PENDAHULUAN
Kejang adalah suatu manifestasi klinis sebagai akibat dari cetusan yang berlebihan dan
abnormal dari sel-sel neuron di otak. Manifestasi klinis dapat berupa fenomena abnormal yang
sementara dan mendadak, antara lain berupa gangguan kesadaran, motorik, sensorik, otonom,
ataupun psikis. Kejang merupakan salah satu gejala gangguan susunan saraf pusat dan
kedaruratan paling sering pada masa neonatus. Kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi
pada bayi baru lahir sampai usia 28 hari.1
Pada kenyataannya, kejang pada neonatus sulit dikenali karena bentuk klinis maupun
gambaran elektroensefalografi (EEG) yang sering tidak khas. Proses pertumbuhan akson dan
tonjolan dendrit serta mielinisasi belum sempurna pada otak neonatus sehingga letupan kejang
tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang
menyeluruh. Kejang pada periode neonatus merupakan keadaan darurat medis yang dapat
mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat
mengakibatkan sekuele di kemudian hari, disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau
gejala dari satu masalah atau lebih. Pada neonates cukup bulan maupun neonatus kurang bulan
2/3 kasus kejang ini menyebabkan gejala sisa berupa retardasi mental, palsi serebral, dan
epilepsi. Prognosis sangat tergantung pada etiologi, bentuk klinis kejang, dan gambaran EEG.2
Insiden kejang pada neonatus berkisar antara 1,5-3 per 1000 kelahiran bayi cukup bulan
dan 50-150 per 1000 pada bayi kurang bulan.2 Insiden kejang pada neonatus di Amerika Serikat
belum dapat dipastikan dengan jelas meskipun berdasarkan penelitiansebelumnya diperkirakan
sekitar 80-120 kasus per 100.000 neonatus per tahun.1
Hingga saat ini belum ada teori pasti yang dapat menjawab etiologi dari kejang pada
neonatus secara jelas. Peneliti hanya sepakat bahwa kejadian kejang pada neonatus dikarenakan
multifaktor yang berhubungan dengan faktor dari ibu dan janin. Faktor dari ibu yang
berpengaruh terhadap kejadian kejang pada neonatus antara lain status paritas ibu, infeksi
intrauterin, dan cara persalinan. Sedangkan faktor bayi yang berpengaruh terhadap kejadian
kejang pada neonatus antara lain adalah tindakan resusitasi pasca lahir, riwayat gawat janin, serta
masa gestasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
II.2
PENYEBAB
Ensefalopati
KETERANGAN
Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
Iskemik hipoksik
Pendarahan
intrakranial
Infeksi SSP
Stroke perinatal
Metabolik
Kelainan
metabolik
bawaan
Putus obat ibu
Kelainan
otak
kongenital
Kejang neonatus
familial jinak
Kejang
hari
kelima
Anomali kromosom
Anomali otak kongenital
Kelainan neuro-degeneratif
Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2
atau ke 3
Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui
Hipoglikemia
Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia.
Kadang asimtomatis. Hipoglikemia yang berkepanjangan dan berulang dapat
mengakibatkan dampak yang menetap pada SSP. BBL yang mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia adalah : Bayi Kecil untuk masa
kehamilan, Bayi Besar untuk masa kehamilan dan bayi dari Ibu dengan
Diabetes Mellitus. Hipoglikemi dapat menjadi penyebab dasar pada kejang
BBL dan gejala neurologis lainnya seperti apnu, letargi dan jiterness. Kejang
seperti hipoglikemia ini sering dihibungkan dengan penyebab kejang yang
lain. Hanya sekitar 3% yang benar disebabkan Karena hipoglikemia. Tidak
ada keraguan pemberian terapi dextrose intravena jika ditemukan kadar
glukosa rendah pada bayi kejang, untuk mengembalikan kadar gula darah
kembali secepatnya. 1
Hipokalsemia/ hypomagnesemia
Kejadian awal kejang akibat hipokalsemia pada hari pertama dan kedua.
Lebih sering didapatkan pada BBLR dan sering dihubungkan dengan keadaan
asfiksia serta bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Hipokalsemia
didefinisikan kadar kalsium < 7,5 mg/dL (<1,87 mmol/L), biasanya disertai
kadar fosfat > 3 mg/dL (> 0,95mmol/L), seperti hipoglikemia kadang
asimtomatis. Sering berhubungan dengan prematuritas atau kesulitan
persalinan dan asfiksia. Kadar magnesium yang rendah sering terjadi bersama
dengan hipokalsemi dan perlu diterapi agar memberikan respon yang baik
untuk menghentikan kejang. Mekanisme terjadinya hipokalsemia bersamaan
dengan hipomagnesemia belum jelas. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah
5
D. Infeksi
Infeksi terjadi sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang BBL, bakteri,
nonbakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya terjadi
setelah minggu pertama kehidupan.2
1.
