Pembimbing:
dr. Freddy Dinata, Sp.OG
Penyusun:
Indra Kurniawan (406152026)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD CIAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 22 AGUSTUS 29 OKTOBER 2016
JAKARTA
REFERAT
LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM
: Indra Kurniawan/406152026
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Tingkat
Bidang Pendidikan
Diajukan
: Oktober 2016
Pembimbing
Pembimbing
REFERAT
Sp.OGKATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul Penyakit Trofoblastik Gestasional ini dapat
diselesaikan. Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi
tugas kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Ciawi periode
22 Agustus 29 Oktober 2016.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Freddy Dinata, Sp.OG selaku kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Ciawi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di
tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua
pihak yang membutuhkan.
Penyusun
REFERAT
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Definisi...........................................................................................................7
2.2 Etiologi...........................................................................................................7
2.3 Patogenesis.....................................................................................................9
2.4 Klasifikasi.....................................................................................................11
2.5 Diagnosis Banding........................................................................................22
2.6 Komplikasi Abortus......................................................................................22
2.7 Prognosis......................................................................................................24
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................25
REFERAT
Penyakit trofoblastik gestasional (PTG) adalah suatu spektrum dari dua kondisi
premaligna yaitu; partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, hingga tiga
kondisi tumor ganas yaitu; invasive mola, koriokarsinoma gestasional, dan placental
site throphoblastic tumor (PSTT) yang nantinya ketiga keadaan ini lebih dikenal
dengan neoplasia trofoblastik gestasional.1
Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel perifer blastokista beberapa
hari setelah konsepsi. Jaringan tersebut dibagi menjadi 2 lapisan yaitu; lapisan luar
sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel-sel besar multinucleated dan lapisan dalam
dari sel mononuclated yang membentuk sitotrofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi
endometrium secara agresif membentuk suatu hubungan antara fetus dan ibu yang
dikenal sebagai plasenta. Normalnya pertumbuhan trofoblas diatur secara ketat oleh
mekanisme yang belum bisa ditentukan untuk mencegah perkembangan metastasis
lebih lanjut. Penyakit trofoblastik gestasional ganas muncul ketika mekanisme
pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari jaringan trofoblas yang mencapai
miometrium, yang mengizinkan penyebaran secara hematogen dan pembentukan
emboli tumor.1
Penyakit trofoblastik gestasional relatif jarang didiagnosis, insidensi lebih
tinggi (lebih dari 1 dalam 300 kehamilan) pada beberapa populasi seperti; Brazil,
Filipina, dan suku asli Indian Amerika. Dalam bab selanjutnya akan dibahas lebih
detail mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, dan
penanganan dari penyakit trofoblastik gestasional.
REFERAT
REFERAT
REFERAT
Stadium 1
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Aterm
< 40
Kehamilan sebelumnya
Mola
Interval
dengan
kehamilan
>=40
<4
Abortus
4-6
7-12
>12
tersebut (bulan)
Kadar hCG sebelum terapi < 103
103-104
>104-105
>105
(mIU/mL)
REFERAT
Ukuran
tumor
terbesar, -
3-4
> 5 cm
Traktus
Otak, hepar
uterus
ginjal
gastrointestinal
1-4
5-8
termasuk uterus
Jumlah
metastasis
yang -
>8
diidentifikasi
Kegagalan
kemoterapi -
sebelumnya
2.2 Epidemiologi
Insidensi dan faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi perkembangan penyakit
trofoblas gestasional sulit dikarakteristik. Masalahnya terdapat pada kesulitan
mengumpulkan data epidemiologi yang terpercaya, akibat adanya beberapa faktor
yaitu definisi kasus yang tidak konsisten, ketidakmampuan menentukan populasi
yang berisiko, tidak adanya pengumpulan data yang terpusat, kekurangan kelompok
