Anda di halaman 1dari 25

TRIGGER 1

MODUL FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


Fasilitator : dr. Tati Kharinnas, Sp.S.
Disusun oleh : Siti Sarah S
Hernika Irawan
Fahlia Bena Pratama
Endah Ayu Puspita
Windy Julita
Aditya Permana
Rizky Ilhamzah
Eva Malik Kusniati
Mike Novenia Basrial
Julia Dwi Oktavia
Resi Erman
MODUL FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
TRIGGER I KEMATIAN DENGAN ORANG YANG DICINTAI
Ketika sedang jaga di IGD suatu rumah sakit, dokter Mira mendapatkan
pasien DOA. Lalu dokter mira melakukan verbal otopsi terhadap pengantar.
Berdasarkan anamnesa dan temuan luka pada tubuh korban dokter Mira menduga
korban mengalami kematian yang tidak wajar. Dokter mira mengirim korban ke
bagianforensik, untuk tatalaksana selanjutnya. Dokter forensik melaporkan kasus
ini kepada pihak polisi diwilayah TKP, polisi datang ke rumah sakit dan memberikan
surat permintaan VeR mayat.
Selain itu, polisi juga meminta dokter IGD membuatkan VeR hidup, tetapi
dokter Mira menjelaskan bahwa ruang lingkup forensik klinik hanya sebatas pada
korban hidup, kalau korban sudah meninggal masuk lingkup patologi forensik .
Kemudian polisi juga menanyakan perihal derajat luka yang diderita korban ketika
masih hidup.
Dokter mira menjelaskan bahwa derajat luka hanya bisa dibuat kalau korban tidak
meninggal. Kejadian ini menjadi perhatian yang cukup besar di masyarakat karena
pelakunya adalah suami korban sendiri, jadi kasus ini merupakan kekerasan dalam
rumah tangga
Semasa hidupnya, korban sudah sering mengalami kekerasan dari suami.
Suami korban sudah melakukan pelanggaran HAM yang berdampak terhadap
buruknya kondisi kesehatan korban.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus kekerasan diatas?
STEP I
CLARIFY UNFAMILIAR TERMS
1. Forensik :salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu
penegakan hukum, keadilan dan memecahkan masalah-
masalah di bidang hukum
2. Verbal Otopsi : metode untuk mengetahui kematian pasien dengan
melakukan wawancara kepada anggota keluarga
3. DOA : death on arrival yaitu pasien datang kerumah sakit dalam
keadaan sudah meninggal
4. VeR : Visum et Repertum merupakan keterangan tertulis yang
dibuat oleh dokter forensik
STEP VII
SHARE THE RESULT OF INFORMATRION GATHERING
AND PRIVATE STUDY
1. Apakah tugas Dokter Dalam Penangan Kasus DOA ?
2. Apakah tujuan dibuatnya VeR ?
3. Apakah yang perlu ditanyakan dalam verbal otopsi ?
4. Apa sajakah ruang lingkup forensik klinik dan forensik patologi ?
5. Apa sajakah perbedaan VeR mayat dan VeR hidup ?
6. Sebutkan klasifikasi dari derajat luka ?
7. Apa sajakah pelanggaran HAM yang berkaitan dengan ilmu kedokteran ?
STEP III
BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTESIS OR EXPLANATION
1. Memastikan terlebih dahulu apakah pasien mati atau tidak, lalu bekerja sama
dengan dokter forensik lalu pihak kepolisian juga turut berperan.
2. Untuk menjadi barang bukti yang sah dalam pengadilan
3. Riwayat penyakit pasien, penyebab kematian, gejala sebelum kematian
pasien, tempat terakhir pasien
4. Forensik klinik hanya untuk pasien hidup, sementara patologi forensik ruang
lingkupnya untuk pasien meninggal
5. VeR mayat : autopsi semntara VeR hidup : derajat luka, jenis luka.
6. LukaRingan, Luka Sedag, Luka Berat
7. Aborsi Ilegal, Euthanasia, Pemekorsaan, KDRT
STEP IV
ARRANGE EXPLANATION INTO A TENTATIVE
SOLUTION
PASIEN DOA DOKTER IGD VERBAL OTOPSI DOKTER FORENSIK

FORENSIK KLINIK PATOLOGI FORENSIK

VeR HIDUP VeR Mayat

PELANGGARAN HAM
STEP V
LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu memahami, menerangkan dan menjelaskan tentang :
1. Tugas Dokter dalam Penangan Kasus DOA
2. Perbedaan Forensik Klinik dan Patologi Forensik
3. VeR meliputi Klasifikasi, Hukum Dasar Pembuatan, Syarat Pembuatan dan
Tujuan VeR
4. KDRT dan Aspek Pelanggaran Hukum pada Kedokteran
5. Upaya Pemerintah untuk Pencapaian HAM
STEP VII
SHARE THE RESULT OF INFORMATION GATHERING
AND PRIVATE STUDY
1. TUGAS DOKTER DALAM PENANGAN KASUS DOA

DOKTER MEMASTIKAN
PASIEN DOA DOKTER MELAPOR KE
TERLEBIH DAHULU
(DEATH ON ARRIVAL) PIHAK KEPOLISIAN
KEMATIAN PASIEN

DOKTER FORENSIK DOKTER FORENSIK


DIMINTA/DIAJUKAN MENGELUARKAN SURAT ATAU POLISI MEMINTA UNTUK
MENJADI SAKSI AHLI UNTUK HASIL PEMERIKSAAN (VeR) DAN MENGAJUKAN SURAT
MENJELASKAN KESIMPULAN MEMBUAT KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN AUTOPSI KE
HASIL PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN DOKTER
VERBAL OTOPSI
Metode untuk mengetahui penyebab kematian melalui wawancara dengan
anggota keluarga yang mengetahui tentang informasi kematian jenazah
mengenai tanda-tanda dan gejala-gejala yang muncul sebelum seseorang
meninggal. Wawancara ini diharapkan dapat memberikan jawaban serta
mengetahui pasti tanda dan gejala yang dialami oleh jenazah sebelum meninggal.
Waktu wawancara otopsi verbal tidak ada batasnya, namun otopsi verbal
lebih baik dilakukan sesegera mungkin, karena sangat mempengaruhi jawaban.
Selain itu otopsi verbal juga dapat memberikan data tentang karakteristik dasar
(usia, jenis kelamin, pendidikan) orang yang meninggal serta faktor-faktor yang
berhubungan dengan kematiannya, sehingga instansi kesehatan dapat
menentukan prioritas dan menentukan intervensi yang tepat.
Otopsi verbal di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan NOMOR 15 TAHUN 2010N 2009,
NOMOR 162 /MENKES/PB/I/2010 pasal 6.
2. Perbedaan Forensik Klinik dan Forensik Patologik
A. Forensik Klinik
bagian dari ilmu kedokteran forensik yang menangani korban tindak pidana
yang masih hidup
Meliputi : - penganiayaan
- perkosaan
- KDRT
- Keracunan
B. Forensik Patologik
Cabang dari ilmu forensik yang berkaitan dengan mencari penyebab kematian
berdasarkan pemeriksaan pada mayat (otopsi). Ahli patologi secara khusus
memusatkan perhatian pada posisi jenazah korban, bekas-bekas luka yang
tampak, dan setiap bukti material yang terdapat di sekitar korban, atau segala
sesuatu yang mungkin bisa memberikan petunjuk awal mengenai waktu dan
sebab-sebab kematian
Ruang lingkup forensik patologik meliputi
a. Pemeriksaan luar ( external examination )
b. Pemeriksaan dalam ( autopsy )
c. Pengawetan (embalming )
d. Pemeriksaan kerangka (identifikasi kerangka)
3. Visum et Repertum
- Definisi
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et Repertum merupakan keterangan
tertulis yang diminta oleh pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut
tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun
mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di
bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan serta merupakan alat bukti
dalam proses peradilan dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik.
- Klasifikasi Visum et Repertum
1. Visum et repertum pada orang mati atau mayat
a. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam
atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.
b. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134
ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban keberatan,
penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari
tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak
ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
2. Visum et repertum hidup
- Berdasarkan waktu pembuatan
a. VeR Sementara
b. VeR Lanjutan
c. VeR Seketika
- Dalam VeR hidup penentuan Derajat Luka, jenis perlukaan dan jenis kekerasan
penyebab cedera merupakan hal yang harus diungkapkan dalam kesimpulan.
Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam
menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa
keadilan.
- Jenis Perlukaan (di buat ringkasan seperti memar dan lecet pada dada, luka
terbuka pada tungkai) dari jenis luka disimpulkan jenis kekerasan
Jenis Kekerasan
- Memar, luka lecet, luka robek Kekerasan tumpul
- Iris, bacok, tusuk Kekerasan tajam
- Luka tembak masuk, luka Kekerasan senjata api
tembak keluar
- Luka bakar Luka akibat zat kimia : panas,
asam, basa atau api
- Klasifikasi derajat luka
Luka Derajat 1 dan 2
Butuh tindakan medis
Gangguan fungsi tubuh
Jumlah dan lokasi
Jika memenuhi salah satu luka derajat 2
Jika tidak memenuhi salah satu Luka derajat 1
Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberiharapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
kehilangan salah satu panca indera;
mendapat cacat berat;
menderita sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
- Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)
1. Pro justisia, pada bagian atas.
2. Pendahuluan
memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum,
identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya
pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan
identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum dari
pihak penyidik dan lebel atau segel
3. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan
memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan pada barang bukti
yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan
(pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan
kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu
4. Kesimpulan
memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang
bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya
5. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et
repertum tersebut dibuat atas sumpah dokter dan menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
- Tujuan visum et repertum
- Salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia
- visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan
medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti yang memuat keterangan atau
pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di
dalam bagian kesimpulan.
- visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui
dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum
dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
5. KDRT
- Definisi
kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku
kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau
anak-anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan
fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
- Hukum yang mengatur
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan
dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan
penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang
menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan
tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1)
KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang
menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal
tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus
menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan
korban yang ber-sangkutan.
6. UPAYA PEMERINTAH UNTUK MEWUJUDKAN HAM dalam BIDANG KESEHATAN
Implementasi Hak Atas Kesehatan dalam Konteks HAM terdapat dalam bab
IV UU No 36 tahun 2009. Dalam hal ini terdapat 3 upaya dari pihak kesehatan
untuk memenuhi kewajiban negara yaitu
a. to respect
b. to protect
c. to fullfil
Untuk mewujudkannya maka dibangunlah Puskesmas didaerah pedesaan,
kabupaten dan daerah lain yang memerlukan. Terdapat 4 prinsip prinsip yang
apabila tidak terpenuhi pemerintah telah melanggar HAM
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan
b. Keterjangkauan
c. Penerimaan
d. Kualitas
KESIMPULAN
Pada trigger, didapatkan kasus DOA akibat KDRT. Peran dokter pada kasus
ini adalah memastikan terlebih dahulu pasien meninggal, setelah itu melakukan
verbal otopsi, apabila kematian pasien tidak wajar maka dokter forensik melapor
kepihak kepolisian lalu pihak kepolisian akan mengajukan surat permintaan VeR.
VeR terdiri dari VeR hidup dan Ver Mati. VeR itu sendiri digunakan sebagai barang
bukti yang sah dalam peradilan menurut pasal 184 KUHP. Melihat hal ini maka
diperlukan upaya pemerintah untuk kembali mewujudkan HAM dibidang
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai