A. Konsep Medis
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak bisa menghasilkan
hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan secara optimal
insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi kelonjakan kadar gula darah melebihi normal
(Fitriana, 2016).
DMND adalah komplikasi Diabetes mellitus pada ginjal yang dapat berakhir
sebagai gagal ginjal. DMND merusak struktur ginjal dan / atau fungsi yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Lebih khususnefropati diabetic adalah yang ditandai dengan
mikroalbuminuria (30-300 mg albumin urin / 24 jam). Hal ini dapat berkembang
menjadi makroalbuminuria, atau nefropati (> 300 mg albumin urin / 24 jam). Kemudian
dapat terjadi penurunan fungsional ginjal yang ditandai dengan penurunan GFR
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Nefropati diabetic adalah kelainan ginjal yang dapat muncul sebagai akibat dari
komplikasi diabetes mellitus (DM) baik tipe 1 maupun 2, ditandai dengan adanya
albuminuria (mikro/makroalbuminuria) (Peter, 2013).
Nefropati diabetic dapat menyebabkan gagal ginjal hingga tahap akhir (GGT =
Gagal Ginjal Terminal). Oleh karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara
optimal agar dapat mencegah perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk. Salah satu
penemuan yang telah dikembangkan dalam terapi penyakit ginjal diabetes adalah
melalui pemberian agonis adenosine 2A, yang berguna sebagai terapi dan atau
pencegahan nefropati diabetic.
Nefropati klinis
2. Etiologi
Secara ringkas, factor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic sebagai
berikut :
a. Kurang terkendalinya gula darah
b. Factor-faktor genetic
c. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus,
peningkatan tekanan intraglomerulus)
d. Hipertensi sistemik Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolic)
e. Keradangan
f. Perubahan permeabilitas pembuluh darah
g. Asupan protein berlebih
h. Gangguan metabolic ( kelainan metabolisme polyol peningkatan produksi sitokin)
i. Pelepasan growth factor
j. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein
k. Kelainan structural (hipertropi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan
membrane basalis glomerulus)
l. Gangguan ion pumps
m. Hiperlipidemia
n. Aktivasi protein kinase C
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrane basalis,
ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks kstraseluller; penimbunan kolagen tipe
IV, laminin dan fibronectin) yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis
noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen,
serta fibrosus tubulo- interstisial. Karasteristik Nefropati Diabetik
a. Peningkatan material matriks mesangium
b. Penebalan membrane basalis glomerulus
c. Hialinosis arteriol aferen dan eferen
d. Penebalan membran basalis tubulus
e. Atrofi tubulus
f. Fibrosis interstisial
3. Insiden
Ras : pada kulit putih, prevalensi penyakit ginjal progresif secara umum lebih
rendah pada yang dengan NIDDM daripada dengan IDDM. Ini tidak digunakan pada
orang dengan kelompok yang rasional dengan IDDM dan prognosis ginjal yang buruk.
Contoh nefropati berkembang sebanyak 50% pada suku Indian dengan diabetes pada
usia 20 tahun, dengan 15% berkembang menjadi End stage renal disease (ESRD) pada
saat ini. Sebagai tambahan suku Indian, pada kelompok rasial atau etnik tertentu,
memiliki insiden tinggi mengalami nefropati diabetic pada kelompok yang memiliki
hubungan keluarga. Jenis kelamin : Nefropati diabetic mengenai laki laki dan
perempuan. Usia: Nefropati diabetic jarang berkembang sebelum 10 tahun selama
menderita IDDM. Insiden puncak 30% pertahun biasanya ditemukan pada orang orang
yang telah mengalami diabetes selama 10-20 tahun (Corwin, 2000).
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah
yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)
5. Patofisiologi
Defisinsi insulin
Hiperglikemi
gg. keseimbangan asam basa perpostemia Tek. Kapiler naik suplai nutrisi darah turun
prod. Asam lambung naik pruritus Vol. interstitial naik gangguan nutrisi
Aliran darah ginjal turun suplai O2 ke jaringan turun suplai O2 ke otak turun tek. Vena pulmonalis
a. Bengkak, biasanya disekitar mata pada pagi hari kemudian ke seluruh badan
b. Urin berbusa
c. Pertambahan berat badan yang tidak disengaja (karena adanya penumpukan cairan)
d. Bengkak pada kaki
e. Nafsu makan berkurang
f. Mual dan muntah
g. Rasa sakit yang menyeluruh
h. Fatique
i. Sakit kepala
j. Cegukan berulang
k. Gatal-gatal
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam
5 tahap:
a. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi
glomerules mencapai 20-50% diatas niali normal menurut usia. Hipertrofi ginjal,
yang dapat dilihat melaui foto sinar x. Glukosuria disertai poliuria.
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
b. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal.
Awal kerusakan struktur ginjal
c. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang
selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara
dengan eksresi protein 30-300mg/24j. Awal Hipertensi.
d. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi,
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
e. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan5-
7 tahun kemudian akan sampai stadiumV.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati Diabetika antara
diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali
dijumpai pada NIDDM saat diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali
reversibel dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada
DM tipe II merupakan prognosis yang buruk.
7. Komplikasi
Retinopati diabetic sebenarnya tampak pada semua orang dengan IDDM yang
menderita nefropati meskipun hanya 50-60% pasien dengan proteinuria NIDDM
menderita retinopati. Ketiadaan retinopati memerlukan pemeriksaan lebih lanjut pada
gromerulopati non diabetic. Kebutaan berupa retinopati proliferatif berat atau
makulopati kira kira 5x lebih biasa pada orang dengan IDDM atau NIDDM dan
nefropati daripada pada orang dengan normoalbuminuria. Makroangiopati seperti
stroke, stenosis arteri carotis, coronary heart disease, penyakit vascular perifer adalah
2-5 x lebih biasa pada pasien dengan nefropati. Nefropati perifer timbul pada hamper
semua pasien dengan nefropati lanjut. Ulkus pada kaki yang berhubungan dengan
sepsis, yang membutuhkan amputasi, sering kali terjadi (>25%), mungkin karena
adanya gabungan kelainan saraf dan arteri. Neuropati autonom mungkin asimtomatik
dan manifestasi sederhana berupa gambaran cardiovascular abnormal atau berupa
gejala tidak khas.
Komplikasi yang mungkin termasuk (corwin, 2000) :
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Darah
a) Kadar glukosa darah
2) Urine
a) Urin rutin ; tampak gambaran proteinuria
b) Aseton
c) Dipstik untuk albumin/ mikroalbumin
d) Penentuan protein dalam urin secara kuantitatif
4) USG ginjal
a. Menderita diabetes mellitus (DM) baik DMTJ atau DMTTJ berdasarkan anamnesis
adanya gejala DM/riwayat pengobatan DM dan pemeriksaan laboratorium gula
darah puasa ≥ 126 mg % dan gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200 mg %
b. Albuminuria : mikroalbuminuria maupun makroalbuminuria
c. Mikroalbuminuria : apabila eksresi albumin urin antara 20-200 ??g/menit atau 30-
300 mg/24 jam
d. Makroalbuminuria : apabila ekskresi albumin urin > 200 ? g/menit atau > 300
mg/24 jam
e. Adanya retinopati diabetik pada pemeriksaan funduskopi mata
f. Biopsi ginjal menunjukkan adanya gambaran hipertrofi glomerulus,
glomerulosklerosis dan hialinosis arteriolar
Albumin erection rate (AER) atau urinary albumin excretion (UAE) dapat dinyatakan
dalam mg/hari atau gr/menit, normal : 10-30 mg/hari atau 7-20 gr/menit. Pada dasarnya,
sudah disepakati bahwa pada nefropati diabetik selalu didapatkan proteinuria persisten,
yang biasanya sudah melebihi 500 mg/hari pada 2 kali pemeriksaan tanpa ISK.
Eksresi protein sebesar 500 mg/hari setara dengan albuminaria ± 300 mg/hari atau 200
mikrogram/menit. Eksresi antara 30-300 mg/hari atau 20-200 mikrogram/menit disebut
mikroalbuminaria yang masih belum dapat di tes dengan albumin stix, tetapi positif
dengan pemeriksaan micral test. Disebut albuminaria persisten apabila terdapat
albuminaria lebih dari 300 mg/hari. Eksresi albumin yang lebih rendah lagi (antara 10-
30 mg/hari atau 7-20 mikrogram/menit) baru dapat dikenal radioimmuno assay.
Selain Micral test, untuk pengenalan dini adanya gangguan faal ginjal pada DMTT 1
(NIDDM) dan TGT (Toleransi glukosa terganggu) perlu dikenali 3 enzim urin :
a. NAG (N-Acetyl-B-D-Glycosaminidase)
b. IAP (Intestinal Alkaline Phosphatase)
c. TNAP (Tissue Non Specific Isoenzyme)
IAP dan NAG naik sesuai dengan derajat gangguan toleransi glukosa, terendah pada
normal. TGT tertinggi pada DMTT 1.
TNAP tidak dapat digunakan sebagai pertanda adanya kelainan tersebut pada
TGT dan DMTT 1.
Albumin bermuatan negatif, sedangkan IgG bermuatan positif dan negatif. Apabila
muatan negatif GBM hilang atau berkurang, maka albumin akan mudah lolos melalui
pori GBM. Apabila berlanjut, maka IgG juga akan lolos melalui urine, lebih-lebih
diameter pori yang normal 55 Ao sudah berubah menjadi 100-200 Ao. Ratio klirens
IgG dan albumin merupakan “selectivity index”. Makin tinggi IgG dalam urine, makin
jelek prognosisnya (Bare & suzanne, 2002)
a. Multipel Myeloma
b. Nephrifis Interstisial
c. Nephrosclerosis
d. Nephrotic Syndrom
e. Renal Artery Stenosis
f. Renal Vein Trombosis
g. Renovascular Hypertension
10. Penatalaksanaan Medik
a. Umum
b. Khusus
c. Medikamentosa
a) Insulin regular : onset dimulai ±30 menit setelah SC dan berakhir 8-12 jam.
Efek maximal diperoleh 1-3 jam
b) Buffered regular insulin : Farmakokinetik sama dengan insulin regular,
dipakai secara SC.
c) Insulin Lispro atau insulin aspart : Lebih cepat untuk menurunkan
aktifitas glukosa secara SC. Kadar puncak plasma dicapai dalam 30-90
menit setelah SC, lebih cepat dibanding regular insulin
d) Semi lente insulin : onset actionnya 1-1,5 jam SC. Efek puncak timbul 5-
10 jam
e) Intermediate – acting NPH insulin, Dosis : 0,5-1 U/kgBB/ hari SC dibagi
beberapa dosis, Kurangi dosis untuk mempertahankan kadar 80-140 mg/dl
pada saat kadar glukosa sebelum makan dan menjelang tidur
2) Sulfonyl urea
a) Chlorpropamide
b) Tolazamide
c) Glyburide
Generasi kedua sulfonyl urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel
β pancreas. Dosis 1,25-20 mg/hari peroral 2x sehari
d) Glipizide
Generasi kedua sulfonyl urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel
β pancreas. Dosis 2,5-40 mg/hari peroral 2x sehari.
3) Golongan Biguanides :
a) Metformin (glucophage) :
Mengurangi pelepasan glukosa hati
Meningkatkan absorbsi glukosa di intestinal
Meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan peripheral
4) Golongan Thiazolidinedione :
a) Pioglitazone (Actos) :
Dosis initial dosis :15-30 mg per oral per hari. JIka kurang respon tingkatkan
45mg per oral per hari.
a) Captopril
b) Enalapril
1. Inhibitor ACE
2. Mengurangi levels angiotensi II
3. Mengurangi sekresi aldosteron
c) Lisinopril
B. Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus Nefropati
Disease hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses
keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses
keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi
masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu :
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Kondisi yang paling dikeluhkan pasien saat itu yang menyebabkan pasien
dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit , penyebab terjadinya penyakit
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan Head to toe
1) Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.
Palpasi : Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan
tingkat hygiene seseorang.
2) Hidrasi Kulit Daerah Dahi
Palpasi : Penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar tulang.
Pada dehidrasi biasanya ditemukan “finger print”pada kulit dahi
3) Palpebrae
Inspeksi : Bisa terlihat penumpukan cairan atau edema pada palpebrae, selain
itu bias juga terlihat cekung pada pasien dehidrasi
Palpasi : Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae untuk
merasakan apakah ada penumpukan cairan, atau pasien dehidrasi bila teraba
cekung
4) Sclera dan Conjungtiva
Icterus tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit. Teknik memeriksa
sclera dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik palpebrae, pasien
melihat kebawah radang pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae.
Keadaan anemic bias diperiksa pada warna pucat pada conjungtiva palpebrae
inferior.
5) Tekanan Intra Okular (T.I.O)
Dengan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan TIO bola mata kiri dan
kanan dengan cara tekanan berganti pada bola mata atas dengan kelopak mata
tertutup kewaspadaan terhadap glaucoma umumnya terhadap pasien berumur
lebih dari 40 tahun.
6) Hidung
Inspeksi : Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip
atau pembengkakan
7) Higien Rongga Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil dan Pharynk
Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa (stomatitis), dan adanya
aphtae
Gigi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, caries, sisa akar, gigi yang
tanggal, perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan gusi, meradang
Lidah : kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang kurang,
demam thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan pula tipe lidah yang
hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid fever
Tonsil : Tonsil diperiksa pakah ada pembengkakan atau tidak. Diukur
berdasarkan panduan sebagai berikut
9) Kelenjar Tyroid
Malnutrisi
Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, thyroid fever, malaria, dengue,
tumor hepar)
Bendungan karena decomp cordis
12) Anus
Posisikan pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel
diperut/dada. Diperiksa adannya :
Hemhoroid externa
Fisurra
Fistula
Tanda keganasan
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pusMengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
4) Mikrobiologis untuk kultur urin terhadap mikroorganisme dan uji kepekaan
kuman terhadap antibiotic.
5) USG ginjal
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
3. Intervensi
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan
atrium kiri.
Tujuan :
PH = 7,35 -7,45
PO2 = 80-100 mmHg
Saturasi O2 = > 95 %
PCO2 = 35-45 mmHg
HCO3 = 22-26mEq/L
BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan1. Takipneu adalah mekanisme
respirasi atau perubahan pola nafas. kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
wheezing. karena peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran
alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
3. Kaji adanya cyanosis.
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah vasokontriksi.
4
4.
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
Ubah posisi pasien sesering mungkin
Membantu mencegah atelectasis paru.
Kolaboratif :
6. Berikan humidifier oksigen dengan
6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
masker CPAP jika ada indikasi.
secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
7
7.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
8. Hipoksemia dapat menjadi berat selama
dalam memantau BGA.
edema paru.
9.
Intervensi Rasional
1. Mandiri 1.
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, Memberikan informasi tentang derajat/
warna kulit/membrane mukos, dasa kuku. keadekuatan perfusi jaringan perifer dan
membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai Meningkatkan ekspansi paru dan
toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikas
bila ada hipotensi.
Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi Dyspnea, gemericik menunjukan
napas, perhatikan bunyi adventisius gangguan jantung karena regangan
jantung lama/ peningkatan kompensasi
curah jantung.
Hindari penggunaan botol penghangat atau Termoreseptor jaringan dermal dangkal
botol air panas, ukur suhu air mandi dengan karena gangguan oksigen.
thermometer.
Kolaborasi
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan Mengindentifikasi defisiensi dan
laboratorium. kebutuhan pengobatan/ respon terhadap
terapi.
Berikan oksigen taahan sesuai indikasi Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan berat
tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80; T: 36,5-
37,5 0C)
d. Tidak ada edema
e. Turgor kulit baik
f. Membran mukosa lembab
Intervensi Rasional
Mandiri :
a. Identifikasi faktor penyebab a. Untuk menentukan tindakan keperawatan
b.
b. Batasi masukan cairan Pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi.
c. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitasc. Agar tidak terjadi imobilitasi
pergerakan seperti berdiri, meninggikan
kaki
d. Kurangi asupan garam, pertimbangkand. Agar tidak terjadi peningkatan natrium
penggunaan garam pengganti
5.
HE : e.
e. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang Pemahaman meningkatkan kerjasama
pembatasan cairan. pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan
f. Bantu pasien dalam menghadapif. Kenyamanan pasien meningkatkan
ketidaknyamanan akibat pembatasan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
cairan.
