Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang (American Psychological
Association, 2013). Stress bisa terjadi pada siapapun termasuk pada mahasiswa.
(Septiani, 2013). Mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya
18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai
masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia
mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).
Mahasiswa dalam setiap kegiatannya tidak terlepas dari stres (Gamayanti &
Syafei, 2018). Stressor pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademik,
terutama dalam tuntutan internal dan eksternal. Tuntutan external yaitu: kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan, pergaulan di kampus, tugas-tugas perkuliahan, salah
memilih jurusan, nilai rendah, terancam drop out (dikeluarkan dari kampus),
gangguan hubungan interpersonal, praktikum, manajemen waktu dan keuangan,
selain itu konflik dengan teman, pacar, dosen dan keluarga, traumatik. Tuntutan
internal yaitu: persaingan dalam mencapai prestasi, terancam drop out (dikeluarkan
dari 2 kampus), praktikum, manajemen waktu dan keuangan, selain itu konflik
dengan teman, pacar, dosen dan keluarga, traumatik (Enik 2012).
Kondisi stress juga mendorong terjadinya perubahan perilaku pada
mahasiswa diploma III (DIII) keperawatan seperti penurunan minat dan aktivitas,
penurunan energi, tidak masuk atau terlambat. Pembelajaran pada program DIII
keperawatan juga dapat memicu stres karena menjadi kegiatan yang sulit bagi
mahasiswa. Umumnya kesulitan-kesulitan yang ada berkaitan pada masalah
interpersonal, perasaan frustasi dan perasaan lelah yang muncul pada saat kebutuhan
mahasiswa teridentifikasi dengan baik, serta situasi nyata di lapangan yang tidak
sekedar menggambarkan situasi dalam teori (Syaifudin 2017).
Legiran et al., (2015) menyatakan prevalensi atau angka kejadian individu
mengalami stres di dunia cukup tinggi. Sekitar 75% orang dewasa di Amerika
mengalami stres berat dan dalam satu tahun terakhir jumlahnya terus meningkat,
Sementara di negara Indonesia prevalensi individu yang mengalami gangguan mental
atau kondisi stres diperkirakan mencapai 1,33 juta penduduk atau mencapai 14% dari
total penduduk yang mengalami kondisi stres akut (stres berat) mencapai 1-3%.
Ambarawati 2017 menyatakan tingkat stres pada mahasiswa menunjukkan stres
ringan sebanyak 35,6%, stres sedang 57.4 %, dan stres berat sebanyak 6,9 %.
Hasil survei awal ….
Kondisi stres yang terlalu ekstrim atau jatuh dalam keadaan depresi pada
mahasiswa perlu adanya perhatian agar tidak berdampak negatif terhadap proses
pembelajaran yang dapat mempengaruhi prestasi mahasiswa (Sutjiato et al., 2015).
Distres merupakan kondisi stres yang bersifat merugikan dan buruk, dimana
tanggapan yang dirasakan bersifat negatif dan dapat menggangu integritas diri
individu sehingga keadaan dianggap sebagai suatu ancaman. Suatu masalah apabila
tidak diatasi atau diselesaikan dapat menyebabkan distres yang akan membuat pikiran
dan perasaan berada pada tempat dan suasana yang serba sulit sehingga dapat
mengancam keselamatan dan integritas (Nasir & Muhith, 2011).
Hormon stres dalam keadaan normal dilepaskan dalam jumlah kecil
sepanjang hari, tetapi bila menghadapi stres kadar hormon ini meningkat secara
dramatis (Stocker 2012). Hasil stres itupun meliputi perubahan kondisi psikis,
emosional, dan psikologis (Carr & Umberson, 2013). Respon kognitif terhadap
stressor ada dua, yaitu eustress dan distress. Tipe stres seperti ini berkaitan dengan
kondisi batin dan kesehatan jasmani. Pendapat Kupriyanov & Zhdanov (2014)
menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan penyebab stressor adalah presepsi
dan interpretasi mengenai suatu situasi dari individu masing-masing. Oleh karena itu
mahasiswa yang mengalami distres psikologis ini memerlukan bantuan klinis dan
perhatian yang lebih. Kasus distres psikologis yang dialami mahasiswa jelas
membawa dampak buruk pada kesehatan mental, bahkan tidak sedikit kasus ini
berakhir dengan kematian.
Studi yang dilakukan oleh Forman-Hoffman et al., (2014) terbukti dengan
adanya beberapa daftar kematian yang menegaskan bahwa nilai atau tingkatan dari
penyakit mental (distres psikologis), terlepas dari faktor resiko sosiodemografi, faktor
kesehatan fisik dan perilaku, disebut sebagai kemungkinan terkuat penyebab
kematian dini,. Respon kognitif distres yang ekstrim dapat menimbulkan bermacam
konsekuensi dalam kesehatan mental secara negatif yang kemungkinan dapat
mempengaruhi fungsi dan produktivitas individu dalam bekerja (Cardozo et al.,
2012).
Koping stres dibutuhkan oleh individu sebagai cara untuk menghadapi
masalah penyebab stress (Utaminingtias et al:2015). Koping dilakukan sebagai upaya
untuk mengurangi rasa stres yang dirasakan. Keberhasilan upaya tersebut akan dapat
mempengaruhi langsung terhadap penyelesaian masalah (stressor). Pengolahan stres
dapat diatasi dengan beberapa pengobatan farmakologis yang meliputi penggunaan
obat cemas (axiolytic), dan anti depresi (anti depressant), serta terapi nonfarmakologi
yang meliputi pendekatan kognitif, serta relaksasi (Rahayuni et al., 2015).
Salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan rileksasi sehingga dapat
mengurangi stres dan belum banyak diterapkan di Indonesia adalah terapi warna.
Terapi warna yang dikenal juga dengan nama Chromatherapy merupakan terapi yang
didasarkan pada pernyataan bahwa setiap warna tertentu mengandung energi-energi
penyembuh. Pada bidang kedokteran, menurut Kusuma (2010), terapi warna
digolongkan sebagai electromagnetic medicine atau pengobatan dengan gelombang
elektromagnetik. Ada lima macam warna dan salah satu warna yang dapat
dimanfaatkan serta memiliki efek positif yaitu warna hijau. Warna hijau disebutkan
dapat menimbulkan sensasi rasa nyaman, rileks, mengurangi stres, menyeimbangkan,
dan menenangkan emosi. Menurut Novita Harini (2013), warna hijau memberi efek
menenangkan, menyengarkan sistem saraf, dan menyeimbangkan tubuh. Melalui
pernafasan yang dalam dan teratur serta memusatkan perhatian atau fokus dapat
mengubah udara yang dihirup menjadi energi yang positif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
adalah : Apakah ada pengaruh terapi warna hijau terhadap tingkat stress pada
mahasiswa DIII keperawatan semester 2 di Stikes Adi Husada Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh terapi warna hijau terhadap tingkat stress pada
mahasiswa DIII keperawatan semester 2 di Stikes Adi Husada Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat stress pada mahasiswa DIII keperawatan
semester 2 di Stikes Adi Husada Surabaya sebelum diberikan terapi warna
hijau.
2. Mengidentifikasi tingkat stress pada mahasiswa DIII keperawatan
semester 2 di Stikes Adi Husada Surabaya setelah diberikan terapi warna
hijau.
3. Menganalisa pengaruh terapi warna hijau terhadap tingkat stress pada
mahasiswa DIII keperawatan semester 2 di Stikes Adi Husada Surabaya.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.4.1 Manfaat bagi responden
Memberikan tambahan ilmu serta pilihan lain yang menjadi alternatif bagi
mahasiswa dalam menangani stres.
1.4.2 Manfaat bagi tempat peneliti
Dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi dalam melakukan penelitian
selanjutnya dengan menggunakan variabel yang berbeda.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran dan
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan yang dapat diaplikasikan di
lingkungan masyrakat.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1
Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta:
Salemba Medika.
Cardozo, B. L., Crawford, C. G., Eriksson, C., Zhu, J., Sabin, M., Ager, A., Foy, D., Snider, L.,
Scholte, W., Kaiser, R., Ollf, M., Rijnen, B., Simon, W. (2012). Psychological Distress,
Depression, Anxiety, and Burnout among International Humanitarian Aid Workers: A
Longitudinal Study. Plos One, 7(9), 1-13.
Forman-Hoffman, V. L., Muhuri, P. K., Novak, S. P., Pemberton, M. R., Ault, K. L., & Mannix, D.
(2014). Psychological distress and mortality among adults in the U.S. Household
Population.Center for Behavioral Health Statistics and Quality

Anda mungkin juga menyukai