Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM KARDIOVASKULER


“SINDROM KORONER AKUT : INFARK MIOKARD AKUT DENGAN
ELEVASI SEGMEN ST (STEMI)

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat


Pembimbing Akademik : Abdul Majid, S.Kep.Ns, M.Kep.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4A

1. ANGELIKA MAYA WIDYANINGRUM (P07120217006)


2. DYAH AYU SEKARSARI (P07120217017)
3. ERVIETA ADISTYA HARGIYATI (P07120217018)
4. FAISAL ADITIA MAULANA (P07120217019)

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2020/2021
LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kegawatdaruratan Sistem Kardiovaskuler


Sindrom Koroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) ini
dibuat untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Nilai Praktek Keperawatan Gawat
Darurat pada Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jurusan Keperawatan

Oleh :
Kelompok 4A

1. Angelika Maya Widyaningrum (P07120217006)


2. Dyah Ayu Sekarsari (P07120217017)
3. Ervieta Adistya Hargiyati (P07120217018)
4. Faisal Aditia Maulana (P07120217019)

Telah Diperiksa dan Disetuji Tanggal November 2020

Oleh :
Pembimbing Akademik

Abdul Majid, S.Kep.Ns, M.Kep.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyumbang angka mortalitas di dunia
setiap tahunnya. Penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama penyebab
kematian secara global dibanding penyebab lain. Data World Health Organization
(WHO, 2017) menyatakan bahwa sekitar 17,9 juta orang atau 31% penduduk dunia
meninggal pertahunnya yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Pada tahun
2015, lebih dari 17 juta kematian dini (dibawah usia 70 tahun) disebabkan oleh
noncommunicable diseases, 31% dari angka tersebut disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler. Angka tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan tiap tahun.
Oleh karena itu, penyakit kardiovaskuler menjadi perhatian utama dunia saat ini
(WHO, 2017).
Penyakit syndrome coroner akut merupakan salah satu dari penyakit
kardiovaskuler yang paling banyak menyumbangkan angka mortilitas apabila tidak
ditangani dengan tepat. Sindrom coroner akut adalah penyakit yang disebabkan oleh
adanya rupture plak kolesterol pada pembuluh darah koroner dan memicu
pembentukan trombus di arteri koroner sehingga mengakibatkan gangguan pada
aliran darah ke otot jantung. Apabila aliran darah ke otot jantung berkurang, maka
akan terjadi kematian jaringan karena kekurangan oksigen dan nutrisi (Muttaqin, A &
Sari, K. 2014)
Di Indonesia, pada tahun 2017 didapatkan data bahwa penyakit jantung
(29,0%) menduduki posisi kedua setelah stroke (29,2%) sebagai penyebab kematian
dini (WHO, 2017). Menurut American Heart Association tahun 2014, penyakit
syndrome coroner akut diantaranya Unstable Angina Pectoris (UAP), ST Elevation
Myocardial Infarct (STEMI), dan Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI).
Didunia lebih dari 3 juta penduduk pertahun diperkirakan mengalami STEMI dan
lebih dari 4 juta penduduk mengalami NSTEMI (Kumar A, et al., 2009). Angka
mortalitas dirumah sakit lebih tinggi pada STEMI. Oleh karena itu, manajemen yang
optimal terhadap kondisi pada pasien yang mengalami STEMI sangat penting untuk
diperhatikan dan diberikan tindakan dengan cepat (Nursalam, 2011).
Peran perawat salah satunya adalah kuratif yang memberikan tindakan medis
maupun keperawatan kepada pasiennya, dimana tindakan tersebut untuk
meningkatkan kondisi pasien dan mencegah komplikasi yang lebih fatal pada pasien.
Peran perawat sebagai penyedia layanan kesehatan sangat penting guna menentukan
tujuan bersama pasien serta keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan untuk
mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau memulihkan
kembali kondisi pasien serta mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan
(Muttaqin, A & Sari, K. 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka penderita Syndrome Coroner Akut : Infark Miokard Akut Dengan
Elevasi Segmen ST (STEMI) maka penulis tertarik untuk membahas kasus dengan
judul ”Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Kardiovaskuler dengan Diagnosa
Medis Syndrome Coroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST
(STEMI)”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan gawat darurat system kardiovaskuler
pada pasien dengan diagnosa medis Syndrome Coroner Akut : Infark Miokard
Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Syndrome Coroner
Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
b. Mengidentifikasi diangnosa pada pasien dengan diagnosa Syndrome Coroner
Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
c. Menyusun intervensi pada pasien dengan diagnosa medis Syndrome Coroner
Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
d. Melaksanakan implementasi pada pasien dengan diagnosa medis Syndrome
Coroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
e. Melaksanakan evaluasi pada pasien dengan diagnosa medis Syndrome
Coroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI).
f. Melakanakan pendokumentasian pada pasien dengan diagnosa medis
Syndrome Coroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST
(STEMI).
C. Metode
Pengumpulan data-data yang dipergunakan dalam penulisan asuhan keperawatan ini
berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan
keperawatan Syndrome Coroner Akut : Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen
ST (STEMI) yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bervariatif
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu, penyususan asuhan keperawatan ini
dengan menggunakan studi kasus yang telah disediakan dan dibahas berdasarkan hasil
diskusi dari informasi yang diperoleh.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Sindrom koroner akut adalah gangguan aliran darah koroner parsial hingga
total ke miokard secara akut. Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala
yang diakibatkan oleh gangguan aliran darah pada pembuluh darah koroner secara
akut. Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak
aterosklerosis, yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya
gumpalan-gumpalan darah atau trombosis (Ikram, A. 2011)
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard
yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada,
perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan perubahan biomarker
jantung. Keadaan iskemia yang akut dapat menyebabkan nekrosis miokardial yang
dapat berlanjut menjadi Infark Miokard Akut. Nekrosis atau kematian sel otot jantung
disebabkan karena adanya gangguan aliran darah ke jantung. Daerah otot yang tidak
mendapat aliran darah dan tidak dapat mempertahankan fungsinya, dikatakan
mengalami infark (Tambayong. 2012)
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi : (1)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction), (2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction), dan (3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP:
unstable angina pectoris) (Irmalita, 2015).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepatnya secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis
menggunakan intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan
menunggu hasil peningkatan marka jantung (Irmalita, 2015).
B. MINDMAP PATOFISIOLOGI

Factor Resiko Bisa Dimodifikasi Factor Resiko Tidak Bisa Dimodifikasi

Alcohol, hipertensi, obesitas Genetic, jenis kelamin, usia, riwayat


(hiperlipidemia (nikotin, tar, keluarga
kafein)

Okumulasi toksin di pembuluh darah

HDL , LDL

Timbul Plak Arterosklerosis


PdDinding arteri koroner
Penyempitan Lumen Arteri

Plak mengalami pisure, rupture/ulserai


(mengandung fibrin rich red
thrombosis)

Sel endotel rusak

Aktivasi factor VII dan X

Protrombin thrombin
Fibrinogen fibrin

Pembentukan trombus

Oklusi total (penyumbatan) arteri koroner secara cepat pada lesi vaskuler

Aliran darah koroner menurun/tidak adequat

Iskemia miokard

Penurunan perfusi jantung

Penuruna suplay O2 ke miokardium


Kerusak Otot Miokardium

EKG : ST Elevasi

Sindrom Koroner Akut

STEMI

Infark Miokardium

Akumulasi hasil metabolisme Fungsi ventrikel kiri Iskemia jaringan, Infark pada bagian papilla
Tekanan ventrikel kiri
senyawa kimia hipoksemia, perubahan dan korda terdinae, septum
menurun, gangguan
control saraf, gg metabolism ventrikel dan gg
kontratilitas
Kongesti pulmonalis ketidakseimbangan perikardium
Metabolisme aerob elektrolit
Daya kontraksi
meningkat, filtrasi sel
menurun Komplikasi pasca infark
menurun
Tekanan hidrostatik
Perubahan daya
melebihi tekanan osmotik Gg potensial aksi
Filtrasi asam laktat meningkat berkurang dan gerakan di
Disfungsi otak papilaris,
dinding ventrikel
defak septum ventrikel,
menurun Edema paru Perubahan Elektrofisiologi rupture jantung, aneurisma
Menstimulasi reseptor
nyeri ventrikel, tromboembolisme
Curah secukuncup Hipervolemia Resiko Aritmia
Area korteks sensori primer menurun
LVEOP meningkat dan
RVEOP meningkat Perubahan Hemodinamika Progresif
Nyeri akut
Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif
Penurunan Curah jantung
Mual/Muntah Metabolism kompensasi Hipotensi, asidosis metabolic
Kelemahan fisik
mempertahankan curah jantung dan hipoksemia
dan perfusi perifer
Anoreksia Gg pemenuhan aktivitas sehari-hari
Refleksi simpatis vasokontriksi Resiko Perfusi Miokard Tidak
sistem retensi Na dan Air Efektif
Penurunan peristaltic Intoleransi Aktivitas
usus
Denyut jantung meningkat Syok kardiogenik
Daya kontraksi jantung
Defisit Nutrisi meningkat
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Kondisi dan prognosis penyakit

- Beban akhir meningkat ventrikel kiri


- Daya dilastasi ventrikel kiri meningkat Penurunan Kurang terpajan Perubahan dalam pola Resiko
Produktivitas informasi mengenai komunikasi yang biasa ketidakpatuhan
Pembesaran ventrikel kiri penyakitnya pengobatan

Gelisah Penurunan penggunaa


Kurang Pengetahuan dukungan keluarga
Hipertropi ventrikel kiri Manajemen
Mengekpresikan Kesehatan Tidak
kekhawatiran Mengungkapkan Efektif
Penyakit fisik
Pengembangan Paru Tidak Optimal penyakitnya ketidakmampuan
untuk mengatasi
masalah penyakitnya
Gg suplay O2 ke Jaringan (Hipoksia) Ansietas Perubahan Dalam
Ritual
Koping Tidak Efektif
Meningkatnya Keb. O2
Perubahan dalam
praktik spiritual
Takipnea

Distres Spiritual Sumber : Anggita Agustina, 2014


Pola Nafas Tidak Efektif
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN DATA UMUM

Tanggal Pengkajian : 2 November 2020.


Jam : 09.00 WIB.
Oleh : Angelika Maya Widyaningrum, Dyah Ayu Sekarsari,
Ervieta Adistya Hargiyati, Faisal Aditia Maulana.
Sumber Data : Dokumen Rekam Medis, Pasien dan Keluarga Pasien.
Metode Pengumpulan Data : Observasi, Pemeriksaan Fisik, Wawancara,
dan Studi Kasus.

1. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Tn. X
Tempat/Tgl.Lahir : Yogyakarta, 1-1-1947
Status Perkawinan : Menikah
Agama/Suku : Islam/Jawa
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan Pekerja Pos
Dx. Medis : Sindrom Koroner Akut : Infark Miokard Akut dengan
Elevasi Segmen ST (STEMI)

2. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. A
Hubungan Dgpasien : Istri
Alamat : Yogyakarta
Pekerjaan : IRT
PENGKAJIAN DATA DASAR

1. PRIMARY ASSESSMENT
Airway : Tidak terdapat sumbatan dan suara napas tambahan, suara
napas normal.
Breathing : RR 24x/menit, napas cepat dan dangkal, SpO2 : 95%, tidak
terdapat retraksi dada dan tidak terlihat menggunakan otot
bantu napas berlebih, tidak terdapat edema pulmo.
Circulation : TD : 108/68 mmHg, N : 115x/mnt, nadi teratur dan terasa
kuat, akral dingin.

2. FOCUS ASSESSMENT
Keadaan Umum : Klien terlihat lemas, pucat, EKG ST Elevasi 2 segmen, akral
dingin.
Tingkat Kesadaran : Composmentis, GCS : 15 (E4, M5, V6)
Keluhan Utama : Nyeri dada setelah 30 menit beraktivitas membersihkan
garasi, nyeri dada terasa seperti tertimpa benda berat, nyeri
dada menjalar ke leher dan dagu, nyeri skala 4 dari 10, durasi
nyeri lebih dari 30 menit.

3. SEKUNDER ASSESSMENT
Riwayat Penyakit : Istri pasien mengatakan dia menemukan klien duduk di
Dahulu lantai memegangi lengan dan dada dengan wajah yang pucat
di garasinya.
Riwayat Penyakit : Pasien masuk dengan kondisi pucat dan cemas, RR
Sekarang 24x/menit, napas cepat dan dangkal, SpO2 : 95%,
kesadarannya composmentis, GCS : 15 (E4, M5, V6),
terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm, hasil EKG ST Elevasi
2 segmen, nyeri dada setelah 30 menit beraktivitas
membersihkan garasi, nyeri dada terasa seperti tertimpa
benda berat, nyeri dada menjalar ke leher dan dagu, nyeri
skala 4 dari 10, durasi nyeri lebih dari 30 menit..
Riwayat Kesehatan : -
Keluarga

4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala dan Maksilofasial
Tidak ada jejas dan memar, tidak ada luka terbuka, kulit kering, rambut putih dan
mudah rontok.
2. Vertebra Servikalis dan Leher
Tidak terdapat luka/memar, kulit leher kering.
3. Thoraks
a. Inspeksi : Napas cenderung cepat, napas teratur 24x/menit.
b. Auskultasi : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan.
c. Perkusi : Sonor/redup, tidak ada tanda-tanda penumpukan cairan.
d. Palpasi : Napas sejajar paru kanan dan kiri.
4. Dada
a. Inspeksi : Kulit area dada sama dengan anggota tubuh lain, tidak ada jejas
ataupun memar, dan tanda-tanda infeksi.
b. Auskultasi : Napas cepat dan teratur.
c. Perkusi : Tidak ada nyeri tekan.
d. Palpasi : Tidak teraba benjolan mencurigakan.
5. Abdomen
a. Inspeksi : Dinding dada sejajar dinding perut DD//DP, tidak ada kelainan warna
kulit sama dengan anggota tubuh lain.
b. Auskultasi : Bising usus kurang lebih 3x/mnt
c. Perkusi : Timpani, tidak terdengar bunyi penumpukan cairan pada abdomen,
tidak ada nyeri tekan
d. Palpasi : Tidak teraba massa pada abdomen, otot perut supel, hepar tidak
teraba besar
6. Perineum / Rektum / Vagina
Genetalia normal, tidak terpasang kateter, keluarga mengatakan urin klien berwarna
kuning pekat.
7. Muskuloskeletal
Gerakan ekstremitas lancar tetapi lemah, tidak ada rasa nyeri selama
pemeriksaan ekstremitas, tidak ada fraktur. 5 5
5 5

5. TERAPI
O2 2-6 LPM dengan nasal kanul
Aspirin 325mg (PO)
Nitroglycerin 50mg/250 ml (IV)
D5W 5 mcg/minute (IV)
Morphine 2-10mg (IV)
Metoprolol 5 mg (IV)
Heparin 5000 unit (IV)

6. DATA PENUNJANG
- EKG ST Elevasi 2 segmen
B. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
DS : - Pola Nafas Tidak Efektif Hambatan Upaya Napas
DO : (SDKI: 2017)
- Klien terlihat lemas dan pucat.
- RR 24x/menit.
- Napas cepat dan dangkal.
- SpO2 : 95%.
- EKG ST Elevasi 2 segmen.
- Akral dingin.
- Terpasang oksigen nasal kanul 2
lpm.
DS : Nyeri Akut (SDKI : Agen Pencedera
- P : Nyeri dada setelah 30 menit 2017) Fisiologis (Iskemia)
beraktivitas membersihkan garasi.
- Q : Nyeri dada terasa seperti
tertimpa benda berat.
- R : Nyeri dada menjalar ke leher
dan dagu.
- S : Nyeri skala4 dari 10.
- T : Durasi nyeri lebih dari 30
menit.
DO :
- RR 24x/menit.
- Nadi : 115x/menit.
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai
dengan :
- Klien terlihat lemas dan pucat.
- RR 24x/menit.
- Napas cepat dan dangkal.
- SpO2 : 95%.
- EKG ST Elevasi 2 segmen.
- Akral dingin.
- Terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan :
- P : Nyeri dada setelah 30 menit beraktivitas membersihkan garasi.
- Q : Nyeri dada terasa seperti tertimpa benda berat
- R : Nyeri dada menjalar ke leher dan dagu
- S : Nyeri skala 4 dari 10
- T : Durasi nyeri lebih dari 30 menit.
- RR 24x/menit
- Nadi : 115x/menit
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) Indonesia)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Berikan oksigen 2-6 lpm, melalui kanul
selama 1x24 jam, diharapkan pola nasal.
nafas tidak efektif teratasi dengan - Ajarkan latihan nafas dalam.
kriteria hasil : - Kolaborasi dengan radiologi untuk
Kriteria S T pemeriksaan rontgen dada.
Frekuensi nafas 3 4 - Monitor pola nafas (frekuensi,
Kedalaman nafas 3 4 kedalaman, dan usaha napas).
Keterangan :
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

Diagnosa Keperawatan 2 :
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) Indonesia)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Berikan teknik non farmakologis
selama 1x24 jam, diharapkan nyeri untuk mengurangi nyeri (teknik
akut teratasi dengan kriteria hasil : distraksi dan relaksasi).
Kriteria S T - Ajarkan teknik nonfarmakologis
Keluhan nyeri 3 5 untuk mengurangi rasa nyeri.
Frekuensi nadi 2 3 - Berikan obat analgesik aspirin 325
Pola nafas 3 4 mg (PO), Nitroglycerin 50mg/250 ml
Keterangan : (IV), Morfin 2 – 10 mg (IV).
1 : Memburuk - Monitor TTV dan skala nyeri dengan
2 : Cukup memburuk PQRST.
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

E. CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
IMPLEMENTASI EVALUASI
Tanggal : 03 November 2020 Tanggal : 04 November 2020
1. Pukul 08.00 Pukul : 08.00
Memonitor pola nafas (frekuensi, S:
kedalaman, dan usaha napas). - Pasien mengatakan sesak sudah
2. Pukul 10.00 berkurang.
Berkolaborasi dengan radiologi - Pasien mengatakan sudah paham cara
untuk pemeriksaan rontgen dada. melakukan nafas dalam yang benar.
3. Pukul 15.30 O:
Memantau pemberian oksigen 2-6 - RR 22x/menit
lpm, melalui kanul nasal. - Tidak ada retraksi dinding dada
4. Pukul 16.00 - Tidak ada suara nafas tambahan
Mengajarkan latihan nafas dalam. - Pola nafas tampak teratur
- Telah dilakukan pemeriksaan rontgen
dada.
- Pasien mampu mempraktekan cara
nafas dalam dengan benar.
A:
Pola nafas tidak efektif teratasi penuh
Kriteria S T
Frekuensi nafas 3 4
Kedalaman nafas 3 4
Keterangan :
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

P : Pertahankan intervensi
1. Monitor pola nafas (frekuensi,
kedalaman, dan usaha napas).
2. Berikan oksigen 2-6 lpm, melalui
kanul nasal.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
IMPLEMENTASI EVALUASI
Tanggal : 03 November 2020 Tanggal : 04 November 2020
1. Pukul 09.00 Pukul 08.15
Memberikan obat analgesik aspirin S:
325 mg (PO), Nitroglycerin 50mg/250 - Pasien mengatakan nyeri dada
ml (IV), Morfin 2 – 10 mg (IV). berkurang, nyeri tidak menjalar,
2. Pukul 11.00 nyeri skala 2 dari 10, nyeri hilang
Memonitor TTV dan skala nyeri timbul.
dengan PQRST. O:
3. Pukul 16.30 - RR : 22x/menit
Memberikan teknik non farmakologis - Nadi : 100x/menit
untuk mengurangi nyeri (teknik A:
distraksi dan relaksasi). Nyeri akut teratasi penuh
4. Pukul 17.00 Kriteria S T
Mengajarkan teknik nonfarmakologis Keluhan nyeri 3 5
untuk mengurangi rasa nyeri. Frekuensi nadi 2 3
Pola nafas 3 4
Keterangan :
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

P : Pertahankan intervensi
1. Monitor TTV dan skala nyeri
dengan PQRST.
2. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri (teknik
distraksi dan relaksasi).
3. Berikan obat analgesik aspirin
325 mg (PO), Nitroglycerin
50mg/250 ml (IV), Morfin 2 – 10
mg (IV).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya napas, selama implementasi keperawatan pasien kooperatif,
pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan
benar. Berdasarkan kriteria hasil maka pola nafas tidak efektif sudah teratasi,
ditunjukan dengan frekuensi nafas bermula dari sedang menjadi cukup
membaik, kedalaman nafas dari sedang menjadi cukup membaik setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam.
2. Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (iskemia), selama implementasi keperawatan pasien kooperatif,
pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan
benar. Berdasarkan kriteria hasil maka nyeri akut sudah teratasi, ditunjukan
dengan keluhan nyeri bermula dari sedang menjadi membaik, frekuensi nadi
dari cukup memburuk menjadi sedang, pola nafas dari sedang menjadi cukup
membaik setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam.

B. Saran
Pertahankan intervensi :
a. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas).
b. Berikan oksigen 2-6 lpm, melalui kanul nasal.
c. Monitor TTV dan skala nyeri dengan PQRST.
d. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (teknik distraksi dan
relaksasi).
e. Berikan obat analgesik aspirin 325 mg (PO), Nitroglycerin 50mg/250 ml (IV),
Morfin 2 – 10 mg (IV).
DAFTAR PUSTAKA

Ikram, A. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Salemba Medika.

Irmalita. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta : Centra

Comunications.

Muttaqin, A & Sari, K. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.

Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

Tambayong. 2012. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta

Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta

Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

WHO. (2017). A Global Brief on Cardiovascular. Geneva: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai