PTERIGIUM
Oleh :
Keren E. K. Mantik
17014101044
Supervisor Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN
“Pterigium”
Supervisor Pembimbing
PENDAHULUAN
Pterigium berasal dari kata Yunani pterygos yang berarti sayap kecil, yang
memberikan kesan perluasan jaringan seperti sayap yang berasal dari konjungtiva
ke bagian limbus kornea.1,2 Pterigium merupakan suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal
konjungtiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi
permukaan kornea yang bersifat degeneratif dan invasif.3 Pertumbuhan ini
biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva
yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea.3 Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat
pertumbuhan yang berbeda.4
Sinar ultraviolet (UV) terutama sinar UV-B merupakan faktor resiko yang
paling bermakna dalam patogenesis pterigium.2 Di daerah tropis seperti Indonesia,
dengan paparan sinar matahari tinggi, resiko timbulnya pterigium 44 kali lebih
tinggi dibandingkan daerah non tropis.6
2
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium
grade I okulus sinistra pada pasien yang datang berobat ke poliklinik Mata RSUP.
Prof. dr. R. D. Kandou Manado.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Histologi Konjungtiva
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresikan mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan airmata
secara merata di seluruh prekornea.7
5
Gambar 3. Vaskularisasi konjungtiva
Anatomi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. Kornea sangat
sensitif karena terdapat banyak serabut sensorik. Saraf sensorik ini berasal dari
nervus cilliaris longus yang berasal dari nervus nasosiliaris yang merupakan
cabang saraf oftalmikus dari nervus trigeminus. Kornea dalam bahasa latin
“cornum” artinya seperti tanduk merupakan selaput bening mata dengan ketebalan
kornea dibagian sentral hanya 0,5 mm, yang terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan
epitel, lapisan Bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.8
6
Gambar 4. Anatomi Kornea
B. Definisi
Gambar 5. Pterigium
C. Epidemiologi
Sinar ultraviolet (UV) terutama sinar UV-B merupakan faktor resiko yang
paling bermakna dalam patogenesis pterigium. Di daerah tropis seperti Indonesia,
7
dengan paparan sinar matahari tinggi, resiko timbulnya pterigium 44 kali lebih
tinggi dinamdingkan daerah non tropis. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan, menyebutkan prevalensi pterigium di
Indonesia tertinggi dijumpai di daerah Sumatera Barat (9,4%) dan yang terendah
di DKI Jakarta (0,4%), prevalensi di Sulawesi Utara sebanyak 4,5%. Laki-laki
lebih banyak dari perempuan, dan lebih banyak pada usia ≥ 75 tahun.6
Etiologi
Faktor Resiko
8
masih belum diketahui apakah mata kering menyebabkan pterigium
ataupun sebaliknya.
E. Patofisiologi
9
pterigium merangsang keluarnya berbagai growth factor dan sitokin
seperti, FGF, PDGF, TGF-β, dan TNF-α serta VEGF yang akan
mengakibatkan proliferasi sel, remodeling matriks ektra sel dan
angiogenesis. Selain meningkatnya growth factor ditemukan menurunnya
10actor penghambat pertumbuhan seperti TSP-I.9
F. Klasifikasi
10
Grade III : puncak melewati setengah jarak antara limbus dan
pupil tetapi belum melewati pupil.
Grade IV : puncak sudah melewati pupil.
G. Gejala Klinis
H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian air mata buatan/ artificial tears drop (Cendo Lyteers).
Penggunaan jangka pendek tetes mata kortikosteroid topikal anti-inflamasi
(misalnya, Pred Forte 1%) bila gejala lebih intens. Untuk pterigium stadium 1-
2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi
antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.2,12,13
11
2. Non medikamentosa
a. Pembedahan
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil
yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal
mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Berikut ini teknik pembedahan
pada pterigium12:
1) Bare sclera : tidak ada jahitan, bertujuan untuk menyatukan
kembalikonjungtiva dengan permukaan sklera di depan insersio tendon
rektus, menyisakan area sklera yang terkena. (teknik ini sudah tidak
dapat diterima karena tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan
yang dapat mencapai 40-75% dan hal ini tidak direkomendasikan).
2) Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,
dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relatif kecil.
3) Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas
eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap
4) Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas
eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian
diletakkan pada bekas eksisi.
5) Conjungtival graft: suatu free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka
kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan.
b. Menjaga kebersihan mata
c. Menghindari terpapar debu dan sinar UV yang berlebihan yaitu dengan
cara menggunakan topi dan kacamata anti UV.
3. Terapi Tambahan
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan
dengan pemberian13:
12
a. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari
kemudian tappering off sampai 6 minggu.
b. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
c. Sinar Beta.
d. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama 6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik
Chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.
1. Komplikasi
a. Penurunan penglihatan
b. Kemerahan
c. Iritasi
a. Infeksi
c. Diplopia
13
e. Parut konrea
2. Pencegahan
J. Prognosis
Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi
operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.3 Eksisi pada pterigium pada
penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pasien dengan pterigium yang kambuh lagi
dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva/limbal
autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.13
14
BAB IV
SIMPULAN
Pterigium berasal dari kata Yunani pterygos yang berarti sayap kecil, yang
memberikan kesan perluasan jaringan seperti sayap yang berasal dari konjungtiva
ke bagian limbus kornea.1,2 Pterigium merupakan suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal
konjungtiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi
permukaan kornea yang bersifat degeneratif dan invasif.3 Pertumbuhan ini
biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva
yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea.3 Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat
pertumbuhan yang berbeda.4
15
mutasi dari supresor gen tumor TP53 sehingga terjadi proliferasi abnormal pada
epitel limbus.9 Inflamasi kronis pada pterigium merangsang keluarnya berbagai
growth factor dan sitokin seperti, FGF, PDGF, TGF-β, dan TNF-α serta VEGF
yang akan mengakibatkan proliferasi sel, remodeling matriks ektra sel dan
angiogenesis. Selain meningkatnya growth factor ditemukan menurunnya 16actor
penghambat pertumbuhan seperti TSP-I.9
16
vitreus, atau retinal detachment. 13 Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
meminimalisir paparan terhadap sinar UV. Edukasi pasien merupakan pencegahan
utama untuk pterigium. Pasien di edukasi mengenai pemakaian topi dan kacamata
dengan lensa yang dilapisi untuk mencegah masuknya sinar UV ke mata.2,13
17
DAFTAR PUSTAKA
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
18
9. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
12. Ang Kpl, Chua Llj, Dan Htd. Current Concepts And Techniques In
Pterigium Treatment. Curr Opin Ophthalmol. 2006;18: 308–313.
19