Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUGAS KE-2

PENATALAKSANAAN PASIEN KRITIS DENGAN SINDROMA AKUT KORONER

Dosen Pengampu: Aisyah Nur Azizah, S.Tr.Kep., M.Tr.Kep

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Teori


Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi
Kritis

Disusun Oleh:

Kelompok 3
Ilman Almuzakkir (2111604102)
Devi Praptita Sari (2111604103)
Gita Latifah Wahyuaji (2111604104)
Roisatin Qonitan (2111604105)
Salsabilla Felicia Riyanti (2111604106)
Waode Andini S. (2111604107)
Muhammad Sobari R. (2111604108)
Hana Putri L. (2111604109)
Sri Yuniarti R. (2111604110)
Nesa Anggun P. (2111604111)
Hafizah Sonia Z. (2111604112)
Ferdy Firdausy (2111604113)
Dinda Sahmal (2111604114)

PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TA 2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi dari Coronary
Artery Disease (CAD) yang pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi penyebab utama
kematian di negara-negara industri dan berkembang. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan sekelompok penyakit yang terjadi akibat penurunan suplai darah ke otot
jantung secara mendadak, diantaranya; ST-Elevasi Infark Miokard (STEMI), Non-ST-
Elevasi Miokard Infark (N-STEMI) dan Angina pectoris tidak stabil (Singh, Museedi&
Grossman, 2021; Bhatt et al., 2022).
Tingginya angka kematian dan perawatan rumah sakit masih menjadikan SKA
sebagai suatu masalah kardiovaskular yang utama walaupun teknologi dalam ilmu medis
untuk diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ini sudah canggih. Setiap tahunnya, ada
sekitar 7 juta kematian disebabkan oleh SKA dan Coronary Artery Disease (CAD). Di
kawasan Asia-Pasifik, SKA merupakan penyebab utama dari mortalitas yang terjadi,
bahkan diperkirakan mencapai setengah dari beban kesehatan global. Selain itu, SKA
juga merupakan penyebab tertinggi insiden perawatan di rumah sakit dan rawat kembali
akibat serangan berulang sehingga dihubungkan juga dengan penyebab peningkatan biaya
untuk pasien dan sistem kesehatan (Marina et al., 2018; PERKI, 2018). Di Indonesia
penyakit SKA merupakan penyumbang kedua tertinggi kematian dengan kontribusi
sebesar 42,3% setelah penyakit stroke (Kemenkes RI, 2018). Data di atas menunjukan
bahwa penyakit SKA tidak dapat dianggap remeh karena akan meningkatkan angka
kematian dan kecacatan yang tinggi di Indonesia.
Penatalaksanaan yang tepat, terutama penatalaksanaan awal, akan mengurangi angka
rawatan rumah sakit, mortalitas, dan morbiditas pada pasien dengan SKA.
Penatalaksanaan yang tepat hanya bisa diberikan ketika diagnosis yang benar mampu
ditegakkan. Intervensi awal dan cepat setelah terjadinya serangan SKA sangat
mempengaruhi ketercapaian kondisi klinis pasien yang lebih baik. Sehingga, sangat
penting mengontrol penyebab keterlambatan Pra-rumah sakit untuk mengembangkan
mekanisme untuk mengurangi keterlambatan pra-rumah sakit (Ribeiro et al., 2010;
PERKI, 2018). Penyebab keterlambatan Pra-rumah sakit pasien SKA dikaitkan dengan
berbagai faktor penyebab. Faktor faktor tersebut diantaranya; pengetahuan penderita dan
keluarga serta kesiapsiagaan yang buruk, sosiodemografi, sarana transportasi yang tidak
memadai, perilaku pencarian pengobatan dan faktor klinis. Oleh karena itu, pentingnya
disini untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pasien kritis dengan sindroma akut
koroner.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari Penatalaksanaan Pasien Kritis Dengan Sindroma Akut
Koroner?
2. Bagaimana pathway dari sindroma Akut Koroner?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori Penatalaksanaan Pasien Kritis Dengan Sindroma
Akut Koroner
2. Untuk mengetahui pathway Sindroma Akut Koroner
D. Waktu dan Tempat
Waktu: Senin, 13 November 2023
Tempat: Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindrom Koroner Akut


1. Pengertian
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat
gangguan pada arteri koronaria. Sindrom koroner akut mencakup penyakit jantung
koroner yang bervariasi karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa
mulai dari angina pektoris tidak stabil dan infark miokard tanpa ST-elevasi sampai
infark miokard dengan ST-elevasi. (Wenas et al., 2017)
Faktor risiko SKA dapat dibagi dua, yaitu: faktor risiko yang dapat
dimodifikasi atau bisa diubah (modifiable), termasuk hipertensi, kadar kolesterol,
merokok, obesitas, diabetes melitus, aktivitas fisik dan stres sedangkan faktor
risiko seperti usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat penyakit keluarga ialah yang
tidak dapat dimodifikasi.
Penyakit sindrom koroner akut itu sendiri disebabkan karena aterosklerosis
yaitu proses terbentuknya plak yang bisa berdampak pada intima dari arteri, dan
menyebabkan terbentuknya trombus sehingga dapat membuat lumen menyempit,
yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah dan
mengakibatkan kekuatan kontraksi otot jantung menurun. Apabila thrombus pecah
sebelum terjadinya nekrosis total jaringan distal, maka akan terjadi infark pada
miokardium. Mengetahui karakteristik dari penderita SKA maka perlu adanya
intervensi pencegahan agar angka kejadian SKA sendiri dapat ditekan karena akan
menyebabkan banyaknya kerugian yang ditimbulkan seperti aritmia, syok
kardiogenik, perikarditis, henti jantung, gagal jantung, udema paru akut bahkan
kematian apabila tidak dipatuhi. (Wenas et al., 2017).
2. Klasifikasi
Sindrom koroner akut dibagi menjadi STE-ACS dan NSTE-ACS :
a. STE-ACS merupakan singkatan dari ST Elevation Acute Coronary
Syndrome. Semua sindrom koroner akut yang menunjukkan peningkatan
segmen ST yang signifikan pada EKG diklasifikasikan sebagai STE-ACS.
Selain itu, STE-ACS disebabkan oleh oklusi arteri koroner total dan
hampir semua pasien akan mengalami infark miokard, yang
diklasifikasikan sebagai STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction)
b. NSTE-ACS merupakan singkatan dari Non-ST Elevation Acute Coronary
Syndrome. Kategori ini mencakup semua sindrom koroner akut tanpa
elevasi segmen ST yang signifikan pada EKG. NSTE-ACS disebabkan
oleh oklusi parsial arteri (yaitu aliran darah koroner tidak terhambat
seluruhnya). NSTE-ACS biasanya muncul dengan depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T.Kebanyakan pasien NSTE- ACS akan
mengalami infark miokard akut, yang kemudian diklasifikasikan sebagai
NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial Infarction). Pasien dengan
NSTE-ACS yang tidak mengalami infark diklasifikasikan sebagai angina
tidak stabil (UA), yang merupakan awal dari infark miokard. NSTEMI dan
angina tidak stabil mempunyai patofisiologi yang mirip dan
penatalaksanaannya juga serupa. Oleh karena itu, perbedaan antara STE-
ACS dan NSTE-ACS hanyalah adanya elevasi segmen ST pada STE-
ACS. (Sarkees & Bavry, 2010)
3. Etiologi
Faktor risikonya sama dengan manifestasi penyakit jantung iskemik lainnya –
usia lebih tua, penyakit kardiovaskular ateromatosa sebelumnya, diabetes melitus,
merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat
keluarga dengan penyakit jantung iskemik prematur. NSTE-ACS juga dapat
terjadi bersamaan dengan gangguan sirkulasi lainnya, termasuk penyakit katup,
aritmia, dan kardiomiopati. (Sarkees & Bavry, 2010).
B. Anatomi & Fisiologi Jantung
Secara fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital
fungsinya dibandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila
fungsi jantung mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap organ-organ
tubuh lainnya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah sebagai
single pompa yang memompakan darah ke seluruh tubuh untuk kepentingan
metabolisme sel-sel kelangsungan hidup.
1. Ukuran dan Posisi Jantung
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Dari beberapa referensi,
ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan
ukuran panjang kira-kira 5 (12cm) dan lebar sekitar 3,5 (9cm). jantung terletak
disebelah di belakang tulang sternum, tepatnya diruang mediastinum diantara
kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas jantung
terletak di bagian bawah sterna nocth, 1/3 dari jari berada disebelah kanan dari
midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian
apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya dibawah putting susu sebelah kiri.
2. Lapisan Pembungkus Jantung
Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan pericardium,
dimana lapisan pericardium ini di bagi menjadi 3 lapisan yaitu :
a. Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang
melindungi jantung ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan
fibrosa bersifat hangat keras dan bersentuhan langsung dengan bagian
dinding dalam sternum rongga thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini
termasuk penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar
yang menghubungkan dengan lapisan ini (seperti : vena cava, aorta,
pulmonal arteri dan vena pulmonal).
b. Lapisan parietal, yaitu bagian dari dinding lapisan fibrosa
c. Lapisan visceral, lapisan pericardium yang bersentuhan dengan lapisan luar
dari otot jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan pericardium visceral terdapat
ruang atau space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau disebut dengan
cairan pericardium. Cairan pericardium berfungsi untuk melindungi dari
gesekan-gesekan yang berlebihan saat jantung berdenyut atau berkontraksi.
Banyaknya cairan pericardium ini antara 15-50 ml, dan tidak boleh kurang atau
lebih karena akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.
3. Lapisan Otot Jantung
Lapisan otot jantung terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Epikardium, yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
b. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas
kemampuan kontraksi jantung
c. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis
endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat
licin untuk aliran darah, seperti halnya pada sel-sel endotel pada pembuluh
darah lainnya.
4. Katup Jantung
Katup jantung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan
katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal
dinamakan katup semilunar.
Katup atrioventrikuler terdiri dari katup tricuspid yaitu katup yang
menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup
atrioventrikuler yang lain adalah katup yang menguhubungkan antara atrium kiri
dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral atau bicuspid.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar
yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan
asendence aorta yaitu katup aorta.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya
sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolic. Tiap
bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pda saat
kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang
bertekanan rendah. Chordate tendinea sendiri berikatan dengan otot yang
disebut muskulus papilaris.

5. Ruang, Dinding & Pembuluh Darah Besar


Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu:
a. Atrium (serambi)
b. Ventrikel (bilik)
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu
ke ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan
otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan
atrium kiri. Demikian hal nya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2
yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jadi kita boleh mengatakan kalau
jantung dibagi menjadi 2 bagian yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan
& ventrikel kanan) dan jantung bagian kiri (atrium kiri & ventrikel kiri).
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle.
Dimana kedua atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi
menampung darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan volume. Kedua
atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal atrium
yang mengalami depresi atau yang dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian
septal atrium yang mengalami depresi disebabkan karena penutupan
foramen ovale saat kita lahir. Ada beberapa ostium atau muara pembuluh
darah besar yang perlu anda ketahui yang terdapat dikedua atrium, yaitu:

1) Ostium superior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat
diruang atrium kanan yang menghubungkan vena cava superior dengan
atrium kanan.
2) Ostium inferior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat
diatrium kanan yang menghubungkan vena cava inferior dengan atrium
kanan.
3) Ostium coronary atau sinus coronaries, yaitu muara atau lubang yang
terdapat atrium kanan yang menghubungkan system vena jantung
dengan atrium kanan.
4) Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di
atrium kiri yang menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium
kiri yang mempunyai 4 muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik
ventrikel maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana
bagian lapisan dalam dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel
endothelium yang kontak langsung dengan darah. Bagian otot jantung di
bagian dalam ventrikel yang berupa tonolan-tonjolan yang tidak beraturan
dinamakan trabecula. Kedua otot atrium dan ventrikel dihubungkan
dengan jaringan penghubung yang juga membentuk katup jantung
dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain adalah anterior dan
posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan
memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.

Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar


dibandingkan dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri
menghadapi aliran darah sistemik atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari
beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan tekanan yang besar
dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab pada
organ paru-paru saja, sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot
ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan otot ventrikel kanan.
Pembuluh darah besar jantung, ada beberapa pembuluh besar jantung
yang perlu diketahui, yaitu :
a. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor
dari bagian atas diafragma menuju atrium kanan.
b. Vena cva inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor
dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus coronary, yaitu vena besar dijantung yang membawa darah
kotor dari jantung sendiri.
d. Pulmonary trunk, yaitu pembuluh darah besar yang membawa
darah kotor dari ventrikel kanan atau arteri pulmonalis.
e. Arteri pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang
membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
f. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang
membawa darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri
g. Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa
darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
h. Desending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih
dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
C. Patofisiologi

Sindrom Koroner Akut disebabkan karena ketidakseimbangan pasokan dan


kebutuhan oksigen miokard yang menyebabkan nekrosis miokard. Penyebab utama
hal ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga
dapat terjadi sebagai akibat dari proses sekunder seperti hipoksemia atau hipotensi
dan faktor-faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab yang
paling umum adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik yang mengarah pada
penyelesaian oklusi arteri atau oklusi parsial dengan embolisasi distal dari bahan
trombolitik.
Banyak episode dari iskemia miokard umumnya dipercaya berasal dari penurunan
mutlak dalam aliran darah miokard regional dibawah level-level paling dasar, dengan
subendokardium membawa sebuah beban terbesar dari defisit aliran dari epikardium,
apakah dipicu oleh sebuah penurunan besar dalam aliran darah koroner atau sebuah
peningkatan dalam kebutuhan oksigen. Beragam sindroma koroner akut membagikan
sebuah substrat patologi yang lebih-atau-kurang umum. Perbedaan-perbedaan
presentasi klinis dihasilkan secara besar dari perbedaan-perbedaan dalam besaran
oklusi koroner, durasi oklusinya, pengaruh berubahnya aliran darah lokal dan
sistemik, dan kecukupan kolateral-kolateral koroner.
Pada pasien dengan angina tak stabil, banyak episode iskemia saat beristirahat
yang muncul tanpa perubahan-perubahan diatas pada kebutuhan oksigen miokardium
namun dipicu oleh penurunan primer dan episodik dalam aliran darah koroner.
Perburukan gejala gejala iskemik pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil
bisa dipicu oleh faktor-faktor ekstrinsik seperti anemiaparah, tirotoksikosis,
takiaritmia akut, hipotensi, dan obat-obat yang mampu meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium; bagaimanapun dalam banyak kasus, tidak ada pemicu eksternal
yang jelas yang dapat diidentifikasi.
Pada pasien-pasien ini yang merupakan mayoritas evolusi dari angina yang tak
stabil adalah hasil dari sebuah kompleks yang saling mempengaruhi yang melibatkan
plak aterosklerosis koroner dan stenosis, pembentukan trombus trombosis fibrin, dan
bunyi vaskular abnormal. Beberapa studi menunjukan plak ateroskelosis
menyebabkan sindroma koroner akut tak stabil dengan ciri memiliki sebuah fisura
atau ruptur dalam topi fibrosa-nya, sangat sering dibagian bahu (persimpangan bagian
dinding arteri yang normal dan segmen bantalan-plak). Plak-plak ini cenderung
memiliki topi-topi fibrosa aselular yang diinfiltrasikan dengan sel-sel busa atau
makrofag dan kolam eksentrik inti lipid yang lembut dan nekrotik. Studi-studi klinis
dan angiografi menunjukkan bahwa plak fisura mengakibatkan angina tak stabil atau
infark miokard akut yang tidak hanya muncul pada area stenosis aterosklerosis parah,
namun juga lebih umum pada stenosis koroner minimal. Rentetan observasi
angiografi telah menunjukkan bahwa perkembangan dari angina stabil ke tak stabil
berkaitan dengan perkembangan penyakit aterosklerosis pada 60-75% pasien.
Studi ini dan studi lainnya telah menunjukan, awalnya lesi-lesi koroner menutupi
area arteri koroner kurang dari 75% dan mengakibatkan angina yang tak stabil atau
infark miokard; lesi-lesi menutupi lebih dari 75% yang kemungkinan mengakibatkan
oklusi total, namun kurang mungkin mengakibatkan infark miokard, mungkin karena
kemungkinan perkembangan darah vesel kolateral dalam arteri-arteri stenotik yang
parah. Lebih lanjut lagi, pemodelan positif kembali keluar (efek glagov) dari segmen-
segmen arteri koroner yang mengandung plak-plak aterosklerosis besar dapat
meminimalkan kompromi luminal dan menaikkan kerentanan terhadap gangguan plak
(Satoto, 2014).

Gejala yang muncul, perubahan dalam marker jantung, dan hasil


elektrokardiografi biasanya berkorelasi dengan tingkat arteri koroner yang tersumbat.
Angina, juga dikenal sebagai nyeri dada, masih dianggap sebagai gejala utama
sindrom koroner akut. Jenis angina yang tidak stabil biasanya muncul saat seseorang
istirahat atau bergerak, menyebabkan mereka tidak dapat melakukan apa pun.
Dibandingkan dengan angina tidak stabil, nyeri dada yang dikaitkan dengan NSTEMI
biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Dalam kedua situasi, nyeri dapat
meningkat tanpa istirahat atau nitrogliserin, dan dapat bertahan lebih lama dari 15
menit. Radiasi dapat menyebabkan nyeri di leher, lengan, punggung, atau
epigastrium. Selain angina, pasien sindrom koroner akut juga mengalami sesak napas,
diaforesis, sakit kepala, dan rasa ringan di kepala. Selain itu, tanda-tanda yang sangat
penting dapat terjadi, termasuk takikardi, tachypnea, hipertensi, atau hipotensi, serta
penurunan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung. (Sanjani &
Nurkusumasari, 2020)

SKA merupakan suatu penyakit yang dinamis, dimana ada suatu proses transisi
dari spektrum penyakit akibat perubahan intralumen mulai dari oklusi parsial sampai
dengan total ataupun reperfusi. Adapun spektrum klinis dari SKA adalah sebagai
berikut (Young dan Libby, 2007):

1. Penyakit jantung koroner: kondisi imbalans darisuplai dan kebutuhan oksigen


miokardium yang berakibat hipoksia dan akumulasi metabolitberbahaya,
paling sering disebabkan aterosklerosis.
2. Angina pectoris: sensasi tidak nyaman di daerah dada dan sekitar, akibat
proses iskemia otot jatung.
3. Angina stabil: bentuk kronik dari angina yang hilang timbul, timbul saat
aktivitas dan emosi, dan hilang saat istirahat dan pemberian nitrat. Tidak ada
kerusakan permanen otot jantung.
4. Angina varian: klinis seperti angina, timbul saat istirahat, terjadi akibat spasme
pembuluh darah koroner.
5. Angina tidak stabil: bentuk dari angina dengan peningkatan frekuensi dan
durasi, muncul saat aktivitas yang lebih ringan. Dapat menjadi imfark miokard
akut jika tidak segera ditangani.
6. Silent Ischemia: bentuk asimptomatis dari proses iskemia miokardium. Dapat
dideteksi melalui EKG dan pemeriksaaan laboratorium.
7. Infark Miokard Akut: proses nekrosi miokardium yang disebabkan penurunan
aliran darah berkepanjangan. Paling seering disebabkan oleh thrombus, dapat
bermanifestasi pertama kali ataupun muncul kesekian kali dngan riwayat
angina pektoris.
D. Gagal Jantung Akut sebagai Komplikasi Sindrom Koroner Akut

Gagal jantung akut, juga dikenal sebagai gagal jantung akut (AHF), adalah
kondisi medis yang mengancam nyawa yang menyebabkan gejala dan tanda gagal
jantung menjadi lebih buruk secara cepat. AHF dapat terjadi dalam dua tampilan
klinis: gagal jantung akut pertama kali didiagnosis (de novo AHF) atau gagal jantung
dekompensasi akut (acute decompensated heart failure, atau ADHF) pada pasien
dengan gagal jantung kronik yang mengalami perburukan. Komplikasi sindrom
koroner akut (acute coronary syndrome/ACS), atau sindrom koroner akut, dapat
menyebabkan AHF.

AHF adalah kondisi medis yang mengancam nyawa di mana gejala dan tanda
gagal jantung meningkat dengan cepat. AHF disebabkan oleh ACS. AHF disebabkan
oleh interaksi kompleks antara gangguan struktural-fungsional miokardium,
hemodinamik, neurohormonal, dan genetik, yang pada akhirnya memengaruhi
pengisian dan ejeksi ventrikel. Pada pasien dengan faktor risiko seperti perempuan
usia lanjut, riwayat penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan/atau
penyakit ginjal, angka kejadian AHF pada ACS meningkat. Risiko kematian dan
rehospitalisasi yang tinggi pada AHF dapat dikurangi dengan diagnosis dan
pengobatan yang tepat. (Nency, Surya, & Kurnia, 2023).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG, berfungsi untuk merekam sinyal-sinyal listrik yang bergerak melalui
jantung didalam tubuh. EKG seringkali dapat mendiagnosis bukti serangan
jantung sebelum kejadian atau yang sedang berlangsung.
2. Laboratorium
a) Laboratorium rutin : Hb, Ht, Leuko, Trombo, Natrium, Kalium, Ureum,
Kreatinin, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT.
b) Laboratorium Khusus : CK-MB, dan hs Troponin atau Troponin
3. Foto Polos Dada AP (rujuk ke fasilitas yang ada). Tujuannya untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
4. Ekokardiogram (rujuk ke fasilitas yang ada). Tes untuk mendiagnosis kondisi
penyakit jantung koroner. Alat ini menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar jantung.
F. Penatalaksanaan Medis

SKA merupakan kasus kegawat daruratan sehingga harus mendapatkan


penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama sejak pasien datang ke instalasi
gawat darurat, harus sudah dilakukan penilaian meliputi anamnesa riwayat nyeri,
pemeriksaan fisik, EKG 12 lead dan saturasi oksigen pemeriksaan enzim jantung,
elektrolit dan bekuan darah serta menyiapkan intravena line dengan D5%.

1. Pasien dianjurkan istirahat total


2. Pasang iv line dan infus untuk pemberian obat-obatan intra venal
3. Atasi nyeri, dengan
a) Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50 mg
b) Lain-lain: Nitrat, Calsium antagonis, dan Beta bloker
4. Pasang oksigen tambahan 2-4 liter/menit
5. Berikan sedatif sedang seperti Diazepam per oral
6. Antitrombotik Antikoagulan (Unfractional Heparin golongan Heparin atau Low
Molecul Weight Heparie/golongan Fraxiparin) Antiplatelet (golongan
Clopidogrel, Aspirin)
7. Streptokinase/ Trombolitik (pada pasien dengan akut STEMI onset <3 jam)
8. Primary PCI ( pada pasien dengan akut STEMI onset > 3 jam).

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien SKA meliputi farmakologis dan non
farmakologis.

1. Terapi Farmakologis
Prinsip dari terapi pada pasien SKA adalah dengan MONA (Morfin, Oksigen,
Nitrat, Aspirin). Oksigen harus diberikan pada pasien bila saturasi oksigen arteri
kurang dari 99% dimana oksigen yang diberikan 2-4 L/menit dengan nasal kanul.
Morfin sulfat diberikan 1-5 mg intravenadapat dilakukan pengulangan setiap 10-
30 menit. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Bila tidak ada NTG maka diberikan
isosorbid dinitrat (ISDN) dan dipakai sebagai pengganti. Aspirin diberikan 160-
320 mg diberikan segera pada semua pasien yang diketahui tidak toleransi
terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih dipilih mengingat absorpsi
sublingual (dibawah lidah) yang lebih cepat.
Pada pasien SKA maka obat yang diberikan adalah obat-obatan anti angina
yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan menambah suplai
oksigen maupun mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen. Jenis obatnya
yaitu :
a. Morfin Sulfat, untuk menghilangkan nyeri, meningkatkan vasodilatasi
pembuluh darah vena, dan mengurangi beban kerja jantung.
b. Nitrat, untuk melebarkan baik vena maupun arteri untuk reperfusi sirkulasi
perifer. Dengan adanya pelebaran vena maka akan sedikit darah yang
kembali ke jantung sehingga terjadi penurunan tekanan pengisian, selain itu
juga nitrogliserin juga berguna untuk mengurangi iskemia dan nyeri pada
dada.
c. Penghambat beta atau beta bloker, obat untuk anti nyeri pada dada dan anti
hipertensi. Kerja dari obat beta bloker ini adalah dengan mengurangi denyut
jantung dan kontraktilitas miokardium, selain itu juga mengurangi
kebutuhan pemakaian oksigen dan meredakan nyeri dada.
d. Penghambat rantai kalsium (antagonis Ca), obat ini bekerja dengan
menurunkan kontraktilitas jantung dan beban kerjanya sehingga mengurangi
keperluan jantung akan oksigen. Obat ini digunakan untuk pengobatan
angina pectoris, aritmia tertentu dan hipertensi.
e. Antikoagulan, untuk menghambat pembekuan darah namun obat ini tidak
dapat melarutkan pembekuan yang sudah ada, namun melarutkan bekuan
yang akan terbentuk.
f. Trombolitik, untuk melarutkan trombus atau emboli yang telah terbentuk di
dalam darah. Apabila pemberian trombolitik ini dilakukan dengan cepat
maka jaringan nekrosis akan menjadi minimal dan aliran darah jantung akan
kembali membaikJenis trombolitik yang biasa digunakan adalah
streptokinase, urokinase, jaringan plasminogen aktivator (t-PA, alteflase)dan
anisoylated plasminogen streptokinase complex (APSAC/anistreflase).
g. Antilipemik, untuk menurunkan kadar lipid yang abnormal pada darah
terutama pada kolesterol dan trigliserida untuk mengurangi aterosklerosis di
pembuluh darah.
2. Terapi Non Farmakologis
a. PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angolpasty)
PTCA merupakan suatu tindakan yang dilakukan guna menghancurkan plak
atau ateroma yang menyumbat pembuluh darah ke jantung dengan
menggunakan kateter dengan ujung berbentuk balon dan dimasukkan ke
dalam arteri koronaria yang mengalami gangguan aliran darahBalon ini
kemudian dikembang kempiskan guna menghancurkan plak yang
menyumbat pembuluh darah itu. PTCA dilakukan pada pasien yang
mengalami sumbatan minimal 70 % pada lumen internal arteri koroner
besar.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Tehnik revaskularisasi arteri koroner dengan CABG (Coronary Artery
Bypass Graft), dimana tindakan ini merupakan tindakan operasi untuk
membuat alur pintas pada pembuluh darah jantung. Tindakan ini dilakukan
apabila kondisi angina pasien tidak mengalami perbaikan walaupun telah
diberikan terapi medis pada angina tidak stabil dan sumbatan yang tidak
dapat diatasi dengan PTCA, terdapat lesi pada arteri koronaria utama yang
lebih dari 60% dan pasien degan kegagalan PTCA.
G. Pathway
Aterosklerosis Koroner
H.
Ansietas
Prosedur Frekuensi jantung
berhubungan
Tidak dapat relaks meningkat, TD dan
Pecahnya atau Erosi Plak invasif dengan akibat
(operasi) RR meningkat
prosedur invasif

Bentuk Trombus Pre


aliran darah menuju Nyeri akut
TD dan nadi Gangguan pada organ atau jaringan berhubungan
pasien meningkat pembuluh darah tertentu tidak dengan iskemia
jaringan
Okklusi Arteri Koroner tercukupi
sekunder
Pembedahan Terpapar
Penguapan kulit
Sindrom Koroner Akut Intra
lingkungan dingin Risiko
ketidakseimbangan
Iskemia (SKA)
suhu tubuh
Insisi Pendarahan Pantau area (hipotermi)
pembedahan
Risiko
Infark Miokardium kekurangan
volume cairan
(Serangan Jantung)
Nyeri akibat luka Gangguan
Post pembedahan
Penurunan Hambatan mobilitas
ekstreminitas
motivasi
Peradangan dan Reparasi fisik berhubungan
dengan nyeri
Trauma jaringan

Respon Sistemik Masuk organisme karena


pembedahan

Risiko infeksi
Pengobatan dan Reperfusi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat
gangguan pada arteri koronaria. Sindrom koroner akut mencakup penyakit jantung
koroner yang bervariasi karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa mulai
dari angina pektoris tidak stabil dan infark miokard tanpa ST-elevasi sampai infark
miokard dengan ST-elevasi. Sindrom Koroner Akut disebabkan karena
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard yang menyebabkan
nekrosis miokard. Penyebab utama hal ini terjadi karena adanya faktor yang
mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari proses
sekunder seperti hipoksemia atau hipotensi dan faktor-faktor yang meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard. Penyebab yang paling umum adalah pecah atau erosi
plak aterosklerotik yang mengarah pada penyelesaian oklusi arteri atau oklusi parsial
dengan embolisasi distal dari bahan trombolitik. SKA merupakan suatu penyakit yang
dinamis, dimana ada suatu proses transisi dari spektrum penyakit akibat perubahan
intralumen mulai dari oklusi parsial sampai dengan total ataupun reperfusi.
DAFTAR PUSTAKA

RI, K. (2017). Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit Kardiovaskular Untuk Dokter.

Yusniawati, Y. N. P. (2018). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterlambatan


Waktu Tiba Pasien Dengan Sindrom Koroner Akut Di Instalasi Gawat Darurat
Pelayanan Jantung Terpadu Rsup Sanglah Denpasar (Doctoral dissertation,
Universitas Brawijaya).

Nency, C., Surya, M. K., & Kurnia, A. (2023). Gagal Jantung Akut sebagai Komplikasi
Sindrom Koroner Akut. Cermin Dunia Kedokteran, 50(1), 30–35.
https://doi.org/10.55175/cdk.v50i1.336.

Sanjani, R. D., & Nurkusumasari, N. (2020). Sindrom Koroner Akut. Jurnal


Kesehatan, 99, 397–409.

Suryono. 2016. Anatomi, Fisiologi, dan Patofiologis Bising Jantung. Jurnal FK UNEJ. 2(4):
13-16.

Tortora and Bryan. 2016. Principal Anatomy and Physiology. USA: Biological Science
Texbook.

Satoto, H. H. (2014). Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. JAI (Jurnal Anestesiologi


Indonesia), 6(3), 209–224. https://doi.org/10.14710/jai.v6i3.9127.

Sarkees ML, Bavry AA. Non ST-elevation acute coronary syndrome. BMJ Clin Evid. 2010
Nov 15;2010:0209. PMID: 21406132; PMCID: PMC3217799.

Asikin, M., Nuralamsyah , M. & Susaldi, 2016. Keperawatan Medikal Bedah Sistem
KardioVaskular. Jakarta: Erlangga.

Ghani, L., (2014). Faktor Resiko Dominan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Buletin
Penelitian Kesehatan. 44(3). 153-164.

Wenas, M. F., Jim, E. L., & Panda, A. L. (2017). Hubungan antara Rasio Kadar Kolesterol
Total terhadap High Density Lipoprotein (HDL) dengan Kejadian Sindrom Koroner
Akut di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-CliniC, 5(2), 1–6.
https://doi.org/10.35790/ecl.5.2.2017.18459.

Anda mungkin juga menyukai