Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit gout artritis adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam
ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari metabolisme purin. Hal
penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah hiperurisemia dan saturasi
jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat di dalam darah terus meningkat
dan melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit gout artritis ini akan
memiliki manifestasi berupa penumpukan kristal monosodium urat secara mikroskopis
maupun makroskopis berupa tofi.1
Kejadian yang pasti dari hiperurisemia dan gout di masyarakat dunia pada saat ini
belum jelas. Prevalensi hiperurisemia dalam masyarakat dunia pada saat ini diperkirakan
antara 2,3% sampai 17,6%2. Hasil survey WHO-ILAR COP CORD (World
Organization-International League of Associaions for Rheumatic Disease) di pedesaan
Sulawesi Utara dan Manado menemukan adanya hubungan antara asam urat menahun
dengan pola konsumsi dan gaya hidup, di antaranya konsumsi minuman keras dan
kebiasaan makan makanan kaya purin.3 Suku bangsa dengan prevalensi penyakit asam
urat tertinggi di dunia pada suku Maori di Selandia Baru, sedangkan di Indonesia
prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan di daerah Manado-Minahasa, karena
kebiasaan makan ikan dan mengkonsumsi alkohol.4 Angka kejadian hiperurisemia di
Minahasa pada tahun 1999 sebesar 34,30% pada pria dan 23,31% pada wanita usia
dewasa muda.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit gout artritis adalah umur, jenis,
kelamin, genetik, obesitas, dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan dan olahraga.
Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya serangan gout pada orang yang mempunyai
kelainan bawaan dalam metabolisme purin sehingga terjadi peningkatan produksi asam
urat. Minum alkohol dapat menimbulkan serangan gout karena alkohol meningkatkan
kadar laktat darah yang menghambat eksresi asam urat oleh ginjal. Sejumlah obat-obatan
seperti aspirin dosis rendah, sebagian besar diuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotinat,
asetozolamid, dan etambutol juga meghambat eksresi asam urat oleh ginjal.2
Penanganan gout artritis sendiri terdiri dari pengobatan non-farmakologi dan
farmokologis. Penanganan non farmakologi seperti diet rendah purin, hidrasi yang cukup,
menghindari faktor resiko. Sedangkan penanganan farmakologis terdiri dari pengobatan
fase akut yaitu obat anti inflamasi non steroid OAINS, korikosteroid, kolkisin, obat
antihiperurisemik2,4
Berikut ini akan dibahas mengenai seorang pasien yang di rawat di IW (Boarding)
RSUP Prof. Kandou dengan diagnosa Gout Artritis Eksaserbasi Akut.
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki (bapak R.N) 49 tahun masuk rumah sakit tanggal 6
September 2017 di RSUP . Prof. Dr. R.D Kandou Manado dengan keluhan utama nyeri
pada sendi tangan dan kaki. Dari anamnesis didapatkan nyeri pada kedua sendi tangan
dan kaki sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri di rasakan terutama di bagian
jempol kaki (Metatarshopalangeal 1), kemudian disertai nyeri pada tangan bagian carpal
seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul dan tidak hilang meski sudah minum obat. nyeri
disertai bengkak di siku dan jari-jari tangan. Terdapat benjolan-benjolan kecil, kemerahan
dan teraba hangat pada kedua tangan dan ruas jari serta kaki pasien yang membuat
penderita sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita juga mengeluhkan adanya
demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun apabila pasien minum
parasetamol. Buang air kecil 4 sampai 7 kali dalam sehari dan buang air besar sehari
bisa sampai 3 kali.
Riwayat penyakit dahulu, asam urat di alami pasien sejak 20 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi obat anti nyeri piroxicam sejak terkena asam urat. Obat didapatkan pasien
