Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN STEMI ANTEROSEPTAL DI


RUANG ICU RSUD SALATIGA

Disusun untun Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat

Dosen Klinik : Maria Marlina, Amk


Dosen Akademik : Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep

Ira Theresia Panjaitan 22020114140088

M. Nur Triyanto 22020114130112

Melvina Larissa Januar 22020114130120

Nur Aas Aisah 22020114130121

Shelfi Widyastuti 22020114130127

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama. Banyak
pasien yang mengalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan yang salah dan
kurang cepat serta cermat adalah salah satu penyebab kematian. Menurut Global
Status Report on Noncommunicable Diseases data (WHO, 2014) menunjukkan
bahwa dari 56 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2012, sebanyak 38 juta
disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) yang terdiri dari penyakit
kardiovaskular, kanker, dan penyakit pernafasan kronis. Proporsi penyebab kematian
PTM pada tahun 2012 menunjukan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab
terbesar (46.2%) diikuti kanker (21.7%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,
penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar (10.7%)
kematian, serta ( 4% ) kematian disebabkan diabetes mellitus.
Di Indonesia, berdasarkan laporan WHO pada Noncommunicable Dieseases
(NCD) Country Profiles 2014 didapatkan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan
penyebab kematian tertinggi, yaitu sebesar 37% dari angka kematian total.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, menyatakan prevalensi
penyakit jantung di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung menjadi salah satu
penyebab utama kematian. Prevalensi secara nasional mencapai 7,2%. Kematian
akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 31,9% sedangkan angka
kematian karena penyakit kardiovaskular di rumah sakit yaitu sekitar 6-12%.
Di ruang ICU RSUD Kota Salatiga selama tanggal 21 Agustus 2017 sampai 30
Agustus 2017 terdapat pasien dengan diagnose medis STEMI sebanyak 3 pasien.
Salah satunya adalah Tn. S dengan diagnose medi STEMI Anteroseptal. Oleh karena
itu, penulis ingin membahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien STEMI.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari STEMI.
2. Untuk mengetahui etiologi dari STEMI.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari STEMI.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari STEMI.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien STEMI.
6. Untuk mengetahui pengkajian primer pada pasien STEMI.
7. Untuk mengetahui pengkajian sekunder pada pasien STEMI.
8. Untuk mengetahui Diagnose Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien
STEMI.
9. Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan pada pasien STEMI.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
STEMI adalah akronim yang berarti ST segment elevation myocardial
infarction. Serangan jantung tipe ini ditentukan dari pemeriksaan rekam jantung
(elektrokardiografi atau EKG). (ISIC, 2014) STEMI merupakan klasifikasi dari
Infark Miokard Akut (IMA).

Dalam STEMI sendiri, terbagi dalam beberapa klasifikasi sesuai dengan letak
dari oklusi itu sendiri, yang berdampak pada hasil EKG (AHA, 2015), yaitu :
STEMI Septal ST elevasi V1 dan V2
STEMI Anterior ST elevasi V3 dan V4
STEMI Lateral ST elevasi V5 dan V6
STEMI Anteroseptal ST elevasi V1 V4

STEMI Anterolateral ST elevasi V3 V6


STEMI Extensive anterior ST elevasi V1 V6
STEMI Inferior ST elevasi II, III, aVF
STEMI High Lateral ST elevasi I, aVL
STEMI Posterior tinggi gelombang R dan ST depresi di V1 V2

B. Etiologi
STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokardium. Pada kondisi awal akan terjadi ischemia miokardium,
namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan menimbulkan
nekrosis miokard yang bersifat irreversible.. (Darliana, 2007)

C. Tanda dan gejala


Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa :

Umumnya didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien.
Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,
jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
berkurang dengan pemberian nitrogliserin
Nadi biasanya cepat dan lemah
Pasien juga sering mengalami diaforesis.
Lemas pada seluruh badan
Adapun nyeri dada pada kasus ini bersifat :
Tumpul / tidak nyaman di dada seperti ditindih oleh benda berat
Terus menerus lebih dari 20 menit
Muncul saat melakukan aktivitas ringan
Tidak hilang dengan istirahat
Nyeri menjalar ke daerah bahu kiri, lengan kiri, atau dada kanan
Disertai keluarnya keringat dan rasa mual serta muntah

Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.
Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi
serta pada pasien berusia lanjut. Gejala yang tidak khas ini terutama dialami oleh
wanita, usia tua, dan orang-orang yang sebelumnya mengidap kencing manis.
D. Patofisiologi

