Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Pada penyandang Diabetes Melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi


pada semua tingkat sel dan semua tingkat anatomik. terjadi masalah kaki diawali
adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan
neuropati dan kelaian pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik
maupun motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit
dan otot, yang kemudian membuat terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.1
Ulkus diabetes ini merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang
paling ditakuti. Di negara maju ulkus diabetes memang juga masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Angka kematian dan angka amputasi dapat
ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya. Di
RSUP dr. Ciptomangunkusumo, masalah ulkus diabetes masih merupakan
masalah besar. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing
sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih
sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi,
dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. 1

LAPORAN KASUS

Seorang pria, usia 56 tahun, seudah menikah, pekerjaan sebagai pegawai


negeri, pendidikan terakhir tamat SLTA, suku Minahasa, masuk rumah sakit pada
tanggal 03 Juli 2013 dengan keluhan utama adanya luka pada kaki kanan.
Riwayat penyakit sekarang, luka pada kaki kanan timbul sejak kira-kira
satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya luka karena tertusuk paku,
namun lama kelamaan luka tidak sembuh dan semakin meluas. Penderita
mengeluh luka di kaki kanan bernanah dan kotor. Demam dialami penderita sejak
kira-kira dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam sumer-sumer dan
bersifat hilang timbul, hilang terutama jika penderita minum obat penurun panas.
Menggigil disangkal, batuk pilek disangkal, keringat malam disangkal, sakit
kepala disangkal. Mual beberapa kali setelah makan namun tidak sampai muntah.
Buang air besar (BAB) biasanya dilakukan penderita setiap dua hari sekali,
konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan, tidak ada darah dan tidak pernah
BAB warna hitam. Buang air kecil (BAK) sekitar 4 kali per hari, warna kuning
terang. Tidak dirasakan nyeri saat BAK.
Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit kencing manis sejak kira-kira
delapan tahun yang lalu dan sempat dirawat di rumah sakit dengan menggunakan
insulin, namun dalam dua tahun terakhir pakai Glibenklamid. Riwayat penyakit
asam urat sejak satu tahun yang lalu dan sering menggunakan obat anti nyeri jika
sakit. Riwayat penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal tidak
diketahui penderita.

Riwayat penyakit keluarga, hanya penderita yang mengalami sakit seperti


ini dalam keluarga.
Riwayat

pribadi

dan

sosial,

penderita

tidak

merokok

maupun

mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali per
menit, reguler, isi cukup, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,4 oC, tinggi
badan 163 cm, berat badan 60 Kg, umur 50-an tahun, habitus normal, mobilisasi
aktif. Pada pemeriksaan kulit didapatkan kulit warna sawo matang, lapisan lemak
cukup, dan tidak ada edema. Pada pemeriksaan kepala didapatkan ekspresi wajar,
rambut hitam tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya positif, gerakan bola
mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak tampak tophi, lubang normal, cairan
tidak ada, selaput pendengaran intak. Pada pemeriksaan hidung tidak didapatkan
deviasi, tidak ada sekret dan tidak ada perdarahan. Pada pemeriksaan mulut tidak
ada fetor, bibir tidak sianosis, gigi geligi dalam batas normal, lidah beslag tidak
ada, mukosa basah, pembesaran tonsil tidak ada dan faring tidak hiperemis. Pada
pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak
tengah, tekanan vena jugularis 5+0 cmH20.
Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat simetris, tidak ada
retraksi, dan tidak ada kelainan kulit. Pada inspeksi punggung terlihat simetris,
tidak ada kelainan kulit. Pada pemeriksaan paru dari inspeksi terlihat simetris,
gerakan pernapasan kanan sama dengan kiri. Pada palpasi, stem fremitus kanan
sama dengan kiri dan perkusi paru kanan dan kiri sama terdengar sonor. Pada

