1
2
2
3
3
4
(Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.gov /
kudiseases / pubs / kdd / index.htm, accessed; Maret 17, 2012).
1.1.3. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat
diterangkan dengan pasti. Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan
hemodinamik berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria pada Nefropati
Diabetik (ND). Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya
nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal
glomeruli. Gambaran histologi jaringan pada ND memperlihatkan adanya
penebalan membran basal glomerulus, ekspansi mesangial glomerulus yang
akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen dan eferen
serta fibrosis tubulo interstitial. Tampaknya berbagai faktor berperan dalam
terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitas)
pada penderita yang mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-faktor
utama ditambah faktor lainnya dapat menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas
terhadap basal membran dapat melalui 2 jalur (Bethesda, 2012):
a. Alur metabolik (metabolic pathway): Faktor metabolik diawali dengan
hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan
asam amino bebas menghasilkan AGE’s (advance glycosilation end-
4
5
(Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.gov /
kudiseases / pubs / kdd / index.htm, accessed; Maret 17, 2012).
Penjelasan: Aldose reduktase adalah enzim utama pada jalur polyol, yang
merupakan sitosolik monomerik oxidoreduktase yang mengkatalisa NADPH-
dependent reduction dari senyawa karbon, termasuk glukosa. Aldose reduktase
mereduksi aldehid yang dihasilkan oleh ROS (Reactive Oxygen Species) menjadi
inaktif alkohol serta mengubah glukosa menjadi sorbitol dengan menggunakan
NADPH sebagai kofaktor. Pada sel, aktivitas aldosereduktase cukup untuk
mengurangi glutathione (GSH) yang merupakan tambahan stres oksidatif. Sorbitol
dehydrogenase berfungsi untuk mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa
menggunakan NAD – sebagai kofaktor.
5
6
(Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.gov /
kudiseases / pubs / kdd / index.htm, accessed; Maret 17, 2012).
Penjelasan: mekanisme melalui produksi intracelular prekursor AGE (Advanced
Glycation End-Product) menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Perubahan
ikatan kovalen protein intraseluler oleh prekursor dicarbonyl AGE akan
menyebabkan perubahan pada fungsi selular.
Sedangkan adanya perubahan pada matriks protein ekstraseluler mengakibatkan
interaksi abnormal dengan matriks protein yang lain dan dengan integrin.
Perubahan plasma protein oleh prekursor AGE membentuk rantai yang akan
berikatan dengan reseptor AGE, kemudian menginduksi perubahan pada ekspresi
gen pada sel endotel, sel mesangial, dan makrofag.
6
7
(Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.gov /
kudiseases / pubs / kdd / index.htm, accessed; Maret 17, 2012).
Penjelasan: keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan DAG
(Diacylglycerol), yang selanjutnya mengaktivasi protein kinase-C, utamanya pada
isoform β dan δ. Aktivasi PKC menyebabkan beberapa akibat pathogenik melalui
pengaruhnya terhadap endothelial nitric oxide synthetase (eNOS), endotelin-1
(ET-1), vascular endothelial growth factor (VEGF), transforming growth factor-
β(TGF- β) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dan aktivasi NF-kB dan
NAD(P)H oxidase.
7
8
(Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.gov /
kudiseases / pubs / kdd / index.htm, accessed; Maret 17, 2012).
Penjelasan: glycolytic intermediate fructose-6-phosphate (Fruc-6-P) dirubah
menjadi glucosamine-6-phosphate oleh enzim glutamin: fructose-6-phosphate
amidotransferase (GFAT). Glikosilasi intraseluler oleh N-acethylglucosamine
(GIcNAC) menjadi serin dan theorenin yang dikalisasi oleh enzim O-GicNAc
transferase (OGT). Peningkatan donasi GicNAC pada residu serin dan threonine
dari faktor transkripsi seperti Sp1, yang biasanya terjadi pada tempat fosforilasi
akan menyebabkan peningkatan produksi fakor seperti PAI-1 dan TGF-β1,
AZA,azaserine; AS-GFAT, antisense GFAT.
b. Alur Hemodinamik : Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada
penderita DM terjadi akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan
pada sel endotel pembuluh darah. Faktor hemodinamik diawali degan
peningkatan hormon vasoaktif seperti angiotensin II. angiotensin II juga
berperan dalam perjalanan ND. Angiotensin II berperan baik secara
hemodinamik maupun non-hemodinamik. Peranan tersebut antara lain
merangsang vasokontriksi sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol
glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks
ekstra selular, serta stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik.
8
9
DeFronzo RA, (1996), Diabetic Nephropathy. In: Ellendberg & Rifkin’s DM, 5th ed. Connecticut:
Appleton Lange. pp: 971-1008.