saat berobat di puskesmas. Riwayat Hipertensi, diabetes melitus, kolesterol, paru,
jantung, ginjal, hati disangkal. Riwayat mengkonsumsi alkohol sejak umur 17 tahun
namun sudah berhenti sejak 7 tahun terakhir. Penderita juga merupakan perokok aktif.
Riwayat penyakit keluarga, kedua orang tua penderita tidak mempunyai penyakit asam
urat, diabetes mellitus, hipertensi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis. Tekanan darah 100/60mmHg, Nadi 68 x/menit, Respirasi 24 kali/menit,
Suhu 36,7 C, SP02 98%. Pada pemeriksaan kepala ditemukan conjungtiva anemis kiri
dan kanan dan sklera ikterik tidak ditemukan. Pupil bulat isokor, refleks cahaya positif
normal. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan tonsil T1-T2 tidak hiperemis.pada
leher tekanan vena jugularis 5+0 cmH20, trakea letak tengah, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada simetris kanan dan kiri. Pemeriksaan paru
dari inspeksi didapatkan pergerakan kiri sama dengan kanan. Perkusi sonor kiri sama
dengan kanan. Suara pernapasan pada auskultasi vesikuler, tidak terdapat rhonki dan
wheezing pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis tidak tampak,
pada palpasi jantung iktus kordis teraba. Batas jantung kanan pada sela iga IV garis
parasternal kanan. Batas jantung kiri pada sela iga V garis midklavikula sinistra. Pada
auskultasi terdengar suara jantung pertama dan kedua normal, regular, dan tidak
ditemukan bising. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi datar, bising usus
terdengar dalam batas normal, teraba lemas, hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas
akra teraba hangat, ada bengkak, kemerahan dan multiple tofi pada kedua tangan dan
kaki.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 september 2017 didapatkan leukosit
17900 /Ul, eritrosit 3.74 , Hb 10.4 g/dL, Ht 30.9 % , Trombosit 424.000, SGOT 92 U/L,
SGPT 36U/L , Ureum 20mg/dL, creatinin 0,8mg/dL, gula darah sewaktu 138 mg/dL,
asam urat 10,5 mg/dL, chlorida darah 89,3 mEq/L, Kalium 6,35 mEq/L, Natrium darah
127 mEq/L.
Berdasarkan, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka pasien
di diagnosis dengan Gout artritis eksaserbasi akut, leukositosis karena curiga infeksi
bakteri didiagnosis banding dengan inflamasi (17.900), hiperkalemia (6,35), hiponatremia
(127), anemia karena penyakit kronik (10,4) dan hiperusemia (10,5). Pasien diterapi
dengan infus Nacl 0,9% 14 tetes per menit secara intravena, kolkisin 0,5 mg diberikan 2
kali per hari secara oral, ceftriaxone 1g diberikan 2 kali sehari secara intravena,
ranitidine 25 mg diberikan 2 kali sehari secara intravena, paracetamol tablet 500 mg
diberikan 3 kali sehari, kalsium polistiren sulfonat 15 g di berikan 3 kali sehari secara
oral, natrium bicarbonat diberikan 3 kali sehari secara oral, sucralfat diberikan dua
sendok makan 3 kali per hari secara oral, dekstrose 10% + insulin aspart 10 unit drips
secara intravena 10 tetes permenit. Direncanakan pemeriksaan Elektrokardiografi.
Pada perawatan hari kedua, pasien mengeluhkan nyeri pada sendi kaki kiri di
bagian jempol kaki dan di ruas-ruas jari tangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/60
mmHg, Nadi 69 kali /menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,1 C, Sp02 98%. Pada
pemeriksaan kepala ditemukan conjungtiva anemis dan sklera ikterik tidak ditemukan.
Pupil bulat isokor, refleks cahaya positif normal. Pada ekstremitas akral hangat, ada
bengkak di kedua kaki bagian metatarsal regio dorsum pedis, bengkak disertai
kemerahan dan panas. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 7 september 2017
didapatkan leukosit 21800 /Ul, eritrosit 3.44 , Hb 9,8 g/dL, Ht 28.9 % , Trombosit
506.000, SGOT 30 U/L, SGPT 43U/L Ureum 44mg/dL, creatinin 1,0mg/dL, asam urat
10,3 mg/dL, chlorida darah 97,2 mEq/L, Kalium 6,32 mEq/L, Natrium darah 126 mEq/L.
Di diagnosis dengan Gout Artritis eksaserbasi akut, leukositosis karena curiga infeksi
bakteri diagnosis banding inflamasi (21800), hiperkalemia (6,32), hiponatremia (126),
anemia karena penyakit kronik (9.8) dan hiperurisemia (10,3). Hasil pemeriksaan
elektrokardiografi normal sinus ritme dengan denyut nadi 70 kali permenit Terapi di
lanjutkan seperti hari sebelumnya. Direncanakan pemeriksaan laboratorium hitung jenis
leukosit.
Pada perawatan hari ketiga pasien masih merasakan nyeri pada sendi kaki dan
tangan. Nyeri lebih terasa di bagian jempol kaki kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80
mmHg, Nadi 98 kali /menit, respirasi 22 kali/ menit, suhu 36,8 C, Sp02 99%. Pada
pemeriksaan kepala ditemukan conjungtiva anemis dan sklera ikterik tidak ditemukan.
Pada ekstremitas akral hangat. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 september 2017
didapatkan leukosit 18600 /Ul, eritrosit 3.68 , Hb 10,8 g/dL, Ht 30.7 % , Trombosit
483.000, SGOT 30 U/L, SGPT 43U/L, Ureum 27 mg/dL, creatinin 0,9mg/dL, chlorida
darah 100,8 mEq/L, Kalium 3,25 mEq/L, Natrium darah 138 mEq/L. Di diagnosis
dengan Gout Artritis eksaserbasi akut, leukositosis karena curiga infeksi bakteri diagnosis
banding inflamasi (18600), hipokalemia (3,25). Pasien diterapi dengan infus Nacl 0,9 %
20 tetes permenit, kalium klorida diberikan satu kali sehari secara oral, antibiotik
sebelumnya diganti dengan levofloxacin. Levofloxacin adalah antibiotik golongan
fluorokuinolon, antibiotik ini dipakai jika antibiotik lainnya tidak bisa mengatasi infeksi
yang ada. levofloxacin 500 mg diberikan 1 kali sehari secara intravena, kolkisin 0,5 mg
diberikan tiga kali sehari secara oral, ranitidine 150 mg tablet diberikan dua kali sehari,
sucralfat sirup diberikan dua sendok makan 3 kali per hari secara oral. Infus D10% +
insulin aspart dihentikan.
Pada perawatan hari keempat pasien masih mengeluh nyeri sendi, bengkak di
kedua kaki sudah berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 98
kali/menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu 36,4 C, Sp02 99%. Terapi lanjut seperti hari
sebelumnya.
Pada perawatan hari kelima rasa nyeri di sendi tangan dan kaki berkurang, dan
ada rasa nyeri di ulu hati dan muntah bila disuntikkan ranitidine. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah
110/60 mmHg, Nadi 89 kali /menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu 36,0 C, Sp02 98%.
Pada pemeriksaan kepala Conjungtiva anemis dan sklera ikterik tidak ditemukan. Pada
ekstremitas akral hangat, bengkak tidak ada. Terapi dilanjutkan seperti sebelumnya.
Direncanakan pemeriksaan laoraturium darah lengkap, ureum, kreatinin, natrium, kalium,
clorida.
Pada perawatan hari keenam pasien sudah tidak merasakan nyeri sendi dan nyeri
ulu hati pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 85 kali /menit, respirasi 20
kali/ menit, suhu 36,0 C, Sp02 98%. Pada pemeriksaan kepala conjungtiva anemis dan
sklera ikterik tidak ditemukan. Pada ekstremitas akral hangat bengkak, kemerahan tidak
ada dan ditemukan multiple tofi. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 11 september
2017 didapatkan leukosit 9800 /Ul, eritrosit 4.73, Hb 10.5 g/dL, Ht 37.7 %, Trombosit
485.000, SGOT 30 U/L, SGPT 43U/L Ureum 29 mg/dL, creatinin 0,8mg/dL, chlorida
darah 100,9 mEq/L, Kalium 3.45 mEq/L, Natrium darah 139 mEq/L. Eosinofil 2%,
Basofil 0%, Netrofil Batang 0%, Netforil Segmen 69%, Limfosit 24%, Monosit 5%. Di
diagnosis dengan Gout artritis kronik tofaseus, hypokalemia (3.45). Pasien direncanakan
rawat jalan hari ini dengan terapi obat pulang, terapi cairan dan obat intravena dihentikan
diganti dengan terapi oral (Ranitidin 150 mg diberikan 2 kali sehari, kolkisin 0,5mg
diberikan tiga kali serhari, sucralfat sirup diberikan 2 kali sendok makan 4 kali sehari, dan
kalium klorida diberikan 3 kali sehari).
BAB III
PEMBAHASAN

Istilah gout berasal dari kata gutta yang berarti tetesan. Konon, menurut
kepercayaan masyarakat pada saat itu, gout muncul sebagai akibat dari tetesan roh jahat
yang masuk kedalam sendi. Penyakit gout dapat dijumpai disetiap negara di dunia.Hasil
penelitian epidemologis menunjukkan bahwa suku Maori di Selandia Baru, Filipina, dan
bangsa-bangsa dikawasan Asia Tenggara mempunyai kecenderungan menderita penyakit
ini. Di Indonesia, suku Minahasa dan Tapanuli berpeluang menderita penyakit gout lebih
tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lainnya.1
Penelitian tentang asam urat sudah di lakukan di Indonesia, penyakit gout pertama
kali diteliti oleh seorang dokter yang berkebangsaan Belanda bernama Van der host pada
tahun 1935, dari hasil penelitiannya ditemukan 15 pasien yang menderita artritis
gout/pirai umumnya terjadi di daerah Jawa Tengah.2 Dari penelitian Dalimartha (2008),
di Indonesia, gout artritis (asam urat) menduduki urutan kedua setelah osteoartritis,
selanjutnya penelitian dari Tjokroprawiro (2007), prevalensi gout artritis pada populasi di
USA diperkirakan 13,6:100.000 penduduk, sedangkan di Indonesia diperkirakan 1,6-
13,6:100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Data
penelitian asam urat sekitar 34,30% pada pria dan 23,31% pada usia dewasa muda.6
Prevalensi penderita asam urat tertinggi di Indonesia berada pada penduduk di daerah
pantai dan di daerah Manado-Minahasa sebesar 29,2 % pada tahun 2003 dikarenakan
kebiasaan atau pola makan ikan dan mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan
pembuangan asam urat lewat urine berkurang sehingga asam uratnya tetap bertahan di
dalam darah.6 Pada kasus ini pasien sudah mengkomsumsi alcohol sejak usia 17 tahun
dan berhenti sekitar 5 tahun lalu, pasien juga adalah suku minahasa.
Penyebab Gout Artritis sendiri terbagi tiga yakni hiperurisemia dengan gout
primer, hiperurisemia dengan gout sekunder dan hiperurisemia dengan gout idiopatik.
Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer.
Gout primer merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia
karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%).
Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena
peningkatan aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthase,
dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT).
Hiperurisemia primer karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor
genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan
hiperurisemia.7
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo , peningkatan degradasi adenosin trifosfat
(ATP) atau pemecahan asam nukleat yang menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia
sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan
menyeluruh enzim HPRT pada syndrome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6
phospate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-
1 phospate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi
berlebih dapat disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan
ATP atau pemecahan asam nukleat dari inti sel. Peningkatan pemecahan ATP akan
membentuk adenosine monofosfat (AMP) dan berlanjut membentuk inosin monofosfat
(IMP) atau purin nucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat
penurunan eksresi dikelompokkan da lam beberapa kelompok yaitu karena penurunan
massa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan
pemakaian obat-obatan. Gout idiopatik merupakan hiperurisemia yang tidak jelas
penyebab primernya, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis dan anatomi yang
jelas.7 Pada kasus ini diketahui pasien peminum alcohol, alcohol dapat menyebabkan
penurunan ekskresi asam urat, pasien ini dapat dikatakan gout arthritis primer
dikarenakan terjadi penurunan ekskresi.
Manifestasi klinis gout terdri dari arthritis gout akut, interkritikal gout dan gout
menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini mepakan stadium klasik yang disebabkan oleh
deposisi yang progresif dari Kristal urat.2 pada episode awal arthritis gout biasanya
asimptomatik. Timbulnya serangan akut dimanifestasikan tanda-tanda inflamasi seperti
rasa hangat, bengkak, eritema, dan nyeri.8 serangan awal biasanya monoartikular
khusunya pada sendi Metatarshopalangeal 1 (MTP-1) dan sendi lain yang juga sering
terlibat seperti pergelangan kaki, tumit,lutut dan dapat juga terjadi di pergelangan
tangan,siku.2,8 gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise juga dapat
menyertai pada serangan akut.8
Berdasarka kriteria ACR (American College Rheumatology) diagnosis ditegakkan
bila salah satu dari poin berikut terpenuhi yaitu didapatkan kristal monosodium urat di
dalam cairan sendi, Didapatkan kristal monososdium urat pada tofus, Didapatkan 6 dari
12 kriteria berikut, Seperti inflamasi maksimal pada hari pertama, Serangan artritis akut
lebih dari 1 kali, Serangan artritis monoartikular, Sendi yang terkena berawarna
kemerahan ,pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsophalangeal (MTP-1), serangan
pada sendi metatarshopalangeal unilateral, serangan pada sendi tarsal unilateral, tofus,
hiperurisemia, Pembengakakan sendi asimetris (radiologis), kista subkortikal tanpa erosi
(radiologis), Kultur bakteri cairan sendi negatif. 9
Pada pasien ini inflamasi seperti rasa hangat, bengkak, eritema, dan nyeri (ini
menandakan bahwa pasien mengalami serangan akut/eksaserbasi akut). Pada pasien juga
didapatkan hiperurisemia dengan kadar asam urat 10,3 mg/dL, serangan artritis akut lebih
dari 1kali, pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsophalangeal(MTP), dan adanya
tofus.
Pengelolaan gout atritis sering sulit di lakukan karena berhubungan dengan
kepatuhan gaya hidup. Sikap dan perilaku memainkan peran penting karena
mempengaruhi respon seseorang yang sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit,
pengetahuan tentang gejala dan penyebab penyakit dan sebagainya. Tanpa adanya
modifikasi pola hidup akan sulit tercapai. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kadar asam urat adalah aktifitas fisik. Aktifitas yang di lakukan seseorang berkaitan
dengan kadar asam urat yang terdapat dalam darah. Aktifitas fisik seperti olahraga atau
gerakan fisik akan menurunkan eksresi asam urat dan meningkatkan produksi asam laktat
dalam tubuh. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi makanan dengan kandungan
nukleotida purin tinggi seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam untuk memperkecil
resiko hiperurisemia atau gout artritis. 10,11,12,13,
Prinsip pengelolaan hiperurisemia maupun gout artritis, yaitu penyuluhan diet
rendah purin, Penurunan berat badan (target BB ideal), Menghindari konsumsi alkohol
dan obat-obatan yang dapat menaikkan asam urat darah (etambutol, pirazinamid,
siklosporin, asetosal, tiazid).14
Obat anti infalamasi non steroid (OAINS) kerja cepat, baik yang non selektif
maupun yang selektif, Kortikosteroid (glukokortikoid) per oral dosis renda, parenteral,
atau injeksi lokal IA (seperti triamsinol 5-10 mg untuk untuk sendi kecil atau 20-40 mg
untuk seni besar) terutama bila ada kontraindikasi dari OAINS, Kolkisin dapat menjadi
terapi efektif namun efeknya lebih lambat dibandingkan OAINS dan kortikosteroid.
Manfaat kolkisin lebih nyata untuk pencegahan serangan akut, terutama pada awal
pemberian obat antihiperurisemik, dengan dosis 0,5-1 mg/hari. Obat antihiperurisemik
yaitu obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya
allopurinol. Obat urikosurik (untuk tipe ksresi rendah), misalnya probenesid.
Preparat kolkisin (oral atau parenteral) atau NSAID, seperti indometasin,
digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan medis hiperurisemia,
tofus, penghancuran sendi dan masalah renal biasanya dimulai setelah proses inflamasi
akut mereda. Preparat urikosurik seperti probenesid akan memperbaiki keadaan
hiperurisemia dan melarutkan endapan urat. Allopurinol juga merupakan obat yang
efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko toksisitas. Kalau diperlukan
penurunan kadar asam urat dalam serum, preparat urikosurik merupakan obat pilihan.
Kalau pasiennya beresiko untuk mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli
renal), allopurinol merupakan obat pilihan.4
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, karena terjadi perubahan yang
membaik pada pasien ini dengan dilakukan penanganan yang tepat.
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus, laki laki usia 49 tahun dengan Gout Atritis eksaserbasi
akut, hiperkalemia, anemia karena penyakit kronik. berdasarakan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Terapi secara konservatif dan suportif diberikan pada
pasien ini. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, karena telah terjadi
perubahan yang membaik pada pasien ini dengan dilakukan penanganan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Zahra, R. Artritis gout mtacarpal.2013. Fakultas Kedokteran Lampung.


2. Tjokorda RP. Hiperurisemia. Dalam: suduyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus
SK, Setiati S et al editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.1213-17

3. Muniroh L, Martini S, Nindya TS, Solfiane R. Minyak atsiri kunyit sebagai anti
radang pada penderita gout artritis dengan diet tinggi purin. Makalah Kesehatan.
2010;14:58

4. Kartikawati. Awas Bahaya Kolesterol dan Asam Urat bagi kita. Jawa Tengah: Vivo
publisher, 2011;p.81-2

5. Rotty LWA. Gambaran asam urat pada suku minahasa usia dewasa muda [Tesis].
Manado:Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi ;1999.

6. Manaparing A, Bodhy. Prevalensi Hiperurisemia Pada Remaja Obese di Kota


Tomohon. Manado: Universitas Sam Ratulangi: 2011.

7. Choi H. Purine-rich food, diary and protein intake and risk of gout in men. England: N
Eng YMed, 2004. 1093-1103.

8. Wartmaun RL, Kelley WN, Gout and Hyperuricemia. In: Kelley Textbook of
Rheumatology 7th ed, Harris Jr, et al (EDS) Elsevier Saunders, phil, 2005; 1402-29.

9. American college of Rheumatology 2004.

10. Vitahealth. 2007. Asam Urat. Jakarta; PT. Gramedia Utama

11. Rodwell, Victor W. 2003. Struktur,fungsi & replikasi makromolekul pembawa


infromasi, Nukleotida. Dalam Biokimia Harper.Jakarta:ECG

12. Notoatmodjo. 2010. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka
Cipta

13. Krisnatuti , 2006. Perencanaan Menu untuk Penderita Gangguan Asam Urat, edisi
12.Jakarta:Penebar swadaya

14. Hadi S. Gambaran Klinik Diagosa Gout, Dala : Setiyohadi , Kasjamir YI editor.
Kumpulan Makalah Temu ilmiah Remalogi 2010. Hlm 94-97.

Anda mungkin juga menyukai