakar masuk seluruhnya dan keadaan selaput
data masih cukup baik, maka pada pemeriksaan dapat diharapkan
adanya robekan pada selaput dara. Jika selaput dara-nya elastis tentu
tidak akan ada robekan. Adanya robekan pada selaput dara hanya akan
menunjukan adanya benda (padat/kenyal) yang masuk, dengan
demikian bukan merupakan tanda pasti dari adanya persetubuhan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi), pada pemeriksaan diharapkan
dapat ditemukan sel mani/sperma. Adanya sperma di dalam liang
senggama (vagina) merupakan tanda pasti akan adanya persetubuhan.
Pada orang yang mandul akan jumlah spermanya sangat sedikit sekali
yang dikalangan medis dikenal dengan aspermia, dengan demikian
pemeriksaan ditujukan pada penentuan adanya zat-zat tertentu dalam
49

air mani, seperti asam fosfatase, spermin dan kholin; yang tentunya
nilai pembuktian adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak
mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas. 7
Jika si pelaku mempunyai penyakit kelamin dan penyakit ini
ditularkan pada korban, maka pemeriksaan bakteriologis misalnya
untuk mencari kuman GO atau sifilis perlu dilakukan dengan catatan
nilai pembuktiannya jauh lebih mudah lagi. Jika pada korban terjadi
kehamilan walaupun kehamilan itu jelas merupakan tanda pasti telah
terjadi persetubuhan, penilaiannya harus hati-hati, oleh karenanya sulit
untuk dapat menentukan dengan pasti apakah kehamilan tersebut
disebabkan oleh si tersangka pelaku kejahatan. Kesimpulan yang
dapat diambil adalah : ditemukan sperma dalam vagina korban berarti
telah terjadi persetubuhan akan tetapi bila tidak didapatkan sperma hal
ini tidak boleh diartikan bahwa pada korban tidak terjadi
persetubuhan. 7

Gambar 30 : pada kasus pemerkosaan baru tampak adanya


kemerahan dan luka lecet disertai darah pada daerah vagina.

b) Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan. 7


Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka tergantung
antara lain dari penampang benda, daerah yang terkena kekerasan serta
kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Oleh karena tindakan membius
termasuk tindakan kekerasan juga maka perlu dicari adanya rascun serta
50

gejala-gejala akibat obat bius/racun itu sendiri pada korban. Dengan


demikian adanya luka berarti ada kekerasan, akan tetapi tidak
ditemukan luka bukan berarti bahwa pada korban tidak ada kekerasan.
Demikian pula halnya dengan hasil pemeriksaan racun/obat bius pada
korban.
Perlu diingat bahwa faktor waktu sangat berperan, dengan
berlalunya waktu luka dapat menyembuh atau tidak dapat ditemukan,
racun atau obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. Faktor waktu ini
merupakan faktor yang penting dalam pemeriksaan untuk menemukan
sperma atau air mani. Dengan demikian keaslian barang bukti/korban
serta kecepatan pemeriksaan perlu dijaga agar Penyidik dapat
memperoleh hasil pembuktian seperti yang diharapkan.

Gambar 31 : Pemeriksaan Fisik Kekerasan Seksual

c) Memperkirakan umur. 7
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan yang paling sulit. oleh
karena tidak ada satu metode apapun yang dapat memastikan umur
seseorang dengan tepat, walaupun pemeriksaannya sendiri memerlukan
berbagai sarana serta berbagai keahlian, seperti pemeriksaan keadaan
penumbuhan gigi atau tulang dengan memakai alat Rontgen.

d) Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin 7


Penentuan sama sulitnya dengan memperkirakan umur seseorang,
oleh karena manusia itu ingin dilihat dari segi yang mana, secara
biologis, sosial atau dilihat sebagai manusia seutuhnya serta
berdasarkan per-Undang Undangan yang berlaku. Secara biologis jika
51

persetubuhan itu dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan,


pengertian pantas tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban
telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah pernah
mengalami menstruasi untuk ini kadang-kadang korban perlu diisolir di
observasi dalam rumah sakit dalam waktu cukup lama.
Bila dilihat pada Undang-Undang perkawinan, yaitu pada Bab II
(Syarat-syarat perkawinan) pada pasal 7 ayat l berbunyi: perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai l9 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur l6 tahun. Dengan demikian terbentur lagi
pada masalah penentuan umur yang sulit untuk diketahui kepastian
akan hasilnya.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam kasus kejahatan seksual : 8


