Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard
yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis
antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari
arteri koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan
myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang
diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat
nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian
mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba
atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi
arteri koroner yang cukup.

2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.

1
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan
otot jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark
infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga
miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.

2
4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda
berat, ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan
lengan atas kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit
bernafas, cemas dan lemas.
f. Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008)
adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai
nyeri tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan
menetap (> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau
hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah.

3
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman
nyeri).

Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan


dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada
pada klien secara PQRST meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang
0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan
menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada
saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-
9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan
semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA,
kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah
onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun
kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat
pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan
kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas

4
tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik.
Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA
konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai
puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu.
Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin
T, suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot
jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam
sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya
gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi
segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis
miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang
Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi
segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil
rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini
dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau

5
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04
detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah
yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam
dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di
daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka
terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST
depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana
elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor
ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area
iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada
masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik.
Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini
sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses
repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium
terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada
lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada
sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :

6
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, a VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, a VL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan a VF PDA
Right ventrikel V2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror
image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA    = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut


disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien
berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan
tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran
EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen
ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit),
dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada
STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI.

7
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah
precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat,
tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher,
lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa
nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung
lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas
serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai
dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin,
berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak
nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda
kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik
akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang
mengenai dinding inferior.

5. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena
daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah
jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila
infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal,
pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan
miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau
infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal

8
jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk
serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena
infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan
remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel
dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal
ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi
bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit
mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan
aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom
juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior
umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi
ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006)

9
6. PATHWAYS

Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Timbunan asam laktat meningkat Integritas membran sel berubah


nyeri

Fatique Cemas Resiko


Kontraktilitas turun penurunan curah jantung

Intoleransi aktifitas

COP turun Kegagalan pompa jantung

Gangguan perfusi jaringan


Gagal jantung

Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler

(Price & Wilson, 2006)

10
7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan
konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel
kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q
patologis
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST
(Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Ro dada

11
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga
GJK atau aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.

12
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis :
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan
untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma
: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure

13
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan
pemicu terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien
Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

14
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak
teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada
membran mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya
kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja,
keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri
sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan


Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan.
6) Hygiene

15
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien
pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social

16
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal :
penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh
darah arteri koronaria.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan
dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.

3. INTERVENSI
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang actual atau potensial.

17
NOC :
1) Pain level.
2) Pain control.
3) Comfort level.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


kontraktilitas.
Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).
NOC :
1) Cardiac pump effectiveness.
2) Circulation status.
3) Vital sign status.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) CVP dalam batas normal.
3) Nadi perifer kuat dan simetris.
4) Tidak ada oedem perifer dan asites.
5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.
7) Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

18
2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3) Monitor haluaran urin.
4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9) Berikan makanan sesuai diitnya.
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).

c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik,


kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh
darah arteri koronaria.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan.
NOC :
1) Circulation status.
2) Tissue perfusion : cerebral.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.
Intervensi/NIC :
1) Monitor Frekuensi dan irama jantung.
2) Observasi perubahan status mental.
3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa.
4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG,
elektrolit, GDA ( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan
Pemberian oksigen.

d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan


dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

19
Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.
NOC :
1) Electrolit and acid base balance.
2) Fluid balance.
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari oedem.
2) Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan
sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
NOC :
1) Energy conservation.
2) Activity tolerance.
3) Self care : ADLs.
Kriteria Hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas.

20
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori
yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat selam 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran
terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas


biologis.
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respon autonom.
NOC :
1) Anxiety self-control.
2) Anxiety level.
3) Coping.

Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap
ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan
peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang
dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

 Udjianti Wajan Juni.(2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: salemba


medika.
 Alwi, I. (2014). Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing.
 Robbins et al.(2012). Hubungan Antara Angka Leukosit Dengan AngkaKematian
Penderita Infark Miokard Akut Di Rsud Dr. Moewardi Pada          Tahun
2012      (Internet).       Termuat           
Dalam:<http://eprints.ums.ac.id/27738/3/4._BAB_I.pdf> (Diakses pada hari sabtu,
20 Mei 2018 pukul 09.00 WIB)
 Okvitasari et al. (2016). Analysis Of Factors Related To The OccurrenceOf Coronary
Heart Disease At Heart Polyclinic Ulin Hospital.2(2) Maret, pp.13.    available        
from:  <http://journal.stikes-mb.ac.id/index.php/caring/article/viewFile/37/29> 
(Acessed 20 Mei 2018)
 Ditjen Yanmed, 2013; Veronique, 2007; Riskesdas, 2013; Mozaffarian et al.
(2015).Suppression Of Tumorigenicity-2 (St2), Troponin-I Dan Kombinasi St2 Dan
Troponin-I Sebagai Stratifikasi Risiko Payah Jantung. Kajian Pada Pasien Infark
Miokard Akut(Internet). Termuat           dalam:           
<http://eprints.uns.ac.id/21509/1/S971108005_pendahuluan.pdf> (Diakses 20
Mei 2018 jam 12.15 WIB)
 Okvitasari, Y (2016). Analisis Faktor Terkait dengan terjadinya Penyakit Jantung
Koroner Pada Rumah Sakit Jantung Poliklinik Ulin.  Disertasi, Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin
 Dari Rekapitulasi 10 Besar Penyakit Ruang Intensive Coronary Care Unit RSUD Ulin
Banjarmasin Tahun 2016.
 http://www.inaheart.org/upload/file/Women_Guideline-Fix(5).pdf(Diakses pada
hari senin, 20 Mei 2018 jam 09.00 WIB)
 http://www.kemkes.go.id/article/view/201410080002/lingkungan-sehat-jantung-
sehat.html (Diakses pada 20 Mei 2018 jam 11.00 WIB)
 http://www.newsfarras.com/2014/11/Kerja-Fungsi-Anatomi-Fisiologi-
Jantung.html (Diakses pada 20 Mei 2018 jam 23.00 WIB )

22
 Putri & Wijaya. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1.  Yogyakarta: Nuha Medika

 Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan.  Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

 Nazmah A. (2012). Panduan Belajar Membaca EKG. Jakarta: CV. Trans Info Media

23

Anda mungkin juga menyukai