auskultasi thoraks kanan sama dengan thoraks kiri dengan suara pernapasan
vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak tampak. Pada palpasi, iktus kordis
tidak teraba. Pada perkusi didapatkan batas kanan jantung di sela iga 4 garis
sternalis dextra, serta batas kiri jantung di sela iga 5 garis midklavikularis sinistral
dan pinggang jantung positif. Pada auskultasi irama teratur, denyut jantung + 80
kali per menit, tidak ditemukan bising dan gallop. Pada auskultasi di daerah
katup-katup jantung, ditemukan M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2.
Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi terlihat datar, tidak ada tandatanda pelebaran pembuluh darah vena, pada palpasi terasa lemas, nyeri tekan
epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba. Ballottement tidak teraba, perkusi
timpani, nyeri ketok angulus kostovertebra tidak ada, auskultasi bising usus
normal.
Pada ekstremitas warna kulit sawo matang, tidak ada tremor, tidak ada
deformitas pada jari, jari tabuh tidak ada, kuku sianosis tidak ada, capillary refill
time (waktu pengisian ulang kapiler) kurang dari dua detik, tidak ada edema, tidak
ada atrofi otot, bengkak pada sendi tidak ada, gerakan aktif dan pasif normal,
kekuatan otot normal. Pada pemeriksaan reflex fisiologis normal sedangkan reflex
patologis tidak ditemukan. Tampak adanya ulkus pada regio pedis dextra 6x4 cm,
pus (+).
Hasil laboratorium pada saat masuk rumah sakit, laju endap darah (LED)
125 mm/jam, Hb 11,8 gr/dL, hematokrit 35,9% eritrosit 4,45 juta/mm 3, leukosit
11.000/mm3, trombosit 309.000/mm3, GDS 175 mg/dL, GDPP 391 mg/dL,
HbA1C 11,6%, ureum darah 32 mg/dL, kreatinin darah 1,0 mg/dL, SGOT 10 U/L,

SGPT 7 U/L, protein total 7,2 g/dL, albumin 3,2 g/dL, globulin 4 g/dL, asam urat
7,9 mg/dL, kolesterol total 199 mg/dL, HDL 33 mg/dL, LDL 135 mg/dL, natrium
serum 143 mEq/L, kalium serum 3,9 mEq/L, klorida serum 103,7 mEq/L. Hasil
pemeriksaan urinalisis ditemukan warna kuning muda, jernih, berat jenis 1,010,
pH 6, leukosit (-), eritrosit (-), protein (+), keton (-), glukosa normal, urobilinogen
(-), bilirubin normal.
Penderita didiagnosis kerja dengan diabetes mellitus (DM) tipe-2 dengan
ulkus diabetikum, sindrom dispepsia serta hiperurisemia. Terapi yang diberikan
adalah IVFD NaCl 0,9% 28 tetes per menit, klindamisin 3x300 mg, novomix 2x6
IU, Allopurinol 1x100 mg, domperidon 3x10 mg ac dan diet DM 1900 kal/hari
serta rawat luka. Pasien rencana akan dikonsultasikan dengan bagian mata, saraf,
gizi.
Hari perawatan kedua, 04 Juli 2013, penderita masih mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan, penderita tidak mengeluh demam. Tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,6 oC.
Luka di kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 158 mg/dL dan sore 362 mg/dL.
Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Dosis novomix
dinaikkan menjadi 2x8 IU SC, terapi lain masih sama dengan hari sebelumnya.
Hari perawatan ketiga, 05 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada luka
di kaki kanan namun sudah berkurang. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali
per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,3 oC. Luka di kaki kanan
terawat. Hasil GD pagi 205 mg/dL dan sore 306 mg/dL. Penderita didiagnosis
dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Terapi masih sama dengan hari
sebelumnya. Rencana dilakukan kultur pus.

Hari perawatan keempat, 06 Juli 2013, penderita masih mengeluh nyeri


pada luka di kaki kanan dan nafsu makan berkurang. Tekanan darah 110/60
mmHg, nadi 74 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,3 oC.
Luka di kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 205 mg/dL dan sore 306 mg/dL.
Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Dosis novomix
dinaikkan menjadi 2x12 IU, terapi lain masih sama dengan hari sebelumnya.
Rencana dilakukan pemeriksaan darah lengkap, natrium serum, kalium serum,
klorida serum, ureum, kreatinin, protein total, albumin, globulin. Rencana akan
dikonsultasikan dengan bagian bedah vaskuler serta dilakukan kultur pus. Hasil
pemeriksaan laboratorium LED 11,7 mm/jam, Hb 11,7 gr/dL, hematokrit 35,6%,
leukosit 12.600/mm3, eritrosit 4,60 juta/mm3, trombosit 311.000/mm3, ureum
darah 21 mg/dL, kreatinin darah 1,2 mg/dL, protein total 7,0 g/dL, albumin 3,1
g/dL, globulin 3,9 g/dL, natrium serum 144 mEq/L, kalium serum 7,08 mEq/L,
klorida 101 mEq/L. Direncanakan dilakukan EKG cito dan laboratorium Na, K,
Cl kontrol cito. Hasil EKG sinus rithym, tidak ada T tall. Hasil pemeriksaan
laboratorium hemoglobin 10,4 gr/dL, hematokrit 30,7%, eritrosit 4,01 juta/mm 3,
leukosit 11.500/mm3, trombosit 206.000/mm3, natrium serum 140 mEq/L, kalium
serum 3,8 mEq/L, klorida serum 107 mEq/L, GDS 262 mg/dl.
Hari perawatan kelima, 07 Juli 2013, penderita masih mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan dan nafsu makan berkurang. Tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 76 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,5 oC. Luka di
kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 157 mg/dL dan sore 262 mg/dL. Penderita
didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Terapi masih sama
dengan hari sebelumnya. Rencana dilakukan kultur pus. Konsul Bedah: Rawat

