Anda di halaman 1dari 16

Kepada Yth :

Tutorial Hematologi
Rencana baca : Rabu, 10 Oktober 2018
Waktu/Tempat : RS Unhas Gedung A Lt.4

Pemeriksaan Fungsi Koagulasi menggunakan


Rotational Tromboelastrometri (ROTEM)
Ratna Delima Hutapea, Raehana Samad, Rachmawati A Muhidin
Program Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

I. PENDAHULUAN
Hemostasis merupakan mekanisme tubuh yang terjadi sebagai respon
terhadap perdarahan, meliputi interaksi antara dinding pembuluh darah, trombosit,
faktor-faktor koagulasi, inhibitor koagulasi dan fibrinolisis. Hemostasis memiliki
peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan tubuh untuk mengontrol
terjadinya perdarahan. Kelebihan maupun kekurangan dari suatu komponen yang
berkaitan dengan hemostasis akan menyebabkan gangguan. Kelebihan fungsi
hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan kekurangan fungsi
hemostasis akan menyebabkan perdarahan (hemorrhagic).1,2,3
Hemostasis normal dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu hemostasis
primer, sekunder dan tersier. Pada hemostasis primer yang berperan adalah
komponen vaskuler dan komponen trombosit yang akan membentuk sumbat
trombosit (thrombosit plug) yang berfungsi segera menutup kerusakan dinding
pembuluh darah. Pada hemostasis sekunder yang berperan adalah protein
pembekuan darah, juga dibantu oleh trombosit, disini terjadi deposisi fibrin pada
sumbat trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai
stable fibrin plug. Hemostasis tertier dimulai dengan diaktifkannya sistem fibrinolisis
hingga pembentukan kembali tempat yang luka setelah perdarahan berhenti. Proses
koagulasi merupakan suatu rangkaian reaksi dimana terjadi pengaktifan suatu
prekursor protein (zymogen) menjadi bentuk aktif. Proses ini jika dilihat secara
skematik tampak sebagai suatu air terjun (waterfall) atau sebagai suatu
tangga(cascade).1,3

Tutorial Hematologi 1
Sistem koagulasi terdiri atas protein plasma, ion kalsium dan tromboplastin
jaringan atau tissue factor (TF). Sebagian besar faktor koagulasi adalah proenzim
yang akan berubah menjadi enzim setelah diaktifkan. Proses koagulasi adalah
reaksi berantai perubahan proenzim menjadi enzim. Proses koagulasi dapat dimulai
dari jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik yang kemudian bergabung menjadi jalur
bersama. Yang berfungsi pada jalur intrinsik adalah faktor Hageman (F XII),
Prekalikrein, Kininogen, Antisenden Tromboplastin Plasma (F XI), ion kalsium (F
IV), faktor Christmas (F IX), dan faktor Anti Hemolitik (F VIII) sedang pada jalur
ekstrinsik hanya Prokonvertin (F VII) dan ion kalsium yang berfungsi, dan pada
jalur bersama yang berfungsi adalah faktor Stuart (F X), Proakselerin (F V),
Protrombin (F II) dan Fibrinogen (F I). Trombosit juga ikut berperan dalam proses
koagulasi karena menyediakan permukaan fosfolipid yang bermuatan negatif yang
disebut platelet factor 3 (PF3), tempat aktivasi faktor koagulasi. Jalur intrinsik
dimulai dengan aktivasi faktor XII, sedang jalur ekstrinsik dimulai dengan
masuknya TF ke sirkulasi yang akan mengaktifkan faktor VII. Pada aktivasi
koagulasi baik melalui intrinsik maupun ekstrinsik, akan dihasilkan thrombin dari
protrombin. Selanjutnya thrombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin juga mengaktifkan F XIII menjadi F XIII aktif yang menstabilkan fibrin
dengan pembentukan ikatan silang (cross link). Jadi hasil dari proses koagulasi
adalah terbentuknya fibrin yang membuat sumbat trombosit menjadi non
permeable.1,2
Fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin untuk
membatasi dan mengeliminasi bekuan darah yang berlebihan. Deposisi fibrin akan
merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen
seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-
PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan
fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin
yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat
dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh
mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1)
yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan
menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi.3

Tutorial Hematologi 2
Gambar 1 : Cascade koagulasi
(Sumber : http://dailyrevshare.com/coagulation-cascade-flow-chart/)

Secara tradisional, fungsi koagulasi dinilai dengan menggunakan


pemeriksaan konvensional, seperti hitung jumlah trombosit dan fungsinya,
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), Prothrombin Time (PT),
Thrombin Time (TT), level fibrinogen, dan produk-produk degradasi fibrin. Tes-tes
tersebut menguji berbagai bagian dari alur koagulasi secara terpisah, dan
membutuhkan waktu dalam penyelesaiannya yang dapat menyebabkan terjadinya
penundaan dalam manajemen terapi.4,5,6
Analisis laboratorium mengenai koagulasi memberikan informasi yang
penting pada kebanyakan kegawatdaruratan yang mengalami koagulopati seperti
pada kasus trauma, bedah mayor dan sepsis. Peningkatan juga terlihat pada metode
Point of Care (POC) secara umum yaitu tromboelastografi atau tromboelastometri
sebagai pemantau koagulasi. Thromboelastogrphy (TEG) pertama kali
dikembangkan oleh Dr. Hellmut Hartert di Fakultas Kedokteran Universitas
Heidelberg pada tahun 1948 semasa Perang Dunia ke-2 sebagai sebuah metode
untuk memeriksa fungsi hemostatis dari sebuah sample darah. Caiatz dan kawan-

Tutorial Hematologi 3
kawan, pada tahun 1996 telah menguraikan prinsip-prinsip dengan menggunakan
aktivator dan inhibitor untuk melokalisir kelainan hemostatik dalam waktu yang
singkat.6,7
Thromboelastogrphy mengatasi keterbatasan dari pemeriksaan koagulasi
konvensional . Thromboelastogrphy merupakan sarana tes yang efektif dan mudah
digunakan untuk memonitoring koagulasi.6,7 Thromboelastogrphy tradisional oleh
Hartert bekerja dengan pin yang bebas berputar dalam kuvet. Proses pembekuan
terdeteksi melalui kawat puntir. Karena suspensi pin yang bebas. Dalam
perkembangannya TEG, mengalami modifikasi menjadi Thromboelastometry
(TEM) acuan pengukurannya dengan plotting cloting firmness (pembentukan
bekuan darah). Istilah TEG diperkenalkan oleh Hartert dalam publikasi pertamanya
pada Thrombelastography pada tahun 1948, pada tahun 1993, sebuah perusahaan
Amerika memperoleh merek dagang setelah 45 tahun untuk keseragaman nama,
produsen memberikan nama sistem Rotational Thromboelastrometry (ROTEM)
dengan demikian berarti thromboelastometry analog dengan istilah
thromboelastography.7,8
Analisis ROTEM mencakup proses koagulasi darah seluruhnya, dari
pembentukan awal benang fibrin, bekuan maksimum sampai lisisnya. Penilaian
analisis ROTEM dilakukan sepanjang sumbu waktu (dari kiri ke kanan). Aktivasi
koagulasi yang terganggu ditunjukkan oleh waktu pembekuan yang lama. Faktor
defisiensi atau efek heparin harus dipertimbangkan dalam menilai analisis
ROTEM. Sebelumnya, thromboelastogram telah dianalisis dengan menggunakan
darah yang tidak dicampur dengan sitrat / kalsium, dan tanpa activator.
Pengukurannya memerlukan waktu 45-60 menit dan hasil kurang spesifik. Pada
ROTEM, dilakukan penentuan aktivasi seperti analisis bekuan darah di
laboratorium, bermacam-macam aktivator atau inhibitor ditambahkan pada
sampel, untuk mendapatkan proses hemostasis yang berbeda-beda.7,8
Tutorial ini akan membahas pemeriksaan fungsi koagulasi dengan alat POC
yaitu ROTEM.

Tutorial Hematologi 4
II. TUJUAN
Tujuan dari tutorial ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan fungsi
hemostasi dengan menganalisa sifat viskoelastisitas dari bekuan darah antara lain
menilai interaksi faktor koagulasi, inhibitor, dan komponen seluler selama fase
pembekuan dan lisis bekuan.

III. METODE
A. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien9
Tidak ada persiapan khusus
2. Persiapan Sampel 9
Sampel yang digunakan adalah Whole blood dengan antikoagulan sitrat.
3. Alat dan Bahan 8,9
Alat:
a. ROTEM instrument ( Gambar 2a)
b. Cups dan Pin (Gambar 2b)
c. Cup Holder dan MC Rod (Gambar 2c)
d. Electronic Pipette (Gambar 2a)
e. Pipette Filter ( Gambar 2d)
f. Barcode (Gambar 2e)
g. Printer berwarna ( Gambar 2f)

Gambar 2 : Alat Pemeriksaan


(Sumber : http://www.sfgh-poct.org/wp.../Rotem-Training-SFHN-Version.pdf )

Tutorial Hematologi 5
Bahan:
a. Whole blood dengan antikoagulan sitrat
b. Reagen:
- Startem : CaCl2 (gambar 3a)
- Intem : ellargic acid (gambar 3b).
Mengukur faktor intrinsik (seperti APTT), responsif terhadap
heparin
- Extem : recombinant tissue factor + polybrene (gambar 3c)
Mengukur faktor ekstrinsik (PT)
- Heptem : ellargic acid + heparinase (gambar 3d)
Menetralkan pengaruh heparin.
- Fibtem : recombinant tissue factor + cytochalasin D + polybrene
(gambar 3e)
Mengukur kontribusi fibrinogen setelah inhibitor platelet
ditambahkan.
- Aptem : recombinant tissue factor + aprotinin/ tranexamic acid +
polybrene (gambar 3f)
Mengukur hyperfibrinolisis. apotinin menginhibisi plasmin dan
megoreksi fibrinolisis.
- Rotrol N : kontrol normal (gambar 3g)
- Rotrol P : kontrol patologis (gambar 3h)

Gambar 3 : Reagen ROTEM


(Sumber : http://www.sfgh-poct.org/wp.../Rotem-Training-SFHN-Version.pdf )

Tutorial Hematologi 6
B. Analitik
1. Prinsip Tes 7,8,9
Sampel diletakkan dalam sebuah cuvet dan pin silinder dibenamkan
didalamnya. Terdapat celah 1 mm antara pin dan dinding cuvet sebagai
celah bagi bekuan darah. Rotasi pin bergerak ke depan dan ke belakang
dengan rotasi 4,75 derajat sebanyak 20 x permenit. Dengan penambahan
aktivator pada sampel akan terbentuk bekuan darah yang akan
memperlambat rotasi pin. Perubahan gerakan rotasi pin akan dideteksi oleh
lampu LED – cermin- sistem deteksi lampu, selanjutnya sinyal akan
ditransformasikan ke dalam komputer sebagai kurva tromboelastrometri
(termogram).

Gambar 4 : Prinsip kerja ROTEM


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

2. Cara Kerja 9
a. Nyalakan alat Rotem : tekan tombol switch on pada bagian belakang
alat, tekan tombol on/off pada bagian kanan monitor, layar sentuh akan
muncul, kemudian pilih “user”, masukkan “password”. Tunggu
sampai alat menunjukan kode lampu putih berarti alat siap digunakan.

Tutorial Hematologi 7
b. Alat Rotem mempunyai kontrol internal dan external. Kontrol internal
akan terjadi secara otomatis ketika alat dinyalakan. Sedangkan kontrol
eksternal digunakan untuk mendeteksi masalah yang berkaitan dengan
reagen, cups, performa pipet, kesalahan teknik. Kontrol eksternal
menggunakan reagen kontrol Rotrol N dan Rotrol P.
c. Nyalakan printer
d. Persiapan reagen : ambil rak reagen, keluarkan reagen yang akan
digunakan dari kulkas, letakkan reagen pada rak reagen, posisi pada
alat ROTEM. Tunggu selama 5 menit sampai reagen mempunyai suhu
yang sama dengan suhu ruangan
e. Persiapan alat : ambil cup dan pin dari kotak penyimpanan, masukkan
pin pada axis pengukuran (gambar 5a), letakan cup pada cup holder
dan tekan menggunakan MC rod agar posisi cup pas dan benar (gambar
5b).
f. Masukkan data pasien dengan mengunakan scan barcode. (gambar 5c).
g. Langkah pemeriksaan
1) Mix semua reagen, lalu buka penutupnya masing-masing.
2) Mix sampel, lalu buka penutup vacutainer.
3) Ambil masing-masing reagen menggunakan pipet otomatis
(gambar 5d), kemudian letakkan pada cup masing-masing yang
sudah berada pada posisi pengukuran (gambar 5e)
a) Pemeriksaan Extem
Tekan option “Extem” pada layar sentuh, lalu masukkan
reagen Startem, Extem dan sampel darah sitrat lalu
homogenkan mengunakan pipet.
b) Pemeriksaan Intem
Caranya sama dengan pemeriksaan Extem hanya pada
pemeriksaan ini mengunakan reagen Startem dan Intem.
c) Pemeriksaan Fibtem
Caranya sama, hanya pada pemeriksaan ini menggunakan
reagen Fibtem.
d) Pemeriksaan Aptem

Tutorial Hematologi 8
Caranya sama, hanya pada pemeriksaan ini menggunakan
reagen Fibtem.
e) Pemeriksaan Haptem
Caranya sama, hanya pada pemeriksaan ini menggunakan
reagen Fibtem.
4) Dorong ke atas cup holder (gambar 5f), dan alat secara otomatis
akan melakukan pemeriksaan.
h. Pada layar monitor akan muncul hasi pemeriksaan dalam bentuk
termogram dan parameter numerik (gambar 5g).
i. Turunkan kembali cup holder dan lepaskan cup dari cup holder dan
pin. (gambar 5h).

Gambar 5 : Cara pemeriksaan


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

C. Pasca Analitik
1. Interpretasi

Tutorial Hematologi 9
Gambar 6 : Termogram
(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

Keterangan : 8,9
1. CT (coagulation time) adalah waktu awal sampai pembentukan bekuan
(sampai pada amplitude 2mm), menunjukkan periode waktu mulai dari
awal pemeriksaan sampai awal terbentuknya fibrin. Fase ini akan
memanjang jika terdapat defisiensi faktor pembekuan atau obat
antikoagulan dan memendek jika terdapat keadaan hiperkoagulasi
2. CFT ( Clot Formation Time) dinyatakan dalam detik diindikasikan
waktu antara 2mm-20mm pembentukan bekuan. Fase ini akan
memanjang jika terdapat defisiensi faktor pembekuan, obat antikoagulan
atau inhibitor trombosit. Fase ini akan memendek jika terdapat keadaan
hiperkoagulasi.
3. α-Angel dinyatakan dalam derajat ( º ), merefleksikan kinetic dari
pembentukan bekuan, juga diartikan sebagai sudut antara garis dasar
dan garis singgung dari kurva disepanjang 2mm. Sudut ini menunjukkan
kecepatan terbentuknya fibrin (cross-linking). Parameter CFT dan α-Angel
memberikan informasi yang mirip, keduanya sangat dipengaruhi oleh
kadar fibrinogen dan sedikit dipengaruhi trombosit, sehingga pemanjangan

Tutorial Hematologi 10
CFT dan menurunnya α-Angel menunjukkan kadar fibrinogen yang
rendah. α-Angel akan meningkat jika terdapat keadaan hiperkoagulasi.
4. Amplitudo (A5, A10, A20) diukur dalam mm (milimeter),
merefleksikan kekuatan dan stabilitas bekuan. Merupakan interaksi
antara platelet, fibrin dan Faktor XIIIa.
5. MCF (Maximum Clot Firmness) dinyatakan dalam mm, diartikan sama
dengan MA (Maximum Amplitude), merupakan amplitude maksimal
yang menunjukkan kekuatan bekuan yang berhubungan dengan jumlah
dan fungsi trombosit serta interaksinya dengan fibrin. Nilai MA sangat
dipengaruhi oleh jumlah dan fungsi trombosit dan sedikit dipengaruhi oleh
kadar fibrinogen, sehingga nilai MA yang menurun disertai nilai CT, CFT
dan α-Angel yang normal menunjukkan trombositopenia atau disfungsi
trombosit.
6. ML (Maximum Lysis) merupakan parameter lisis bekuan, digambarkan
sebagai perbedaan antara MCF dan amplitude terendah setelah MCF,
dinyatakan dalam %.
7. LI (Lysis Indeks) : LI30 dan LI60 ,merupakan presentasi ML yang masih
terjadi pada menit ke 30 dan 60 setelah MA dan memberikan gambaran
tentang derajat fibrinolysis.

Tutorial Hematologi 11
Normal Defisiensi Fibrinogen
Extem CT : 38-79 s A10 : 43-65mm Extem CT : 109 s (↑) A10 : 31 mm (↓)
CFT : 34-159 s MCF : 50-72 mm CFT : 263 (↑) MCF : 38 mm(↓)
α-angel : 63-83º ML : < 15 % α-angel : 48º(↓)
Intem CT : 100-240 s A10 : 44-60mm Intem CT : 236 s (↑) A10 : 33 mm (↓)
CFT : 30-110 s MCF : 50-72 mm CFT : 220 (↑) MCF : 42 mm(↓)
α-angel : 70-83º ML : < 15 % α-angel : 55º(↓)
Fibtem A10 : 7-23 mm Fibtem A10 : < 3 mm (↓)
MCF = 9-25 mm MCF = 4 mm (↓)

Gambar 7 : Interpretasi hasil Defisiensi Fibrinogen


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

Normal Trombositopenia
Extem CT : 38-79 s A10 : 43-65mm Extem CT : 57 s (N) A10 : 23 mm (↓)
CFT : 34-159 s MCF : 50-72 mm CFT : 444 (↑) MCF : 35 mm(↓)
α-angel : 63-83º ML : < 15 % α-angel : 80º(N)

Intem CT : 100-240 s A10 : 44-60mm Intem CT : 200 s (N) A10 : 23 mm (↓)


CFT : 30-110 s MCF : 50-72 mm CFT : 449 (↑) MCF : 32 mm(↓)
α-angel : 70-83º ML : < 15 % α-angel : 72º(N)
Fibtem A10 : 7-23 mm Fibtem A10 : 15 mm (N)
MCF = 9-25 mm MCF = 16 mm (N)

Gambar 8 : Interpretasi hasil Trombositopenia


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

Tutorial Hematologi 12
Normal Efek Heparin
Extem CT : 38-79 s A10 : 43-65mm Extem CT : 67 s (N) A10 : 50 mm (N)
CFT : 34-159 s MCF : 50-72 mm CFT : 104 (N) MCF : 57 mm(N)
α-angel : 63-83º ML : < 15 % α-angel : 68º(N)
Intem CT : 852 s (↑↑) A10 : 41 mm (↓)
Intem CT : 100-240 s A10 : 44-60mm
CFT : 198 (↑) MCF : 48 mm(↓)
CFT : 30-110 s MCF : 50-72 mm
α-angel : 51º(N)
α-angel : 70-83º ML : < 15 %
Intem CT : 202 s (N) A10 : 52 mm (N)
Fibtem A10 : 7-23 mm
CFT : 75 (N) MCF : 58 mm(N)
MCF = 9-25 mm
α-angel : 76º(N)

Gambar 9 : Interpretasi hasil Efek Heparin


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

Normal Hiperfibrinolisis
Extem CT : 38-79 s A10 : 43-65mm Extem CT : 68 s (N) MCF : 45 mm(↓)
CFT : 34-159 s MCF : 50-72 mm A10 : 43 mm(N) ML : 94% (↑)
α-angel : 63-83º ML : < 15 %
Intem CT : 156 s (N)
Intem CT : 100-240 s A10 : 44-60mm A10 : 41mm(↓)
CFT : 30-110 s MCF : 50-72 mm MCF : 42 mm(↑)
α-angel : 70-83º ML : < 15 % ML : 98 % (↑)
Fibtem A10 : 7-23 mm AptemA10 : 44mm(N) ML : 0% (N)
MCF = 9-25 mm MCF : 55mm (N)

Gambar 10 : Interpretasi hasil Hiperfibrinolisis


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

Tutorial Hematologi 13
Normal Hiperkoagulasi
Extem CT : 38-79 s A10 : 43-65mm Extem CT : 33 s (↓)
CFT : 34-159 s MCF : 50-72 mm MCF : 71 mm(↑)
α-angel : 63-83º ML : < 15 %
Fibtem MCF : 31 mm (↑)
Intem CT : 100-240 s A10 : 44-60mm
CFT : 30-110 s MCF : 50-72 mm
α-angel : 70-83º ML : < 15 %
Fibtem A10 : 7-23 mm
MCF = 9-25 mm

Gambar 11 : Interpretasi hasil Hiperkoagulasi


(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

2. Nilai Rujukan
Tabel 1 : Nilai rujukan ROTEM Delta pada dewasa (Non – US)
Pemeriksan CT (s) CFT (s) α – Angel (º) A10(mm) A20 (mm) MCF (mm) LI30 (%) ML (%)

EXTEM 38-79 34-159 63-83 43-65 50-71 50-72 94-100 <15

INTEM 100-240 30-110 70-83 44-66 50-71 50-72 94-100 <15

FIBTEM - - - 7-23 8-24 9-25 - -

Dibandingan dengan EXTEM. Perbaikan clot formasi pada Aptem dibandingkan Extem mengindikasikan
APTEM
adanya efek obat antifibrinolitik (aprotinin atau asam traneksamat)

Dibandingkan dengan INTEM. Perbaikan clot formasi pada HEPTEM dibandingkan dengan INTEM
HEPTEM
mengindikasikan adanya heparin pada sampel darah

(Sumber : Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). 2016 )

3. Limitasi
ROTEM tidak sensitif dalam mengukur efek dari :
- Inhibitor trombosit seperti Aspirin, Clopidogrel, von Willebrands
syndrome.
- Obat antikoagulan oral seperti Warfarin, Orgaran dan Pentasaccharide.

Tutorial Hematologi 14
4. Algoritma

Gambar 12 : Algoritma
(Sumber : Calatzis. A. ROTEM® Analysis Targeted Treatment of Acute
Haemostatic Disorder. 2016. Dimodifikasi )

Tutorial Hematologi 15
DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand. V. A. Platelets, Blood Coagulation and Haemostasis. In : Hoffbrand’s


Essential Haematology. Wiley-Blackwell. New Delhi. 2016. p 265-76.
2. Colman RW, Clowes AW, George JN. Hemostasis in Hemostasis and Thrombosis. In
: Basic Principles and Clinical Practice. 5th Edition. Lippincott Williams Wilkins.
2012. p 3-14.
3. Baklaja R, Pesic MC, Hemostasis and blood Coagulasi. In Hemostasis and
Hemorargic Disorder. Biotec GmbH. Germany. 2010. p : 14-52.
4. Bolliger D, Sceberger MD, Tanaka KA. Principles and practice of
Thomboelastography in Clinical Coagulation Management and Transtusion Practice.
Transfusion Medicine Reviews. 2012.
5. Coagulation Cascade Flow Chart. Available at : http://dailyrevshare.com/coagulation-
cascade-flow-chart/, Accessed on Agust 10th 2018.
6. Bennet. T. S. Instrumentation for coagulation Laboratory. In : Laboratory
Haemostasis. Springer. Switzerland. 2015. P 33-43.
7. Calatzis. A. ROTEM® Analysis Targeted Treatment of Acute Haemostatic Disorder.
Springer. Berlin. 2016.
8. Gonzales. E. Rotational Thomboelastometry (ROTEM). In : Trauma Induced
Coagulopathy. Springer. Switzerland. 2016. p 267-98.
9. ROTEM® Delta Whole Blood Haemostasis System Using Thromboelastrometry
Operating Manual. Tem Innovations GmbH. Germany 2012.
10. Rotem Delta Thromboelastrometry. Available at : http://www.sfgh-poct.org/wp/Rotem-
Training-SFHN-Version.pdf. Accessed on Agust 10th 2018.

Tutorial Hematologi 16

Anda mungkin juga menyukai