9
Proses Perjalanan Faktor Genetik Mekanisme Hemodinamik Komplikasi
10
Metabolik
Kerusakan/kegagalan
Hormon-hormon vasoaktif tubulus dan glomerulus
WOC Glukosa Protein Aliran /
Kinase C (misal angiotensin II, tekanan
Endotelin)
Jaringan ginjal
kurang O2 dan nutrisi
Advanced
glycation Sitokin (TGF β ↑ Permeabilitas
VEGF) pembuluh darah Pe fungsi nefron
PK. Perdarahan
ECM Cross
Pe GFR
Linking EC|M Proteinuria
Kecemasan
BUN dan craetinin
Penimbunan
ECM
Nefropati Diabetika / DKD CKD Hemodialisa Kurang Pengetahuan
B3 B5
Penumpukan Pe produksi B4
B1 B2
sisa metabolik eritropoetin
Penumpukan sisa fungsi ginjal
metabolik Pe aktivasi system
Pe kemampuan Mencapai ujung Masa hidup Ginjal tidak dapat RAA
ginjal pembuluh kapiler eritrosit berkurang membuang kalium Penumpukan Kerusakan / ↓
mengekresikan H+ paru dngn alveoli dan jumlah melalui urine zat-zat toxin, fungsi
Terakumulasi pd pembuluh
eritrosit darah membran sawar ureum glomerulus
Retensi air dan
darah otak natrium
Hiperkalemia
PH, BE, HCO3 Gangguan proses
Anemia/Hb↓ Gangguan glomerulus &
difusi O2 & CO2
Hambat O2 & nutrisi ke otak, metabolisme GFR,
Cairan terjebak di CES, protein, foetor nefropati
Gangguan serta merusak selaput myelin
Asupan nutrisi & Pe produksi urine uremik
konduksi jantung
Asidosis metabolik Difusi terganggu O2 Sel ↓
Pe kesadaran Proteinuri,
Penumpukan cairan, Kolaborasi/Progr mikroalbumin
↓Aktifitas/metabolisme Aritmia, supply am pembatasan
Pernafasan oedema Oliguri, anuri uria/loss
Dipsneu, Penurunan SpO2 sel darah kaluar/masuk cairan & asupan
kusmaul, foetor jantung tdk adekuat albumin 30-
Pe kewaspadaan protein per oral 300 mg/hr
uremik & keamanan diri
Kelemahan fisik Kelebihan volume
cairan Perubahan nutrisi
Gangguan pola Gangguan Resiko pe curah Gangguan/perubahan kurang dari
nafas pertukaran gas jantung Resiko cedera/jatuh
Intoleransi pola eliminasi kebutuhan tubuh
aktivitas
11
B6 Reproduksi
Gangguan hormonal
Penumpukan zat-zat toxin, ureum Pengaktivan vit. D oleh
menyebar dalam peredaran darah ginjal terganggu
hingga ke pembuluh darah perifer
Kerusakan
intergritas kulit
Osteoporosis
polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka
sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang
merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa :
a) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam kapiler retina.
b) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah
kapiler vena.
c) Eksudat berupa :
1) Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang
lama.
2) Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas,
dihubungkan dengan iskhemia retina.
d) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi kapiler.
e) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
f) Neovaskularisasi
Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau
CRF end stage, didapatkan perubahan pada :
- Cor → cardiomegali
- Pulmo → oedem pulmo
c. Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2
minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria
satu kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.
1.1.7. Penatalaksanaan
a. Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1. Pengendalian hiperglikemia
15
2. Dahulu
riwayat penyakit diabetes mellitus, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3. Keluarga
adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi
pada pasien biasanya terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak penyakit
yang dideritanya. Hal ini menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama. Oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan pasien.
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia).
Tanda: Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
3. Pola Eliminasi
a) Eliminasi uri
kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
23
5. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala: Sputum kental, nafas dangkal, pernafasan kusmaul,
udem paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia,
nafas berbau amoniak, sesak nafas.
6. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala: Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan
dari saluran gastrointestinal, stomatitis dan pankreatitis.
7. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala: Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada telapak kaki, dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan
kesadaran.
8. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala: Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot
drop, osteosklerosis, dan osteomalasia.
9. Sisem Urinaria
Tanda dan gejala: Oliguria, hiperkalemia, distropi renal, hematuria,
proteinuria, anuria, abdomen kembung, hipokalsemia,
hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.
10. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala: Amenore, atropi testikuler, penurunan libido,
infertilitas.
11. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi,
riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
1.1.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian
data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan
diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan DKD.