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium (harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi) :
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin
kinase (CKMB) dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan
secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB.
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis
jantung.
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH)
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear
yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7
hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-
10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus
diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan
infark ventrikel kanan.
Foto thorax Gagal jantung akan terlihat pada bendungan paru berupa peebaran
gerakn bparu dan hipertropi ventrikel.
Percutan Coronary Angiografi (PCA) Pemasangan kateter jantung dengan
menggunakan zat kontrak dan memonitor x-ray guna mengetahui sumbatan pada
arteri coroner.
Tes treadmill.
F. Pengkajian Primer
Airway Mengkaji jalan napas melalui Look, Listen, dan Feel.
Breathing Mengkaji pola napas melalui Look, Listen, dan Feel.
Circulation Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus.
Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi
antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain
oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum terakhir (Smeltzer
& Bare, 2008 dalam (Darliana, 2007)). Bunyi jantung harus diauskultasi secara
terus-menerus, karena bunyi jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang
diikuti penatalaksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang
mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan
perubahan fungsi otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan adanya
perikarditis (Lily, 2008 dalam (Darliana, 2007)). Tekanan darah di ukur dan di
monitor untuk menentukan respon terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya
vasodilator. Denyut nadi perifer Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur.
Perbedaan frekuensi nadi perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya
disritmia seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk
menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas (Black & Hawk, 2005 dalam
(Darliana, 2007)).
Disability Tingkat kesadaran Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
dipantau dengan ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat
yang mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan terhadap adanya
tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang harus dilakukan (Smeltzer
& Bare, 2008 dalam (Darliana, 2007)).
Exposure Lihat secara keseluruhan apakah ada luka ataupun pendaharan pada klien.

G. Pengkajian Sekunder
Gunakan pengkajian anamnesis (meliputi SAMPLE), pemeriksaan fisik (head to toe),
pengkajian kebutuhan dasar manusia (apabila memungkinkan)
H. Diagnosa Keperawatan (Herdman, 2016)
Diagnosa STEMI didasarkan pada proses khas nyeri dada, elevasi segmen ST pada
EKG ditambah dengan elevasi penanda jantung dalam serum. Diagnosa keperawatan
yang mungkin terjadi yaitu:

1. Pola pernafasan tidak efektif


2. Nyeri akut

I. Intervensi Keperawatan
Konsep intervensi keperawatan :
Menghilangkan nyeri Menghilangkan nyeri dada merupakan prioritas utama
pada pasien dengan STEMI, dan terapi medis diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut, sehingga penatalaksanaan nyeri dada merupakan usaha kolaborasi
dokter dengan perawat.
Istirahat fisik Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac
dapat mengurangi nyeri dada dan dispnea. Posisi kepala yang lebih tinggi sangat
bermanfaat bagi pasien karena: (1) Volume tidal dapat diperbaiki karena
tekanan isi abdomen terhadap diafragma berkurang sehinngga pertukaran gas
dapat lebih baik, (2) Drainase lobus atas paru lebih baik serta (3) Aliran balik
vena ke jantung (preload) berkurang sehingga mengurangi kerja jantung
(Smeltzer & Bare, 2008; Underhill, 2005 dalam (Darliana, 2007)).
Memperbaiki fungsi respirasi Pengkajian fungsi pernafasan yang teratur dan
teliti dapat membantu perawat mendeteksi tanda-tanda awal komplikasi yang
berhubungan dengan paru. Perhatian yang mendalam mengenai status volume
cairan dapat mencegah overload jantung dan paru.
Mengurangi kecemasan Membina hubungan saling percaya dalam perawatan
pasien sangat penting. untuk mengurangi kecemasan. Rasa diterima dan
diperhatikan akan membantu pasien mengetahui bahwa perasaan seperti itu
masuk akal dan normal, sehingga diharapkan dapat mengurangi kecemasannya.
Coronary precaution Coronary precaution pada pasien STEMI yaitu
menghindari valsava maneuver. Valsava maneuver dapat menyebabkan udara
terperangkap dalam paru akibat penutupan glotis dan meningkatnya tekanan
darah sistolik dan frekuensi jantung. Meningkatnya tekanan intrathorak akan
menyebabkan penurunan venous return, penurunan preload, penurunan stroke
volume, penurunan cardiac output sehingga menyebabkan peningkatan heart
rate dan vasokontriksi perifer. Ketika tekanan intrathorak menurun, preload
meningkat sehingga akan mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung
(Underhill, 2005; Black & Hawk, 2005 (Darliana, 2007))
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah Discharge
planning diberikan segera setelah pasien di rawat di rumah sakit dan sebelum
pulang pasien seharusnya sudah menerima instruksi secara detail follow up
kesehatannya antara lain latihan fisik, diet, obat-obatan, modifikasi faktor risiko
dan kapan harus mencari pertolongan medis.
Rehabilitasi jantung Rehabilitasi bertujuan untuk mengembangkan dan
memperbaiki kualitas hidup pasien, sedangkan tujuan jangka pendek adalah
mengembalikan sesegera mungkin ke gaya hidup normal atau mendekati
normal.
Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain disritmia, shock kardiogenik, gagal jantung dan lain lain
yang dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu identifikasi dini tanda dan
gejala yang dapat mencetuskan awitan tersebut. Pasien dipantau dengan ketat
terhadap perubahan frekuensi, irama, bunyi jantung, tekanan darah, nyeri dada,
status pernafasan, haluaran urine, suhu, warna kulit, perubahan penginderaan
dan perubahan nilai laboratorium (Smeltzer & Bare, 2008 dalam (Darliana,
2007)).
Intervensi Keperawatan menurut NIC (Bulechek, dkk., 2013)
1. Pola pernafasan tidak efektif, intervensi :
Mandiri :
Pantau TTV
Observasi pola napas
Berikan posisi semi fowler
Kolaborasi :
Kolab pemberian O2
Kolab pemberian obat
2. Nyeri akut, intervensi :
Mandiri :
Pantau TTV
Pantau Nyeri
Anjurkan Teknik Distraksi Relaksasi
Kolab Pemberian Obat Analgenik
Kolaborasi :
Kolab Pemberian Obat Analgenik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : Rabu, 23 Agustus 2017
Tanggal Pengkajian : Rabu, 23 Agustus 2017
Ruang : ICU
Diagnosa Medis : Stemi Anteroseptal

1. Identitas Klien
a. Nama : Tn. S
b. Tanggal Lahir /Usia : 62 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki Laki
d. Alamat : Beran Lemah Ireng RT2 RW5 Boyolali
e. Diagnosa Medis : ST-EMI Anteroseptal
f. No. RM : 371****
Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. K
b. Umur : 38 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Hubungan : Anak dari pasien

2. Pengkajian Primer
Tidak terdapat sumbatan jalan nafas pada pasien, klien
mampu bernafas spontan. Tidak terdapat suara nafas
Airway
tambahan pada pasien, tidak terdapat bunyi gugling, bunyi
snoring pada pasien. Terasa hembusan nafas pada pasien
Tidak terdapat luka maupun jejas pada dada klien, terpasang
nasal kanul 3liter/hari, menggunakan otot bantu untuk
Breathing pernafasan. Tidak terdapat suara nafas tambahan pada
pasien, tidak terdapat bunyi gugling, tak ada bunyi snoring
pada pasien, suara nafas vesikuler
Circulation capilary refill kurang dari 2 detik, tidak ada perdarahan
yang tampak, tidak ada sianosis, akral pada ekstremitas
atas dan bawah hangat, terdapat nyeri dada dan nyeri ulu
pada klien.
Kesadaran composmentis dengan GCS: (E4, M6, V5),
ukuran pupil 2/2 mm (isokor), terdapat reaksi cahaya pada
Disability pupil (kanan-kiri), kekuatan otot ekstremitas atas
kanan/kiri: 5/5, kekuatan otot ekstremitas bawah
kanan/kiri: 5/5.
Tidak ada luka maupun jejas pada seluruh tubuh. Suhu:
Exposure 36,8C. Klien terbaring dengan posisi semifowler, akral
pada ekstremitas atas dan bawah hangat.

3. Pengkajian Sekunder
a. Symptoms
Klien merasakan nyeri pada uluhati mulai dari 3 hari yang lalu, nyeri dada seperti
tertimba benda barat sampai kebelakang punggung.
b. Allergies
Klien tidak memiliki alergi.
c. Medication
CPG, ISDN, Aspilets, Omeprazole, Moprhin
d. Past Illnes
Klien memiliki riwayat penyakit jantng
e. Last Meal
Klien mampu makan nasi dan lauk pauk seperti biasa
f. Event
Klien mampu menceritakan kejadian yang berkaita dengan sakit yang dialami oleh
klien
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : Composmentis
2) TTV : 119/83 mmhg
3) BB dan TB : 80 kg dan 165 cm
Bagian Keterangan

Kepala Bentuk kepala mesocephal, penyebaran warna kulit merata, tidak


ada luka maupun lesi, Rambut sedikit botak ditengah beruban dan
lurus, persebaran merata, bersih.

Mata Bentuk kedua bola mata simetris, konjungtiva anemis, sklera


tidak ikterik.

Hidung Tidak ada lesi, tidak ada discharge, tidak ada deviasi septum,
terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/menit

Telinga Bersih, simetris kanan = kiri, tidak ada discharge

Mulut dan Gigi Mukosa bibir dan mulut tampak kering, bersih,tidak terdapat
kandidiasis/stomatitis, gigi lengkap, tidak ada gigi palsu, karies
gigi

Leher Bentuk normal, tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid,

Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tampak, tidak ada lesi pada daerah dada.

Palpasi : Tidak teraba massa, pulsasi ictus cordis teraba, klien


merasakan nyeri tekan dada kiri.

Perkusi : Bunyi pekak, batas jantung berada di ICS V.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, tidak ada gallop, tidak ada
murmur.

Dada dan Paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada jejas

Palpasi : Tidak ada massa, taktil fremitus sama kanan dan kiri,
tidak ada deformitas. Klien merasakan nyeri di dada kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi : Terdengar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak


terdengar suara ronkhi.

Abdomen Inspeksi : Bentuk cembung, tidak ada lesi, tidak ada discharge
pada umbilikal.

Auskultasi : Terdapat bising usus 10 kali/menit.

Palpasi : Tidak teraba benjolan atau massa. Tidak ada


pembesaran hati dan limpa.

Perkusi : Terdengar suara timpani.

Ekstremitas Atas:

Inspeksi : Tidak ada lesi dan luka, terpasang kateter


intravena untuk infuse. Kedua tangan berbentuk simetris..

Palpasi : Tidak teraba benjolan, tidak terasa nyeri. Akral


teraba hangat.

Bawah:

Inspeksi : Kaki bentuk simetris, sama panjang, kaki kiri dan


kaki kanan normal.

Palpasi : Kaki tidak mengalami pembengkakan

Genetalia Terdapat rambut digenitalia. Tidak ada pembengkakan pada


genitalia.

Integument Penyebaran warna kulit merata, kulit teraba elastis, tidak terlihat
adanya ruam atau luka
h. Kebutuhan Dasar Manusia
Oksigenasi a. Sebelum sakit :
Klien mengatakan klien tidak ada gangguan pernapasan.
Klien bernapas normal.
b. Saat sakit :
Klien bernapas tanpa menggunakan alat bantu pernapasan.

Nutrisi dan a. Sebelum sakit :


Cairan Klien makan 3x sehari dengan pagi, siang, malam dengan
waktu yang teratur. Dalam sekali makan habis seporsi
sedang nasi, lauk dan sayur. Klien tidak memiliki alergi
makanan. Klien minum air putih 8 gelas setiap hari.

b. Saat sakit :
Klien makan 3x sehari dengan pagi, siang, malam dengan
waktu sesuai program rumah sakit. Selama sakit klien hanya
minum air putih kira-kira 2 gelas setiap hari ditambah teh
manis setiap pagi. Klien terpasang infuse RL 20 tpm 500 cc.

Eliminasi a. BAB
Sebelum sakit :
Klien mengatakan klien BAB 2 kali sehari dengan warna
coklat dan tekstur lembek..
Saat sakit :
Klien mengatakan klien belum pernah BAB selama di rumah
sakit.
b. BAK
Sebelum sakit :
Klien mengatakan klien BAK 4 kali sehari, selama BAK
klien tidak mengalami gangguan dan lancar dengan warna
urin putih kekuningan.
Saat sakit :
Klien mengatakan klien BAK 5 kali sehari dengan volume
yang lebih banyak, selama BAK klien tidak mengalami
gangguan dan lancar dengan warna urin kuning.

Istirahat dan a. Sebelum sakit :


Tidur Klien tidur siang selama 2 jam setelah sekolah dan tidur
malam selama 6-8 jam, Ibu Klien mengatakan tidur klien
nyenyak. Kulit bersih, turgor kulit elastis.
b. Saat sakit :
Klien lebih sering istirahat, dan tidur siang. Untuk tidur
malam selama 10 jam.

Keamanan dan Klien mengatakan nyeri pada dada dan ulu hati
Kenyamanan P: klien mengatakan nyeri dada dan ulu hati ketika kelelahan saat
sedang beraktivitas
Q: nyeri seperti ditindih barang berat
R: nyeri yang dirasakan menyebar sampai ke punggung belakang
S: skala nyeri 5
T: nyeri muncul terus-terusan

ADL a. Sebelum sakit :


Klien mengatakan klien selalu melakukan aktivitas harian
yang cukup aktif seperti makan, mandi, berjalan secara
mandiri.
b. Saat sakit :
Klien mengatakan selama sakit klien berhenti melakukan
aktivitas sehari-hari dibantu oleh perawat. Klien masih bisa
bergerak, berjalan, berubah posisi tidur miring kanan,
miring kiri walau kadang mengerang kesakitan. Klien juga
mampu makan sendiri.
Hygiene a. Sebelum sakit :
Klien melakukan kegiatan membersihkan diri secara
mandiri. Klien mandi 2x sehari, keramas 2 hari sekali,
gosok gigi 2x sehari, memotong kuku seminggu sekali, dan
mengganti pakaian sehari sekali. Kulit bersih, turgor kulit
elastis.
b. Saat sakit :
Klien melakukan kegiatan membersihkan diri dibantu oleh
perawat. Klien dibersihkan badannya 2x sehari
menggunakan waslap dengan air hangat, belum keramas
semenjak masuk rumah sakit, belum memotong kuku dan
sikat gigi semenjak dirumah sakit.

Stress dan a. Sebelum sakit :


Koping Klien selalu bercerita dengan kedua keluarganya.
b. Saat sakit :
Klien mengeluh sakit dengan perawat dan keluarganya.

Seksualitas a. Sebelum sakit :


Klien beraktivitas seksual seperti biasa.
b. Saat sakit :
Klien tidak beraktivitas seksual selama di rumah sakit.

Informasi a. Sebelum sakit :


Komunikasi klien lancar dengan orang orang di sekitar
tanpa gangguan komunikasi. Klien belum mengetahui
tentang penyakit.
b. Saat sakit :
Klien berkomunikasi dengan perawat dan keluarga dengan
baik. Klien mengetahui tentang penyakitnya.

Spiritualitas a. Sebelum sakit :


Klien beragama Islam, klien beribadah 5 waktu.
b. Saat sakit :
Klien beribadah dengan berdoa
4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode


Hematologi
Leukosit 5.58 4.5-11 Ribu/ul Impedance
Eritrosit 4.22 L:4.50-6.5 Juta/ul Impedance
,W:3.8-5.8
Hemoglobin 12.5 L:13-18, g/dl Colorimetric
W:11,5-16.5
Hematrokit 37.2 P : 40-54 W:37- Vol%
47
MCV 88.1 85-100 fl
MCH 29.6 28-31 Pg
MCHC 33.6 30-35 g/dl
Trombosit 234 150-450 Ribu/dl
Hitung Jenis
Eosinofil 7.1 1-6 %
Basofil 0.7 0.0-1.0 %
Limfosit 16.2 20-45 %
Monosit 6.7 2-8 %
Neutrofil 69.3 40-75 %
Kimia
Glukosa darah 81 <140 mg/dl
sewaktu
Ureum 33 10-50 mg/dl
Cholesterol 246 <200 mg/dl
totAL
Trigliserida 74 <150 mg/dl
HDL 54 >45 mg/dl
Cholesterol
LDL 179 <100 mg/dl
Cholesterol
Asam Urat 6.9 L : 3.4-7.0, W :
2.4-5.7
SGOT 14 L : <37, W : U/L
<32
SGPT 12 L: <42, W :<32 U/L
Elektrolit
Natrium 142 135-155 mml/e
Kalium 3.9 3.6-5.5 mml/e
Chlorida 110 95-108 mmol/l

Hasil EKG menunjukkan hasil abnormal : Stemi Anteroseptal

5. Terapi Medis

Terapi Oral Terapi Injeksi IVFD

CPG IV tab Inj. Omeprazole 2x40mg Asering 20tpm

ISDN 5mg Inj. Morphin 2,5 mg

Aspilets II tab
B. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Tanggal Analisa Data Masalah Etiologi

01 Rabu, 23 Data Subjektif : Nyeri Akut Agens cedera biologis


Agustus 2017 (iskemia)
- Klien mengeluh nyeri pada sekitaran
dada dan ulu hati yang menjalar
sampai ke belakang punggung
P: klien mengatakan nyeri dada dan ulu hati
ketika kelelahan saat sedang beraktivitas
Q: nyeri seperti ditindih barang berat
R: nyeri yang dirasakan menyebar sampai
ke punggung belakang
S: skala nyeri 8
T: nyeri muncul terus-terusan

Data Objektif:
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien selalu fokus terhadap diri
sendiri akibat menahan nyeri
- Raut muka menyeringai
02 Rabu, 23 Data Subjektif: Ketidakefektifan pola Adanya infark miokard
Agustus 2017 nafas
- Klien mengeluh sesak bila bernafas
- Klien mengeluh nyeri pada dada

Data Obyektif:

- Bernafas menggunakan otot bantu


pernafasan
- Menggunakan nasal kanul 4
liter/menit
- Sp02 bernilai 94%

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya infark miokard


2. Nyeri Akut b.d agens cedera biologis (iskemia)
C. PERENCANAAN

NO Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi TTD

01 Rabu, 23 Agustus Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management


2017 nafas b.d adanya infark keperawatan selama 24 jam
- Posisikan pasien untuk
miokard diharapkan masalah gangguan
memaksimalkan ventilasi
pertukaran gas teratasi dengan
- Mengeluarkan sekret dengan
kriteria hasil :
cara batuk efektif
- Adanya peningkatan - Atur intake cairan untuk
ventilasi dan oksigenasi mengoptimalkan
yang adekuat keseimbangan
- Vital sign dalam - Monitor respirasi dan status
rentang normal O2
T : 36,5-37,75 Respiratory monitoring
HR : 60-100x/menit
- Memonitor pola napas
SpO2 : 96-100 %
RR : 16-24 x/menit Pengaturan posisi
BP : 120/80 mmHg
- Ajarkan teknik posisi semi
- Sesak pasien berkurang
fowler pada pasien agar
pasien mampu bernafas lebih
nyaman

Terapi Oksigen

- Pemberian oksigen nasal


kanul 4 liter/menit

02 Rabu, 23 Agustus Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan tindakan Pain management
2017 cedera fisik (adanya keperawatan selama 24 jam
- Melakukan pengkajian nyeri
infark miokard) diharapkan nyeri berkurang
secara komprehensif
dengan kriteria hasil :
termasuk lokasi ,
- Mampu mengontrol karakteristik, durasi
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri, mampu predisposisi
menggunakan teknik - Observasi reaksi nonverbal
nonfarmakologi) dari ketidaknyamanan
- Melaporkan bahwa - Menggunakan teknik
nyeri berkurang dengan terapeutik untuk mengetahui
menggunakan teknik pengalaman nyeri
menejemen nyeri - Kontrol lingkungan yang
- Mampu mengenali dapat mempengaruhi nyeri
nyeri (skala, intensitas, seperti suhu ruangan,
frekuensi dan tanda kebisingan, pencahayaan.
nyeri) - Ajarkan teknik non
- Menyatakan rasa farmakologi (mis nafas
nyaman setelah nyeri dalam, perilaku distraksi,
berkurang visualisasi, atau bimbingan
imajinasi)
- Berikan analgetik untuk
menguarangi nyeri.
- Evaluasi penerimaan pasien
tentang menejemen nyeri
D. IMPLEMENTASI

Tanggal No DX Impelementasi Respon TTD

Rabu 23 1,2 - Memantau TTV pasien S:-


Agustus 2017
O:
05.00
TD : 119/83

HR : 62

Suhu : 36,2 0C

Sp02 : 99%

Rabu 23 2 - Melakukan pengkajian nyeri secara S :


Agustus 2017 komprehensif termasuk lokasi ,
Klien mengatakan nyeri masih terasa
karakteristik, durasi frekuensi,
07.00 di dada dan sekitaran ulu hati hingga
kualitas dan faktor predisposisi
kebelakang punggung

O:

P: klien mengatakan nyeri dada dan


ulu hati ketika kelelahan saat sedang
beraktivitas

Q: nyeri seperti ditindih barang berat

R: nyeri yang dirasakan menyebar


sampai ke punggung belakang

S: skala nyeri 8

T: nyeri muncul terus-terusan

Rabu 23 1 - Memberikan terapi oksigen sesuai S : -


Agustus 2017 kebutuhan
O: klien terlihat semakin nyaman
07.00 setelah diberikan terapi oksigen nasal
kanul 4 liter/menit

Rabu 23 1 - Mengatur posisi semi fowler untuk S : klien berterimakasih karena


Agustus 2017 mengurangi sesak nafas pada klien dibantukan dalam posisi semi fowler
yang membuat ia semakin nyaman
07.05
O: klien jauh terlihat lebih rileks

Rabu 23 1,2 - Mebservasi reaksi non verbal dari S : -


Agustus 2017 ketidaknyamanan
O: ekspresi klien tampak menahan
07.15 kesakitan

Rabu 23 2 - Memberikan analgesik untuk S : -


Agustus mngurangi nyeri pada klien
O: memberikan injeksi obat analgesik
08.00
dalam menurunkan nyeri pada klien

Rabu 23 1,2 - Memantau dan mengkaji TTV klien S : -


Agustus 2017 setiap jam
O:
08.00 TD : 117/71 mmHg
N: 65x/ menit
S: 36,2 0C
RR: 28x/ menit
SpO2: 98%

Rabu 23 2 - Pemberian obat analgesik untuk S : -


Agustus 2017 mengurangi nyeri pada klien
O: memberikan injeksi obat analgesik
08.15 dalam menurunkan nyeri pada klien

Rabu 23 2 - Melakukan pengkajian nyeri secara S : -


Agustus 2017 komprehensif termasuk lokasi ,
O:
karakteristik, durasi frekuensi,
09.00 P: klien mengatakan nyeri dada sudah
kualitas dan faktor predisposisi hilang dan hanya ada nyeri pada ulu
hati
Q: nyeri seperti ditindih barang berat
R: nyeri yang dirasakan menyebar
sampai ke punggung belakang
S: skala nyeri 8
T: nyeri muncul terus-terusan

Rabu 23 1,2 - Meobservasi reaksi nonverbal dari S : -


Agustus 2017 klien
O: ekspresi meringis klien berkurang
10.30

Rabu 23 2 - Mengontrol lingkungan yang dapat S : klien mengatakan tidak


Agustus 2017 mempengaruhi nyeri seperti suhu kedingingan diruangan ICU
ruangan, kebisingan, pencahayaan.
10.35 O: klien tidak tampak gelisah ketika
berbaring dikasur ICU

Rabu 23 1 - Memberikan terapi oksigen pada klien S : -


Agustus 2017 sesuai kebutuhan
O: klien terpasang nasal kanul 4
10.45 liter/menit
Rabu 23 1 - Mengajarkan teknik non farmakalogi S : klien mengatakan belum pernah
Agustus 2017 teknik relaksasi napas dalam untuk menerapkan teknik napas dalam
mengurangi nyeri pada dada dan ulu
10.50 O: klien mampu mengikuti instruksi
hati
perawat dalam mengajarkan teknik
napas dalam

Rabu 23 1,2 - Mengkaji TTV klien setiap jam S:-


Agustus 2017
O: TD : 117/71 mmHg
14.00 N: 65x/ menit
S: 36,2 0C
RR: 28x/ menit
SpO2: 98%

Rabu 23 2 - Melakukan pengkajian nyeri secara S :


Agustus 2017 komprehensif termasuk lokasi ,
O:
karakteristik, durasi frekuensi,
15.00 P: nyeri pada ulu hati berkurang
kualitas dan faktor predisposisi
Q: nyeri seperti ditindih barang berat
R: nyeri yang dirasakan menyebar
sampai ke punggung belakang
S: skala nyeri 7
T: nyeri muncul terus-terusan

Rabu 23 2 - Memberikan obat analgesik untuk S : -


Agustus 2017 mengatasi nyeri klien
O: memberikan injeksi obat analgesik
15.00 dalam menurunkan nyeri pada klien

Rabu 23 1,2 - Meobservasi ekspresi nonverbal S :


Agustus 2017 ketidaknyamanan dari klien
O: klien tidak lagi menunjukkan
15.15 ekspresi meringis menahan nyeri

Rabu 23 2 - Mengajarkan teknik relaksasi napas S : klien mengatakan masih mengingat


Agustus 2017 dalam bagi klien untuk mengurangi teknik relaksasi napas dalam
nyeri
15.20 O: klien mampu melakukan teknik
napas dalam

Rabu 23 2 - Mengontrol lingkungan yang dapat S: klien mengatakan tidak merasa


Agustus 2017 mempengaruhi nyeri seperti suhu dingin diruangan ICU
ruangan, kebisingan, pencahayaan.
15.40 O: klien tidak tampak gelisah ketika
berbaring dikasur ICU
E. EVALUASI

No Diagnosa Evaluasi TTD

01 Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya infark S : Klien mengatakan masih sesak napas
miokard
O : Klien terpasang nasal kanul 4 liter/menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi teknik relaksasi napas dalam pada klien,


pemberian terapi oksigen pada klien

02 Nyeri akut b.d agens cedera biologis (adanya S: Klien menyatakan nyeri di ulu hati
infark miokard)
O:

P: Klien mengatakan nyeri pada dada dan ulu hati menjalar


kebelakang punggung

Q: nyeri seperti tertimpa benda berat

R: nyeri di area dada dan ulu hati

S: skala nyeri 7

T: nyeri datang terus-menerus


O: klien terlihat gelisah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

Tetap berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Tetap ajarkan teknik napas dalam untuk klien


BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnose keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan pola nafas b.d adanya
infark miokard. Klien mendapatkan intervensi posisi tidur semi fowler, dan menggunakan
terapi oksigen. Posisi semi fowler dilakukan untuk menurunkan RR klien yang tinggi, 28 x
per menit dan SpO2 98%. Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi
resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat.
Posisi yang paling efektif bagi Klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah diberikannya
posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45 (Yulia, 2008 dalam (Majampoh et al.,
2013). Posisi semi fowler pada klien STEMI telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk
membantu mengurangi sesak napas (Bare, 2010). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk
menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal, serta
mempertahankan kenyamanan (Azis & Musrifatul, 2012).

Diagnose keperawatan yang ditemukan adalah nyeri akut b.d agens cedera biologis
(adanya infark miokard). Klien mengatakan nyeri yang dialami berasal dari dada dan ulu hati
ketika kelelahan saat sedang beraktivitas, nyeri seperti ditindih barang berat, nyeri yang
dirasakan menyebar sampai ke punggung belakang, skala nyeri 5 dari 1-10 dan nyeri muncul
terus-terusan. Klien mendapatkan manajemen nyeri farmakologi dan non farmakologi. Terapi
farmakologi yang didapatkan klien adalah pemberian Injeksi Morphin 2,5 mg. Klien
diajarkan terapi relaksasi nafas dalam dan kompres hangat untuk menurunkan tingkat nyeri
dan mengajarkan teknik tersebut sehingga tidak tergantung pada pengobatan. Penanganan
nyeri dengan teknik non farmakologi merupakan modal utama menuju kenyamanan (Catur,
2005). Dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non farmakologi
lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan
manajemen farmakologi. Selain juga mengurangi ketergantungan Klien terhadap obat-obatan
(Burroughs, 2001 dalam Yusrizal, Zamzahar, & Anas, 2012).

Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam,
masase, meditasi dan perilaku serta distraksi. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu
bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas
nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenisasi darah (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Yusrizal et al., 2012).

Petrofsky et al. (2009) dalam (Sanusi, 2015) membuktikan bahwa kompres hangat
pada suhu 31-41C dapat meningkatkan viabilitas nitric okside sehingga meningkatkan
kemampuan dinding pembuluh darah melakukan vasodilatasi dan relaksasi untuk
meningkatkan kelembaban jaringan kulit sekitar sehingga mengurangi kekakuan pada lapisan
dermis dan epidermis . Dengan demikian, proses insersi jarum dapat lebih mudah dan
mengurangi tekanan pada reseptor nyeri sehingga mampu mengurangi intensitas nyeri

Evaluasi dari tindakan yang dilakukan menurut jurnal yakni pemberian posisi semi
fowler pada klien dengan ketidakefektifan pola nafas dapat efektif mengurangi sesak nafas
(Refi Safitri, 2011). Teridentifikasi frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi
fowler sebagian besar termasuk frekuensi sesak napas sedang sampai berat.

Evaluasi dari tindakan yang dilakukan menurut jurnal yakni pemberian manajemen nyeri
non farmakologi Penanganan nyeri dengan teknik non farmakologi merupakan modal utama
menuju kenyamanan (Catur, 2005). Dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaan
manajemen non farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika
dibandingkan dengan penggunaan manajemen farmakologi. Selain juga mengurangi
ketergantungan Klien terhadap obat-obatan (Burroughs, 2001 dalam Yusrizal, Zamzahar, &
Anas, 2012)
BAB V
KESIMPULAN

STEMI adalah akronim yang berarti ST segment elevation myocardial infarction.


Serangan jantung tipe ini ditentukan dari pemeriksaan rekam jantung (elektrokardiografi atau
EKG). (ISIC, 2014) STEMI merupakan klasifikasi dari Infark Miokard Akut (IMA). Pada
kasus kelompok didapatkan bahwa Tn. S mengalami STEMI anteroseptal dimana ST elevasi
didapatkan di lead V3 V6 pada EKG jantung. Penegakkan diagnose dapat dilakukan
melalui beberapa pemeriksaan penunjang termasuk pemeriksaan EKG jantung.
Tn. S dirawat di Ruang ICU RSUD Salatiga dengan keluhan ketidakefektifan pola
nafas b.d adanya infark miokard dan Nyeri akut b.d agens cedera biologis (adanya infark
miokard). Pada kedua diagnose keperawatan tersebut telah diberikan intervensi yang sesuai.
Salah satunya adalah pemberian posisi semi fowler dan pemberian oksigen nasal kanul 4 lpm
untuk meningkatkan status oksigenasi klien dan pemberian manajemen nyeri relakasasi untuk
menurunkan skala nyeri pada klien.

Setelah diberikan intervensi klien masih merasakan sesak nafas dan memakai nasal
kanul 4 lpm juga skala nyeri klien turun satu skala dari 5 menjadi 4 dari rentang nyeri 1-10.
Perlu adanya tindak lanjut terkait intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

AHA, A. H. (2015). ECG in STEMI Importance and Challenges. Retrieved September 4,


2017, from American Heart Assosiation: https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/%40wcm/%40mwa/documents/downloadable/ucm_467056.pdf
Chen, K., Pohan, H. T., & Sinto, R. (2009). Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. MEDICINUS (Scientific Journal of Pharmaceutical Development
and Medical Application), 22(1), 3-7.
Darliana, D. (2007). MANAJEMEN PASIEN ST ELEVASI MIOKARDIAL INFARK
(STEMI). Idea Nursing Journal, 1(1), 15 - 20.
Epidemiologi, P. D. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi. In K. K. Indonesia, Buletin
Jendela Epidemiologi (p. 23). Jakarta.
Herdman, T.H. (2016). NANDA International Nursing Diagnoses; Definition &
Classification, 2015-2017. Oxford:Wiley-Blackwell.
ISIC, (. I. (2014, October 5). SERANGAN JANTUNG TIPE STEMI (ST-ELEVATION
MYOCARDIAL INFARCTION). Retrieved September 9, 2017, from The Indonesian
Society of Interventional Cardiology:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantung
_tipe_stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5
Noncommunicable Disease (NCD) Country Profile. World Health Organization. 2014.
Majampoh, A. B., Rondonuwu, R., & Onibala, F. (2013). Pengaruh Pemberian Posisi Semi
Fowler terhadap Kestabilan Pola Napas pada Klien TB Paru di Irina C5 Rsup Prof Dr. R. D.
Kandou Manado. E-Journal Keperawatan, 3(1).
Potter, P.A, & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa: Renata Komalasari,dkk.
Jakarta : EGC.

Refi Safitri, A. A. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler terhadap Penurunan
Sesak Nafas pada Klien Asma di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Gaster, 8(2), 783792.
Sanusi, S. (2015). Perbandingan Efek Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap
Intensitas Nyeri Saat Insersi Jarum Pada Klien Gagal Ginjal Yang Menjalani
Hemodialisis Rutin Di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Jurnal Keperawatan
Aisyiyah, 2(1), 6979.
World Health Organization. Global status report on noncommunicable diseases 2014.
Geneva: World Health Organization; 2014
Yusrizal, Zamzahar, Z., & Anas, E. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan
Masase Terhadap Penurunan Skala Nyeri Klien Pasca Apendiktomi di Ruang Bedah
RSUD Dr. M. Zein Painan. NERS JURNAL KEPERAWATAN, 8(2), 138146.

Anda mungkin juga menyukai