DI SUSUN OLEH:
PO7120120014
CI KLINIK CI AKADEMIK
2022
A. PENGERTIAN
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang (spine
osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga mengganggu fungsi dan
struktur tulang belakang. Spondylosis dapat terjadi pada level leher (cervical), punggung
tengah (thoracal), maupun punggung bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang
sendi antar ruas tulang belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).
Spondylosis lumbal adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya struktur dan
fungsi normal spinal. Proses penuaan adalah penyebab utama tapi lokasi dan percepatan
degenerasi bersifat individual. Proses degenerative pada region cervical, thorak atau lumbal
dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi faset (Kalim, 1996)
Spondylosis ini termasuk penyakit degeneratif yang proses terjadinya secara umum
disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan discus yang kemudian menipis dan diikuti dengan
lipatan ligamen disekeliling corpus vertebra, seperti ligamentum longitudinal. Selanjutnya
pada lipatan ini terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit. Spondylosis kebanyakkan
menyerang pada usia diatas 40 tahun (Appley, 1995).
B. ETIOLOGI
Tidak ada yang tahu persis apa yang menyebabkan pada seseorang terjadi proses degenerasi
pada sendi tersebut sedangkan orang lain tidak. Tapi ada beberapa faktor resiko yang dapat
memperberat atau mencetuskan penyakit ini. Faktor usia dan jenis kelamin salah satunya,
semakin tua semakin banyak penderita spondylosis. Dari temuan radiografik (Holt, 1966)
kejadiannya 13% pada pria usia 30-an, dan 100% pada pria usia 70-an. Sedangkan pada
wanita umur 40-an 5% dan umur 70-an 96%. Faktor lain yang turut meningkatkan kejadian
spondylosis adalah faktor trauma, ’wear and tear’ alias pengausan, dan genetik. Perlu diingat
bahwa tulang punggung adalah penahan berat, jadi tentunya berhubungan dengan pekerjaan
dan obesitas. Misalnya orang yang mempunyai pekerjaan sering mengangkat beban berat
maka kecenderungan terkena spondylosis lebih tinggi, dan orang yang gemuk dengan
sendirinya juga memberi beban lebih pada sendi di ruas tulang punggung sehingga
meningkatkan kemungkinan terkena spondylosis. Merokok juga dilaporkan merupakan faktor
resiko penyakit ini.
Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri
punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang tidak
ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya suatu penyulit.
Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat berdiri atau
berjalan. Gejala atau tanda yang muncul saat berjalan berkembang menjadi claudicatio
neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah pendek, kadang-
kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang muncul biasanya akan
sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut.
Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh disebabkan oleh
penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit sensorik motorik,
disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan.
Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri pinggang
bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan dengan
penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-gejala akan
dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh lordosis lumbal, termasuk
berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai
sepatu hak tinggi.
Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang lama
sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan spesifik
dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi
proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih
(nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan
berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke
depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring. Saat berjalan, gejala permanen
dapat meluas ke daerah dermatom yang sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain,
menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang
merupakan fenomena yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara
postural, beberapa pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama
mengalami gejala intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek
Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada beratnya
penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal tersebut adalah
defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang terdapat
inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang terfleksikan dapat
mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan claudicatio intermiten
vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada
satu atau lebih akar saraf dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan
peningkatan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang
mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik tempat terjadinya penekanan
mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang berkembang menjadi nyeri atau paresthesia
Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah besar akan berkembang menjadi
kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik adalah perlekatan arachnoid
yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF di sekitarnya dengan akibat
negatif pada metabolismenya.
D. PATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Spondilosis muncul sebagai akibat pembentukan tulang baru di tempat dimana ligament
anular mengalami ketegangan.
Verbiest pada 1954, menganggap sebagai penyakit yang asalnya tidak diketahui, dengan
kelainan genetik, dimana efek patologis secara keseluruhan hanya muncul saat pertumbuhan
sudah lengkap dan vertebra sudah mencapai ukuran maksimal. Kebanyakan ahli menerima
teori yang menjelaskan stenosis spinalis lumbalis terjadi melalui perubahan degeneratif yang
menjadi instabilitas dan penekanan akar saraf yang menimbulkan masalah jika anatomi
canalis spinalis seseorang tidak baik.
