PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2. Untuk mengetahui tentang Aspek Medikolegal Kekerasan pada Anak
3. Untuk mengetahui tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus Kekerasan Seksual
1.3 Manfaat
1 Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2 Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Aspek Medikolegal Kekerasan
pada Anak
3 Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus
Kekerasan Seksual
PEMBAHASAN
Hari/Tanggal
Sesi 1 : Senin, 9 Oktober 2017
Sesi 2 : Rabu, 11 Oktober 2017
Tutor : dr.Hj. Ummu Hanifah,M.Kes
Moderator : I Kadek Agus Arjana Putra
Sekretaris : Yusril Ilham Fahmi
LBM IV
I. Klarifikasi Istilah
1. Fourchette posterior merupakan lipatan jaringan transversal yang
pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayor dan
minor di garis tengah bawah orifisium vagina.
2. Heteroanamnesis adalah Anamnesis yang dilakukan secara tidak
langsung, dokter memperoleh informasi mengenai penyakit pasien dari
orang yang mengetahui tentang pasien, contoh: pada anak bayi, orang
yg tidak sadar atau pingsan, orang dengan gangguan mental dan lain-
lain.
II. Identifikasi Masalah
1. Cara mendeskripsikan luka pada kasus disekenario !
2. Apasaja dampak dari kekerasan seksual pada anak !
Kekerasan
pada anak
Aspek
Pemeriksaan
Medikolegal
Tanda Tanda
Kekerasan Persetubuhan
V. Learning Issue
1. Jelaskan tentang aspek hukum kasus kekerasan seksual!
2. Jelaskan tentang lingkaran kekerasan pada Anak!
3. Jelaskan cara pemeriksaan pada kasus diskenario!
4. Penatalaksaanaan kekerasan pada anak!
Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte
kelahiran maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu
memperkirakan umur korban baik dengan menyimpulkan apakah wajah dan
bentuk tubuh korban sesuai dengan umur yang dikatakannya, melihat
perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan, melalui
pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3), serta dengan mengetahui
apakah menstruasi telah terjadi.
(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286,
287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285,
286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 89 KUHP
Pada fase ini merupakan fase awal lahirnya tindak kekerasan di dalam
sebuah hubungan, biasanya bentuk-bentuk kekerasan yang timbul diawali
dari komunikasi yang buru, hinaan kepada pasangan, pemukulan dalam
bentuk tamparan dan tindakan kekerasan fisik kecil lainya kepada
korban. Pada fase ini biasanya korban (isteri) akan mulai menjaga jarak
untuk tidak menimbulkan konfilk dengan pelaku (suami), namu pada
Pada fase ini, tindakan yang dilakukan oleh pelaku makain kasar dan
bahkan mengakibatkan luka fisik kepada korban, namu para isteri (korban)
sering kali mengingkari tindakan yang dilakukan oleh suami (pelaku) dan
korban juga tidak mau mendapatkan perwatan serta pengobatan atas luka
yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan tersebut. Pada fase ini korban
akan mulai merasakan beberapa hal diantarany:
Dampak dari upaya yang dilakukan oleh suami dalam fase ini,
pada umumnya akan meningkatkan keyakinan isteri bahwa akan ada
perbaikan kepada suami dan hubungan mereka akan kembali menjadi
lebih harmonis. Namun patut diingat nahwa pada fase ini terlihat seperti
ada upaya perdamaaian, tapi sebenarnya ini adalah suatu upaya untuk
melanggengkan tindakan-tndakan kekerasan lain lagi dikemudian hari.
Selama fase ini (fase ini sering dianggap sebagai bagian dari fase
bulan madu), hubungan antar pasangan relatif akan berjalan damai dan
harmonis, namu dikarenakan tidak ada pemotongan mata rantai di fase-
fase sebelumnya maka kecenderungan untuk kembali ke fase awal akan
terjadi.
a. Anamnesis Umum
a) Umur dan tempat tanggal lahir ?
b) Status perkawinan ?
c) Siklus haid ?
d) Penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta penyakit
penyerta ?
e) Cari tahu apakah pernah bersetubuh ?
f) Persetubuhan terakhir kapan ?
g) Penggunaan kondom atau tidak ?
b. Anamnesis Khusus
Waktu kejadian, tanggal, jam kejadian dan, tempat kejadian
(sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence)
Informasi tentang pelaku (nama, deskripsi penampilan
pelaku)
Penggunaan senjata, ada tidaknya pengancaman. Ancaman,
termasuk ancaman verbal (menggambarkan jenis ancaman)
/ penggunaan kekuatan, pukulan, cengkram, menyambar,
memegang dll, senjata yang digunakan yang menyebabkan
cedera. Ini adalah untuk mengidentifikasi pola cedera dan
pola cedera yang mungkin berkorelasi dengan dugaan
penggunaan senjata.
Ada tidaknya kontak seksual, oral, anal maupun vaginal.
Apakah penetrasi adalah percobaan / lengkap, baik oral,
vagina dan/atau anal dan apakah oleh penis / jari /objek lain
Pemeriksaan tubuh
Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan
persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel
vagina pada glans penis. Perlu juga dilakukan pemeriksaan sekret
uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin.
Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dan
sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian
sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena
kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan
golongan darah penting untuk dilakukan. Trace evidence pada
pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa.
Bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium
forensik di kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik,
dibungkus, segel, serta dibuat berita acara pembungkusan dan
penyegelan.
Pembuatan reagensia:
4) Brentaminefast Blue B 50 mg
6) Aquadest 90 ml
Metoda : Florence
Metoda :
7) Pemeriksaan Kehamilan
Tujuan : Menentukan adanya kehamilan
Bahan pemeriksaan : Urin
Metoda :
a. Hemagglutination inhibition test (Pregnosticon)
b. Agglutination inhibition test (Gravindex )
Hasil yang diharapkan: terjadi aglutinasi pada kehamilan.
Hasil yang diharapkan : Golongan darah dari air mani berbeda dengan
golongan darah dari korban.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi jika di lihat dari kejadian kematian pada skenario diagnosis
atau kemungkinan penyebab kematian korban lebih mengarah pada
kematian karena kekerasan dan kejahatan seksual yang di perbuat oleh
ayah tiri si anak. Terlihat dari beberapa bukti yang terdapat pada
skenario yaitu adanya tanda-tanda kekerasan dan pelecehan seksual
pada anak di skenario. Tapi untuk menegakan diagnosis lebih lanjut
perlu di lakukan pemeriksaan kodoktreran forensik.