2.
3.
kasus.2
Kejang yang berhubungan dengan obat
- Pengaruh pemberhentian obat (Drug withdrawl)
Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang
BBL karena efek putus obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan
dengan obat narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam
pertama terdapat gejala gelisah, jitteriness dan kadang-kadang terdapat
kejang. Kejang akibat putus obat (withdrawl) terjadi pertama kali pada
usia 3 hari pertama dengan onset rata-rata 10 hari. Kejang tersebut
dapat menetap untuk beberapa bulan. Tremor dialami oleh bayi yang
mendapatkan infus narkotik jangka panjang untuk mengurangi rasa
sakit dan telah diperhatikan pula efek serupa dari midazolam untuk
-
Kejang
terjadi
dalam
waktu
jam
pertama
tidak
membaik
dengan
pemberian
glucose,
kalsium,
3.
Idiopatik
Kejang pada BBL yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif sering
menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang beulang yang lama, resisten
terhadap pengobatan atau kejang terulang sesudah pengobatan dihentikan
menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan di otak. Pada golongan
idiopatik terdapat 2 hal yang perlu mendapat perhatian yaitu, kejang BBL
II.3
Awitan Kejang
Kebanyakan dimulai antara 12 hingga 48 jam setelah lahir. Penelitian pada binatang
menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik iskemik
dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamate
selama fase reperfusi sekunder. Keadaan yang sama dapat terjadi pada bayi. Kejang onset
lanjut member kesan meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia. Awitan
kejang pada setiap etiologi dapat berbeda, perbedaan tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan penyebab kejang.
Etiologi
Onset (hari)
0-3
Ensefalopati
>3
Kurang bulan
Cukup bulan
+++
+++
Iskemik hipoksik
Perdarahan
++
J.Infeksi
++
++
Gangguan
++
++
intracranial
perkembangan
otak
Hipoglikemia
Hipokalsemi
10
Sindrom epileptic
II.4
Patogenesis
Pertumbuhan otak pada masa neonatus merupakan masa perkembangan pesat dari
sinaptogenesis eksitator. Pada manusia sinaps eksitator ini terjadi pada sekitar masa
neonatal matur hingga usia 1 bulan kehidupan. Pada masa awal kelahiran faktor eksitator
lebih mendominasi terhadap faktor inhibitor yang menyebabkan sinaptogenesis dan
plastisitas terjadi pada proses perkembangan otak.3
A. Patofosiologi terjadinya neonatal seizure dapat dijelaskan pada mekanisme berikut ini:
1. Peningkatan rangsangan pada otak neonatus.
2. Reseptor glutamat sangat penting untuk plastisitas otak dan dalam kondisi over expressed
pada masa neonatal dibandingkan saat dewasa."
3. Reseptor glutamat akan menyebabkan influks dari ion Na + dan Ca2+ sehingga neuron
post sinaps berada pada keadaan depolarisasi
B. Penurunan aktivitas inhibitor pada otak imatur.
Ekspresi dan fungsi dari reseptor GABA inhibitor juga diatur sesuai dengan
perkembangan otak. Pada suatu studi dikatakan aktivitas GABA rendah pada awal
kehidupan, Reseptor GABA terdiri dari subunit u l, a2, a3 dan a4. Subunit a4 dan a2 dalam
keadaan over expressed dibandingkan n l . Subunit a4 pada suatu penelitian lebih rendah
sensitivitasnya terhadap golongan benzodiazepin sehingga secara klinis penggunaan
golongan benzodiazepin menjadi tidak tepat. Efek dari ekspresi reseptor GAB A pada otak
matur dan neonatus berbeda. Pada otak matur ekspresi GABA akan menyebabkan influks ion
cr yang menyebabkan hiperpolarisasi sementara pada neonatus. Aktivitas GABA akan
menyebabkan depolarisasi.3
11
tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai
peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi
secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup
kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi
kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah
sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan pada
kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal yang
masih sangat minim.4
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun
yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada
sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama
setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi
sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada
aktifitas. Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus
adalah:5
A.
13
C.
kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti
yang terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan
dengan terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses
hiperpolarisasi K+ yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang
berulang dengan cepat.5
D.
Imatur
Sistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh
penting ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu terjadinya
potensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya,
CRH dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan,
seperti yang terlihat pada tikus CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang
menjelaskan mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan
memicu terjadinya kejadian kejang yang berulang. 5
II.5
Diagnosis
Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh terhadap
riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan
narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan
14
kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail
mungkin.
penyebabnya.
