Anda di halaman 1dari 31

Spondilolistesis

Spondilolistesis adalah menggambarkan


suatu pergeseran vertebra atau pergeseran
kolumna vertebralis yang berhubungan
dengan vertebra di bawahnya.
Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5
bergeser (slip) diatas S1
Umumnya diklasifikasikan ke dalam 5
bentuk: kongenital atau displastik, isthmus,
degeneratif, traumatik, dan patologis.

Etiologi
Etiologi spondilolistesis adalah
multifaktorial.
Predisposisi kongenital tampak pada
spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan
postur, gravitasi, tekanan rotasional
dan stres/tekanan kosentrasi tinggi
pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran
tersebut.

Klasifikasi
Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
A. Tipe I disebut dengan spondilolistesis
displastik.
B. Tipe II, isthmic atau spondilolitik.
C. Tipe III, merupakan spondilolistesis
degeneratif
D. Tipe IV, spondilolistesis traumatik
E. Tipe V, spondilolistesis patologik

Tipe 1. Spondilolistesis
displastik
merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena
malformasi lumbosacral joints dengan permukaan
persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondilolistesis displastik sangat jarang, akan tetapi
cenderung berkembang secara progresif, dan sering
berhubungan dengan defisit neurologis berat.
Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus
neural pada sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe
ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada
foramen S1, meskipun pergeserannya (slip)
minimal.

Tipe 1. Spondilolistesis
displastik

Tipe 2. Spondilolistesis
isthmic
merupakan bentuk spondilolistesis yang paling
sering. Spondilolistesis isthmic (juga disebut
dengan spondilolistesis spondilolitik)
merupakan kondisi yang paling sering dijumpai
dengan angka prevalensi 5-7%.
Secara kasar 90% pergeseran ishmus
merupakan pergeseran tingkat rendah(low
grade)(kurang dari 50% yang mengalami
pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high
grade ( lebih dari 50% yang mengalami
pergeseran).

Tipe 2. Spondilolistesis
isthmic

sistem grading Meyerding


Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari
pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga
pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto x ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang
korpus vertebra superior total:

Grade 1 adalah 0-25%


Grade 2 adalah 25-50%
Grade 3 adalah 50-75%
Grade 4 adalah 75-100%
Spondiloptosis- lebih dari 100%

Tipe 3. spondilolistesis
degeneratif
instabilitas intersegmental terjadi akibat
penyakit diskus degeneratif atau facet
arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan
spondilosis.
Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis
progresif pada 3 kompleks persendian
tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan
wanita usia tua yang umumnya terkena.
Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat
stenosis resesus lateralis sebagai akibat
hipertropi ligamen atau permukaan sendi.

Tipe 3. spondilolistesis
degeneratif

Tipe 4. spondilolistesis
traumatik
Pada tipe traumatik, banyak bagian
arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan
tetapi tidak pada bagian pars
interartikularis, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra
yang tidak stabil.

Tipe 4. spondilolistesis
traumatik

Tipe 5. spondilolistesis
patologis
Spondilolistesis patologis terjadi akibat
penyakit yang mengenai tulang, atau
berasal dari metastasis atau penyakit
metabolik tulang, yang menyebabkan
mineralisasi abnormal, remodeling abnormal
serta penipisan bagian posterior sehingga
menyebabkan pergeseran (slippage).
Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit
Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor,
dan metastasis tumor.

Tipe 5. spondilolistesis
patologis

Gambaran klinis

Progresifitas listesis pada individu dewasa muda


biasanya terjadi bilateral dan berhubungan
dengan gambaran klinis/fisik berupa:
Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
Kekakuan otot hamstring
Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut
yang berekstensi penuh.
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
Hiperkifosis lumbosacral junction.
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran
komplit (spondiloptosis).
Kesulitan berjalan.

Pasien dengan spondilolistesis


degeneratif biasanya pada orang tua
dan muncul dengan nyeri tulang
belakang (back pain), radikulopati,
klaudikasio neurogenik, atau
gabungan beberapa gejala tersebut.
Pergeseran tersebut paling sering
terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi
L3-4.