Kolaborasi :
g. Berikan diuretic g. Diuretic bertujuan untuk menurunkan
g. furosemide, spironolakton, hidronolakton volume plasma dan menurunkan retensi
h. Adenokortikosteroid, golongan prednisone cairan di jaringan sehingga menurunkan
resiko terjadinya edema paru.
Adenokortikosteroid, golongan predison
digunakan untuk menurunkan proteinuri.
Observasi :
h. Kaji status cairan dengan menimbang berath. Pengkajian merupakan dasar dan data
badan perhari, keseimbangan masukan dan dasar berkelanjutan untuk memantau
pengeluaran, turgor kulit dan adanya perubahan dan mengevaluasi intervensi.
edema, distensi vena leher. i. Untuk mengetahui kondisi pasien
i. Kaji tanda tanda vital
d. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang berhubungan dengan
kekurangan natrium, uremia.
Tujuan : Tidak ada kram otot, tidak gatal, dan tidak ada iritasi okular.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Pasien dengan ESRD mengalami pruritus Menakai lotion kulit supaya kulit tidak
yang sangat. Pasien dibantu dengan : kering.
Obat trimeprazin tartat (Temaril).
Kamar yang dingin agar pasien tidak Stress emosi dapat memperberat pruritus
merasa panas dan tidak berkeringat. sehingga pasien perlu diberi waktu untuk
mengungkapkan perasaannya. Perawat
dapat memakai komunikasi terapeutis dan
dirinya secara terapeutik.
Penanganan kram otot dengan mengatasi Penanganan uremia, cairan elektrolit, dapat
uremia. menghilangkan kram otot. Kram otot
dikaitkan dengan defisit natrium. Obat
Quinine Sulfate 325mg sebelum tidur
malam dapat mencegah kram otot.
Iritasi okular diatasi dengan pemberian Iritasi ocular disebabkan deposit kalsium
obat-obat ikatan fosfor per oral untuk dalam konjungtiva yang menyebabkan
mengendalikan fosfat plasma. Pasien juga airmata keluar terus dan rasa perih pada
dibantu dengan air mata buatan (metil mata.
selulosa) yang diteteskan dalam kantong
konjungtiva.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri :
a. Berikan makanan dalam porsi kecil tapia. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
b. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggib. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
HE :
c. Anjurkan kepada orang tuac. Menambah selera makan dan dapat
pedas
Kolaborasi :
mual/muntah
Observasi : f.
f. Kaji kemampuan makan klien
Untuk mengetahui perubahan nutrisi
selanjutnya
f. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan respon imun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pasien tehindar dari
risiko infeksi. Dengan kriteria hasil :
Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi (demam).
Menujukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal 3,37-10
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
Observasi tanda infeksi dan peradangan Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis dan dapat mengalami infeksi
nosokomnial.
Tingkatkan upya pencegahan dengan Mencegah timbulny infeksi silang.
melakukan cuci tangan baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
Pertahankan teknik aseptic pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
prosedur invasive. menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.
Berikan perawatan kulit dengan teratur Sirulasi perifer bias terganggu yang
dan sungguh-sungguh. menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/
iritasi kulit dan infeksi.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai Mencegah penyebaran infeksi.
indikasi.
Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
kaji integritas kulit, catat perubahan pada kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,
turgor, gangguan warna, hangat local, nutrisi dan mobilisasi. Jaringan dapat
eritema, ekskoriasi. menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi
dan rusak.
Reposisi secara periodic dan pijat Meningkatkan sirkulasi ke semua kulit,
permukaan tulang apabila pasien tidak membatasi iskemia jaringan/ mempengaruhi
bergerak/ ditempat tidur. hipoksia seluler.
Pertahankan permukaan kulit kering dan Area lembab, terkontaminasi, memberikan
bersih. Batasi penggunaan sabun. media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat
mengeringkan kulit secara berlebih.
Bantu untuk melakukan latihan rentang Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegh
gerak pasif. stasis.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan
sejauh mana tujuan tercapai:
a) Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b) Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c) Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart, 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta
Carpenito, 2012, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,
Jakarta
Gibson, John, 2013, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 2013, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Sherwood, 2012, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta