Anda di halaman 1dari 18

TUTOR HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN ALPHA 2 ANTI PLASMIN DENGAN


MENGGUNAKAN STAGO COMPACT MAX3

OLEH :

Yustisia Amalia, dr.

PEMBIMBING :

Dr. HARTONO KAHAR, dr. Sp. PK (K), MQIH

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS SMF PATOLOGI
KLINIK
RSUD DR. SOETOMO – UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2020

1
Daftar Isi

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………...3

Bab II Tahap Pemeriksaan Hemostasis….…..…………………………………10

Bab III Pemeriksaan Alpha 2 Antiplasmin……………………………………..14

Bab IV Penutup……………………………………..…………………………..17

Daftar Pustaka………………………..…………………………………………18

2
BAB I

PENDAHULUAN

Hemostasis didefinisikan sebagai proses pemberhentian perdarahan yang


berasal dari bahasa Yunani yaitu, haemostasis. Haima berarti darah dan stasis
berarti berhenti. Lebih lengkap lagi, Hemostasis adalah proses pembentukan
bekuan darah di dinding pembuluh darah untuk mencegah kehilangan darah ketika
tetap mempertahankan darah dalam kondisi cair dalam sistem vaskular yang
merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, berhubungan dan kompleks,
berkerja untuk mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan
antikoagulasi.

Proses hemostasis melibatkan interaksi yang rumit dari dinding pembuluh


darah, platelet, sistem koagulasi, dan fibrinolisis. Interaksi kompleks tersebut
menjadi dasar dari mekanisme proses penghentian perdarahan yaitu, (1) spasme
pembuluh darah, (2) pembentukan sumbat platelet, (3) pembekuan darah
(koagulasi), dan (4) penutupan pembuluh darah yang rusak secara permanen oleh
jaringan fibrosa. Walaupun terkesan rumit dan seolah bertahap, interaksi
komponen hemostasis ini sebenarnya saling berpaut dan berkerja secara efisien
untuk menghentikan perdarahan.

Tata nama resmi menggunakan huruf Romawi untuk mengidentifikasi


faktor-faktor koagulasi. Sebagian juga memiliki nama deskriptif atau eponim. (Mc
Phee, dkk,2007)

Tabel 1. Nomenklatur faktor kogulasi. (Rahajunimgsih, 2018)


Faktor Nama Sinonim
I Fibrinogen -
II Protrombin -
III Tissue Factor Tissue Tromboplastin
IV Ion Kalsium -
V Proaccelerin Labile factor
VII Proconvertin Stable factor
VIII Antihemophilic factor (AHF) Antihemophilic globulin (AHG)
IX Plasma Thromboplastin Christmas factor
Component (PTC)

3
X Stuart Factor Prower factor
XI Plasma Thromboplastin Antihemophilic factor C
Antecendent (PTA)
XII Hageman factor Contact factor
XIII Fibrin Stabilizing factor (FSF) Fibrinase
- High molecular weight Fitzgerlad factor
kininogen (HMWK)
- Pre Kalikrein (PK) Fletcher factor

Gambar 1. Kaskade Koagulasi

Jadi dalam proses hemostasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vaskuler berupa
vasokonstriksi pembuluh darah, reaksi seluler yaitu pembentukan sumbat
trombosit dan reaksi biokimia yaitu pembentukan fibrin yang akan
mempertahankan trombus yang telah terbentuk. Faktor-faktor yang memegang

4
peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit yang
berperan dalam hemostasis primer dan faktor koagulasi atau pembekuan darah
yang berperan dalam hemostasis sekunder serta fibrinolisis yang berperan dalam
hemostasis tersier. (Rahajuningsih, 2018)

5
Gambar 2. Mekanisme hemostasis

Saat pembuluh darah rusak dan kehilangan keutuhan dindingnya, interaksi


antara platelet dan dinding pembuluh darah berubah dan memicu perlekatan
platelet pada struktur pos intima yang terpapar. Platelet yang melekat tersebut
menghasilkan ADP (adenosine diphosphate) dan juga menyebabkan
plateletplatelet lain menghasilkan ADP menyebabkan mereka berkumpul
membentuk agregat dan akhinya membentuk sumbat platelet (platelet plug).
Sumbatan platelet ini hanya mampu menutup perdarahan sementara waktu dan
harus diperkuat lagi oleh proses lebih lanjut yaitu pembentukan bekuan darah
(clot) yang akan memperkokoh penutupan kerusakan pembuluh darah

Pemahaman tentang fisiologis hemostasis sangatlah penting untuk dapat


memahami thrombosis. Dalam keadaan normal, darah berada dalam sistem
pembuluh darah, dan berbentuk cair. Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor
hemostasis yang terdiri dari hemostasis primer, hemostasis sekunder dan
hemostasis tersier.

Hemostasis primer terdiri dari pembuluh darah dan trombosit, disebut


hemostasis primer karena pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila
terjadi perdarahan, diawali dengan vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan
plak trombosit yang menutup luka dan menghentikan perdarahan.

6
Hemostasis sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan,
sedangkan hemostasis tertier yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan dan
menyebabkan lisis dari fibrin dan dan endotel menjadi utuh.

Gambar 3. Mekanisme Fibrinolisis

Fibrinolisis merupakan sistem yang diatur secara terintegrasi dengan


sistem koagulasi melalui beberapa jalur molekuler. Jalur-jalur tersebut berupa
substrat, aktivator, inhibitor, kofaktor dan reseptor. Aktivasi koagulasi akan
membentuk trombin, yang menghasilkan pembentukan trombus oleh konversi
fibrinogen menjadi fibrin dan aktivasi trombosit. Plasmin adalah protease
fibrinolitik utama. Plasminogen (PLG) merupakan zymogen yang beredar di
dalam plasma, dapat diubah menjadi plasmin oleh Tissue Plasminogen Activator
(tPA) maupun oleh Urokinase (UPA)

Terdapat dua inhibitor fibrinolisis utama yang beredar dalam sirkulasi


darah, yaitu plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1) dan α2-antiplasmin. PAI-1
merupakan suatu inhibitor utama dari u-PA maupun t-PA yang bekerja cepat.
Sedangkan α2-antiplasmin merupakan inhibitor plasmin spesifik yang bekerja
dengan menghambat plasmin untuk berikatan dengan fibrin. Karena reaksi

7
fibrinolisis hanya terjadi di permukaan bekuan fibrin, maka proses fibrinolisis
hanya terjadi lokal dan tidak meluas menjadi sistemik. Plasminogen, t-PA dan
fibrin membentuk suatu kompleks yang memicu pembentukan plasmin dan lisis
dari fibrin selanjutnya. Bila PAI-1 melekat pada fibrin, maka akan terjadi suatu
proses inhibisi terhadap t-PA dan u-PA sehingga proses fibrinolisis akan terhenti

Sistem fibrinolisis terdiri dari proenzim inaktif, Plasminogen yang dapat


berubah menjadi enzim aktif, plasmin oleh dua jenis akrifator plasminogen (PA);
tissue-type PA (t-PA) dan urokinase-type PA (u-PA). Di dalam ruang
ekstravaskuler u-PA merupakan aktifator P'asminogen yang dominan sedangkan t-
PA lebih berperan di dalam sirkulasi. Selanjutnyaplasmin dapat memecah fibrin
dan mengaktifasi matrix metalloproteinase (MMP), yang dapat memecah matrik
ekstraseluler. 2 Inhibitor terhadap sistem plasminogen/ M M P terjadi pada tingkat
PA oleh plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1) dan plasminogen activator
inhibitor type2 (PAI-2). PAI-2 merupakan inhibtor utama dari u-PA di dalam
ruang ekstravaskuler. di tingkat plasmin oleh &2-antiplasmin di tingkat MMP
oleh tissue inhibitors of MMP (TIMP). Oleh karena spesifitasnya terhadap fibrin,
t-PA terutama berperan terhadap homeostasis fibrin dengan menimbulkan lisis
dari klot. Sedangkan uPA berikatan dengan reseptor urokinase (u-PAR) dan
berperan terhadap proteolisis periseluler melalui degradasi komponen matrik.
Proses ini memegang peran penting dalam keadaan tertentu seperti migrasi sel dan
remodeling jaringan di dalain berbagai proses fisiologis maupun patologis
termasuk angiogenesis, aterosklerosis dan restenosis. Akibat peran ganda dart
sistem tibrinolisis ini sebagai konsekuwensinya terminologi sistem tibrinolisis
menjadi tidak sesuai lagi dan sebaiknya diganti dengan sistem plasminogen.
Pemaparan secara biokimia, patofisiologi dan penerapan terapiutik dari sistem
plasminogen didasari oleh produk dari berbagai tehnik biologi molekuler yang
sangat kuat termasuk tehnik DNA rekombinan untuk ekspresi berbagai protein
dan maniputasi gen target secara in vivo untuk menerangkan peranan patofisiologi
dari produk translasi.

Terdapat beberapa indikasi untuk melakukan tes hemostasis, diantaranya


adanya gejala perdarahan, riwayat perdarahan, pra bedah, pemantauan

8
antikoagulan, dan penyakit yang berpotensi mengalami gangguan hemostasis.
Pemeriksaan hemostasis dapat digolongkan atas pemeriksaan penyaring yaitu
percobaan bendungan (Rumpel Leede), masa perdarahan, hitung trombosit, Masa
Protrombin Plasma (Prothrombin time PT, Masa Tromboplastin Parsial
Teraktivasi (Activated parsial Thromboplastin Time APTT), masa thrombin
(Thrombin Time TT), pemeriksaan penyaring untuk faktor XIII dan pemeriksaan
khusus untuk mengetahui penyebab kelainan hemostasis yaitu salah satunya
dengan pengukuran alpha 2 anti plasmin (Rahajuningsih, 2018). Pada makalah ini,
akan dibahas tentang dengan pemeriksaan alpha 2 anti plasmin menggunakan alat
Stago seri STA Compact Max3.

BAB II

TAHAP PEMERIKSAAN HEMOSTASIS

2.1 Preanalitik

9
Pada pemantapan kualitas hemostasis perlu diperhatikan kesalahan yang
terjadi pada tahap praanalitik yang meliputi kesalahan pada persiapan pasien,
pengambilan bahan, penyimpanan dan pengiriman bahan
Persiapan pasien
Sebelum pengambilan darah perlu disiapkan formulir pemeriksaan dan
melengkapi identitas pasien seperti nama, umur, tanggal, jam pengambilan
bahan, alamat, telepon yang dapat dihubungi, menanyakan obat sedang
diminum yang dapat mempengaruhi hasil dan tes yang diminta. Pemberian
identitas pada label tabung harus dilakukan sebelum bahan pemeriksaan
diambil.
Untuk pemeriksaan alpha 2 antiplasmin perlu disiapkan alat pengambilan
bahan seperti lanset, alcohol 70%, tensimeter, bendungan (tourniquet), tabung
vakum natrium sitrat. Sebelum pengambilan darah sebaiknya pasien puasa
untuk mengurangi kekeruhan plasma yang diperoleh, hal ini perlu
diperhatikan pada penggunaan alat pemeriksaan alpha 2 antiplasmin dengan
sistem optik.

Pengambilan Bahan
Darah dapat diambil dengan menggunakan semprit atau tabung vakum,
sebaiknya pada vena mediana cubiti. Bendungan harus dilepas pada saat darah
ditampung. Pada uji laboratorium untuk uji fibrinolisis usahakan agar
bendungan seminimal mungkin, karena stasis vena dapat menyebabkan
pelepasan komponen fibrinotlitik ke dalam vena. Jarum yang digunakan
no.19-21 pada dewasa, sedangkan pada bayi no.22 atau 23 untuk menghindari
turbulensi darah yang akan menimbulkan denaturasi protein. Pengambilan
darah melalui kateter vena harus dibuang dahulu beberapa mL atau dibilas
dengan menggunakan cairan yang dipakai untuk infus sebanyak 5-10 mL.
(Riadi, 2011)
Bila terdapat keterlambatan antara waktu penampungan dan pencampuran
dengan antikoagulan atau pengisisan penampung terlalu lama sebaiknya darah
sitrat tersebut tidak dipergunakan karena kemungkinan terjadi aktivitas
koagulasi. Darah yang diperoleh tidak boleh mengandung bekuan Karena akan
terjadi konsumsi faktor pembekuan invitro, aktivitasi faktor pembekuan darah,

10
aktivasi rombosit dan penglepasan isi granula trombosit. Hal ini harus
diperhatikan terutama bila terdapat bekuan kecil yang tidak terlihat oleh mata.
Untuk menghindari hal ini terjadi, segera setelah darah ditampung, isi tabung
dicampur merata dengan membalikan isi tabung minimal 5 kali dan tidak
boleh dikocok karena dapat menimbulkan hemolisis atau aktivasi trombosit
serta hindari pembentukan busa, karena pembentukan busa akan menyebabkan
denaturasi fibrinogen, faktor V dan VIII. (Riadi, 2011)
Antikoagulan yang dipakai sodium sitrat 3.2 % (0.109M) dengan
perbandingan 1 berbanding 9, (0.5 ml antikoagulan ditambahkan dengan 4.5
ml darah). Koreksi diperlukan jika terjadi peningkatan hematokrit darah( Ht <
30 % atau > 55 % ). Hematokrit secara langsung mengganggu rasio plasma
dan antikoagulan. Ada 2 macam koreksi :

1. rumus inggram NCCLS ( rumus ini sulit dilakukan pada tabung yang biasa)

100 - Ht pasien x Volume darah


Jumlah antikoagulan =
595 - Ht pasien

2. Cara lain koreksi Volume sitrat yang digunakan di RSUD Dr. Soetomo
adalah :

100 - Ht pasien x Volume sitrat pd drh normal


Jumlah antikoagulan =
100 - Ht normal

Pada pemeriksaan alpha 2 antiplasmin tidak dianjurkan memakai antikoagulan


lain yang mengandung penghambat plasmin seperti heparin, ε-aminocaproic
acid dan aprotinin. Tabung yang tidak tertutup rapat akan terjadi penglepasan
CO2 yang akan merubah pH plasma menjadi alkali.

Penyimpanan Bahan
Bahan untuk pemeriksaan hemostasis menggunakan PPP (Platelet Poor
Plasma). Plasma harus segera dipisahkan dari selnya dengan menggunakan
pipet plastik atau pipet kaca yang telah dilapisi silicon. Tabung penampung

11
plasma sitrat harus terbuat dari non activating material seperti polyprophylene
pastic, tabung kaca yang dilapisi silicon harus tertutup rapat untuk
menghindari perubahan pH plasma dan penguapan. Penggunaan tabung ini
harus sesuai dengan tabung yang dipakai untuk penetapan nilai rujukan.
Plasma dapat disimpan selama 8 jam pada suhu 20 ± 5 °C, dan dapat disimpan
selama 1 bulan pada suhu -20 °C

Sentrifugasi

Sentrifugasi sebaiknya dilakukan sebelum 1 jam pengambilan sampel.


Sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 2000-2500 g.

2.2 Tahap Analitik


Pada makalah ini akan dibahas pemeriksaan alpha 2 antiplasmin pada alat
otomatis Stago seri STA Compac Max3 dengan metode synthetic
chromogenic substrate.
Prinsip pemeriksaan alat ini adalah dengan adanya penambahan plasmin yang
terdapat dalam reagen, plasma uji akan menghasilkan potensi yang besar dan
kuat untuk menghambat plasmin, dan proses penghambatan ini muncul karena
adanya antiplasmin pada plasma uji.
Reagen
Reagen 1 Human Plasmin, lyophilized. Dapat disimpan pada suhu 2-80C.
dicampurkan dengan reagen 3 (plasmin solvent) untuk rekonstitusi.
Reagen 2 Chromogenic Substrate. Rekonstitusi dengan air suling sebanyak
6mL. Biarkan reagen yang telah direkonstitusi dalam suhu 18-250C selama 60
menit sebelum digunakan.
Reagen 3 Plasmin solvent

2.3 Tahap post analitik


Tahap ini lebih ke arah manajemen administrasi. Kesalahan yang terjadi pada
tahap post analitik adalah antara lain adanya kesalahan ketik, kesalahan
identitas, kesalahan menghitung hasil, kesalahan interprestasi dokter yang
menangani pasien, kesalahan dalam mengirim hasil . Kesalahan tersebut dapat
diminimalkan dengan adanya manajemen administrasi yang baik.

12
BAB III

PEMERIKSAAN ALPHA 2 ANTIPLASMIN

3.1 Indikasi Pemeriksaan

Pemeriksaan alpha 2 antiplasmin pada alat STA Compact Max3 digunakan


untuk menentukan secara kuantitatif aktifitas antiplasmin dalam plasma dengan
metode synthetic chromogenic substrate.

13
α2-Antiplasmin merupakan glikoprotein dengan rantai tunggal dengan berat
molekul 65.000 dalton yang bereaksi terhadap plasmin, hal ini terjadi untuk
pengaturan regulasi system fibrinolisis. Dibawah pengaruh XIIIa, α2-antiplasmin
dapat berikatan dengan rantai alfa fibrin. α2-antiplasmin di sintesis di hepar,
sehingga kadarnya bisa menurun dalam beberapa kelainan hepar. Pengukuran
antiplasmin ini berguna untuk mendeteksi defisiensi α2-antiplasmin kongenital
walaupun kejadiannya sangat langka atau bisa juga dalam terapi fibrinolitik,
penurunan kadar α2-antiplasmin dapat berarti pengobatannya baik dan responsif.
Atau bisa menjadi pemeriksaan penunjang untuk disseminated intravascular
coagulation (DIC).

3.2 Preanalitik

Persyaratan sampel pada pemeriksaan alpha 2 antiplasmin harus memenuhi


persyaratan sampel pemeriksaan faal koagulasi pada umumnya.

- Antikoagulan yang dipakai adalah sodium sitrat 3.2 % (0.109M) dengan


perbandingan 1 berbanding 9, (0.5 ml antikoagulan ditambahkan dengan
4.5 ml darah)
- Dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 2000-2500 g
- Penyimpanan plasma:
o 8 jam pada 20 ± 5 oC
o 1 bulan pada -20 oC

Reagen yang diperlukan pada pemeriksaan alpha 2 antiplasmin pada stago


compact max3:

1. Reagen 1 Human Plasmin, lyophilized. Dapat disimpan pada suhu 2-80C.


dicampurkan dengan reagen 3 (plasmin solvent) untuk rekonstitusi.
Biarkan reagen yang telah direkonstitusi dalam suhu 18-25 0C selama 60
menit sebelum digunakan.
2. Reagen 2 Chromogenic Substrate. Rekonstitusi dengan air suling
sebanyak 6mL. Biarkan reagen yang telah direkonstitusi dalam suhu 18-
250C selama 60 menit sebelum digunakan.

14
3. Reagen 3 Plasmin solvent. Siap untuk langsung digunakan. Lakukan
pengkocokan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan reagen 1

3.3 Analitik

Dengan adanya penambahan plasmin yang terkandung dalam reagen 1, sampel


plasma uji akan merespon dengan cepat dan kuat untuk penghambatan plasmin.
Penghambatan ini disebabkan karena adanya antiplasmin yang terkandung dalam
plasma uji. Pemeriksaan antiplasmin pada STA ® - Stachrom® ini terbagi dalam
dua langkah:

1. Inkubasi plasma uji dengan plasmin yang sudah diketahui kadarnya.


Antiplasmin + plasmin (reagen 1) >> plasmin antiplasmin + plasmin (sisa)
2. Penentuan plasmin sisa oleh aktifitas amidolytic pada kromogenik sintesis
(Reagen 2) (Pelepasan Pna pada gelombang 405nm). Kadar plasmin sisa
akan di inversikan sebagai kadar antiplasmin pada sampel uji.

3.4 Post Analitik

Pada tahap berikut, dapat dipastikan lagi hasil atau kadar yang terukur pada
pemeriksaan alpha 2 antiplasmin tidak dipengaruhi oleh factor interferensi seperti
berikut:

- Pada pemeriksaan alpha 2 antiplasmin tidak dianjurkan memakai


antikoagulan lain yang mengandung penghambat plasmin seperti heparin,
ε-aminocaproic acid dan aprotinin. Tabung yang tidak tertutup rapat akan
terjadi penglepasan CO2 yang akan merubah pH plasma menjadi alkali.
- False high kadar antiplasmin pada pasien yang menerima terapi aprotinin.
Dikarenakan aprotinin merupakan agen plasmin inhibitors

3.5 Quality Control dan Kalibrasi

- Setiap pemeriksaan fungsi koagulasi lakukan juga dengan pemeriksaan


1(satu) kontrol normal (N) dan 1(satu) kontrol patologis (P), gunanya

15
untuk menjaga keakuratan hasil pemeriksaan fungsi koagulasi. Control
dapat dilakukan tiap awal mesin dinyalakan, pada setiap kalibrasi, pada
saat pergantian reagen dan paling tidak setiap 8 jam sekali.
- Kalibrasi pada pemeriksaan alpha 2 antiplasmin menggunakan STA®-
Unicalibrator. Larutan standar nantinya secara otomatis akan di analisis
oleh alat sesuai dengan parameter yang ingin diperiksakan. Larutan
standar akan di dilusi oleh Owren-Koller buffer yang mempunyai nilai 0%.

BAB III

PENUTUP

Hemostasis primer terdiri dari pembuluh darah dan trombosit, disebut


hemostasis primer karena pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila
terjadi perdarahan, diawali dengan vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan
plak trombosit yang menutup luka dan menghentikan perdarahan. Hemostasis

16
sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan, sedangkan
hemostasis tertier yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan dan menyebabkan lisis
dari fibrin dan dan endotel menjadi utuh.

Fibrinolisis merupakan sistem yang diatur secara terintegrasi dengan


sistem koagulasi melalui beberapa jalur molekuler. Jalur-jalur tersebut berupa
substrat, aktivator, inhibitor, kofaktor dan reseptor. Aktivasi koagulasi akan
membentuk trombin, yang menghasilkan pembentukan trombus oleh konversi
fibrinogen menjadi fibrin dan aktivasi trombosit. Plasmin adalah protease
fibrinolitik utama. Plasminogen (PLG) merupakan zymogen yang beredar di
dalam plasma, dapat diubah menjadi plasmin oleh Tissue Plasminogen Activator
(tPA) maupun oleh Urokinase (UPA).

Pemeriksaan alpha 2 antiplasmin pada alat otomatis Stago seri STA


Compac Max3 dengan metode synthetic chromogenic substrate. Prinsip
pemeriksaan alat ini adalah dengan adanya penambahan plasmin yang terdapat
dalam reagen, plasma uji akan menghasilkan potensi yang besar dan kuat untuk
menghambat plasmin, dan proses penghambatan ini muncul karena adanya
antiplasmin pada plasma uji.

Alat Stago Compact Max3 ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan


dengan alat lain yang mengunakan sistem optikal, yaitu tidak terpengaruh oleh
sampel yang ikterik dan keruh. Namun masih terpengaruh oleh sampel yang lisis,
adanya bekuan kecil dan berbusa.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Jane Bain. Hematologi Kurikulum Inti. Jakarta : EGC, 2020

17
Kanai L Mukherjee. Medical Laboratory Technology (Procedure Manual for
Routine Diagnostic Test). Edisi Kedua, Vol. 1. New Delhi : Tata McGraw-Hill,
2010.

Margaret G Fritsma and George A Fristma. Part IX : Hemostasis and Thrombosis.


In : Bernadette F Rodak, George A Fritsma, Kathryn Doig. Hematology, Clinical
Principles and Applications. Third Edition. USA : Elsevier. 2007:571-587

Manual Stago Compact max3

McPhee, Stephen J dan Ganong, William F. Patofisiologi Pennyakit. Edisi


Kelima. Jakarta. EGC, 2007

Rahayuningsih D Setiabudy. Hemostasis dan Trombosis. Edisi Keenam.


Jakarta : FKUI. 2018

Riadi, Wirawan. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Edisi Pertama.


Jakarta : FKUI. 2011

Richard A McPherson, Matthew R Pincus. Henry’s Clinical Diagnosis and


Management by Laboratory Methods. USA : Elsevier. 2011

18

Anda mungkin juga menyukai