1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina
sampai 4-5 jam setelah persetubuhan.
2. Pada orang yang hidup sperma masih dapat diketemukan (tidak bergerak)
sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan : sedangkan pada orang
yang mati sperma masih dapat diketemukan dalam vagina paling lama
sampai 7-8 hari sctelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak
2,5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap milimeternya dan
sebanyak 90% dari jumlah tersebut dalam keadaan bergerak (motile).
4. Untuk menjaga keaslian barang bukti/korban, maka korban tidak
perkenakan untuk membersihkan diri atau mengganti Pakaian; hal ini
dimaksudkan supaya bercak air mani atau air mani yang ada tidak hilang
demikian pula dengan barang bukti lainnya seperti bercak darah, rambut,
pasir dan lain sebagainya. Untuk maksud tersebut dan untuk memenuhi
persyaratan yuridis yang berlaku buat barang bukti, maka korban hams
diantar oleh pctugas kepolisian/ penyidik segera setelah korban melapor
pada polisi.
52

5. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP,misalnya


pada sprei atau kain maka barang-barang tcrsebut disinari dengan cahaya
ultra violet, dimana bagian yang mengandung bercak air mani akan
befluorcsensi putih bagian ini harus diambil atau dikirim ke laboratorium.

Gambar 32 : Penyinaran barang bukti dengan penggunaan sinar UV,


tampak adanya berkas berupa cairan mani.
6. Jika pelaku kejahatan segera tertangkap tidak setelah kejadian, kepala
zakar harus (glans penis) harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel-sel
epithel vagina yang melekat pada zakar. Ini dikerjakan dengan
menempelkan gelas objek pada glans penis (tepatnya sekeliling korona
glandis )dan segera dikirim untuk mikroskopis.
7. Visum et Repertum yang baik harus mencakup dan menjelaskan keempat
hal seperti diatas, dengan disertai perkiraan waktu terjadinya
persetubuhan. Hal ini dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari
keadaan normal luka (penyembuhan luka) pada selaput darah, yang pada
keadaan normal luka akan sembuh dalam waktu sekitar 7-I0 hari.
8. Dalam kesimpulan Visum et Repertum dokter tidak akan dan tidak boleh
mencantumkan kata pemerkosaan oleh karena kata tersebut mempunyai
arti yuridis dalam hal “paksaan”, hal mana di luar jangkauan Ilmu
kedokteran.
53

9. Untuk mencegah hal-hal yang negatif, maka sewaktu pemeriksaan


dilakukan pemeriksa perlu didampingi orang ketiga, misalnya juru rawat
atau polwan.
10. Robekan baru pada selaput data dapat diketahui jika pada daerah robekan
tcrsebut masih terlihat darah atau tampak kemerahan (hyperemia)
11. Di dalam melakukan pencatatan perlu dilakukan pengukuran dari bite
marks, pembuatan foto serta pembuatan model (cast model) pencatatan
tersebut khususnya pada mayat, tidak boleh dilakukan dengan mengangkat
jaringan tubuh yang ada gigitannya, oleh karena dengan tindakan tersebut
(memotong), dapat terjadi distorsi yang disebabkan oleh karena terjadinya
pengeringan sehingga bite marks mengkerut, juga oleh sebab-sebab yang
sifatnya mekanik.

Gambar 33. Sebuah bekas gigitan dewasa yang ditimbulkan utuh, tidak
berubah menampilkan dua lengkungan yang berbeda oleh jenis bekas gigi
individu. Memperlihatkan adanya tanda anatomi hubungan gigi seri atas
dan bawah. 12
54

Gambar 34. Deskripsi diagram bekas gigitan manusia dewasa


menggambarkan jenis pola permukaan sentuhan gigi. 12
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan korban
kekerasan seksual:
1. Lakukan pemeriksaan sedini mungkin setelah kejadian, jangan
dibiarkan menunggu terlalu lama. Hal ini penting untuk mencegah
rusak atau berubah atau hilangnya barang bukti yang terdapat di
tubuh korban, serta untuk menenangkan korban dan mencegah
terjadinya trauma psikis yang lebih berat.
2. Pada saat pemeriksaan, dokter harus didampingi perawat yang sama
jenis kelaminnya dengan korban (biasanya wanita) atau bidan.
Tujuannya adalah untuk mengurangi rasa malu korban dan sebagai
saksi terhadap prosedur pemeriksaan dan pengambilan sampel. Selain
itu, hal ini juga perlu demi menjaga keamanan dokter pemeriksa
terhadap tuduhan palsu bahwa dokter melakukan perbuatan tidak
senonoh terhadap korban saat pemeriksaan.
3. Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan menyeluruh
terhadap seluruh bagian tubuh korban, tidak hanya terhadap daerah
kelamin saja.
4. Catat dan dokumentasikan semua temuan, termasuk temuan negatif.
55

Langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut:


Anamnesis
Pada korban kekerasan seksual, anamnesis harus dilakukan dengan bahasa
awam yang mudah dimengerti oleh korban. Gunakan bahasa dan istilah-istilah
yang sesuai tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi korban, sekalipun mungkin
terdengar vulgar. Anamnesis dapat dibagi menjadi anamnesis umum dan khusus.
Hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis umum mencakup, antara lain:6
• Umur atau tanggal lahir,
• Status pernikahan,
• Riwayat paritas dan/atau abortus,
• Riwayat haid (menarche, hari pertama haid terakhir, siklus haid),
• Riwayat koitus (sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau
setelah kejadian kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom atau alat
kontrasepsi lainnya),
• Penggunaan obat-obatan (termasuk NAPZA),
• Riwayat penyakit (sekarang dan dahulu), serta
• Keluhan atau gejala yang dirasakan pada saat pemeriksaan.
Sedangkan anamnesis khusus mencakup keterangan yang terkait kejadian
kekerasan seksual yang dilaporkan dan dapat menuntun
pemeriksaan fisik, seperti:
• What & How:
_ jenis tindakan (pemerkosaan, persetubuhan, pencabulan, dan sebagainya),
_ adanya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan, serta jenisnya,
_ adanya upaya perlawanan,
_ apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian,
_ adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum atau
setelah kejadian,
_ adanya penetrasi dan sampai mana (parsial atau komplit),
_ apakah ada nyeri di daerah kemaluan,
_ apakah ada nyeri saat buang air kecil/besar,
_ adanya perdarahan dari daerah kemaluan,
56

_ adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar atau di dalam vagina,


_ penggunaan kondom, dan
_ tindakan yang dilakukan korban setelah kejadian, misalnya apakah korban
sudah buang air, tindakan membasuh/douching,
mandi, ganti baju, dan sebagainya.
• When:
_ tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor, dan
_ apakah tindakan tersebut baru satu kaliterjadi atau sudah berulang.
• Where:
_ tempat kejadian, dan
_ jenis tempat kejadian (untuk mencari kemungkinan trace evidence dari tempat
kejadian yang melekat pada tubuh dan/atau
pakaian korban).
• Who:
_ apakah pelaku dikenal oleh korban atau tidak,
_ jumlah pelaku,
_ usia pelaku, dan
_ hubungan antara pelaku dengan korban.

Pemeriksaan fisik6
Saat melakukan pemeriksaan fisik, gunakan prinsip “top-to-toe”. Artinya,
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke
ujung kaki. Pelaksanaan pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan
umum korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan dokter fokus untuk ”life-
saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik,
perhatikan kesesuaian dengan keterangan korban yang didapat saat anamnesis.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat dibagi menjadi pemeriksaan umum dan
khusus. Pemeriksaan fisik umum mencakup:
• tingkat kesadaran,
• keadaan umum,
57

• tanda vital,
• penampilan (rapih atau tidak, dandan, dan lain-lain),
• afek (keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya),
• pakaian (apakah ada kotoran, robekan, atau kancing yang terlepas),
• status generalis,
• tinggi badan dan berat badan,
• rambut (tercabut/rontok)
• gigi dan mulut (terutama pertumbuhan gigi molar kedua dan ketiga),
• kuku (apakah ada kotoran atau darah di bawahnya, apakah ada kuku yang
tercabut atau patah),
• tanda-tanda perkembangan seksual sekunder,
• tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta
• status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah
kemaluan.
Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, dapat digunakan diagram tubuh
seperti pada Gambar

Gambar 35 :Diagram tubuh manusia untuk pencatatan luka

Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari bukti-bukti fissik yang terkait dengan
tindakan kekerasan seksual yang diakui korban dan mencakup pemeriksaan:
58

• daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan
lunak atau bercak cairan mani;
• penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu apakah adanya rambut pubis
yang terlepas yang mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau perlengketan
rambut pubis akibat cairan mani;
• daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian dalam (adanya perlukaan pada
jaringan lunak, bercak cairan mani);
• labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada perlukaan
pada jaringan lunak atau bercak cairan mani;
• vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian bawah),
apakah ada perlukaan;
• hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau ketebalan,
adanya perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi). Apabila
ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah robekan (sesuai
arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi litotomi), apakah robekan
mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya perdarahan atau tanda
penyembuhan pada tepi robekan;
• vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;
• serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan dan
adanya cairan atau lendir;
• uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan;
• anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis;
• mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis,
• daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari
bercak mani atau air liur dari pelaku; serta
• tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut.
59

Gambar 36 : Hymen Imperforata


Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh dokter pemeriksa adalah
pemeriksaan selaput dara. Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi.
Pada jenis jenis selaput dara tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat menyerupai
robekan. Karena itu, pemeriksaan selaput dara dilakukan dengan traksi lateral dari
labia minora secara perlahan, yang diikuti dengan penelusuran tepi selaput dara
dengan lidi kapas yang kecil untuk membedakan lipatan dengan robekan. Pada
penelusuran tersebut, umunya lipatan akan menghilang, sedangkan robekan tetap
tampak dengan tepi yang tajam.
60

Gambar 37. Beragam jenis selaput dara

Saat melakukan pemeriksaan fisik, dokumentas yang baik sangat penting. Selain
melakukan pencatatan dalam rekam medis, perlu dilakukan pemotretan bukti-
bukti fisik yang ditemukan. Foto-foto dapat membantu dokter membuat visum et
repertum. Dengan pemotretan, korban juga tidak perlu diperiksa terlalu lama
karena foto-foto tersebut dapat membantu dokter mendeskripsi temuan secara
detil setelah pemeriksaan selesai.

2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM KASUS KEKERASAN SEKSUAL 10


Pada orang hidup identasi dapat dengan cepat menjadi tidak jelas sehingga
mcnyulitkan pemeriksaan, oleh karena adanya memar di bawah gigitan tersebut.
Untuk melakukan pemeriksaan pada orang hidup dibutuhkan pemeriksaan dengan
penyinaran ultra-violet; dengan sinar ultra violet luka yang minimal akan dapat
terlihat, hal ini mungkin disebabkan karena migrasi melanosit ke tepi dari luka.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan pada kasus-kasus di mana bite marks
ada, dibutuhkan bantuan dari seorang dokter gigi yang ahli dalam bidang ini, yaitu
ahli gigi forensik (forensik odontologist).
61

Pengumpulan Barang Bukti Dalam kasus Kejahatan Seksual


Pengumpulan, Penyimpanan dan Pengiriman : 1
1. Air mani. Barang bukti bercak air mani harus dikeringkan sebelum
dikirim.

Gambar 38. Sperma pada pemeriksaan langsung. 13

Gambar 39 : Tes asam Fosfatase pada pemeriksaan air mani.

2. Pakaian, kirim seluruhnya dalam kantung kertas yang terpisah, jangan


terlalu banyak dimanipulasi dan jangan menyentuh atau melipat daerah
dimana diduga terdapat bercak.
62

Gambar 40. Pengumpulan barang bukti berupa pakaian.

3. Selimut, Sprei, sarung bantal dan lain-lainnya, kirim seluruhnya dengan


baik sebagaimana seharusnya.
4. Kendaraan
- Ambil dan kirim seluruh tempat duduk.
- Bila dipandang perlu untuk melakukan pemeriksaan kendaraan
konsultasikan dahulu dengan pihak laboratorium.

Pemeriksaan barang bukti yang bersumber dari tubuh korban


1. Lubang-lubang tubuh manusia.
korban jangan diperkenakan membersihkan bagian tubuh lubang yang
dicederai oleh karena akan merusak semua barang bukti. Contoh barang
bukti harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
2. Contoh dari dalam vagina
Setiap pelapor/korban harus diperiksa sesegera mungkin. yaitu untuk
melihat adanya sperma yang masih bergerak (aktif atau hidup) - Sperma
yang yang tidak bergerak dapat ditemukan untuk jangka waktu yang
cukup lama setelah persetubuhan. Pewamaan/pulsaan: harus dikerjakan
oleh yang sudah berpengalaman, pewarnaan harus tipis dan didiamkan
sampai kering, tidak boleh menggunakan spray atau melap untuk
63

maksud tertentu. Setelah kering ditaruh ditaruh gclas penutup diatas


objek gelas yang telah diwarnai tadi, berikan label pada data-data yang
mencakup : pewamaan yang dipakai, nama orang yang diperiksa,
korban dan nama yang membuat pewarnaan serta tanggal dan
lokasinya. Dokter harus membersihkan vagina dengan memakai sedikit
mungkin (5-10ml) aquadest, seluruh sediaan apus (swab) hams ditaruh
dalam tabung reaksi yang kering.

Gambar 41 : Cara pengambilan vaginal swab.


3. Contoh dari dalam Dubur
Pada kasus khusus (sodomi, hubungan kelamin melalui dubur) harus
diambil sediaan apus (swab) dan disimpan dalam tabung reaksi yang
kering, dan diberi label. Pada kasus khusus (fellatio, hubungan kelamin
melalui mulut), sediaan apus (swab) harus diambil dari beberapa tempat
dalam rongga mulut dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering dan
diberi label.
4. Rambut kemaluan
Rambut kemaluan korban harus disisir dengan sisir bersih untuk
mengumpulkan rambut yang terlepas yang mungkin berasal dari rambut
yang terlepas yang mungkin berasal dari rambut sang pelaku yang
terlepas, 24 helai rambut atau lebih harus dicabut, baik dari korban
maupun dari si tersangka.
64

5. Kontrol
Pemeriksaan golongan darah dari cairan tubuh (dalam hal ini air mani)
dapat ditentukan, untuk ini perlu diketahui apakah orang yang akan
diambil dan diperiksa air maninya itu termasuk golongan sekretor.
Pcmeriksaan mencakup semua tersangka dan para korban dan dapat
ditambah lagi dalam pemeriksaan dari orang lain yang bcrsetubuh
dengan korban dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan,
hal ini untuk mencegah kekeliruan dalam mengambil kesimpulan.
Ambil darah dan air liur dari orang-orang yang bersangkutan untuk
kontrol, jika tidak terscdia atau tidak bcrsedia kartu golongan darah
orang tersebut atau data-data medis yang ada di Rumah Sakit.
6. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan Serologis untuk mengetahui adanya penyakit sifllis
(VDRL) baru akan memberikan hasil positif pada waktu 4-6 minggu
setelah korban terkena infeksi sifilis, atau setelah 1-3 minggu setelah
tampak lesi (ulkus, tukak, koreng), pada genitalia korban. Dengan
demikian pemeriksaan ini dilakukan bila korban datang dalam jangka
waktu yang cukup lama setelah terjadi kejahatan seksual.
7. Pemeriksaan adanya kehamilan 11
Pemeriksaan adanya kehamilan memberikan hasil ketepatan yang
cukup memuaskan dan akan memberikan hasil yang lebih dapat
dipercaya bila pemeriksaan tersebut dilakukan 40 hari setelah hari
pertama dari mcntruasi yang terakhir.
65

Gambar 42 : Menentukan adanya kehamilan dengan pemeriksaan dari


urin.
8. Pemeriksaan toksikologis
Pemeriksaan toksikologis untuk menentukan adanya obat atau racun
dalam tubuh korban hanya akan dapat memberikan hasil bila korban
segera diperiksa setelah terjadinya kejahatan seksual, bila pemeriksaan
baru dilakukan setelah beberapa hari maka pemeriksaan toksikologis
akan memberikan hasil yang negatif, tidak dapat ditemukan adanya
obat atau racun, oleh karena obat atau racun tersebut telah dikcluarkan
oleh tubuh.
9. Golongan darah yang sama pada air mani yang terdapat dalam cairan
vaginal dengan golongan darah pelaku kejahatan, akan sangat
membantu penyelesaian kasus akan tetapi golongan darah yang tidak
sama antam golongan darah yang terdapat dalam air mani dengan cairan
vaginal dengan golongan tersangka pelaku kejahatan akan lebih
bermakna dan lebih berguna dalam proses penyidikan.
66