Faktor perkembangan dan kongenital termasuk beberapa variasi anatomis yang memberikan
ruang lebih sempit untuk jalannya saraf, sehingga bahkan hanya dengan perubahan osseus
minor dapat berkembang menjadi penekanan akar saraf: canalis spinalis yang dangkal,
canalis dengan bentuk trefoil, atau anomali dari akar saraf.
Variasi anatomis facet joint dalam hal orientasi, bentuk, atau asimetrisitas membuat
degenerasi lebih mudah terjadi yang berkembang menjadi penekanan akar saraf. Degenerasi
lebih sering menyebabkan gejala penekanan akar saraf pada canalis spinalis yang sempit,
dibandingkan dengan yang lebar bahkan spondilosis atau spondiloartrosis yang berat tidak
memberikan tanda-tanda klinis. Bentuk trefoil dari canalis spinalis adalah variasi anatomis
dari canalis spinalis, yang disebabkan oleh orientasi dari lamina dan facet joint. Paling sering
ditemukan setinggi L3 sampai L5. Kondisi ini dianggap sebagai faktor predisposisi
berkembangnya stenosis recessus lateralis melalui perubahan degeneratif dari facet joint.
Kelainan-kelainan akar saraf (akar yang berhimpit, akar yang ukurannya melebihi normal,
akar yang melintang) juga dapat berperan dalam berkembangnya gejala. Disproporsi antara
ukuran recessus lateralis dan diameter akar yang di luar normal dapat menimbulkan gejala
yang sesuai.
Facet joint yang asimetris dapat mempercepat degenerasi discus, facet joint dengan orentasi
ke frontal memungkinkan ruang yang lebih lebar untuk membengkok ke lateral dan oleh
karena itu juga mempunyai akibat negatif terhadap integritas discus. Pada saat yang sama,
juga terdapat ruang yang lebih sempit di recessus lateralis. Orientasi sendi ke sagital
memungkinkan mudahnya pergeseran ke sagital dari vertebra-yaitu berkembangnya
spondilolistesis degeneratif. Faktor yang didapat yaitu termasuk semua perubahan degeneratif
yang berkembang menjadi penekanan akar saraf baik osseus maupun non-osseus.
Secara morfologis, bentuk-bentuk perlekatan struktur saraf berikut ini dapat muncul
secara tunggal atau kombinasi dapat digolongkan sebagai stenosis spinalis lumbalis :
X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.
Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA])
memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk
pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan
gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang
tidak valid dan menutupi adanya osteoporosis.
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina
intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis,
retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau
stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang
sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan
bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi
discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.
MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus
dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.
Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image,
biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis
lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang
cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini
akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional
spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
PENGOBATAN
Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan. Pada kebanyakan pasien dapa
dicapai perbaikan yang nyata atau berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler dan
claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang dengan pengobatan daripada nyeri
punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.
Pengobatan konservatif
Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana dengan
mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat
berjalan. Pada beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup memuaskan
dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari.
Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala nyeri
punggung dan nyeri skiatika.
TERAPI PEMBEDAHAN
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-gejala
permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa
komplikasi.
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan
nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.
- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin terjadi
hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.
- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen sampai
kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang diinduksi osteofit.
- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah
komplikasi yang mungkin terjadi.
- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat
menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul
kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-osteofit
tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.
Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena
pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi
yang dapat dilakukan anatara lain:2
Operasi dekompresi
Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis spinalis
dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari
akar saraf.
lain seperti diskus intervertebaralis dan facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat
menjelaskan adanya spodilolistesis post operatif setelah laminektomi yang akan memberikan
hasil yang buruk.
Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan dengan
hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.
Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi selektif akar saraf
sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial
melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang membungkus
akar saraf diangkat.
Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang
disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari pars
artikularis yang menipis.
Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau
menyebabkan claudicatio intermitten neurogenikà dekompresi dan stabilisasi
Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang
jelas berhubungan dengan posturà dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika
keluhan membaik dengan korset lumbal
Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan otot-
otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif
maupun pembedahan.
1 .ANAMNESE
a.Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien yaitu nyeri pada bagian vertebrae atau tulang
belakang baik itu nyeri pada vertebrae cervical, torakal atau lumbal.
R: lokasi nyeri pada daerah tulang belakang bagian cervical, torakal, lumbal atau sakrasal
dan menjalar ke seluruh tulang belakang.
