Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MUSKULOSKELETAL II

SPONDYLOLISTHESIS LUMBAL

DI SUSUN OLEH :

DEVI GELONG (PO714241161009)

MUSFIRA SALEH (PO714241161028)

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT, dimana ia telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salam
serta sshalawat tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan kita nabi besar
Muuhammad SAW, dimana beliau telah membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang sekarang ini. Makalah ini berisikan paparan informasi
tentang “SPONDYLOLISTHESIS LUMBAL” yang sangat simple atas isi dan
beberapa bagiannya.

Makalah ini berisikan teks yang otentik yaitu teks yang bersumber dari berbagai
buku yang kemudian direhap sesuai dengan pengetahuan kami peroleh. Oleh karena
itu apabila ada kesalahan penulisan dan kesalahan rehap mohon ,aaf yang sebesar-
besarnya, karena itulah batas kemampuan kami .ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami atas terselesainya tugas makalah kami. Selain itu
kami pun mengucapkan teri kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip
sebagai bahan rujukan. Mudah-midahan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan dasar tentang dalam penyusunan selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Makassar, 31 maret 2019

penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Spondyloarthrosis lumbalis adalah suatu patologi yang diawali degenerasi
pada diskus kemudian menyusul facet. Segmen yang sering terkena biasanya pada
segmen lumbal bawah yaitu pada segmen L5-S1,L4-L5, Kata spondylolisthesis berasal
dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata “spondylo” yang berarti tulang belakang (vertebra)
dan “listhesis” yang berarti bergeser. Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus
vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1,
akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3
Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik,
isthmus, degeneratif, traumatik dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif.
Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio neurogenik,
abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan penanganan non-operatif,
dan terdapatnya pergeseran yanf progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan.

B. ETIOLOGI

Etiologi spondylolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital


tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/ tekanan konsentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan
penting dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat 5 tipe utama
spondilolistesis :4
a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi
akibat kelainan kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 4

4
b. Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus
atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang
bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan
spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari
vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II
dibagi dalam tiga subkategori :

 Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress


spondilolistesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur
rekuren yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan
stress fraktur pars interarticularis dan paling sering terjadi pada
laki-laki.

 Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars


interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA,
pars interartikularis masih tetap intak, akan tetapi meregang
dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru. 4
 Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan
dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.

c. Tipe III, merupakan spondilolistesis degenerative, dan terjadi sebagai


akibat degenerasi permukaan sendi vertebra. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada

5
tipe III, spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak melebihi 30
%.
d. Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada
elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan
dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang
sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.

C. TANDA DAN GEJALA


 Terbatasnya pergeseran tulang belakang
 Tidak dapat memfleksikan panggul dan lutut yang berekstensi penuh
 Hiperlordosi lumbal dan thorakolumbal
 Hiperkifosis lumbosacral junction
 Kesulitan berjalan
 Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis)
 Muncul sensasi mati rasa,kesemutan atau nyeri yang menjalar dari
punggung bawah ke tungkai kaki

D. PATOFISIOLOGI
 Spondylolisthesis displastik snagat jarang, akan tetapi cenderung
berkembang dengan cara progresif dan sering behubungan dengan
defisit neurologis berat.
 Sangat sulit di terapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area
permukaan kecil untuk fusi pada area bagian posterior.

6
 Spondylolisthesis ishmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilotik),erupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan
angka prevalensi 5-7%
 Kebanyakan spondylolisyhesis isthmic tidak begejala akan tetapi
inseden timbulnya gejala tidak diketahui, dengan mempelajari
perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan,mendapatkan banyak yang mengalami nyeri
punggung,akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanda
spondylolisthesis isthemic.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anamnesis umum
Nama : Ny. N.H
Umur : 43 tahun
J.kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Pinrang
B. Anamnesis khusus
Keluhan utama : nyeri pada lumbal
Lokasi keluhan : lumbal menjalar ke tungkai kiri
RPP : sekitar 5 tahun yang lalu
C. Pemeriksaan vital sign
 Tekanan darah : 120/70
 Denyut nadi : 78x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,3˚cInspeksi
 Statis
 lumbale lordosis atau flat back
 Dinamis:
 Pasien sulit melakukan gerakan pada lumbal
 Pasien sulit melakukan perubahan posisi
 Pasien sulit untuk duduk dan berdiri

D. Pemeriksaan fungsi dasar

8
 Gerak aktif : nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbal
terutama pada gerakan ekstensi
 Gerak pasif :
 Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
 Keterbatsan gerak dalam capsular pattren
 TIMT : gerak isometric negative atau kadang juga
terasa nyeri

E. Pemeriksaan spesifik/pengukuran fisioterapi


 Segmental insability test
Hasilnya : pasien merasakan nyeri
 Gillet’s test
Hasilnya : pasien merasakan nyeri
 Iliaco compression test
Hasilnya : pasien merasakan nyeri
 Piedallu’s sign test
Hasilnya : pasien merasakan nyeri
 Pengukuran nyeri (VAS). Fisioterapi menanyakan intensitas
nyeri yang di rasakan pasien

9
Keterangan :
 Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit. Merasa
normal)
 Skala 3-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan,aktivitas
tak terganggu)
 Skala 6-8 : nyeri sedang (mengganggu aktifitas fisik)
 Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan
aktifitas secara mandiri.

