INTEGUMEN TINEA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah III
Klompok 1
Di Susun Oleh :
2020/2021
1
Lembar Pengesahan
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terselasainya makalah ini.
Makalah yang kami buat ini berisikan materi-materi Sistem Integumen yang membahas tentang
Asuhan keperawatan TINEA.
Kami menyadari teknik menyusun dan materi yang kami sajikan ini masih jauh dari pada
sempurna, masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan, untuk itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca.
Pada kesempatan ini kami tak lupa mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah
membantu kami, sehingga selesainya makalah“TINEA.”, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan rahmatnya kepada kita semua.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................2
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI.............................................................................................................4
2.1 Pengertian tinea................................................................................................................4
2.2 Macam-macam tinea........................................................................................................4
2.3 Etiologi.............................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan penunjang....................................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan................................................................................................................7
BAB 3 Konsep dasar asuhan keperawatan....................................................................................10
3.1 PENGKAJIAN..............................................................................................................10
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN...................................................................................12
3.3 Perencanaan Keperawatan..............................................................................................16
3.4 Implementasi Keperawatan............................................................................................19
3.5 Evaluasi keperawatan.....................................................................................................19
BAB 4 PENUTUP.........................................................................................................................27
5.1 KESIMPULAN..............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tinea atau dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh invasi jaringan
keratin seperti rambut, kuku dan lapisan kornea dari kulit oleh jamur berfilamen disebut
dermatophytes (Perez, et al,. 2009). Tinea pedis adalah salah satu infeksi jamur yang
menyerang kulit bagian superfisial yang paling umum terjadi pada kulit kaki di seluruh
dunia. Umumnya penyakit kulit ini di derita oleh laki-laki dewasa dan remaja dibandingkan
wanita dan anak-anak. Hal ini lebih umum terjadi pada petani, barak tentara, pesantren, pada
kolam renang, dan pada pemakaian sepatu yang tertutup (Theresia N, et al,. 2015).
Kejadian tinea pedis meningkat pada daerah yang memiliki iklim tropis dan memiliki
kelembapan yang tinggi, memakai sepatu oklusif sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur
yang meningkat. Riwayat medis kekebalan tubuh, tekanan, diabetes mellitus, atau penyakit
pembuluh darah perifer juga berisiko tinggi untuk terkena tinea pedis (Havlickova, et al,.
2008).
Penyakit jamur ini dapat menular dengan cara kontak langsung dengan kaki penderita.
Kondisi seperti tranplantasi organ, kemoterapi, usia lanjut, obesitas, diabetes melitus, adanya
kekebalan tubuh yang terganggu yakni HIV-AIDS, dapat meningkatkan resiko terjadinya
Tinea pedis (Claire, et al,. 2004).
Namun, ada juga bukti untuk mendukung terjadinya tinea pedis, bahwa tinea pedis lebih
sering terjadi pada pasien dengan kondisi dermatologi tertentu seperti psoriasis atau atopik
infeksi kulit (Leibovici V, et al,. 2014) Jamur Trichophyton Rubrum adalah penyebab yang
paling umum di seluruh dunia. Dengan enzim keratinase di superfisial kulit, jamur
Trichophyton Rubrum menginfeksi keratinase tersebut. Di dinding dermatofit jamur
Trichophyton Rubrum, terdapat manans yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh,
sehingga menurunkan proliferasi keratinase dan meningkatkan infeksi kronis.
Tinea pedis dapat menular secara langsung dengan arthroconidia yang di hasilkan oleh
filamen dermatofit. Setelah terpapar langsung, maka jamur ini akan tinggal di hospesnya dan
akan menjadi faktor pembawa. Ada banyak kasus yang tidak terdiagnosis, assimptomatik,
sehingga dapat menularkan ke orang lain tanpa disadari.
1.3 Tujuan
4. Mengetahui patofisiologi
5
5. Memahami cara penatalaksanaan medis dan keperawatan tinea
BAB II
TINJAUAN TEORI
Tinea adalah salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.Jamur yang
berperan dalam penyakit tinea adalah dermatofita.Dermatopita merupakan sekelompok jamur
miselium yang menginfeksi keratin stratum korneum, rambut, dan kuku (Chadrasoma,2006).
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan
teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita(jamur yang menyerang kulit) (Adhi Djuanda, 2000).
Tinea vesikolor infeksi yang sering dijumpai ini disebabkan oleh pityrosporum
orbicularis, yang hanya menginfeksi stratum korneum, rambut, dan kuku jarang
6
terkena.Tinea vesikolor merupakan macula asimtomatik (daerah diskolorasi,
hiperpigmentasi pada ras kulit terang dan hipopigmentasi pada ras kulit gelap).Sering
dijumpai lesi multiple.
Penyakit ini merupakan infeksi dermatofit yang tersering, biasanya terdapat rasa
gatal pada daerah di sela-sela jari kaki yang berskuma, terutama diantara jari ketiga
dengan keempat, dan keempat dengan kelima, atau pada telapak kaki.
3. Tinea Kruris
Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan jarang terjadi pada
perempuan.Tepi eritematosa yang berskuama pelan-pelan menjalar kebawah paha bagian
dalam dan meluas kearah belakang kedaerah prinium dan bokong.
4. Tinea Korposis
Tinea ini secara khas mempunyai bagian tepi yang meradang, sedangkan bagian
tengahnya bersih, tetapi penampakan seperti ini relative jarang.
5. Tinea Manum
Gambaran dari tinea ini biasanya pada telapak tangan terdapat lesi eritematoma
dengan sedikit skuama, sedangkan pada punggung tangan gaambaran peradangan lebih
jelas.
7
6. Tinea Unguium
Penyakit ini biasanya menyerang bagian tepi-tepi kuku biasanya dari bagian distal
berupa guratan-guratan kekuningan pada lempengan kuku. Kemudian semakin lama
seluruh kuku menjadi makin tebal, berubah warna, dan rapuh
7. Tinea Kapatis
Tinea kapatis biasanya menyerang pada anak-anak, jarang pada orang dewasa.Hal
ini kemungkinan dikarenakan perubahan kandungan asam lemak dalam sebum pada saat
menjelang pubertas.
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
Infeksi dimulai dari kolonisasi hifa, dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya dalam jaringan keratin yang mati.Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi kedalam jaringan epidermis, dan menimbulkan reaksi peradangan.Pertumbuhan
jamur dengan pola radial didalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit,
dengan batas yang jelas dan meninggi yang disebut ring wrom. (Mansjoer Arief, 2000).
8
2.5 Pemeriksaan penunjang
9
Menurut Mansjoer Arief (2000), pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada
penderita penyakit tinea, bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. terlebih
dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian dilakukan :
1. Kulit berambut halus (glabrous skin). Kelainan dikerok dengan pisau tumpul steril. Sisik
kulit dikumpulkan pada gelas obyek.
2. Kulit berambut. Spesimen yang harus diambil adalah skauma, tunggul rambut dan isi
rambut folikel. Sampel rambut diambil dengan forsep dan skauma dikerok dengan skapel
tumpul. Rambut yang diambil adalah rambut yang goyah (mudah dicabut) pada daerah
lesi. Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk
melihat kemungkinan adanya flouresensi didaerah lesi pada kasus-kasus tinea kapitis
tertentu.
3. Kuku, bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit, dipotong lalu dikerok sedalam
dalamnya hingga mengenai seluruh tebal kuku. bahan dibawah kuku diambil
juga.Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas obyek, kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan KOH 20%.Tunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan.
Pemanasan diatas api kecil mempercepat proses pelarutan. Pada saat mulai keluar uap,
pemanasan cukup. Bila terjadi penguapan, akan terbentuk kristal KOH sehingga
mengganggu pembacaan.
10
Gambar: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)
2.6 Penatalaksanaan
Obat-obat sistemik dan topikal yang digunakan antara lain sistemik, meliputi:
a) Griseofulvin
2. Penatalaksanaan keperawatan
12
a. Menghilangkan atau mencegah fakto predisposisi. Fakttor tersebut antara lain adalah
kelembabapan karena keringat atau lingkungan yang panas, iritasi oleh baju, orang
sakit yang berbaring lama, friksi lipatan kulit pada orang gemuk, imunitas rendah.
b. Manghilangkan sumber penularan baik dari manusia, hewan,tanah maupun benda
disekeliling yang mengandung elemen jamur. Spora dermatofit dapat bertahan hidup
dalam waktu yang lama.
c. Mengoptimalkan kepatuhan pasien dengan menerangkan perjalan penyakitnya,
pemilihan obat yang tepat dapat diterima oleh pasien, dan bila dianggap perlu
diterangkan juga tentang biaya pengobatan.
13
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat memberi arah
terhadap
1. Anamnesis
Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia,alamat, agama, bahasa yang digunakan,
Pada umunya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi
Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peradangan.
Quality Of Painn: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
14
Region,Radition,Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di sendi
Severity(scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada malam hari
Pengumpulan data dilakukan sejak muncul keluhan dan secara umum mencakup
terjadinya gout. Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah adakah klien pernah dirawqat
dengan masalah yang sama.kaji adanya pemakaian alcohol yang berlebihan dan
Kaji adakah keluarga dari genarasi terdahulu mempunyai keluhan yang sama
dengan klien karena penyakit gout berhubungan dengan genetik. Ada produksi /sekresi
Riwayat psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan penyakit klien
dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang di dapat meliputi adanya kecemasan
individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat
15
dengan adanya sensasi nyeri,hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan
ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam
urat terhadap sirkulasi. Adanya perubahan peran dalanm keluarga akibat adanya nyri dan
hambatan mobilitas fisik emberikan respon terhadap konsep diri yang maldaptif.
Diet
16
Presepsi diri dalam melakukan mobilitas
1) Tujuan tindakan : Setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri .....x24 jam nyeri
2) Ekspektasi
N Ekspektasi Definisi
o
1 Meningkat Bertambah dalam ukuran, jumlah, derajat atau
tingkatan
2 Menurun Berkurang dalam ukuran, jumlah, derajat atau
tingkatan
3 Membaik Menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat
atau efektif
17
3) Kriteria Hasil
Kontrol Nyeri
Definisi
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria
Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun Meningkat
Melaporkan 1 2 3 4 5
nyeri
terkontrol
Kemampuan 1 2 3 4 5
mengenali
onset nyeri
Kemampuan
mengenali 1 2 3 4 5
penyebab
nyeri
Kemampuan
menggunaan 1 2 3 4 5
teknik non-
farmakologis
Dukungan
orang 1 2 3 4 5
terdekat
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
18
Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Penggunaan 1 2 3 4 5
analgesik
4) Intervensi
Manajemen nyeri
Observasi:
Terapeutik:
nyeri.
Edukasi:
19
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Menurut (Kozier dkk, 2010) implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana
yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Debora,
2013). Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
2013).
Evaluasi keperawatan menurut (Tarwoto & Wartonah, 2015) merupakan tindakan akhir
dalam proses keperawatan. Menurut (Deswani, 2011) evaluasi dapat berupa evaluasi struktur,
proses dan hasil. Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
kondisi pasien (Dinarti, dkk 2013). Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam
bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planing). Evaluasi dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu valuasi sumatif dan formatif. Evaluasi sumatif dikerjakan dalam bentuk pengisian
20
format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
format yang dipakai adalah format SOAP. Sedangkan valuasi formatif dikerjakan dengan cara
membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara
keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar
didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi (Dwi, 2015).
21
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Tinea pedis atau kaki atlet adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh semacam jamur
yang disebut fungus. Jamur yang menyebabkan tinea pedis menyukai kulit yang lembab dan
hangat di antara jari kaki dan seringkali memburuk dalam cuaca panas.
Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki
disertai daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini
lebih nyata pada sela jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena.
Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak menggunakan sepatu.
Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot, foot mycosis. Tinea pedis yang
tersering adalah bentuk interdigitalis.
22
DAFTAR PUSTAKA
Chadrasoma, Parakrama. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI
Kedokteran EGC.
Siregar, R.S. 2005. Atlas bewarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC
Pokja, T. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; definisi indikator dan diagnostik.
Edisi 1., Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat.
Pokja, T. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; definisi dan tindakan keperawatan.
Edisi 1., Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat.
Pokja, T. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia; definisi dan kriteria hasil. Edisi 1.,
Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat.
23