S: nyeri dirasakan pasien pada skala 0-5 yaitu skala 4. Nyeri membuat pasien cemas dan
gelisah
Pasien sering mengeluh mudah lelah dan sering mengalami sakit punggung setelah
beraktivitas. Nyeri hebat yang secara tiba-tiba dirasakan pasien setelah beraktivitas
ringan. Nyeri tersebut tak kunjung reda hingga pasien dirujuk ke rumah sakit.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit atau nyeri punggung juga di alami keluarga pasien. Namun tidak separah
yang pasien rasakan.
Pekerjaan yang menuntut pasien untuk mengangkat benda atau barang. barng yang cukup
berat dikuti dengan gerakan yang salah dalam mengangkat barang berat dapat memicu
terjadinya nyeri punggung yang menyebabkan spondilosis.
f. Psikologis
Nyeri hebat pada tulang belakang pasien dapat meningkatkan pengeluaran hormon stres.
Sehingga biasanya di dapat pasien gelisah dan cemas
2. PEMERIKSAAN FISIK
B1 (Breath):takipneu
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri berhubungan dengan agen pencedera
- Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
- Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensorik dan mototrik
- Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah pernapasan
- Resiko gangguan integritas kulit b.d gangguan sensasi
- Ansietas berhubungan dengan stress
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA RASIONAL
KEPERAWAT KRITERIA HASIL INTERVENSI
AN
1 Nyeri b.d agen Tujuan: a) Istirahtakan a) Istiratkan pasien, anjurk
pencedera Dalam waktu 1x24 jam pasien untuk tidak banyak be
terdapat penurunan b) Manajemen sehingga nyeri berkurang
reposn nyri pada tulang lingkungan b) Lingkungan yang tenang
belakang : pengunjung dapat me
lingkungan pasien beristirahat
K.H: Secara subjektif tenang dan c) Berupa sentuhan
pasien menyatakan batasi psikologi missal: masa
penurunan rasa nyeri pengunjung yang dapat membantu m
dada, secara objectif c) Lakukan nyeri dan meningkatk
didapatkan TTV dalam manajemen darah
batas normal,wajah sentuhan d) Anti analgetik yang sesu
rileks d) Kolaborasi indikasi akan mengura
pemberian pasien
anti e) Dapat menurunkan
analgetik dengan mekanisme pe
sesuai produksi endorphin dan
indikasi yang dapat memblok rese
ajarkan f) Nyeri berat dapat men
tekhnik syok dan memperparah
distraksi(pe pasien
ngalihan g) Variasi penampilan dan
perhatianra pasien karena nyeri terja
sa nyeri) temuan pengkajian
e) Catat
karaktereris
tik nyeri,
lokasi,
intensitas
dan
penyebaran
nya
Ketidakefektifan Tujuan: a) Kepala a) Posisi tersebut pada
pola nafas b.d Dalam waktu 1x24 jam tempat penurunan curah jantung
keletihan otot terdapat pola nafas tidur harus untuk mngurangi
pernapasan kembali efektif dinaikkan bernapas dan menguran
20-30cm darah yang kembali k
K.H: atau klien sehingga dapat m
Secara objektif didudukkan kongesti
didapatkan TTV dalam dikursi b) Memudahkan pasien me
batas normal, tidak b) Beri oksigen
terlihat takipneu oksigen c) Posisi semi fowler
sesuai memaksimalkan peng
indikasi paru-paru
c) Anjurkan d) Menentukan pemberian
pasien sesuai indikasi
duduk semi
fowler
d) Pantau nilai
oksigen
darah
3 Gangguan Tujuan: a) Bantu a) Mengurangi resiko ced
eliminasi urine Dalam waktu 3x24 jam pasien jika lanjut
b.d gangguan terdapat eliminasi urine ingin b) Kateter memudahkan pas
sensorik motorik pasien kembali efektif berkemih berkemih tanpa
dikamar mengeluarkan banhyak
mandi untuk kekamar mandi
K.H: b) Pasang c) Membantu mempe
Secara objektif kateter fungsiginjal mencegah in
didapatkan TTV dalam c) Anjurkan pembentukan batu
batas
normal,peningkatan pasien d) Asupan cairan dan jum
kemajuan klien dalam untuk urine merupakan data a
eliminasi urine minum/mas penghitungan intake dan
ukkan e) Intake dan output ya
cairan(2- menunjukkan perubahan
4hari) urine pasien mulai norma
termasuk
juice yang
mengandun
g asam
askorbat
d) Monitor
asupan
cairan, pola
berkemih,
jumlah
residu
urine,
kualitas
urine.
e) Ukur intake
dan output
pasien
4 Resiko Tujuan: a) Tingkatkan a) Menurunkan kerja otot d
intoleransi Dalam waktu 3x24jam istirahat, belakang
aktifitas b.d resiko intoleransi batasi b) Kelelahan yang
masalah aktifitas berkurang atau aktivitas, memperparahpenyakit pa
pernapasan kegiatan pasien dan berikan c) Membantu dalam mer
meningkat aktivitas dan melaksanakan latih
senggang individual
K.H: dan tidak mengidentifiksi/mengemb
Secara mandiri maupun berat alat-alat bantu
dengan sedikit bantuan b) Bantu mempertahankan
passion tidak mengeluh
pusing , alat dan sarana pasien mobilisasi,dan kemandiri
untuk memenuhi dalam d) Meningkatkan
aktifitas tersedia dan melakukan memperthankan tonus
mjudah dijangkau aktivitas mobilisasi sendi
klien, TTV dalam batas yang tidak e) TTV menjadi
normal membuat kemampuan pasien
pasien lelah melakukan tindakan.
c) Konsultasi
dengan ahli
terapi
d) Bantu klien
dalam
melakukan
latihan
ROM
e) Catat TTV
sesudah
Melakukan
aktivitas
5 Risiko Tujuan: a) Melakukan a) Perubahan posisi dapat m
kerusakan Dalam waktu 3x24 jam perubahan Atau mencegah
integritas kulit pasien terhindar dari posisi integritas kulit, perubah
b.d gangguan resiko kerusakan setiap 2 yang mendadak
sensasi integritas kulit jam bila menyebabkan hipotensi o
sudah ada b) Membuang bakteri
K.H: petunjuk mikroorganisme lain
Secara objektif dokter menyebabkan lesi
TTV normal, tidak namun c) Massage membuat pas
terlihat tanda-tanda hati-hati rileks dan nyaman.
adanya decubitus,lesi terhadap membantu melembabkan
atu peradangan pada timbulnya d) Meningkatkan sirkulasi
kulit hipotensi dan perifer dan m
akibat tekanan pada kulit
perubahan e) Menstimulasi
posisi meningkatkan nutrsi
b) Bersihkan oksigenasi sel dan
kulit pasien meningkatkan kesehatan
setiap f) Kulit biasanya cenderu
beberapa karena perubahan sirkula
jam dengan
sabun
c) Lakukan
massage
dengan
perlahan
menggunak
an gerakan
sirkular dan
oleskan
krim atau
lotion pada
daerah
tertekan
d) Berikan
terapi
kinetic/mat
ra, berikan
tekanan
sesuai
kebutuhan
e) Anjurkan
klien untuk
melakukan
program
pelatihan
f) Inspeksi
seluruh
area kulit,
catat
pengisian
kapiler,
adanya
kemerahan
dan
pembengka
kan
6 Ansietas b.d Tujuan: a) tunjukkan sikap a) Membuat pasien nyaman
stress Dalam waktu 2x24 jam sopan dan lemah sungkan
pasien terhindar dari lembut pada pasien b) Menumbuhakan ke
kecemasan/kecemasan b) perbanyak tatap pasien terhadap perawat
pasien berkurang muka dan c) Memberikan dukungan
komunikasi beradaptasi pada perub
K.H: dengan pasien memberikan sumber-sum
Secara objectif TTV c) rujuk pada mengatasi masalah.
normsl, ttidak terlihat kelompokpenyoko d) Membantu mengatasi
adanya tanda-tanda ng yang ada, pasien
decubitus,lesi atau pelayanan social, e) Pasien akan nyaman d
peradangan pada kulit konselor, financial/ percaya kepada perawat.
konselor kerja, ia lebih terbuka tentang
psikoterapi dan membuatnya cemas.
sebagainya demikian pasien akan me
d) Anjurkan pasien tenang
untuk f) Membantu dalam mengid
mrnceritakan kekuatan dan keteramp
masalahnya jika ia mungkin membantupasi
sudah siap mengatasi keadaannya.
e) Berikan
informasi yang
tepat mengenai
penyakit pasien
dan hal yang
menjadi penyebab
kecemasan pasien
tanpa
mengintimidasi
pasien
f) Kaji tingkat
ansietas pasien,
tentukan
bagaimana pasien
menagngani
masalahnya
dimasa lalu dan
bagaimana pasien
melakukan koping
dengan masalah
yang dihadapinya
sekarang.
DAFTAR ISI