Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

A. Judul BAB : Perawatan Ulkus Diabetik

B. Deskripsi Perawatan Ulkus Diabetik

1. Definisi

Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit


karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat luka pada
penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti dalam
Dafianto, 2016).

2. Etiologi

Diabetes yang tidak terkontrol berkontribusi terhadap


perkembangan neuropati dan penyakit arteri perifer oleh jalur metabolik
yang kompleks. Hilangnya sensasi yang disebabkan oleh neuropati perifer,
iskemia karena penyakit arteri perifer, atau kombinasi dari ini dapat
menyebabkan ulkus kaki.

3. Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes
melitus adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh adanya
tiga faktor yang sering disebut Critical Triad of Diabetic Ucers yaitu
Iskemik, Neuropati, dan Infeksi
4. Faktor risiko untuk terjadinya ulkus dan amputasi adalah:
a. Riwayat ulkus diabetik;
b. Amputasi;
c. Deformitas kaki;
d. Neuropati perifer;
e. Kallus;
f. Penyakit arteri perifer;
g. Kontrol glikemi yang kurang;
h. Nefropati diabetik; dan
i. Merokok.
5. Pencegahan Ulkus Diabetik

a. Pemeriksaan kaki secara teratur


b. Kontrol glikemik

c. Edukasi

d. Alas kaki
C. Relevansi

Kaitan atau hubungan modul ini dengan pengetahuan ialah sebagi


buku ajar yang mempermudah mahasiswa dalam mengerti serta
memahami bekam secara singkat namun jelas, modul ini telah dibuat
dengan cermat tanpa melupakan tujuan umum mahasiswa, selain itu
manfaat yang diperoleh oleh mahasiswa ketika membaca modul ini yaitu
dapat menambah wawasan yang dikemas dengan singkat, padat dan jelas
serta tidak membosankan.

Selain itu, berdasarkan pengalaman penulis dalam menemukan


kasus ulkus diabetik adalah manajemen perawatan luka yang benar
sehingga luka cepat membaik dengan menerapakan prinsip moist dan
pemilihan dressing yang tepat.

D. Capaian Pembelajaran

Mampu memahami pengertian ulkus diabetik dan cara perawatan ulkus


diabetik
TOPIK 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Yuliana
dalam NANDA, 2015). Sel khusus pankreas menghasilkan sebuah hormon
yang disebut insulin untuk mengatur metabolisme. Tanpa hormon ini, glukosa
tidak dapat masuk sel tubuh dan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya,
individu dapat dapat mulai mengalami gejala hiperglikemia. Secara sederhana,
proses ini dinyatakan sebagai pembentukan diabetes melitus. (Rosdahi, 2015).
1.2 Etiologi
Diabetes melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh
sel-selbeta pulau langerhans. Jenis Juve (usia muda) disebabkan oleh
predisposisi herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel
beta atau degenerasi sel- sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan
oleh degenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/obesitas.
Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta sebagai akibat
penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas disposisi terhadap
jenis obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk
pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal.
1.3 Ptofisiologi
Menurut Wijaya (2013) patofisiologi diabetes melitus yaitu
sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian
glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa
darah setinggi 200-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah
penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah
dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien-pasien
yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah
sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi.
Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah asstenia aatau kekurangan
energi sehingga protein menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hipergikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada
saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Pasien-pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang
normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemia
parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini
akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan mengeluarkan
kemih (poliuria) harus testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam
jumlah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin besar (polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Yunus (2015) tanda dan gejala diabetes melitus adalah:

a. Keluhan berdasarkan “Trias”

1) Banyak minum (polidipsi)


2) Banyak kencing (poliiuria)
3) Banyak makan (polifagi)
b. Kadar gula darah waktu puasa > 120 mg/dl

c. Kadar gula darah dua jam setelah makan > 200 mg/dl

d. Kadar gula darah gula acak > 200 mg/dl

e. Kelainan kulit: gatal-gatal, bisul

1) Kesemutan, neuropati
2) Kelemahan tubuh
3) Impotensi pada pria
4) Mata kabur
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya (2013) pemeriksaan diagnostik pada pasien DM adalah:
a. Kadar gula glukosa
1. Gula darah sewaktu/random >200mg/dl
2. Gula darah puasa/nuchter >140 mg/dl
3. Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200mg/dl
1.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan teraupetik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (Padila,
2012).
Menurut Wijaya & Yessie (2013) dalam penatalaksanaan pasien diabetes
melitus tujuannya:
a) Jangka panjang : mencegah komplikasi
b) Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
1. Komplikasi
Menurut Riyadi (2008) komplikasi diabetes melitus adalah:
a. Komplikasi yang bersifat akut
 Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetik
yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi
untuk masuk ke dalam sel.
 Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi
ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-
benda keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.
 Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak diekskresi lewat urin.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
 Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskulr pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit
ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adanya perubahan dalam retina karena penurunan
protein dalan retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan.
 Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fingsi sensorik dan motorik saraf menurun
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih.
 Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat
menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
mengakibatkan gangren.
2.1 Konsep Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti dalam Dafianto,
2016). Ulkus ini juga disebut ulkus neuropati diabetik yang dapat terjadi pada
individu yang menderita diabetes melitus, sebagian akibat dari gangguan
sirkulasi. Individu penderita diabetes sering kali sulit untuk sembuh dan luka
ini mungkin sulit diobati (Rosdahi, 2015). Menurut Frykberg dalam Dafianto
(2016), luka diabetik adalah luka atau lesi pada pasien DM yang
mengakibatkan ulserasi aktif dan merupakan penyebab utama amputasi kaki.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan ulkus diabetik atau ulkus neuropati
diabetik merupakan suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam
dermis biasanya pada ekstermitas bawah yang sulit diobati dan diakibatkan
karena komplikasi makroangiopati yang dapat berkembang karena adanya
infeksi dan merupakan penyebab utama amputasi kaki.
2.2 Etiologi
Diabetes yang tidak terkontrol berkontribusi terhadap
perkembangan neuropati dan penyakit arteri perifer oleh jalur metabolik yang
kompleks. Hilangnya sensasi yang disebabkan oleh neuropati perifer, iskemia
karena penyakit arteri perifer, atau kombinasi dari ini dapat menyebabkan
ulkus kaki. Sebuah tinjauan sistematis (78 penelitian dari 84 kohor)
melaporkan prevalensi 0,003-2,8% untuk diabetes terkait neuropati perifer dan
0,01- 0,4% untuk diabetes terkait penyakit arteri perifer. Gambar 1
menggambarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi kaki.
Diabetes juga terlibat dalam artropati Charcot, yang melibatkan penghancuran
progresif tulang, sendi, dan jaringan lunak, paling sering di pergelangan kaki
dan kaki. Diabetes terkait artropati Charcot memiliki prevalensi yang
dilaporkan antara 0,08% dan 13%, tetapi tidak ada studi epidemiologi
berkualitas tinggi pada kaki Charcot.7 8 Kombinasi neuropati, pemuatan kaki
abnormal, trauma mikro berulang, dan kelainan metabolik tulang mengarah ke
peradangan, menyebabkan osteolisis, fraktur, dislokasi, dan deformitas.
Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tanpa alas
kaki, kurangnya kesadaran, keterlambatan dalam mencari perawatan, dan
kekurangan penyedia layanan kesehatan terlatih dan perawatan kaki adalah
faktor umum yang dapat berkonstribusi luka kaki diabetes.
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi
neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Faktor yang paling
banyak menyebabkan ulkus diabetik adalah neuropati, trauma, dan deformitas
kaku, yang sering disebut dengan Critical Triad of Diabetic Ulcers. Penyebab
lain ulkus diabetik adalah iskemik, infeksi, edema, dan kalus. Ulkus diabetik
merupakan penyebab tersering pasien harus diamputasi, sehingga faktor-faktor
tersebut juga merupakan faktor predisposisi terjadinya amputasi (Frykberg
dalam Dafianto, 2016).
2.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetik (Arisanti dalam Yunus, 2010), yaitu:
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensasi rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
g. Kulit kering.
2.4 Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes
melitus adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh adanya tiga
faktor yang sering disebut Critical Triad of Diabetic Ucers yaitu Iskemik,
Neuropati, dan Infeksi. Neuropati perifer merupakan multifaktorial dan
diperkirakan adalah akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum,
disfungsi endotel, defisiensi mioinositol, perubahan sintesis mielin dan
menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan
edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose
(Frykberg dalam Dafianto, 2016). Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan
metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Sorbitol yang meningkat dapat
mengakibatkan keadaan neuropati pada pasien DM. Keadaan makroangiopati
diabetik mempunyai gambaran hispatologis berupa aterosklerosis. Pada
keadaan makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular
dan apabila mengenai arteri-arteri perifer dapat mengakibatkan insufisiensi
vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada
ekstermitas (Price & Wilson dalam Dafianto, 2016).
Sherwood (2011) menyatakan bahwa ketika kadar glukosa dalam
darah mengalami peningkatan (hiperglikemiI, sel tubulus tidak mampu
mereabsorpsi glukosa dan mengakibatkan glukosa muncul pada urin. Glukosa
yang ada pada urin akan menimbulkan efek osmotik dan mengakibatkan
tertariknya H2O ikut bersama glukosa, sehingga terjadi poliuria. Besarnya
cairan yang dibawa glukosa bersama urin akan mengakibatkan dehidrasi dan
kemudian menurunkan sirkulasi darah perifer (iskemia). Menurut Ganong
(2008), keadaan hiperglikemi akan mengakibatkan enzim aldosa reduktase
yang kemudian menyebabkan pembentukan sorbitol di dalam sel. Penimbunan
sorbitol pada jaringan saraf akan menyebabkan terjadinya neuropati, termasuk
neuropati perifer (Price & Wilson dalam Dafianto, 2016). Keadaan
hiperglikemiakan memicu pembentukan advance glycosylation end products
(AGEs) yang dapat merusak pembuluh darah dan mengganggu respons dari
leukosit terhadap infeksi. Kondisi hiperglikemi yang disertai dengan
insufisiensi sirkulasi arterosklerotik dan penurunan resistensi terhadap infeksi
dapat menyebabkan terjadi ulkus kronis dan gangren, terutama daerah kaki
(Ganong, 2008). Gangguan saraf motorik menyebabkan paralisis otot kaki
dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dan bentuk pada
sendi kaki (deformitas), perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tekan
baru dan penebalan pada telapak kaki (kalus). Gangguan saraf sensorik
menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma
sehingga pasien mengalami cedera tanpa disadari. Gangguan saraf otonom
mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit menjadi kering dan
mudah mengalami luka yang sulit sembuh (Rebolledo dalam Dafianto, 2016).
Alterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot- otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetik (Misnandiarly dalam
Dafianto, 2016).
2.5 Faktor Risiko Ulkus Diabetik
Menurut Kibachio dalam Dafianto (2016), dalam penelitiannya di
Kenya menunjukan bahwa kapalan pada kaki dan tekanan darah diatas 130/80
mmHg berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik. Kondisi seperti sepatu
yang tepat, pemeriksaan kaki secara teratur, memiliki diet yang ditentukan,
rencana latihan, tidak memiliki infeksi jamur, dan memiliki pengetahuan
tentang perawatan kaki akan melindungi penyandang DM dari ulkus diabetik.
Berdasarkan penelitian Roza , et al. Dalam Dafianto (2016), pasien DM
dengan ulkus dan tanpa ulkus yang masing-masing 27 orang di RSUP Dr. M.
Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang menunjukan bahwa lama DM, neuropati,
penyakit arteri perifer, riwayat trauma, dan perawatan kaki merupakan faktor
risiko terjadinya ulkus diabetik. Penelitian tersebut menyatakan bahwa arteri
perifer dan trauma merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap ulkus
diabetik. Faktor perawatan kaki, neuropati motorik, penyakit arteri perifer,
pengendalian kadar glukosa darah, dan gangguan pengihatan merupakan
faktor risiko terjadinya ulkus (Purwanti dalam Dafianto, 2016).
Menurut ADA (2016), faktor risiko untuk terjadinya ulkus dan amputasi
adalah:
a. Riwayat ulkus diabetik;
b. Amputasi;
c. Deformitas kaki;
d. Neuropati perifer;
e. Kallus;
f. Penyakit arteri perifer;
g. Kontrol glikemi yang kurang;
h. Nefropati diabetik; dan
i. Merokok.
2.6 Diagnosa Ulkus Diabetik
Pemeriksaan kaki menyeluruh penting untuk mendeteksi penyakit
sejak dini. Skrining untuk neuropati perifer dan penyakit arteri perifer dapat
membantu mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami borok kaki.
Riwayat ulkus atau amputasi dan kontrol glikemik yang buruk meningkatkan
risiko. Kaji kondisi umum pasien untuk tanda-tanda toksisitas atau sepsis
seperti merasa tidak enak badan, tampak sakit, menunjukkan perilaku
abnormal, sirkulasi, atau pernapasan, dengan atau tanpa demam. Periksa kaki
pada setiap kunjungan tindak lanjut untuk penyakit aktif seperti ulserasi atau
gangren. Carilah lesi seperti infeksi jamur, retakan dan feses kulit, kuku cacat,
ruang web yang dimaserasi, kapalan, dan kelainan bentuk seperti palu, jari
kaki cakar, dan pes cavus, yang meningkatkan risiko ulserasi. Rasakan suhu
kaki dengan dorsum tangan Anda. Kaki dingin mungkin menunjukkan
iskemia, dan peningkatan kehangatan dengan kemerahan dan pembengkakan
mungkin menunjukkan peradangan seperti kaki Charcot akut atau selulitis.
a. Perifer neuropati
Tujuan skrining adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan hilangnya
sensasi protektif di kaki. Kebanyakan pedoman merekomendasikan 10 g
monoflamen untuk penilaian neuropati pada penderita diabetes.
Monoflamen ini memberikan gaya gundukan 10 g ketika membungkuk.
Ketidakmampuan untuk merasakan tekanan 10 g adalah konsensus saat ini
yang kehilangan sensasi protektif. Tes ini portabel, murah dan mudah
dilakukan. Meskipun meluasnya penggunaan tes monoflamen,
keakuratannya dalam mendiagnosis neuropati adalah variabel. Tes ini
dapat dikombinasikan dengan tes lain untuk skrining neuropati, seperti
biothesiometer atau garpu tala yang lulus (Rydel Seiffer) untuk menilai
ambang persepsi getaran.

Gambar 1.1 pemeriksaan dengan monofilame


Berikut ini cara memeriksa neuropati dengan monofilamen

a) Prosedur — Minta pasien duduk atau berbaring dengan kedua kaki


terentang dan telapak kaki terbuka.
b) Jelaskan prosedur dan buat dia akrab dengan sensasi dengan menerapkan
monofilamen pada area sensitif seperti telapak tangan.
c) Minta pasien menutup mata mereka dan mengatakan "ya" setiap kali
sentuhan dirasakan pada telapak kaki, tidak peduli seberapa ringan itu
dirasakan.
d) Tempatkan monofilamen pada 90 ° ke kulit dan tekan sampai gesper ke 1
cm, kemudian tahan di sana selama 1-2 detik dan hapus.
e) 11 Uji situs yang berbeda dalam urutan acak dengan jeda (aplikasi palsu)
untuk mencegah pasien dari menebak aplikasi selanjutnya.
f) Jika pasien gagal untuk merespon di sebuah situs, kunjungi lagi situs
yang sama dua kali lagi dalam urutan acak selama penilaian.
g) Jika pasien tidak merasakan sensasinya sebanyak tiga kali, maka catat
hasilnya sebagai kehilangan sensasi protektif.
h) Kehilangan sensasi protektif bahkan di satu tempat membuat pasien
berisiko mengalami komplikasi pada kaki.
Sebagian besar penelitian merekomendasikan pengujian di 10 titik.
Ketidakmampuan untuk merasakan monofilament 10 g tiga kali pada satu
kaki saja berarti pasien kehilangan sensasi protektif. Ketahanan
monofilamen cenderung bengkok dengan penggunaan berulang, dan periode
pemulihan 24 jam dianjurkan setelah 100 x siklus. Ganti monofilamen
setelah tiga bulan penggunaan rutin
b. Penyakit arteri perifer/peripheral arterial disease (PAD)
Tanyakan kepada pasien adanya riwayat klaudikasio intermiten dan nyeri
pada saat istirahat, yang menunjukkan penyakit arteri perifer. Palpasi arteri
tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis pada kedua kaki dan rekam
pulsasi sebagai tidak ada atau ada.
Indeks ankle brachial merupakan tindakan tambahan untuk
mendiagnosis penyakit arteri perifer. Ini adalah rasio tekanan darah
sistolik tertinggi di pergelangan kaki (arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior) terhadap tekanan darah sistolik pada lengan, dan diukur
menggunakan perangkat Doppler. 10 Lihat kotak 2 pada penilaian tingkat
keparahan obstruksi. Pengukuran indeks ankle brachial tergantung pada
pengguna. Orang-orang dengan diabetes sering dapat salah meningkatkan
tingkat indeks brakial ankle sebagai akibat dari kompresibilitas yang buruk
dari arteri kalsifikasi. Selain itu, ketersediaan peralatan, kendala waktu,
dan kurangnya pelatihan dilaporkan sebagai hambatan utama untuk
pengujian indeks brakialis pergelangan kaki di perawatan primer.
Berdasarkan penilaian awal ini, pasien dapat dikategorikan memiliki risiko
diabetes mellitus rendah, sedang, atau tinggi.

Nilai ankle brachial index


0,91-1,3Normal
0,70-0,90Obstruksi ringan
0,40-0,69Obstruksi sedang
<0,40 Obstruksi berat
> 1.3 pembuluh darah tidak teraba

2.7 Pencegahan Ulkus Diabetik

a. Pemeriksaan kaki secara teratur

Langkah tindak lanjut didasarkan pada konsensus (gambar 1.2).


Untuk orang-orang yang berisiko rendah, lanjutkan penilaian kaki tahunan
karena mereka dapat berkembang menjadi risiko sedang atau tinggi.
Tekankan pentingnya perawatan kaki dan pemantauan kontrol glikemik.
Lebih sering tindak lanjut disarankan pada pasien dengan risiko sedang
atau tinggi, seperti mereka dengan deformitas kaki atau dengan diagnosis
neuropati perifer atau penyakit arteri perifer pada penilaian awal. Ulangi
pengujian untuk neuropati tidak diperlukan jika didiagnosis sebelumnya.
Pembalikan neuropati tidak ditegakkan dalam penelitian. Pemeriksaan
cepat untuk pelanggaran integritas kulit atau ulserasi harus cukup. Pasien
dengan penyakit arteri perifer tanpa gejala dapat ditindaklanjuti dalam
perawatan primer dan dikelola sebagai pedoman untuk penyakit arteri
perifer. Rujuk pasien dengan kapalan dan kuku jari kaki yang cacat untuk
layanan podiatri preventif untuk perawatan kuku dan kulit dasar, termasuk
debridemen kapalan. Arahan tepat waktu untuk layanan perlindungan kaki
untuk mengendalikan faktor risiko pada pasien dengan diabetes mencegah
infeksi, gangren, amputasi, atau kematian, dan mengurangi penerimaan
dan biaya rumah sakit.
b. Kontrol glikemik

Kontrol glikemik awal dan baik efektif dalam mencegah neuropati


tetapi ada kurangnya penelitian untuk menunjukkan bahwa kontrol
glikemik membalikkan neuropati. Diskusikan gula darah optimal dan
glycated hemoglobin (HbA1c) target dengan pasien dan monitor ini
sesuai pedoman standar untuk perawatan diabetes untuk mencegah atau
memperlambat perkembangan neuropati perifer.

c. Edukasi

Berikan informasi lisan dan tertulis tentang:

 Pentingnya kendali glukosa darah dan faktor risiko kardiovaskular yang


dapat dimodifikasi seperti diet, olahraga, berat badan, dan penghentian
merokok.

 Pentingnya perawatan kaki dan nasihat tentang perawatan kaki dasar


(lihat kotak 3). Sementara menawarkan saran mempertimbangkan
praktik budaya dan keyakinan agama pasien serta dukungan sosial dan
keluarga.

 Risiko orang saat ini mengembangkan masalah kaki.

 Kapan mencari bantuan profesional dan siapa yang harus dihubungi


dalam keadaan darurat kaki.

Berdasarkan riset menyimpulkan bahwa pendidikan pasien pada


perawatan kaki masih kurang. Sebuah riset yang di telusuri melalui
Cochrane dari 11 riset randomize clinical trial menyimpulkan bahwa
pendidikan singkat perawatan kaki saja tidak secara positif mempengaruhi
pengetahuan dan perilaku pasien dalam jangka pendek, tetapi tidak efektif
dalam mencegah ulkus kaki diabetik. Pendidikan dengan cara yang
terstruktur, terorganisir, dan berulang, dikombinasikan dengan intervensi
pencegahan dapat, bagaimanapun, mencegah masalah kaki. Meskipun
International Working Group on the Diabetic Foot mengakui bukti yang
terbatas tentang efikasi jangka panjang pendidikan pasien, itu
merekomendasikan beberapa bentuk pendidikan pasien untuk
meningkatkan pengetahuan dan perilaku perawatan kaki mereka.

d. Alas kaki
Alas kaki oklusif menyebabkan berkeringat dan dapat menyebabkan
infeksi jamur, terutama di negara-negara tropis. Idealnya, alas kaki untuk
penderita diabetes harus memiliki kotak kaki lebar, sol empuk lembut,
kedalaman ekstra untuk mengakomodasi orthosis jika diperlukan, dan tali
atau Velcro untuk penyesuaian dan penyesuaian. Sepasang sepatu baru
bisa dipakai untuk sementara waktu setiap hari hingga nyaman.
Pemenuhan pasien terhadap alas kaki yang ditentukan biasanya buruk,
terutama di rumah di mana mereka lebih aktif.29 Pasien dengan ulkus
tanaman di kaki depan atau tumit dapat diberikan alas sepatu untuk
memungkinkan penyembuhan ulkus dan mencegah kekambuhan.

Gambar 1.3 alas kaki diabetes yang sudah


dimodifikasi/off loading
2.8 Rujukan
Rujuk segera pasien dengan masalah mengancam jiwa atau
anggota tubuh yang mengancam seperti ulserasi kaki dengan demam atau
tanda-tanda sepsis; ulserasi dengan iskemia ekstremitas; gangren, atau dugaan
jaringan lunak yang dalam atau infeksi tulang yang biasanya diindikasikan
oleh kaki yang membengkak dengan kulit berkilau dan bercak- bercak
perubahan warna atau perasaan berpasangan ke tulang selama pemeriksaan
untuk tes tulang pada luka terbuka.Baca ke penderita diabetes khusus pusat
kaki atau operasi umum untuk perawatan luka, revaskularisasi jika diperlukan,
ofoading, dan rehabilitasi.
Jelaskan kepada pasien kebutuhan untuk mencari perawatan
spesialis untuk membatasi komplikasi. Berikan komunikasi yang rinci dan
jelas sebelum pasien dirujuk sehingga perawatan multidisiplin dapat
difasilitasi pada kesempatan paling awal. Sebelum rujukan, cucilah borok
dengan air bersih atau garam dan gunakan saus inert steril seperti kasa yang
direndam salin untuk mengontrol eksudat dan menjaga lingkungan yang
hangat dan lembab untuk penyembuhan. Hindari agen mikrobisida seperti
hidrogen peroksida, povidone iodine, atau chlorhexidine untuk membersihkan
atau mendandani ulkus karena ini sitotoksik. Dressing antimikroba mahal
tidak dianjurkan. Sesuaikan pakaian, sepatu, dan ambulasi untuk menghindari
beban pada kaki yang mengalami ulserasi. Pengobatan dini dan agresif untuk
mengendalikan infeksi adalah penting, terutama dengan adanya ulkus. Mulai
pengobatan antibiotik sesuai dengan kebijakan antibiotik berdasarkan pola
resistensi lokal. Sebelum memulai antibiotik, ambil sepotong jaringan lunak
dari pangkal ulkus untuk biakan dan kepekaan, atau ambil usap yang dalam
untuk biakan. Mohon segera, dalam satu atau dua hari, pasien dengan riwayat
nyeri istirahat, ulkus tidak rumit, atau kaki Charcot akut. Untuk pasien dengan
nyeri istirahat atau klaudikasio intermiten, berikan rujukan ke layanan
intervensi vaskular untuk penyelidikan lebih lanjut seperti ultrasonografi
Duplex, dan pertimbangan untuk revaskularisasi. Manajemen dan jalur
rujukan antara perawatan primer, pusat kaki diabetes khusus, dan layanan
perawatan kaki multidisiplin perlu diintegrasikan

2.9 Pengelolaan luka kaki diabetes atau Diabetes foot ulcer (DFU)

a. Tujuan

Tujuan utama manajemen DFU adalah perawatan luka secara tertutup.


Lebih khusus lagi, niat harus memperlakukan DFU pada tahap awal untuk
memungkinkan penyembuhan yang cepat.

Komponen penting dari manajemen adalah:

a) Mengobati proses penyakit yang mendasarinya

b) Memastikan suplai darah yang cukup

c) Perawatan luka lokal, termasuk pengendalian infeksi

d) Tekanan pembongkaran.

Perawatan kaki yang efektif harus kemitraan antara pasien, perawat dan
profesional kesehatan. Ini berarti memberikan informasi yang tepat
untuk memungkinkan pasien dan perawat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan memahami alasan di balik beberapa keputusan
klinis serta mendukung perawatan diri yang baik.

b. Mentreatment pada proses penyakit yang mendasarinya.

Praktisi harus mengidentifikasi penyebab yang mendasari dari DFU


selama penilaian pasien dan, jika mungkin, mengoreksi atau
menghilangkannya.
1. Mengobati iskemia berat sangat penting untuk penyembuhan luka,
terlepas dari intervensi lain17. Disarankan bahwa semua pasien
dengan iskemia ekstremitas kritis, termasuk nyeri istirahat, ulserasi
dan kehilangan jaringan, harus dirujuk untuk pertimbangan
rekonstruksi arteri.
2. Mencapai kontrol diabetes optimal. Ini harus melibatkan kontrol
glikemik yang ketat dan mengelola faktor risiko seperti tekanan darah
tinggi, hiperlipidemia dan merokok67. Kekurangan nutrisi juga harus
dikelola.
3. Mengatasi penyebab fisik trauma. Selain memeriksa kaki, praktisi
harus memeriksa alas kaki pasien untuk kecocokan, keausan, dan
kehadiran benda asing (seperti batu kecil, pecahan kaca, pin gambar,
bulu hewan peliharaan) yang dapat menyebabkan trauma kaki. Bila
memungkinkan dan sesuai, praktisi harus memeriksa alas kaki lain
yang dikenakan di rumah dan di tempat kerja (misalnya sandal dan
sepatu bot).

c. Optimalisasi perawatan luka

The European Wound Management Association (EWMA) menyatakan


bahwa penekanan dalam perawatan luka untuk DFU harus pada
debridemen radikal dan berulang, pemeriksaan sering dan kontrol bakteri
dan keseimbangan kelembaban yang hati-hati untuk mencegah maserasi.
Dokumen posisinya pada persiapan tempat tidur menunjukkan kerangka
kerja TIME berikut untuk mengelola DFU:
1. Debridemen jaringan
2. Peradangan dan pengendalian infeksi
3. Moisture balance (pemilihan dressing yang optimal)
4. Kemajuan tepi epitel
Debridemen

Ada banyak metode debridement yang digunakan dalam manajemen


DFU termasuk bedah/tajam, larva, autolytic dan, baru-baru ini,
hidrosurgeri dan ultrasonik. Debridemen mungkin merupakan prosedur
satu kali atau mungkin perlu dilakukan terus menerus untuk pemeliharaan
dasar luka. Persyaratan untuk debridemen lebih lanjut harus ditentukan
pada setiap perubahan rias. Jika lukanya tidak berkembang, praktisi harus
meninjau rencana perawatan saat ini dan mencari penyebab yang
mendasari penyembuhan yang tertunda (seperti iskemia, infeksi atau
peradangan) dan mempertimbangkan kesesuaian pasien dengan rejimen
pengobatan yang direkomendasikan (seperti tidak memakai perangkat
yang membongkar atau tidak memakai obat antidiabetes)
Kontrol inflamasi dan infeksi

Morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang terkait dengan infeksi


pada DFU berarti bahwa pengobatan dini dan agresif - di hadapan tanda-
tanda infeksi yang lebih halus - lebih tepat daripada untuk luka etiologi
lainnya (dengan pengecualian pasien immunocompromised). Dalam satu
penelitian, hampir separuh pasien yang dirawat di sebuah klinik kaki
khusus di Prancis dengan infeksi kaki diabetik kemudian menjalani
amputasi tungkai bawah.

Baik IDSA dan International Diabetes Federation (IDF)


merekomendasikan untuk mengklasifikasikan DFU yang terinfeksi dengan
tingkat keparahan dan menggunakan ini untuk mengarahkan terapi
antibiotik yang tepat. Luka yang tidak terinfeksi secara klinis tidak boleh
diobati dengan terapi antibiotik sistemik. Namun, hampir semua luka yang
terinfeksi membutuhkan terapi antibiotik.

Menjaga kelebaban luka: pemilihan dressing yang tepat

Kebanyakan dressing dirancang untuk menciptakan lingkungan luka


lembab dan mendukung perkembangan menuju penyembuhan luka.
Mereka bukan pengganti debridemen tajam, mengelola infeksi sistemik,
perangkat offloading dan kontrol diabetes.

Penyembuhan luka lembab memiliki potensi untuk mengatasi


berbagai faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka. Ini melibatkan
menjaga lingkungan luka yang seimbang yang tidak terlalu lembab atau
terlalu kering. Dressing yang dapat membantu untuk mengelola luka
eksudat secara optimal dan mempromosikan lingkungan yang seimbang
adalah kunci untuk meningkatkan hasil. Namun, balutan yang mungkin
ideal untuk luka etiologi lainnya mungkin sama sekali tidak cocok untuk
DFU tertentu. Saus yang dipilih mungkin memiliki efek yang cukup besar
pada hasil dan, karena berbagai kompleksitas DFU, tidak ada satu
pembalut yang sesuai dengan semua kondisi luka.

Meningkatkan perkembangan tepi pada luka

Penting untuk mendebridemen tepi ulkus untuk menghilangkan


hambatan fisik potensial terhadap pertumbuhan epitel di tempat tidur
ulkus. Garis demarkasi antara jaringan nekrotik atau gangren dan jaringan
sehat dapat menjadi tempat infeksi48. Masalah serupa dapat dilihat ketika
jari gangren menyentuh jari kaki yang sehat.

Sebaliknya, ‘die-back’ adalah respons abnormal terhadap debridemen


tajam yang terlalu agresif. Ini melibatkan nekrosis di tepi luka dan meluas
melalui jaringan yang sebelumnya sehat. Jika luka tidak menanggapi
intervensi manajemen luka standar meskipun pengobatan penyebab yang
mendasari dan pengecualian infeksi, terapi ajuvan dapat dipertimbangkan
misalnya negative pressure wound therapy (NPWT).
Tabel di bawah ini, beberapa pilhan terapi yang dapat dijadikan alternatif pada
luka diabetes sesuai dengan kondisi luka pasien.
Algoritma berikut adalah bagaimana cara pengelolaan kaki diabetes
TOPIK 2

Dinamika Kelas Ulkus Diabetik

A. Contoh soal dan penyelesainnya

1. Bagaimana Manajemen perawatan pada ulkus diabetk ?

Penyelesaiannya: Optimalisasi perawatan luka.

The European Wound Management Association (EWMA) menyatakan


bahwa penekanan dalam perawatan luka untuk ulkus dsiabetik harus pada
debridemen radikal dan berulang, pemeriksaan sering dan kontrol bakteri dan
keseimbangan kelembaban yang hati-hati untuk mencegah maserasi. Dokumen
posisinya pada persiapan tempat tidur menunjukkan kerangka kerja TIME
berikut untuk mengelola ulkus diabetik :

a. Debridemen jaringan
b. Peradangan dan pengendalian infeksi
c. Moisture balance (pemilihan dressing yang optimal)
d. Kemajuan tepi epitel
2. Bagaimana bisa terjadi ulkus Diabetik?

Penyelesaian :

Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes melitus
adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh adanya tiga faktor
yang sering disebut Critical Triad of Diabetic Ucers yaitu Iskemik, Neuropati,
dan Infeksi. Neuropati perifer merupakan multifaktorial dan diperkirakan
adalah akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi
endotel, defisiensi mioinositol, perubahan sintesis mielin dan menurunnya
aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada
saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose
TOPIK 3

RANGKUMAN

Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati,
keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
(Hastuti dalam Dafianto, 2016). Ulkus ini juga disebut ulkus neuropati diabetik
yang dapat terjadi pada individu yang menderita diabetes melitus, sebagian akibat
dari gangguan sirkulasi. Individu penderita diabetes sering kali sulit untuk sembuh
dan luka ini mungkin sulit diobati (Rosdahi, 2015).
TOPIK 4

TEST FORMATIF DAN KUNCI JAWABAN

1. Seorang laki-laki berumur 60 tahun dirawat diRS mengeluh badan


lemas dan luka sulit sembuh di ibu jari kaki kanan selama satu bulam.
Hasil pemeriksaan luka tampak bernanah dan sebagian berwarna
kehitaman. Hasil Laboratorium GDS 250 Mg/dl. Perawat akan
melakukan perawatan luka, sarung tangan bersih sudah digunakan dan
balutan lama sudah di buka, dan sudah dilakukan pencucian luka, luka
telah dikeringkan. Apakah langkah prosedure selanjutnya pada aksus
tersebut?

a. Mengatur posisi

b. Menanyakan perasaan Pasien

c. Membuang jaringan yang nekrosis

d. Menutup luka dengan kasa lembab

e. Dokumentasi

2. Prinsip Apa yang diterapkan pada perawatan luka ulkus diabetik ?

a. Prinsip Kering

b. Prinsip MOIST

c. Prinsip basah

d. Prinsip membuang jaringan nekrosis

e. Prinsip Luka Terbuka

3. Apa faktor resiko ulkus diabetik ?

a. Riwayat ulkus diabetik


b. Usia
c. Lingkungan
d. Ekonomi
e. Jenis Klamin
4. Apa tanda dan Gejala ulkus dibetik ?

a. Teraba Panas
b. Sulit Tidur
c. Sensasi rasa berkurang
d. Berat Badan turun >10%
e. CRT <3 detik
5. Bagaimana cara pencegahan ulkus diabetik ?
a. Kontrol Glikemik
b. Makan-makanan manis
c. Kontrol Tekanan darah
d. Kontrol Nadi
e. Berolahraga
Kunci jawaban

1. C

2. B

3. A

4. C

5. A
TOPIK 5

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

A. Umpan balik
Cocokan jawaban kalian dengan pada tes formatif sebagai bahan belajar
mandiri. Hitunglah jawaban kalian yang benar, kemudian gunakan rumus
dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan kalian terhadap materi
kegiatan belajar
Rumus :

Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban yang benar × 100

Jumlah soal

Tingkat penguasaan yang kalian capai adalah sebagai berikut

A: 80-100

B+: 75-79

B: 70-74

C+:65-69

C: 60-64

D+:55-59

D:50-54

E: <50

B. Tindak lanjut
Apabila tingkat penguasaan kalian telah mencapai 70% atau lebih, kalian
dapat melanjutkan kegiatan selanjutnya tetapi, apabila tingkat penguasaan
kalian masih dibawah 70% kalian harus mengulangi kegiatan belajar terutama
pada bagian yang belum kalian kuasai.
DAFTAR PUSTAKA

Kavitha, K. V., Tiwari, S., Purandare, V. B., Khedkar, S., Bhosale, S. S., &
Unnikrishnan, A.G. (2014). Choice of wound care in diabetic foot ulcer: A practical
approach. World Journal of Diabetes, 5(4), 546–556.
http://doi.org/10.4239/wjd.v5.i4.546

Mariam Botros, Janet Kuhnke, John Embil, Kyle Goettl, Christina Morin, Laurie
Parsons, Brian Scharfstein, Ranjani Somayaji, Robyn Evans. (2017).
BEST PRACTICE RECOMMENDATIONS FOR THE Prevention and Management
of Diabetic Foot Ulcers. https://www.woundscanada.ca/docman/public/health-care-
professional/bpr-workshop/895- wc-bpr-prevention-and-management-of-diabetic-foot-
ulcers-1573r1e-final/file

Mishra, S. C., Chhatbar, K. C., Kashikar, A., & Mehndiratta, A. (2017). Diabetic
foot. The BMJ, 359, j5064. http://doi.org/10.1136/bmj.j5064

Wounds International. (2013). International Best Practice Guidelines: Wound


Management in Diabetic Foot Ulcers.
http://www.woundsinternational.com/media/bestpractices/_/673/files/dfubestpracticef
orweb.pdf.

Anda mungkin juga menyukai