Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

NEFROPATI DIABETIK
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari
dr Soesilowati , Sp.PD,KEMD
RS Sumber Waras

Penyusun
Hendy Masjayanto (406121001)
Karlina Liwang

(406121003)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
JAKARTA 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah untuk melengkapi syarat
Kepaniteraan

Ilmu Penyakit Dalam

di Fakultas Kedokteran Universitas

Tarumanagara masa periode 2014, dengan judul Nefropati diabetik.


Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan banyak manfaat
untuk meningkatkan pengetahuan penulis sebagai dokter di masa yang akan
datang, dan penulis juga berharap dan bermanfaat bagi pembaca makalah ini.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih atas kerja sama, bantuan, serta
dukungan selama proses penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih ini, penulis
sampaikan kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dr. Soesilowati Soerachmad, Sp.PD,KEMD


Dr. Benedictus Ishak Bunde, Sp.PD
Dr. Syarif Hidayat, Sp.PD
dr. Juniarti
dr. Marianingsih
dr. Patricia
dr. Henny
dr. Seonarjo
dr. Garry
Dan semua pihak yang ikut membantu dalam proses penyelesaian referat

ini baik secara langsung maupun tidak langsung.


Tidak lupa penulis mengucapkan mohon maaf apabila terjadi kesalahankesalahan dalam referat ini.

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Hendy Masjayanto (406121001)


Karlina Liwang

(406121003)

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Tarumanagara

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Judul

: Nefropati Diabetik

Bagian

: Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing

: dr. Soesilowati Soerachmad, Sp.PD,KEMD

Telah diperiksa dan disahkan tanggal:.


BagianIlmu Bedah
RS Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,
Kepala SMF

Pembimbing,

RS Sumber Waras

dr. Syarif Hidayat,Sp

dr. Soesilowati Soerachmad, Sp.PD,KEMD

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................... 2
DAFTAR ISI ................................... 3
BAB I

PENDAHULUAN......................................................... 4

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi dan Epidemiologi .............................................. 4
B. Etiologi............................................................................ 7
C. Faktor resiko dan Patofisiologi ....................................... 8
D. Gambaran Klinis ...........................................................14
E. Diagnosis .......................................................................16
F. Penatalaksanaan ............................................................ 18
G. Prognosis ....................................................................... 20

BAB III KESIMPULAN ................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN

Nefropati Diabetik adalah komplikasi Diabetes mellitus pada ginjal yang


dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-45%
penderita diabetes militus terutama pada DM tipe I. Pada tahun 1981 Nefropati
diabetika ini merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di negara barat dan saat
ini 25% penderita gagal ginjal yang menjalani dialisis disebabkan oleh karena
Diabetes mellitus terutama DM tipe II oleh karena DM tipe ini lebih sering
dijumpai dibandingkan DM tipe II maka Nefropati Diabetika pada DM tipe I jauh
lebih progresif dan dramatis. Dengan meremehkan penyakit DM maka bisa
berkomplikasi ke Nefropati diabetika. (2)
Hipertensi merupakan suatu tanda telah adanya komplikasi makrovaskuler
dan mikrovaskuler pada diabetes, hipertensi dan diabetes biasanya ada keterkaitan
patofisiologi yang mendasari yaitu adanya resistensi insulin. Pasien-pasien
diabetes tipe II sering mempunyai tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan
150/90mmHg. Beberapa penelitian klinik menunjukkan hubungan erat tekanan
darah dengan kejadian serta mortalitas kardiovaskuler, progresifitas nefropati,
retinopati (kebutaan). Kontrol tekanan darah dengan obat anti hipertensi baik
sistol dan diastol dan kontrol gula darah penderita pasien hipertensi dengan
diabetes telah terbukti dari beberapa penelitian. Bahwa terbukti menaikkan life
expentacy resiko stroke dan komplikasi kardiovaskuler pada pasien diabetes
meningkat bila disertai hipertensi.(2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

NEFROPATI DIABETIK
A. DEFINISI
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal,
mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat atau
intoleransi glukosa. Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai
sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24 jam atau > 200 g/menit) pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(1)
Ada 5 fase nefropati diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan
peningkatan GFR, AER (albumin excretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II
eksresi albumin relatif normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin
masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam
berkembang menjadi nefropati diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria
(30-300mg/24j). Fase IV, dipstick positif proteinuria, eksresi albumin
>300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi. Fase V
merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika
GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.(2)