Riwayat kehamilan /prenatal
o Infeksi infeksi yang terjadi pada waktu hamil
o Preeklampsia, gawat janin
o Pemakaian obat golongan narkotika, metadon
o Imunisasi anti tetanus, rubela
Riwayat persalinan
o Asfiksia, episode hipoksik
o Trauma persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Anestesi lokal/blok
Riwayat pascanatal
o Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk
o Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini
o Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat
o Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan
o Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan etiologi
o Bentuk gerakan abnormal yang terjadi.3
Manifestasi klinik
15
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat
bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis
yang timbul3
Tipe kejang
Subtle
maturitas4
o Lebih sering pada
deviasi horizontal
o Oral- Mencucu, mengunyah,
dengan
gangguan
SSP berat
Klonik
Tanda klinis
neonatus
o 10-35% tergantung
seperti
melotot,
berenang,
mengedip,
mengayuh
pedal
o Otonomik- apneu, takikardia,
o 50%
o Lebih sering pada
bayi cukup umur
Tonik
irregular,
20%4
Lebih sering pada
terpotong-potong
Mungkin meliatkan 1 bagian
bayi preterm
Mioklonik
5%
neonatus jinak)
Fokal (1 bagian ekstremitas)
atau
16
multifokal
(beberapa
bagian tubuh)
Ditemukan pada putus obat
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya penyakit
intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti adanya
infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan
sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus kejang
neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
c. MRI
17
II.6
Tatalaksana
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan fisiologis
dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan bantuan ventilasi dan
perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia, hipocalcemia atau gangguan
metabolik lainnya.
18
19
memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi suportif yang
dibutuhkan.
Hentikan semua asupan secara oral
Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan
Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV
Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang diberikan
pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan protokol
penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat sangat penting
dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi.
Administrasi
Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :
o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah yang dapat
diprediksi
o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi
o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis yang kedua
Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi
o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan apabila dosis awal
cukup untuk menangani kejang secara klinis
20
buccal/intranasal.
Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi
Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat
anti konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat anti konvulsi apabila :
Phenobarbital4
21
Phenobarbital
Dosis dan
Loading dose :
- 20 mg/kg IV selama 10-15 menit
administrasi
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali
sampai kejang mereda atau dosis total
(40 mg/kg) telah tercapai
Rumatan :
-
IV (perlahan-lahan contoh : 1
Keterangan
Fenitoin
Dosis dan
administrasi
Keterangan
mg/kg/kali konsentrasi
2 sampai 3serum
kali sehari
dan 8peningkatan
(diatas
Tidak cocok dengan pemberian intra
60 mikrogram/mL
muskular
Jangkauan
Pastikanterapeutik
keutuhan:dari pembuluh darah
- Ukur
level resiko
serum radang
setelah jaringan
48 jam dari
karena
adanya
dan
pemberian
dosis awal
nekrosis
apabilaintravena
terjadi ekstravasasi
- 15-40dengan
microgram/mL
(65-170
Berikan
menggunakan
filter dan
micromol/L)
diikuti
bolus Nacl 0.9%
Berikan perlahan-lahan secara intravena
Fenitoin4
Midazolam
Dosis dan
administrasi
Infus :
60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg midazolam
sampai dosis total 50 mL dengan
Nacl 0.9%, glukosa 5% atau
10%
1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan
Midazolam4
Prognosis
Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup dapat menderita
gejala sisa atau sekuele3
Etiologi
HIE sedang dan berat
Bayi kurang bulan
Meningitis
Malformasi otak
Hipokalsemia
Hipoglikemia
Meninggal (%)
50
58
20
60
Cacat (%)
25
23
40
40
50
Normal (%)
25
18
40
100
50
Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir rendah seperti
pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan penyebabnya.
Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko
25
kerusakan pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut (misalnya
cerebral palsy dan retardasi mental).3
BAB III
KESIMPULAN
Kejang pada neonatus merupakan kelainan yang dapat berdampak buruk pada masa
depan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian bayi. Angka kejadian pasti dari kejang pada
neonatus belum diketahui secara pasti karena sulitnya mempelajari bayi yang baru lahir
Manifestasi klinis dari kejang pada neonatus dapat bermacam-macam dapat berupa
kejang tonik, klonik, subtle dan mioklonik.Selain iru bisa juga tidak terlihat manifestasi secara
klinis, namun bila diperiksa dengan menggunakan EEG, akan terlihat tanda abnormal pada hasil
pemeriksaan .
Penegakkan Diagnosis kejang pada neonatus didapat dari pemeriksaan secara
menyeluruh dan detail melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
`
27