Hasilnya : skala 7 (nyeri sedang dan menggagu


aktivitas fisik)

 MMT (MANUAL MUSCLE TESTING)


Hasilnya 3 atau bisa di gerakkan tetapi tidak bisa lawan
gravitasi
F. Doagnosa fisioterapi
Gangguan gerak fungsional pada sponylolisthesis lumbal

G. Problemakika fosioterapi
 Activity limitation
 Membungkuk
 Tidak bisa duduk terlalu lama
 Tidak bisa berdiri terlalu lama
 Tidak bisa mengangkat barang berat
 Body function and impairtmant
 Nyeri pinggang
 Pegal

10
 Spasme otot paravertebra
 Participation restriction
 Keterbatsan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

BAB III

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Tujuan Intervensi
 Tujuan jangka pendek :
 Mengurangi nyeri
 Meningkatkan kekuatan otot
 Tujuan jangka panjang :
 Mengembalikan aktivitas fungsional ADL

B. Prosedur Intervensi
 IRR
Pastikan bahwa alat sudah siap, posisi pasien tidur
miring dibed dan di beri pengangga di bawah lutut
supaya rileks, dan bagian yang diobati tidak berubah.
Terlebih dahulu pasien diberi penjelasan tentang tujuan
terapi dan mengenai panas yang dirasakan yaitu rasa
hangat. Kemudian lakukan tes panas dingin untuk
mengetahui apakah pasien mengalami gangguan
sensibilitas atau tidak. Dari hasil pemeriksaan
sensibilitas pasien tidak megalami sensibilitas daerah
yang diobati. Pada saat di mulai IR di atur agak
posisisnya tegak lurus dengan daerah yang diterapi.
Jaraknya 45-60 cm, dan waktu yang di gunakan 15

11
menit, menggunakan arus continous dengan isensitas
normal atau rasa hangat menurut pasien, frekuensi
terapi yang dilakukan sebanyak 3kali dalam satu
minggu.

 TERAPI LATIHAN
Pada terapi latihan hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pasien di anjurkan apabila beraktivitas memakai korset,
bila sedang tidur korset di lepas.
2. Menganjurkan melakukan teknik latihan yang sudah di
ajarkan minimal 2kali sehari ketika di rumah
3. Mengangkat benda denga benar.
Cara mengangkat benda dengan benar ialah dengan
menempelkan kedua kaki berjauhan dan lutut ditekuk,
usahakan benda sedekat mungkin dengan tubuh.
Kemudian mulailah mengangkat dengan punggung
dipertahankan lurus. Perbaikan sikap tubuh saat berdiri
yaitu, dengan mengusahan punggung tetap lurus, kepala
menghadap kedepan, dan menghindari sikap
membungkuk. Begitu saat duduk, usahan duduk di
kursi dengan sandaran punggung yang menjaga
punggung tetap lurus dan bahu bersandar dengan rileks.

 TENS
Tidur tengkurap senyaman mungkin. Informasikan kepada
pasien selama menjalani terapi. Penatalaksanaan tarapi,
posisikan pasien tidur tengkurap senyaman mungkin dengan
daerah pantat atau paha kiri. Kemudian kedua pada mektrode
di pasang dengan metode pain point yaitu dipasang pada pantat

12
dan paha kiri. Setelah di aturparameter mengunakan arus
biphasic asymetris dan phase duration 200Hz, ferkuensi 80Hz,
burst 2, waktunya yaitu 15menit, kemudian putar tombol on-
off ke posisi on lalu intensitas di naikkan sampai toleransi
pasien, lakukan pemeriksaan setelah beberapa menit dan
pastikan terapi masih sesuai dengan tujuan.

C. Evaluasi
 Evaluasi sesaat :nyeri yang dirasakan mulai berkurang.
Pengukuran insensitas nyeri (VAS) yang awalnya nyerinya 7
berkuramg menjadi 4
 Evaluasi berkala : mengembalikan kapasitas fungsional pasien
untuk dapat kembali melakukan aktivitas dan pekerjaannya.

13

Anda mungkin juga menyukai