kontrol terhadap kelompok yang berisiko, dan kelangkaan penyakit.6
Penelitian epidemiologi melaporkan variasi yang luas mengenai insidensi mola
hodatidosa. Di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa menunjukkan
insidensi mola hidatidosa antara 0,57-1,1 per 1000 kehamilan, sedangkan penelitian
di Asia Tenggara dan Jepang menunjukkan insidensi yang lebih besar yaitu 2,0 per
1000 kehamilan. Investigasi terhadap perbedaan insidensi antar etnik dan ras
menunjukkan adanya peningkatan insidensi mola hidatidosa pada Indian Amerika,
Eskimo, Spanyol, dan Afrika Amerika. 6
Data mengenai insidensi khoriokarsinoma lebih terbatas. Keterbatasan data
mengenai insidensi khoriokarsinoma bukan hanya karena alasan seperti pada mola
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
REFERAT
hidatidosa tetapi juga karena kelangkaan penyakit dan kesulitan untuk membedakan
secara klinis antara khoriokarsinoma postmolar dengan mola invasif. Di Eropa dan
Amerika Utara, khoriokarsinoma mengenai 1 dari 40.000 kehamilan dan 1 dari 40
mola hidatidosa, sedangkan di Asia Tenggara dan Jepang khoriokarsinoma mengenai
9,2 dan 3,3 per 40.000 kehamilan. Insidensi mola hidatidosa dan khoriokarsinoma
menurun dalam 30 tahun belakangan.6
Beberapa faktor risiko yang berpotensi sebagai etiologi mola hidatidosa parsial
dan komplit telah dievaluasi. Dua faktor risiko yang telah ditetapkan adalah usia
maternal yang ekstrim dan kehamilan mola sebelumnya. Usia maternal yang lanjut
atau sangat muda berkorelasi dengan peningkatan kejadian mola hidatidosa komplit.
Dibandingkan dengan wanita usia 21-35 tahun, risiko mola komplit 1,9 kali lebih
tinggi pada wanita usia >35 tahun dan <21 tahun serta 7,5 kali lebih tinggi pada
wanita usia >40 tahun. Kehamilan mola sebelumnya merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya kehamilan mola berikutnya. Risiko pengulangan kehamilan mola
setelah satu kali mola adalah 1%, atau sekitar 10-20 kali pada populasi umum.6
Kelompok familial biparental mola hidatidosa komplit berhubungan dengan
mutasi gen missense NLRP7 pada kromosom 19q. Risiko obstetrik lain yang telah
dilaporkan adalah riwayat abortus spontan, 2-3 kali meningkatan risiko terjadinya
kehamilan mola dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat keguguran. Meskipun
beberapa kemungkinan faktor lingkungan yang mempengaruhi mola komplit sudah
banyak diteliti, hubungan yang konsisten adalah hubungan terbalik antara beta
karoten dan lemak hewani dengan insidensi kehamilan mola. Induksi ovulasi untuk
fertilitas dapat pula berhubungan dengan peningkatan kehamilan yang mengandung
sebuah fetus normal, beberapa fetus dan kehamilan mola.6
Faktor risiko khoriokarsinoma meliputi mola hidatidosa komplit sebelumnya,
etnik, dan usia maternal lanjut. Khoriokarsinoma mengenai hampir 1000 kali mola
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
10
REFERAT
2.3 Patologi
Kehamilan mola dan neoplasma trofoblastik gestasional semuanya berasal dari
trofoblas plasenta. Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
trofoblas intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan
implantasi dari blastokista dan merupakan sebuah tipe sel yang memproduksi human
chorionic gonadotropin (hCG). Fungsi sitotrofoblas adalah untuk menyuplai
sinsitium dengan sel-sel sebagai tambahan untuk pembentukan kantong luar yang
menjadi vili korion sebagai pelindung kantung korion. Vili korion berbatasan dengan
endometrium dan lamina basalis dari endometrium membentuk plasenta fungsional
untuk nutrisi fetal-maternal dan membuang sisa-sisa metabolisme. Trofoblas
intermediet terletak di dalam vili, tempat implantasi, dan kantong korion. Semua tipe
dari trofoblas dapat mengakibatkan penyakit trofoblas gestasional ketika mereka
berproliferasi.6
Gambaran Klinikopatologi Dari Penyakit Trofoblastik Gestasional
Penyakit trofoblas
Gambaran Patologi
Gambaran Klinis
gestasional
Mola hidatidosa
komplit
Fetus/Embrio (-)
komplikasi medis
11
REFERAT
Mola hidatidosa
parsial
69, XXX)
Fetus/Embrio abnormal
Khoriokarsinoma
PSTT
Vili membengkak
Trofoblast hiperplasia
Hiperplasia dan anaplasia
trofoblast abnormal
jauh_ paru/otak/liver
Vili (-)
Penyakit ganas
Sangat jarang
vascular/limfatik
sebagai indikator
Kemoresistensi relatif
Kurang perdarahan/nekrosis
Pengobatan : pembedahan
12
REFERAT
13
REFERAT
Mola hidatidosa komplit dengan hydropic villi, tidak adanya pembuluh darah villi,
dan proliferasi dari hiperplastik sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.
Sebagian mola parsial memiliki kariotipe triplet (biasanya 69, XXY), sebagai hasil
dari fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola parsial akan
berkembang menjadi postmola GTN; metastasis jarang terjadi dan diagnosis
histopatologi dari koriokarsinoma belum pernah dikonfirmasi setelah mola parsial.6
Gambar2.MolaHidatidosaParsial
14
REFERAT
Mola hidatidosa parsial dengan vili korionik dengan ukuran bervariasi dari ukuran
dan bentuk dengan edema fokal dan scalloping, stroma trofoblastik.
Mola invasif
Mola invasif adalah tumor jinak yang timbul dari invasi myometrial terhadap mola
hidatidosa melalui perluasan langsung menembus jaringan atau saluran vena. Sekitar
10-17% dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan sekitar 15% dari
jumlah ini akan bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif lebih sering
didiagnosis secara klinis daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG yang menetap
setelah evakuasi mola dan lebih sering diobati dengan kemoterapi tanpa diagnosis
histopatologi.6
Gambar 3. Mola Invasif
Mola invasive dengan ekstensi langsung jaringan mola, termasuk hydropic vili, dan
hiperplastik trofoblas yang meliputi myometrium.
Koriokarsinoma
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
15
REFERAT
4.
Koriokarsinoma
16
REFERAT
17
REFERAT
18
REFERAT
19
REFERAT
pembesaran ovarium bilateral persisten. Lesi metastasis ke vagina dapat terlihat saat
evakuasi, kerusakan lesi tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol.
6
2.5 Diagnosis
Ultrasonografi
Ultrasonografi memegang peran penting dalam diagnosis mola komplit dan
parsial. Karena vili korion dari mola komplit menunjukkan pembengkakan hidropik
difusa, karakteristik vesicular pola ultrasonografi dapat diamati, terdiri dari multiple
echo (lubang) di dalam massa plasenta dan biasanya tidak ada fetus. Ultrasonografi
memfasilitasi diagnosis dini dari mola parsial dengan menunjukkan daerah kistik
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
20
REFERAT
fokal di dalam plasenta dan terdapat sebuah peningkatan diameter transversal kantong
gestasi.
Gambar 6. Ultrasound pelvis dari mola hidatidosa komplit
21
REFERAT
adalah glikoprotein yang terdiri dari 2 subunit yang tidak sama, subunit yang mirip
dengan hormon pituitari dan subunit yang khas diproduksi plasenta. Beberapa
bentuk hCG yang ada, termasuk setidaknya 6 variasi mayor yang dapat dideteksi di
serum: hyperglycosilated, nicked, non C-terminal subunit , subunit bebas, nicked
subunit bebas, dan subunit bebas. Molekul hCG pada penyakit trofoblas
gestasional lebih heterogen daripada kehamilan normal, dengan demikian
pemeriksaan yang dapat mendeteksi bentuk hCG dan fragmen-fragmen gandanya
harus di pantau pada pasien penyakit trofoblas kehamilan. Sebagian besar institusi
menggunakan penilaian berlapis antibodi monoclonal yang otomatis, cepat, dan
radiolabeled yang dapat mengukur perbedaan campuran molekul terkait hCG.6
Mola hidatidosa biasanya berhubungan dengan peningkatan kadar hCG diatas
kehamilan normal. Sekitar 50% pasien dengan mola komplit mempunyai kadar hCG
preevakuasi >100.000 mIU/mL. Penentuan hCG sendiri jarang dapat membantu
membedakan mola komplit dengan kehamilan intrauterin normal, kehamilan ganda,
atau kehamilan dengan komplikasi penyakit seperti eritroblastosis fetalis atau infeksi
intrauterin yang berhubungan dengan pembesaran plasenta, karena kadar hCG yang
paling tinggi terdapat pada akhir trimester pertama kehamilan, disaat bersamaan
diagnosis mola biasanya ditegakkan. Mola parsial, di lain pihak, sering sulit
dibedakan apabila terjadi peningkatan kadar hCG >100.000 mIU/mL pada <10%
pasien mola parsial.6
Diagnosis klinis neoplasma trofoblas gestasional posmolar sering dibuat dengan
adanya peningkatan atau plateau kadar hCG setelah evakuasi mola hidatidosa.
Khoriokarsinoma biasanya didiagnosis dengan adanya peningkatan kadar hCG, sering
bersamaan dengan adanya metastasis setelah ada kehamilan sebelumnya. PSTT dan
ETT biasanya berhubungan dengan sedikit peningkatan kadar hCG.6
22
REFERAT
Meskipun akurasi pengukuran kadar hCG tinggi pada diagnosis dan pemantauan
lanjut penyakit trofoblas gestasional, beberapa penilaian laboratorium memberikan
hasil positif palsu. Hal tersebut disebut hasil hCG palsu, dengan kadar yang
dilaporkan sebesar 800 mIU/mL, menyebabkan pasien sehat mendapatkan
pembedahan atau kemoterapi yang tidak berguna. Penyebab hasil positif palsu ini
adalah enzim proteolitik yang diproduksi campuran protein nonspesifik dan antibodi
heterofil (human antimouse). Antibodi ini ditemukan ada 3-4% orang sehat dan dapat
menyerupai imunoreaktivitas hCG dengan berikatan dan menangkap tracer mouse
IgG. 6
Terdapat 3 cara untuk menentukan apakah hasil hCG positif palsu, yaitu : (1)
Menentukan kadar hCG urin, yang harus negarif karena substansi terkait tidak
diekskresikan di urin (2) membutuhkan pengenceran serial serum, yang seharusnya
tidak menunjukkan penurunan paralel dengan pengenceran; (3) kirim serum dan urin
pasien ke laboratorium rujukan hCG. Sebagai tambahan, terdapat reaktivitas silang
hCG dengan LH (luteinizing hormone), yang dapat mengarah ke peningkatan palsu
kadar hCG yang rendah. Pengukuran LH untuk mengidentifikasi kemungkinan ini
dan supresi LH dengan pil kontrasepsi oral akan mencegah masalah ini.6
Quiescent gestasional trophoblastic disease adalah istilah yang diterapkan untuk
suatu bentuk neoplasia trofoblastik gestasional yang tidak aktif sebelumnya yang
dikarakteristikkan dengan kadar rendah hCG yang persisten (<200mIU/mL) dari hCG
yang sebenarnya untuk paling tidak 3 bulan yang berhubungan dengan riwayat
penyakit trofoblas gestasional atau abortus spontan, tapi tanpa terdapat manifestasi
klinis. Kadar hCG tidak berubah dengan kemoterapi atau pembedahan. Subanalisis
hCG mengungkapkan tidak ada hCG terhiperglikosilat yang berhubungan dengan
invasi sitotrofoblas. Pemantauan pasien dengan penyakit trofoblas gestasional tenang
(quiescent
gestasional
trophoblastic
disease
sebelumnya
menunjukkan
23
REFERAT
rekomendasi
Perkumpulan
Penelitian
Penyakit
Trofoblastik
Internasional tahun 2001 untuk menatalaksana kondisi ini, positif palsu hCG sebagai
hasil dari antibodi heterofil atau percampuran LH harus disingkirkan, pasien harus
diperika secara lanjut, kemoterapi atau pembedahan segera harus dihindari dan pasien
harus dipantau dalam jangka waktu yang lama dengan tes hCG secara periodik dan
menghindari kehamilan. Pengobatan harus diberikan bila ada peningkatan hCG
menetap atau tampak manifestasi klinis penyakit.6
Diagnosis patologi
Diagnosis patologi mola komplit dan parsial dibuat dengan pemeriksaan specimen
kuretase. Pengecatan imunohistologi untuk p57 dapat membedakan ketiadaan
immunostaining mola komplit dengan mola parsial, dan sitometri alir dapat
membedakan mola komplit diploid dari mola parsial triploid. Sebagai tambahan,
diagnosis patologi mola invasif, khoriokarsinoma, PSTT, ETT kadang dapat dibuat
dengan kuretase, biopsi lesi metastase, atau pemeriksaan specimen histerektomi atau
plasenta. Biopsi lesi vagina menunjukkan tumor trofoblas gestasional berbahaya
karena perdarahan masif yang mungkin dapat terjadi.