26
Menurut Doenges (1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001)
diagnosa keperawatan pada klien DKD adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam
inspirasi yang ditandai dengan takipneu, RR meningkat, pasien tampak sesak.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi
ginjal yang ditandai dengan kelemahan, pasien mengeluh pusing, RR dan
nadi meningkat, pasien terlihat pucat.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume cairan.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan
produksi/sekresi eritropoetin.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang
ditandai dengan edema palpebra, kulit tidak kering (lembab), wajah sembab,
kondisi kulit pada kedua kaki dan tangan tampak mengkilap (edema), turgor
kulit sedang.
6. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan penurunan isyarat
kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung
kemih yang ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa kencing, anuria,
oliguria, nokturia.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
kurang atau pembatasan nutrisi yang ditandai dengan diare, rontok rambut
yang berlebih, kurang nafsu makan, bising usus berlebih, konjungtiva pucat,
denyut nadi lemah (<60 x/menit).
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme
yang ditandai dengan Gangguan pada bagian tubuh, Kerusakan lapisa kulit
(dermis), Gangguan permukaan kulit (epidermis).
9. Resiko gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan
tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi tubuh,
dampak pengobatan.
10. Kecemasan berhubungan dengan komplikasi tindakan dan tidak mengetahui
hasil pengobatan ditandai dengan pasien tampak gelisah, banyak bertanya,
nadi dan TD meningkat.
27
Kriteria evaluasi :
a. TD dan frekuensi dalam batas normal (Tensi 100/70 - 140/90 mmHg;
Suhu 36,5 oC - 37,5 oC; Nadi 60 - 100 kali/menit; RR 16 - 20 kali/menit).
b. Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.
c. Dispneu tidak ada.
Intervensi :
a. Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer,
kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
R/ adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea
manunjukan adanya renal failure.
b. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah
akibat perubahan posisi.
R/ hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin
angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi
akibat dari defisit intravaskular fluid.
c. Kaji adanya keluhan nyeri dada, lokasi dan skala keparahan.
R/ hipertensi dan Chronic renal failure dapat menyebabkan terjadinya
myocardial infarct.
d. Kaji tingkat kemampuan pasien beraktivitas.
R/ kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.
e. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium Na, K, BUN, Serum kreatinin, Kreatinin
klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
R/ mengetahui perkembangan kondisi pasien serta jantungnya
f. Observasi TD, nadi, CRT
R/ mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan
4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau
sekresi eritropoetin.
Tujuan : Cedera tidak terjadi.
30
Kriteria Evaluasi :
a. Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan, tidak ada luka, pasien
tidak jatuh.
b. Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium
(Elektrolit, Hb, creatinin, BUN, Foto dada).
Intervensi :
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang cara menghindari cedera
pada pasien
R/ Pengetahuan tentang cara menghindarkan pasien dari cedera dapat
mambantu menghindari aktifitas yang dapat beresiko cedera.
b. Ciptakan lingkungan bebas dari bahaya
R/ Lingkungan aman dapat mengurangi resiko cedera.
c. Bantu pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari secara perlahan
R/ Ambulasi yang tergesa-gesa dapat menyebabkan pasien mudah jatuh
d. Observasi tanda terjadinya cedera (memar, fraktur, lesi)
R/ Mengetahui apakah telah terjadi cedera dan untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang
ditandai dengan edema palpebra, kulit tidak kering (lembab), wajah sembab,
kondisi kulit pada kedua kaki dan tangan tampak mengkilap (edema), turgor
kulit sedang.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (Tensi 100/70 - 140/90 mmHg; Suhu 36,5 oC -
37,5 oC; Nadi 60 - 100 kali/menit; RR 16 - 20 kali/menit).
d. Tidak ada edema.
Intervensi :
a. Jelaskan kepada pasien penyebab kelebihan volume cairan
R/ kelebihan volume cairan disebabkan oleh penurunan GFR
31
e. Komplikasi
Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :
1. Gagal ginjal, akut atau kronik.
Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas,
dan penurunan curah jantung.
2. Infark miokard.
3. Gagal jantung kongestif.
4. Gagal jantung kiri.
5. Penyakit katup.
6. Takikardi/aritmia.
Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma
rendah, etensi natrium.
7. Penyakit hepar: Sirosis, Asites, Kanker.
8. Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena.
9. Varikose vena.
10. Penyakit vaskuler perifer.
11. Flebitis kronis.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik.
Oedema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan TD
saat jantung gagal) nadi kuat, asites, krekles (rales), ronkhi, mengi,
distensi vena leher, kulit lembab, takikardia, irama galop.
2. Protein rendah.
3. Anemia.
4. Retensi air yang berlebihan.
5. Peningkatan natrium dalam urine.
g. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan
CES pada normal. Tindakan dapat berupa hal berikut :
1. Pembatasan natrium dan air.
2. Diuretik.
38