B. EPIDEMIOLOGI
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes
mellitus. Pada sebagian penderita komplikasi ini berlanjut menjadi gagal ginjal
terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau transplantasi ginjal.di
dalam laporan perhimpunan nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995,
disebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan nomer tiga (16,1%)
setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefrotis kronik (18,51 %)
sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci
darah di Indonesia.tingginya prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab
gagal ginjal terminal juga menjadi masalah dinegara lain. Dewasa ini, 35 %

penderita gagal ginjal terminal yang menjalani cuci darah di amerika


disebabkan oleh nefropati diabetik. Laporan di eropa menyebutkan prevalensi
sebesar 15%.prevalensi di Singapura pada tahun 1992 adalah 25%. Perbedaan
prevalensi dari berbagai ini selain disebabkan adanya perbedaan kriteria
dignosis, mungkin juga disebabkan oleh perbedaan ras, genetik, geografi, atau
faktor-faktor lain yang belum diketahui.mengingat mahalnya pengobatan cuci
darah dan cangkok ginjal, berbagai upaya dilakukan untuk dapat menegakkan
diagnosis nefropati diabetik sedini mungkin, sehingga progrefitasnya menjadi
gagal ginjal terminal dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat.(3)

C. ETIOLOGI
Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik
sebagai berikut (4) :
a. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl
(7,7-8,8 mmol/l)); A1C >7-8%.
b. Faktor-faktor genetis.
c. Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus).
d. Hipertensi sistemik.
e. Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik).
f. Keradangan.
g. Perubahan permeabilitas pembuluh darah.
h. Asupan protein berlebih.
i. Gangguan metabolik.
j. Pelepasan growth factor.
k. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein.
l. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan
membran basalis glomerulus).
m. Gangguan pompa ion.
n. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia).
o. Aktivasi protein kinase.

D. FAKTOR RESIKO
1.

Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetika. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain
(5)

2. Hipertensi dan prediposisi genetika


3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetika
a. Antigen HLA (Human Leukocyt Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen HLA
dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b. Glukose Transporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk
mendapat nefropati diabetik.
4. Hiperglikemia
5. Konsumsi protein hewani

E. PATOFISIOLOGI
Nefropati diabetik pada individu dengan DM tipe 1 awalnya dicirikan oleh
penebalan membran basal tubular dan glomerular, dengan ekspansi mesangial
progresif menyebabkan penurunan progresif dari permukaan filtrasi glomerular.
Bersamaan dengan itu, perubahan morfologi interstisial juga terjadi, beserta
hialinisasi dari arteriol aferen dan eferen glomerulus. Ekspansi mesangial dapat
difus (glomerulosklerosis diabetik) atau dengan bidang ekspansi mesangial yang
sudah ditandai, membentuk zona berbentuk bundar dan fibriler, dengan inti di
palisade (glomerulosklerosis nodular, nodus Kimmelstiel-Wilson). Ekspansi
mesangial adalah lesi kritis yang mengarah ke pengembangan menjadi hilangnya
fungsi ginjal, kerusakan pada tubular glomerular junction, ke tubulus dan
interstisiel menentukan progresi ESRD.(6)
Kerusakan

podosit

juga

muncul

untuk

terlibat

dalam

proses

glomerulosklerosis. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Pima Indian,


sangat rentan terhadap terjadinya nefropati diabetik, sejumlah kecil podosit per

glomerulus adalah prediktor paling besar dari peningkatan UAE (Urinary


Albumin Excretion) dan klinis untuk klinis nefropati diabetik. Ketika temuan ini
hadir, individu denga normoalbuminuric memiliki risiko lebih tinggi berkembang
menjadi penyakit ginjal dibanding mereka yang tidak memiliki lesi podosit. Selain
itu, nephrine, protein yang disintesis oleh podosit dan dianggap penting untuk
stabilitas barrier glomerular, ekspresinya berkurang pada nefropati diabetik.
Penggunaan ACE inhibitor menghasilkan ekspresi nephrine pada tingkat yang
sama dengan individu dengan DM tanpa nefropati diabetik.(6)
Dalam subkelompok pasien dengan DM, hilangnya fungsi ginjal
mendahului perkembangan mikroalbuminuria. Kelompok ini menyajikan lesi
glomerular lebih dulu daripada terjadinya mikroalbuminuria.(6)
Lesi ginjal pada individu dengan DM tipe 2 lebih kompleks dibandingkan
pada individu dengan DM tipe 1. Prevalensi lesi ginjal yang non-khas untuk DM
pada individu dengan DM tipe 2 tinggi, mencapai 10 - 30% dari subyek dengan
proteinuria. Minoritas, aspek histopatologi mirip dengan lesi khas subyek dengan
DM tipe 1. Sisanya menyajikan nefropati diabetik ringan atau tidak ada, dengan
atau

tanpa

perubahan

tubulointerstitial,

perubahan

arteriolar

atau

glomerulosklerosis difus. Tubulopati ini kemungkinan berhubungan dengan


hiperglikemia persisten dan perubahan yang berkaitan dengan usia, aterosklerosis
dan hipertensi arteri (8). Meskipun terdapat heterogenitas dari lesi dan dampak dari
penyakit seperti hipertensi arteri pada individu dengan DM tipe 2, dalam
kelompok besar individu dengan DM tipe 2, keparahan dari lesi berkorelasi
dengan perkembangan nefropati diabetik dan kecepatan turunnya GFR.(6)
Mekanisme patofisiologi
1. Faktor Hemodinamik
Dalam tahap awal, nefropati diabetik dicirikan oleh hiperfiltrasi
glomerular karena pengurangan tahanan arteriol eferen dan aferen glomerulus,
dan peningkatan konsekuen perfusi ginjal. Meskipun mekanisme yang mengarah
pada hiperfiltrasi glomerular tidak jelas, obesitas dan pelepasan sejumlah faktor
pro inflamasi dan faktor pertumbuhan yang terjadi pada DM tampaknya memiliki
peran. Dalam studi ini, jumlah endotelin 1 (ET-1), suatu vasokonstriktor yang

penting, berkorelasi dengan UAE, jumlahnya dalam plasma semakin tinggi secara
progresif menurut tingkat nefropati diabetik yang lebih tinggi. Ini defek awal
autoregulasi perfusi ginjal yang memudahkan albumin bocor dari kapiler ke
glomerulus ginjal, dan menyebabkan peningkatan kompensasi dari matriks
mesangial, penebalan membran basal glomerulus dan kerusakan podosit.
Albuminuria juga mengaktifkan serangkaian jalur inflamasi melalui sel tubular
dan mendukung proses ini. Selain itu, stres mekanis yang dihasilkan dari
hiperperfusi ginjal menyebabkan pelepasan sitokin (TNF- ), faktor pertumbuhan
(VEGF, TGF- 1), kolesterol dan trigliserida lokal yang menginduksi akumulasi
protein dari matriks ekstraseluler, yang mengarah ke ekspansi mesangial dan
glomerulosklerosis. Penurunan TGF- 1 dengan menghalangi sistem reninangiotensin-aldosteron menghambat perkembangan nefropati diabetik dan
mempertahankan morfologi glomerular.(6)
2. Hiperglikemia Dan Produk Lanjutan Dari Glikosilasi Non-Enzimatik
Hiperglikemia persisten merupakan faktor risiko yang kuat untuk nefropati
diabetik dan menyebabkan proliferasi sel mesangial dan matriksnya, serta
penebalan membran basal. Hiperglikemia meningkatkan ekspresi vascular
endothelial growth factor (VEGF) di podosit, menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular. Hiperglikemia juga meningkatkan produk generasi lanjut
glikosilasi non-enzimatik dari protein melalui aktivasi jalur reduktase aldol dan
protein kinase C (PKC). Produk akhir glikosilasi non-enzimatik terikat pada
kolagen dan protein yang membentuk membran basal glomerulus dan membuat
barrier glomerular lebih permeabel terhadap bagian dari protein, sehingga UAE
meningkat.(6)
3. Sitokin
Serangkaian marker peradangan yang beredar seperti C reactive protein,
interleukin 1, 6 dan 18, dan faktor nekrosis tumor meningkat pada nefropati
diabetik, dan jumlahnya berkorelasi dengan albuminuria dan pengembangan
menjadi ESRD. Selain itu, hiperglikemia, TGF- 1 dan angiotensin II merangsang
sekresi VEGF, menyebabkan produksi oksida nitrat endotel, vasodilatasi dan
hiperfiltrasi glomerular. Hiperglikemia, mungkin dimediasi oleh stres oksidatif,

juga mendorong angiotensin II untuk mensintesis TGF- , kolagen tipe IV dan


fibronektin, yang kemudian memberikan kontribusi untuk glomeruloskelerosis
progresif.(6)
Faktor inflamasi juga terlibat dalam pengembangan lesi tubulointerstitial,
dan muncul untuk membentuk akumulasi makrofag di celah tubular pada hewan
model yang dirancang untuk belajar nefropati diabetik. Makrofag juga
memproduksi radikal bebas, sitokin inflamasi dan protease yang menginduksi
kerusakan tubular. Lebih jauh lagi, glomerulus dan sel-sel ginjal juga
memproduksi serangkaian faktor inflamasi ketika mereka dihadapkan pada
hiperfiltrasi glomerulus dan meningkatnya UEA, mengintensifkan proses ini.(6)
Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti (7):
1. Hiperglikemia
Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada
penderita DM tipe 1 dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati diabetik.
Perbaikan kontrol glukosa pada penderita DM tipe 2 dapat mencegah kejadian
mikroalbuminuria. Keadaan mikroalbuminuria akan memperberat kejadian
nefropati diabetik. Dengan bukti-bukti ini menunjukkan bahwa hubungan antara
hiperglikemia dengan nefropati tidak ada yang meragukan, ini tampak pada
kenyataan bahwa nefropati dan komplikasi mikroangiopati dapat kembali normal
bila kadar glukosa darah terkontrol.
2. Glikosilasi Non Enzimatik
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik
asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan
menghasilkan

produk

AGEs

(Advanced

Glycosylation

End

Products).

Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginjal dalam jangka


panjang akan merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan
merusak seluruh glomerulus.

3. Polyolpathway

Dalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim


aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama
dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat
maka sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan akan mengakibatkan
berkurangnya kadar mioinositol, yang akan mengganggu osmoregulasi sel
sehingga hingga sel itu rusak.
4. Glukotoksisitas
Konsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam
perkembangan nefropati diabetik, studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang
diisolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah
penimbunan matriks ekstraseluler. Menurut Lorensi, glukosa mempunyai efek
toksis terhadap sel, begitu pula terhadap sel ginjal, sehingga dapat terjadi nefropati
diabetik.
5. Hipertensi
Hipertensi mempunyai peranan penting dalam patogenesis nefropati
diabetik disamping hiperglikemi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita
diabetes dengan hipertensi lebih banyak mengalami nefropati dibandingkan
penderita diabetes tanpa hipertensi. Hemodinamik dan hipertrofi mendukung
adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya hipertensi glomeruler dan
hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron yang sehat lambat laun akan menyebabkan
sklerosis dari nefron tersebut. Jika dilakukan penurunan tekanan darah, maka
penyakit ini akan reversibel.
6. Proteinuria
Proteinuria merupakan prediktor independent dan kuat dari penurunan
fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif
lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya
filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang
berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulo-interstisiel
dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat
maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan
pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte

chemotractant protein-I (MCP-1). Faktor-faktor ini akan merubah ekspresi dari


pro-inflamatory

dan

fibritic

cytokines

dan

infiltrasi

sel

mononuclear,

menyebabkan kerusakan dari tubulo-interstisiel dan akhirnya terjadi renal scarring


dan insufisiensi.

Pada diabetes, perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah


pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan
direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan
efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang
reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat,
terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap
pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat
menerangkan

mengapa

pada

diabetes

yang

intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.

tidak
(8)

terkendali

tekanan

F. GAMBARAN KLINIK
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan
dalam 5 tahap (9):
1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertrophy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerulus mencapai 20-50% diatas
nilai normal menurut usia.
Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria.
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
2. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan:
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukkan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normal.
Awal kerusakan struktur ginjal
3. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai
menurun
Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara dengan eksresi protein
30-300mg/24j.
Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Proteinuria menetap (> 0,5gr/24j).
Hipertensi
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
5. Stadium V (End Stage Renal Failure)

Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai
fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada
stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadiumV.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefropati diabetika antara
diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).
Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan dan keadaan ini seringkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan
prognosis yang buruk.

Tahap
1

Kondisi Ginjal
Hipertrofi

AER

LFG

TD

Prognosis

Reversibel

/N

Mungkin

Hiperfungsi
2

Kelainan struktur

reversibel
3

Mikroalbuminuria
persisten

Makroalbuminuria
Proteinuria

20-200

/N

mg/menit

>200

Mungkin
reversibel

Rendah

Hipertensi

mg/menit

Mungkin
bisa
stabilisasi

Uremia

Tinggi

<10

/Rendah

ml/menit

Hipertensi

Kesintasan
2 tahun +
50 %

Keterangan :

AER = Albumin Excretion Rate


LFG = Laju Filtration Glomerulus (GFR)
N = Normal
TD = Tekanan Darah

E. DIAGNOSIS10
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan
visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria
diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana.
Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di
bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu
tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar
sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan
tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa :
1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam
kapiler retina.
2. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler
vena.
3. Eksudat berupa :
a). Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
b). Cotton wool patches.
Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemi
retina.

4). Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
5). Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6). Neovaskularisasi
Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end
stage, didapatkan perubahan pada :
Cor menjadi cardiomegali
Pulmo menjadi oedem pulmo 11

3. Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu
tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu kali
pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.

F. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen Utama (esensi)
a. Pengendalian hipertensi
1. Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk
mencegah retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan
efektivitas obat antihipertensi yang lebih proten.

2. Obat antihipertensi
Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat
antihipertensi antara lain :
a) Efek samping misal efek metabolik
b) Status sistem kardiovaskuler.
Miokard iskemi/infark
Bencana serebrovaskuler
c) Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.

b. Antiproteinuria
1. Diet rendah protein (DRP)
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah
progresivitas penurunan faal ginjal.

2. Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik,
tetapi tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk
mengurangi ekskresi proteinuria.

a) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling
efektif untuk mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya.

b) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium
golongan nifedipine kurang efektif sebagai antiproteinuric agent
pada nefropati diabetik dan nefropati non-diabetik.

c) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine.


Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik (DMT),
kombinasi penghambar EAC dan antagonis kalsium non dhydropyridine mempunyai efek

2. Managemen Substitusi
Program managemen substitusi tergantung dari komplikasi kronis lainnya yang
berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya.
a) Retinopati diabetik = Terapi fotokoagulasi
b) Penyakit sistem kardiovaskuler
- Penyakit jantung kongestif
- Penyakit jantung iskemik/infark
c) Bencana serebrovaskuler = Stroke emboli/hemoragik
d) Pengendalian hiperlipidemia
- Dianjrkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi
kolesterol-LDL

G. PROGNOSIS
Secara

keseluruhan

makroalbuminuria

pada

prevalensi

kedua

tipe

dari

diabetes

mikroalbuminuria
melitus

dan

diperkirakan

30-

35%. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10


tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM
yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th)
biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan
mikroalbuminuria

dan

makroalbuminuria

meningkatkan

mortalitas

dari bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga


memperkirakan coronary and peripheral vascular disease dan kematian
dari penyakit

kardiovaskular

pada

populasi

umum

nondiabetik.

Pasien

dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang


relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat
lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria
memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas
relatif, dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-38 tahun
(dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria).
ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada pasien
dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada
pasiendengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah onset
proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah onset proteinuria pada
pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab utama
kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi
pada usia yang relatif muda.

BAB III
KESIMPULAN

Nefropati Diabetik adalah komplikasi Diabetes mellitus pada ginjal yang


dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Diagnosa Nefropati Diabetika ditegakkan
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. DM
b. Retinopati Diabetika
c. Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2
minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau
proteinuria satu kali pemeriksaan piks kadarr kreatinin serum > 2,5 mg/dl.
Tujuan

pengelolaan

nefropati

diaetik

adalah

mencegah

atau

menunda progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien


sebelummenjadi gagal ginjal terminal.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Askandar, 1998. Nefropati Diabetik dan Disfungsi Endotel (Delapan Faktor


Patogenik dan Terapi). Surabaya, Airlangga.

2.

American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients


with diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623.

3.

Rully Roesli,Endang Susalit,Jusman Djafar. Nefropati Diabetik. Dalam :


Slamet Suyono,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi 3, Jakarta,
BP FKUI,2001 p.356-363

4.

Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Nefropati


Diabetik. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

5.

Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.


Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.

6.

Fernando Gerchman, Amely PS Balthazar, Flvio CS Thomazelli, Jorge D


Matos, Lus H Canani. Diabetic Nephropathy. Diabetology & Metabolic
Syndrome 2009, 10.1186/1758-5996-1-10

7.

Sofa, Chasani. 2007. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari


Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang, CV.Agung.

8.

Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in the


Patogenesis

of

Diabetic

Nephropathy.

Simposium

Nefropati

Diabetik.Konggres Pernefri.
9.

Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.


Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.

10. Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy.


Brit. J. Opth. P. 611.
11. Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004.
Semarang. hal 1-5.

Anda mungkin juga menyukai