PENDAHULUAN
ginjal dikarenakan adanya penyakit diabetes melitus. Bukti klinis dari adanya
nefropati adalah albuminuria ( 300 mg/hari atau 200 g/min) yang diperiksa
minimal 2 kali dalam jangka waktu 3-6 bulan, penurunan laju filtrasi glomerular
gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe
1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1
karena jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 lebih banyak daripada diabetes
penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini
disebabkan karena pada orang Asia penderita diabetes melitus tipe 2 banyak
terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga kemungkinan mengalami
1
Di Amerika serikat, nefropati diabetik merupakan komplikasi terbanyak
penyebab kematian pada pasien diabetes mellitus. Sejak tahun 1950an, 50% dari
tahun 2011 komplikasi yang paling sering ditemui adalah neuropati pada urutan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
g/min) yang diperiksa minimal 2 kali dalam jangka waktu 3-6 bulan,
adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang progresif dan disertai
2.2 EPIDEMIOLOGI
Complications Study Group selama lebih dari 7,3 tahun dan hampir 33%
pasien dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens sekitar 15-20 tahun dari
Asia, dan Amerika asli daripada orang Kaukasia. Di antara pasien yang
3
menurun, mungkin karena langkah-langkah yang dilakukan untuk diagnosis
awal dan pencegahan nefropati diabetik sekarang lebih baik, yang dengan
ditemui adalah neuropati pada urutan pertama diikuti dengan retinopati dan
Hal ini disebabkan karena pada orang Asia penderita diabetes melitus tipe 2
banyak terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga kemungkinan
4
Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0%
sampai 39,3%.(3)
2.3 ETIOLOGI
(Treg).(6)
diabetik pada penderita diabetes melitus. Faktor resiko tersebut ada yang
a. Genetik
tipe HLA-B9.
5
2) Glukose trasporter (GLUT)
b. Usia
c. Ras
a. Hiperglikemia
b. Hipertensi
e. Merokok
2.5 PATOFISIOLOGI
6
Hiperglikemi kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi
nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Pada
awalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-enzimatik
menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai
bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversible dan disebut sebagai produk
amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation
End Products (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi
perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules
yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya
hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oxide.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitialis sesuai dengan tahap-
tahap mogensen.(8)
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan
ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes.
Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh
spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.(8)
7
8
2.6 GAMBARAN KLINIS
yaitu:(7,8)
menurut usia.
sinar X.
200 g/min.
(<20 /min).
struktur ginjal.
9
setara dengan eksresi protein 30-300 mg/24 jam.
- Awal hipertensi.
- Hipertensi.
(End Stage Renal mendekati nol dan dijumpai fibrosis ginjal. Rata-
sampai stadiumV.
10
KONDISI
TAHAP AER LFG TD PROGNOSIS
GINJAL
1 Hipertrofi Reversibel
N N
Hiperfungsi
/Rendah ml/menit + 50 %
N = Normal
TD = Tekanan Darah
2.7 DIAGNOSIS
11
1. Diabetes melitus (DM).
2. Retinopati diabetik.
1. Anamnesis
keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa
ginekomastia, impotensi.(10)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
funduskopi, berupa:(10)
kapiler vena.
3) Eksudat berupa :
lama.
12
b) Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas,
obstruksi kapiler.
6) Neovaskularisasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan urinalisis
atau proteinuria satu kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum >2,5
mg/dl.(10)
c. Pemeriksaan radiologi
hidronefrosis).
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Evaluasi.
adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat
13
pasien sudah menjalani pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan
72 x kreatinin serum
dalam ml/menit/1,73m.
diabetes adalah nefropati diabetik. Tetapi harus disadari bahwa ada kasus
sel darah merah dll), atau kalau timbul azotemia bermakna dengan
pada diabetes mellitus tipe 1), atau pada kasus proteinuria yang timbul
2. Medikamentosa
14
1. Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti-diabetes).
(ARB).
calcium-channel bloker.(8)
insulin.(8)
3. Non-medikamentosa
15
kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan
asupan garam adalah 4-5 g/hari (atau 68-85 mEq/hari) serta asupan
dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl)
terminal yang lain adalah cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati
2.9 PROGNOSIS
16
dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang
relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali
lipat lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan
dan mortalitas relatif, dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur
pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD
pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah
juga penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan
17
BAB 3
KESIMPULAN
ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200
bulan.
gaya hidup agar bisa lebih memperlambat gagal ginjal tersebut, atau bahkan
18
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke V, Jilid III.
Jakarta. 2009.
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/9-
4. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan
5. Gross JL, de Azevedo MJ, Silveiro SP, Canani LH, Caramori ML,
19
8. Sudoyo Aru.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-5 Jilid
Suyono,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-3 Jilid II. Balai
Semarang.
20