luka dengan NaCl 0,9% serta dengan oxoverin dan woundress, nekrotomi
bertahap dengan persetujuan keluarga, terapi lain sesuai terapi teman sejawat
interna.
Hari perawatan keenam, 08 Juli 2013, penderita masih mengeluh nyeri
pada luka di kaki kanan, namun sudah berkurang. Tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,7 oC. Luka di
kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 144 mg/dL dan sore 439 mg/dL. Penderita
didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Terapi masih sama
dengan hari sebelumnya. Rencana dilakukan kultur pus.
Hari perawatan ketujuh, 09 Juli 2013, penderita masih mengeluh nyeri
pada luka di kaki kanan, namun sudah berkurang serta mual. Tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,5
o

C. Luka di kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 196 mg/dL dan sore 235 mg/dL.

Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dan sindrom


dispepsia. Terapi masih sama dengan hari sebelumnya dengan penambahan
Metoklopramid 3x10 mg oral dan Paracetamol 3x500 mg oral serta Klindamisin
diberhentikan dan diganti dengan Ceftriaxone inj 2x1 gr IV (skin tested). Rencana
menunggu hasil kultur pus.
Hari perawatan kedelapan, 10 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan berkurang, mual berkurang. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
64 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,4 oC. Luka di kaki
kanan terawat. Hasil GD pagi 116 mg/dL dan sore 258 mg/dL. Penderita
didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dan sindrom dispepsia.
Terapi masih sama dengan hari sebelumnya. Hasil pemeriksaan laboratorium LED

211 mm/jam, hemoglobin 9,9 gr/dL, hematokrit 29,3%, eritrosit 3,82 juta/mm 3,
leukosit 13.400/mm3, trombosit 258.000/mm3, ureum darah 17 mg/dL, kreatinin
darah 1,1 mg/dL, GDS 65 mg/dL, natrium serum 143 mEq/L, kalium serum 2,35
mEq/L, klorida serum 101,4 mEq/L. Rencana menunggu hasil kultur pus.
Hari perawatan kesembilan, 11 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan berkurang, adanya demam, mual, dan batuk. Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 74 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,7
o

C. Luka di kaki kanan terawat. Hasil GD pagi 109 mg/dL dan sore 325 mg/dL.

Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dan sindrom


dispepsia serta hipokalemia. Terapi masih sama dengan hari sebelumnya dengan
penambahan KCl 25 mEq pada IVFD NaCl 0,9% 14 tetes per menit dan
Omeprazole 2x20 mg oral serta dosis Novomix menjadi 2x10 IU SC. Rencana
menunggu hasil kultur pus.
Hari perawatan kesepuluh, 12 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan berkurang, adanya demam dan mual. Tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,5 oC.
Luka di kaki kanan terawat. Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan
ulkus diabetikum dan sindrom dispepsia serta hipokalemia. Terapi masih sama
dengan hari sebelumnya. Rencana menunggu hasil kultur pus.
Hari perawatan kesebelas, 13 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan berkurang, adanya demam, mual dan muntah dua kali. Tekanan
darah 110/80 mmHg, nadi 78 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu
badan 36,5 oC. Luka di kaki kanan terawat. Hasil kultur pus didapatkan kuman
Proteus mirabilis dan sensitif terhadap chloramphenicol, ofloxacin, dan