24
REFERAT
25
REFERAT
26
REFERAT
yang dipantau kadar hCG serial setelah evakuassi mola dan ditemukan neoplasia
trofoblas gestasional persisten dapat diobati dengan kemoterapi yang sesuai.6
tanda-tanda
meyakinkan,
meskipun
begitu,
tindak
lanjut
definitif
membutuhkan pengukuran serum hCG kuantitatif serial setiap 1-2 minggu sampai 3
tes berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, setelah itu level hCG harus
ditentukan pada interval 3 bulan untuk 6 bulan setelah secara spontan kembali ke
normal. Lebih dari setengah pasien akan memiliki regresi komplit hCG menuju
normal dalam 2 bulan setelah evakuasi. Kontrasepsi direkomendasikan pada 6 bulan
setelah hasil hCG normal pertama, untuk membedakan peningkatan hCG yang
diakibatkan penyakit berulang atau menetap dari peningkatan hCG yang berhubungan
dengan kehamilan subsekuen. Penggunaan kontrasepsi oral lebih disukai karena
mempunyai keuntungan menekan LH endogen, yang dapat mengganggu pengukuran
hCG pada level rendah dan studi telah menunjukkan bahwa kontrasepsi oral tidak
meningkatkan neoplasia trofoblastik postmolar. Pemeriksaan patologi dari plasenta
dan semua produk konsepsi sama halnya dengan pemeriksaan level hCG 6 minggu
potspartum direkomendasikan untuk semua kehamilan berikutnya.6
Kemungkinan penyakit persisten berkembang setelah evakuasi mola komplit
meningkat dengan bukti pertumbuhan trofoblas yang ditandai, seperti evakuasi level
hCG > 100.000 mIU/mL, pertumbuhan uterine yang berlebihan (ukuran >20
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
27
REFERAT
minggu), dan diameter kista lutein teka > 6 cm. Pasien dengan 1 dari tanda-tanda
tersebut memiliki sekitar 40% dari insiden postmolar GTN dibandingkan dengan 4%
dari mereka yang tidak memiliki tanda-tanda tersebut. Pasien dengan usia > 40 tahun,
kehamilan mola berulang, mola aneuploid, dan komplikasi medis dari kehamilan
mola,
seperti
toksemia,
hipertiroidisme,
dan
embolisasi
trofoblastik,
juga
kemoterapi
profilaksis
mungkin sangat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi dengan mola komplit
ketika follow up hormonal tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan. 5
Hormonal Follow-up.
Semua pasien harus diikuti dengan pengukuran hCG setelah evakuasi molar
untuk memastikan remisi. Pasien diperiksa nilai-nilai hCG mingguan sampai tidak
terdeteksi selama 3 minggu dan kemudian pemeriksaan hCG bulanan sampai tidak
terdeteksi selama 6 bulan.5
Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan
selama
interval follow up hormonal. Sementara insiden postmolar tumor telah dilaporkan
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
28
REFERAT
meningkat pada pasien yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi data dari
Gynecologic Oncology Group dan center kami menunjukkan bahwa kontrasepsi oral
tidak
mempengaruhi
risiko
postmolar GTT.5
GTT
Manajemen optimal GTT memerlukan evaluasi menyeluruh dari luasnya
penyakit sebelum pengobatan (Gambar 116,4). Penyelidikan Metastasis harus
mencakup roentgenogram dada, ultrasonografi dari perut dan panggul, dan computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) kepala.
29
REFERAT
30
REFERAT
segera tercermin dalam CSF. Selanjutnya, Keterlibatan dari otak dan hati jarang
terjadi dalam ketiadaan metastasis vagina dan / atau paru.5
dengan
dugaan nonmetastatic disease. Single-agen kemoterapi baik dengan MTX atau act-D
adalah pengobatan pilihan pada pasien dengan stadium I GTT yang ingin
mempertahankan kesuburan.5
Nonmetastatic PSTT harus ditangani dengan histerektomi karena respon yang
buruk terhadap chemotherapy. Terdapat beberapa survivor jangka panjang PSTT
metastasis dengan chemotherapy intensif.5
Terapi stadium 1 :Terapi sekunder stadium 1 GTT
Pasien dengan resistensi terhadap kemoterapi agen tunggal ditanganu dengan
kombinasi kemoterapi dengan MTX, act-D, dan siklofosfamide (MAC); atau
VP. (EMA-CO) etoposid, MTX, act-D, siklofosfamid, dan Oncovin vincristine (Tabel
116.2); atau terapi bedah (histerektomi atau lokal reseksi). 5
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
31
REFERAT
MAC disukai sebagai kombinasi kemoterapi awal pada pasien ini karena
etoposid dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk tumor kedua. Jika penyakit ini
resisten terhadap kedua agen kemoterapi tunggal dan kombinasi, dan jika pasien ingin
mempertahankan kesuburan, reseksi rahim lokal dapat dipertimbangkan. USG, MRI,
dan / atau arteriografi dapat mengidentifikasi lokasi tumor rahim yang resisten
ketika reseksi lokal direncanakan.5
Terapi stadium II dan III
Pasien stadium II dan III GTT dengan risiko rendah (skor prognostik 7)
diterapi dengan pengobatan primer menggunakan single agent kemoterapi dengan
MTX atau act-D, sedangkan pasien dengan risiko tinggi dikelola dengan kemoterapi
kombinasi
primer
EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap kemoterapi agen tunggal diobati
dengan EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO dapat diobati
dengan memodifikasi rejimen bahwa dengan menggantikan cisplatin dan etoposide
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
32
REFERAT
pada hari ke-8, dan meningkatkan dosis MTX infus menjadi 1 g/m2 (EMA-CE)
(Tabel 116.3) .5
Terapi stadium IV
Semua pasien dengan stadium IV GTT dikelola dengan kombinasi kemoterapi
primer dengan EMA-CO. Jika ditemukannya metastasis otak, dosis MTX di infus
ditingkatkan menjadi 1 g/m2. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO
mungkin kemudian
diobati
dengan
EMA-CE. 5
Follow up GTT
Semua pasien dengan GTT stadium I, II, dan III harus diikuti dengan
pemeriksaan hCG mingguan sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu, dan kemudian
pemeriksaan bulanan sampai tidak terdeteksi selama 12 bulan. Pasien dengan stadium
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
33
REFERAT
IV GTT diikuti pemeriksaaan bulanan selama 24 bulan karena pada stadium ini lebih
besar risiko untuk terjadi late relapse. Semua pasien harus didorong untuk
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama seluruh interval monitoring.5
Terapi pembedahan pada GTT.
Pembedahan dilakukan sebagai pengobatan dari GTT terutama baik untuk
mengobati
komplikasi
penyakit
maupun excise
dari
tumor
yang
resisten.
Histerektomi dapat dilakukan untuk mengontrol perdarahan uterus atau sepsis atau
untuk
mengurangi
beban
tumor
dan
membatasi
kebutuhan
untuk
kemoterapi. Pendarahan dari metastasis vagina dapat dikelola dengan, eksisi lokal
luas, atau arteriographic embolisasi arteri hipogastrikus.5
Terapi radiasi pada GTT.
Jika metastasis otak terdeteksi, iradiasi seluruh otak segera direncanakan di sebagian
besar pusat di Amerika Serikat. Risiko pendarahan otak spontan mungkin dikurangi
dengan penggunaan bersamaan iradiasi otak dan kemoterapi.Yordan Jr dan rekan
melaporkan bahwa kematian akibat keterlibatan serebral terjadi pada 11 (44%) dari
25 pasien yang diobati dengan kemoterapi saja tetapi tidak satu pun terjadi dari 18
pasien yang diobati dengan radiasi otak dan chemotherapy.5
34
REFERAT
kemoterapi agen tunggal, kemoterapi lanjutan tidak diberikan selama kadar hCG
menurun progresif. Course kedua kemoterapi diberikan pada kondisi berikut: kadar
hCG mendatar selama lebih dari 3 minggu berturut-turut atau meningkat kembali,
atau tingkat hCG tidak menurun 1 log dalam 18 hari setelah menyelesaikan first
course.5
MTX dengan asam folinic (MTX-FA) telah menjadi single agent regiment
pilihan utama pada center kami. MTX-FA menghasilkan remisi lengkap di 147
(90,2%) dari 163 pasien dengan stadium I GTT dan 15 (68,2%) dari 22 pasien GTT
stadium II-III risiko rendah. One course dari MTX-FA menghasilkan remisi pada 132
(81,5%) dari pasien tersebut. Trombositopenia (Trombosit <100.000 / mm3),
granulocytopenia (WBC < 1.500 / mm3), dan hepatotoksisitas (SGOT> 50 unit)
terjadi hanya pada 3 (1,6%), 11 (5,9%), dan 26 (14,1%) pasien dari masing-masing
stadium.5
Kemoterapi Kombinasi.
Triple terapi dengan MTX, act-D, dan siklofosfamid tidak memadai sebagai
pengobatan utama untuk pasien dengan metastasis GTT dan pasien dengan skore
high risk. Terapi triple menghasilkan remisi hanya pada setengah dari pasien dengan
metastasis dan risiko tinggi. Bagshawe, Bolis, dan kawan kawan melaporkan bahwa
EMA-CO menghasilkan remisi lengkap pada 83% dan 76% dari pasien dengan
metastase dan pasien dengan skor berisiko tinggi. Rejimen obat kombinasi yang
optimal kemungkinan besar termasuk etoposid, MTX, act-D, dan mungkin agen
lainnya yang diberikan dengan dosis paling intensif.5
Kombinasi kemoterapi diberikan sampai tidak terdeteksinya kadar hCG pada
tiga pemeriksaan berturut-turut. Setelah nilai hCG tidak terdeteksi tercapai,
setidaknya dua course kemoterapi diberikan untuk mengurangi risiko kekambuhan.5
UNIVERSITAS TARUMANAGARA | Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan & Kandungan
RSUD Ciawi
Periode 22 Agustus 29 Oktober 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
35
REFERAT
36
REFERAT
Daftar Pustaka
1. Kenny L, Seckl JM. Treatments for gestational trophoblastic disease.
Diunduh dari : http://medscape.com/viewarticle/718375 , 2 Mei 2010
2. Cunnigham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap III L.C, Hauth J.C, Wenstrom
KD. Williams Obstetrics 23rd ed. 2010. USA : The McGraw-Hill Companies.
3. Bangun TP, Agus S, editor. Ilmu kandungan sarwono prawirohardjo. Edisi ke2. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.
4. Hernandez E. Gestational trophoblastic neoplasia. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview, 7 Oktober 2013.
5. Berkowits RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic disease. Diunduh dari:
www.scribd.com, 1 Oktober 2013.
6. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and
management of hydatidiform mole. Diunduh dari: www.scribd.com, 29
September 2013.
7. Moore LE, Huh
KW.
Mola
Hidatidiform.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall, 30 Januari
2012.
37