Gambar 43. Variasi mikroskopik epitel vagina dengan pewarnaan


Papaniculaou
10. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah keutuhan rantai
barang bukti dari sampel yang diambil (chain of custody). Semua
pengambilan, pengemasan, dan pengiriman sampel harus disertai dengan
pembuatan berita acara sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini lebih
penting apabila sampel akan dikirim ke laboratorium dan tidak diperiksa
oleh dokter sendiri.
11. Seorang korban kekerasan seksual sering tidak hanya membutuhkan
layanan pemeriksaan untuk pembuatan visum et repertum, tapi juga
tindak lanjut medis. Tindak lanjut medis dapat mencakup
penatalaksanaan psikiatrik dan penatalaksanaan bidang obstetri-
ginekologi. Tidak jarang seorang korban kekerasan seksual mengalami
trauma psikis sehingga membutuhkan terapi atau konseling psikiatrik.
12. Pemeriksaan Histopatologis
yang perlu diketahui dalam kasus kejahatan seksual menurut perspektif
histopatologi yaitu :
67

a. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam


vagina sampai 4-5 jam setelah persetubuhan
b. Pada orang yang hidup masih dapat dikemukakan (tidak bergerak)
sampai sekita 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada
orang yang mati sperma masik dapat ditemukan
c. Jika pelaku kejahatan segera tertangkap tidak setelah kejadian,
kepala zakar (glans penis) harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel-
sel epitel vagina yang melekat pada zakar
d. Pada kasus khusus (sodomi, hubungan kelamin melalui dubur)
harus diambil sediaan apus (swab).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Melalui perspektif anatomi, histopatologi, dan fisiologi dari reproduksi
wanita dan pria serta anus untuk menunjang pemeriksaan visum pada
korban kejahatan seksual.

2. Untuk membuktikan adanya kejahatan seksual harus dilakukan


pemeriksaan yang meliputi menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan,
menentukan adanya tanda-tanda kekerasan, memperkirakan umur, dan
menentukan pantas tidaknta korban buat kawin.

3.2 Saran
Penatalaksanaan yang baik dan sesuai prosedur terhadap korban akan
sangat membantu pengungkapan kasus kekerasan seksual. Pemeriksaan
yang dilakukan oleh dokter hendaknya sistematis, menyeluruh, dan terarah
untuk menemukan bukti-bukti kekerasan seksual yang terdapat pada tubuh
korban untuk dituangkan dalam visum et repertum. Dalam melakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan korban kekerasan seksual, dokter harus
memperhatikan aspek etika dan medikolegal agar dapat membantu korban
seoptimal mungkin dalam mendapatkan keadilan, tanpa menambah
penderitaan korban.

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen, F. Waschke, J. Sobotta Anatomi Manusia Anatomi Umum dan


Sistem Muskuloskeletal. Jilid I. Edisi. 23. Jakarta: EGC. 2013.
2. Snell, R. Anatomi Klinis. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2010
3. Pawitan, JA. Histologi Sistem Pencernaan.Universitas Negeri Yogyakarta.
2014 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb1-Digesti.pdf
4. Mescher, A.L. Histologi Dasar Junquiera Edisi 12. EGC. Jakarta. 2012
5. Lauralee Sherwood, Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta 20111
6. Meilia PDI. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban (P3K)
Kekerasan Seksual. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta, Indonesia. Vol. 39. No. 8. 2012. Idries, AM,
Agung LT. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Sagung Seto. Jakarta. 2013
7. Idries, AM, Agung LT. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Sagung Seto. Jakarta. 2013
8. Susanti R. Paradigma Baru Peran Dokter Dalam Pelayanan Kedokteran
Forensik. Tinjauan Pustaka. Bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. No.2. Vol. 36. 2012.
9. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2008.
10. Idris M.A, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Penerbit Buku
Binarupa Aksara, 2011
11. Manuaba, I. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, Dan Keluarga
Berencana. Jakarta: Penerbit buku kedokteran. EGC. 2014.
12. Bernstein M. Forensic Odontology. In: Introduction to Forensic Sciences
2nd Ed. New York: Elsevier. 1992. Chap. 12.
13. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta : EGC, 2010.

69

Anda mungkin juga menyukai