meropenem. Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum


dan sindrom dispepsia serta hipokalemia. Terapi masih sama dengan hari
sebelumnya dengan pemberian ceftriaxone diganti dengan Levofloxacin 1x500
mg IV (skin tested).
Hari perawatan keduabelas, 14 Juli 2013, penderita mengeluh nyeri pada
luka di kaki kanan berkurang. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per
menit, respirasi 22 kali per menit, suhu badan 36,6 C. Luka di kaki kanan
terawat. Hasil GD pagi 124 mg/dL dan sore 215 mg/dL. Penderita didiagnosis
dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dan sindrom dispepsia serta
hipokalemia. Rencana untuk dilakukan pemeriksaan kontrol darah lengkap,
natrium serum, kalium serum, klorida serum.
Hari perawatan ketigabelas, 15 Juli 2013, penderita tidak mengeluh nyeri
pada luka di kaki kanan berkurang disertai adanya mual namun tidak muntah.
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82 kali per menit, respirasi 20 kali per menit,
suhu badan 37,7 C. Luka di kaki kanan terawat. Hasil GD 173 mg/dL. Hasil
pemeriksaan laboratorium leukosit 13.100/mm3, eritrosit 3,85 juta/mm3,
hemoglobin 8,6 g/dl, hematokrit 26,4%, trombosit 310.000/mm3, SGOT 46 U/L,
SGPT 10 U/L, protein total 5,4 g/dL, albumin 2,1 g/dL, globulin 3,3 g/dL, natrium
serum 138 mEq/L, kalium serum 3,8 mEq/L, klorida serum 92,9 mEq/L, kalsium
serum 6,63 mEq/L, magnesium serum 3,06 mEq/L, fosfat 1,7 mEq/L. Penderita
didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dan sindrom dispepsia.
Terapi masih sama dengan hari sebelumnya dengan pemberian KCl 25 mEq
diberhentikan.

Hari perawatan keduapuluh, 22 Juli 2013, penderita tidak mengeluh nyeri


pada luka di kaki kanan, demam tidak ada. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 76
kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,4 C. Luka di kaki kanan
terawat. Penderita didiagnosis dengan DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum. Hasil
pemeriksaan

laboratorium

leukosit

8.400/mm3,

eritrosit

3,65

juta/mm3,

hemoglobin 8,9 g/dl, hematokrit 26,4%, trombosit 320.000/mm 3, natrium serum


144 mEq/L, kalium serum 3,88 mEq/L, klorida serum 101 mEq/L. Penderita
diperbolehkan untuk rawat jalan.

10

PEMBAHASAN

Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik penyakit


diabetes mellitus berupa adanya luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan. Pada kadar glukosa darah yang tidak terkendali
akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan
akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya refleks
otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila tidak
hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetikum.2
Penderita dengan ulkus diabetikum biasanya mengalami gejala-gejala
seperti sering kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kulit
kering dan adanya luka yang lama sembuh. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga
mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama
dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus
diabetikum. Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar
kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis
jaringan Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu
sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan penyembuhan luka

11

tertunda.3,4,5 Pada kasus ini melalui anamnesis didapatkan penderita mengeluh


adanya luka pada kaki kanan yang menyebabkan nyeri kurang lebih satu bulan
sebelum masuk rumah sakit yang tidak membaik. Penderita juga sebelumnya
pernah dirawat selama 2 minggu di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado dengan
riwayat Diabetes Melitus. Demam sumer-sumer dan bersifat hilang timbul, hilang
terutama jika penderita minum obat penurun panas. Menggigil disangkal, batuk
pilek disangkal, keringat malam disangkal, sakit kepala disangkal. Mual beberapa
kali setelah makan namun tidak sampai muntah.
Pada pemeriksaan fisik ulkus diabetikum tampak adanya luka/ulkus pada
kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis dapat menurun atau hilang yang
diakibatkan oleh proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi
jaringan menurun.4,6,7 Pada kasus ini melalui pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum penderita tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 76 kali per menit, reguler, isi cukup, respirasi 20 kali
per menit, suhu badan 36,4 oC. Pada regio pedis dextra ditemukan adanya ulkus
ukuran 6x4 cm, pus (+).
Pemeriksaan laboratorium pada ulkus diabetikum dapat menunjukkan
adanya leukositosis dan kuman penyebab inflamasi. Pencitraan yang paling
bermanfaat adalah pemeriksaan X-ray untuk mengetahui derajat inflamasi ulkus.
Klasifikasi ulkus/kaki diabetikum ada dua, yaitu menurut Wagner-Meggit derajat
0 sampai 5, dan menurut Edmond stage 1 sampai 6.1 Ulkus pada kasus ini cukup
dalam sampai ke jaringan sehingga dapat dikelompokkan pada derajat 2 kriteria
Wagner-Meggit atau stage 2 menurut kriteria Edmond.

12

Derajat

Lesi

0
1
2
3
4

Tidak ada luka terbuka, kulit utuh


Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit
Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan
Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses
Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu

jari kaki, bagian depan kaki atau tumit


Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
Tabel 1. Kriteria Ulkus Diabetikum menurut Wagner-Meggit

Stage
Stage 1
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Stage 5
Stage 6

Lesion
Normal foot
High risk foot
Ulcerated foot
Infected Foot
Necrotic foot
Unsolvable foot
Tabel 2. Kriteria Ulkus Diabetikum menurut Edmond

Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetek dan terjadinya ulkus (pencegahan primer)
dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan
sekunder). Penatalaksanaan kaki diabetik terutama difokuskan untuk mencegah
dan menghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi,
sebaiknya dilakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, melakukan
identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka
serta menilai ada tidaknya infeksi. Membedakan apakah ulkus kaki diabetik
disebabkan oleh faktor neuropati atau penyakit arteri perifer sangatlah penting
karena revaskularisasi perlu dilakukan bila terdapat gangguan arteri perifer. Lebih
dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan
multidisipliner,

melalui

upaya;

mengatasi

penyakit

komorbid,

menghilangkan/mengurangi tekanan beban (off loading), menjaga luka agar selalu

13

lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan


bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.3
Berdasarkan pembagian Wagner-Meggit, maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan bahwa pada derajat 0 tidak ada perawatan lokal
secara khusus, derajat 1-4 dibutuhkan pengelolaan medik dan tindakan bedah
minor, dan derajat 5 tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan
bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut. Pada kasus
ini pengelolaannya merupakan pencegahan sekunder berupa kontrol metabolik
dengan cara konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu normal untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Kontrol metabolik pada kasus ini yaitu diberikan insulin.
Kontrol vaskular, perawatan luka dimana pada kasus ini digunakan cairan salin
sebagai pembersih luka.3,8,9,10
Pada pasien ini telah terjadi infeksi berupa demam, terdapat nanah
sehingga kontrol infeksi dengan antibiotika sangat diperlukan. Klindamisin dan
ceftriaxone merupakan pilihan pertama antibiotik pada kasus ini. Klindamisin
merupakan suatu antibiotik golongan makrolide yang digunakan pada infeksi
bakteri anaerob, sedangkan ceftriaxone merupakan antibiotik sefalosporin
generasi ketiga yang umumnya aktif terhadap kuman gram negatif. Berdasarkan
hasil kultur pus ditemukan kuman Proteus mirabilis yang sensitif terhadap
chloramphenicol, ofloxacin, dan meropenem, maka pada kasus ini antibiotik
diganti dengan pemberian Levofloxacin. Levofloxacin merupakan golongan
kuinolon generasi 3 yang merupakan isomer S dari ofloxacin yang bekerja
menghambat enzim topoisomerase IV dan DNA gyrase yaitu enzim yang

14

diperlukan untuk replikasi, transkripsi, perbaikan (repair), dan rekombinasi DNA


bakteri.
Novomix merupakan salah satu jenis insulin campuran dengan
perbandingan 70% kerja menengah dan 30% analog rapid. Lama kerja dari
Novomix, ialah berkisaran 10-16 jam. Pada kasus ini pemeberian insulin
diharapkan dapat menurunkan kadar gula darah penderita, sehingga mengurangi
terjadinya komplikasi dan mempercepat penyembuhan luka.
Allopurinol bekerja menurunkan produksi asam urat dengan cara
penghambatan kerja enzim yang memproduksinya, yaitu enzim xantin oksidase.
Pada kasus ini, pemeberian allopurinol diharapkan mampu menurunkan kadar
asam urat di dalam darah penderita.
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus maupun keluarganya
diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang
diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Rehabilitasi merupakan
program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki
diabetes.1

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Waspadji. Kaki diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I Simadribata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Tjokroprawiro A. Angiopati Diabetik : Makroangiopati-Mikroangipati.
Dalam: Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga,
Penerbit FK UI, Jakarta,1999.
3. Misnadiarly. Diabetes Mellitus: Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit
Populer Obor, Jakarta, 2006.
4. Djokomoeljanto. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam:
Djokomoeljanto

dkk,

Penatalaksanaannya,

editor,
Badan

Semarang, 1997.
5. Prasetyo A. Permasalahan
penanggulangannya,

diakses

Kaki

Diabetik

Penerbit
kaki
tanggal

Patogenesis

Universitas
diabetikum
01

dan

Diponegoro
dan

upaya

Oktober

2007.

http://www.horizon.int/.
6. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J.
Harrsions Principles Of Internal Medicine. Ed. 18th. Vol 1,2. USA,
McGraw Hill; 2012.
7. William C. The Diabetik Foot, In (Ellenberg, Rifkins, eds), Diabetes
Mellitus, Sixth Edision, USA, 2003.

16

Anda mungkin juga menyukai