Diagnosis
a. Gambaran klinis
. Nyeri punggung (back pain) pada regio
yang terkena merupakan gejala khas.
Umumnya nyeri yang timbul berhubungan
dengan aktivitas.
. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah
buruk dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan
kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik.

b. Pemeriksaan fisik
Postur paisen biasanya normal,
bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi
berat, terdapat gangguan bentuk
postur. Pergerakan tulang belakang
berkurang karena nyeri dan
terdapatnya spasme otot.
Pemeriksaan neurologis terhadap
pasien dengan spondilolistesis
biasanya negatif.

c. Pemeriksaan radiologis
Foto polos vertebra lumbal merupakan
modalitas pemeriksaan awal dalam
diagnosis spondilosis atau spondilolistesis.
X ray harus dilakukan pada posisi
tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah
modalitas standar dan posisi lateral
persendian lumbosacral akan
melengkapkan pemeriksaan radiologis.
Posisi lateral pada lumbosacral joints,
membuat pasien berada dalam posisi
fetal, membantu dalam mengidentifikasi
defek pada pars interartikularis, karena
defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam
posisi berdiri.

Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat


dalam diagnosis awal reaksi
stress/tekanan pada defek pars
interartikularis yang tidak terlihat baik
dengan foto polos
Scan positif menunjukkan bahwa proses
penyembuhan tulang telah dimulai, akan
tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi.
Xylography umumnya dilakukan pada
pasien dengan spondilolistesis derajat
tinggi.

Tatalaksana
A. Terapi konservatif
Terapi konservatif ditujukan untuk
mengurangi gejala dan juga termasuk:
Modifikasi aktivitas, bedrest selama
eksaserbasi akut berat.
Analgetik (misalnya NSAIDs).
Latihan dan terapi penguatan dan
peregangan.
Bracing

B. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan hanya
direkomendasikan bagi pasien yang sangat
simtomatis yang tidak berespon dengan
perawatan non-bedah dan dimana
gejalanya menyebabkan suatu disabilitas.
Tujuan terapi adalah untuk dekompresi
elemen neural dan immobilisasi segmen
yang tidak stabil atau segmen kolumna
vertebralis.
Umumnya dilakukan dengan eliminasi
pergerakan sepanjang permukaan sendi
(facets joints) dan diskus intervertebralis
melalui arthrodesis (fusi).

Faktor yang berhubungan dengan


meningkatnya progresifitas pergeseran
vertebra pada pasien muda

Usia muda (< 15 tahun).


Listesis grade tinggi (high grade
listhesis>30%).
Jenis kelamin perempuan.
Tipe displastik.
Hipermobilitas lumbosacral.
Ligamentous laxity

Indikasi intervensi bedah (fusi) pada


pasien dewasa
Tanda neurologis- radikulopaty (yang tidak berespon
dengan terapi konservatif)
klaudikasio neurogenik.
Pergeseran berat (high grade slip>50%)
Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya
instabilitas, progresifitas listesis, dan kurang
berespon dengan terapi konservatif.
Spondilolistesis traumatik.
Spondilolistesis iatrogenik.
Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat
dan nyeri hebat.
Deformitas postural dan abnormalitas gaya
berjalan(gait abnormality).

A. Fusi
Terdapat berbagai metode untuk
mendapatkan fusi intersegmental
pada tulang lumbosacral:
1. Posterolateral (intratransversus)
2. Lumbar interbody fusion
3. Repair pars interartikularis

B. Fiksasi
Meskipun pemakaian/penggunaan
instrumentasi spinal pada pasien
dengan skeletal immature
dipertimbangkan sebagai pilihan
terapi bagi beberapa pasien dengan
spondilolistesis isthmic
Untuk spondilolistesis degeneratif,
fiksasi menunjukkan angka
arthrodesis solid yang tinggi

C. Dekompresi
Biasanya digunakan pada
spondilolistesis traumatik atau
degeneratif, dekompresi elemen
neural baik sentral maupun perifer,
diatas serabut saraf diindikasikan.
Dekompresi optimal biasanya
didapatkan melalui laminectomy
posterior atau facetectomy total
dengan dekompresi radikal serabut
saraf

D. Reduksi
Dekompresi optimal biasanya
didapatkan melalui laminectomy
posterior atau facetectomy total dengan
dekompresi radikal serabut saraf
Hal tersebut memiliki manfaat dalam
memperbaiki posisi saat berdiri dan
mengurangi tekanan/kekakuan pada
massa fusi posterior sehingga
mengurangi insidensi nonunion dan
progresifitas spondilolistesis

Prognosis
Banyak peneliti melaporkan angka
outcome yang baik sekitar 75-90%.
Pasien yang mendapatkan
pembedahan melaporkan
peningkatan kualitas hidup dan
berkurangnya rasa/tingkatan nyeri
yang dialami.

Anda mungkin juga menyukai