Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit jantung ialah pemicu penting kematian bumi cocok informasi berawal American Heart
Association( AHA) di tahun 2018 dan diperkirakan hendak berkembang lebih asal 23, 6 jiwa pada
tahun 2030. bersumber pada World Health Organization( World Health Organization) pada
tahun 2018, keseluruhan kematian akibat penyakit jantung yakni 20 juta jiwa. Penyakit jantung
ialah pemicu nomorsatu kematian di garis besar, lebih kurang 17, 5 juta orang mangkattiap
tahun akibat penyakit jantung berawal seluruh kematian pada seluruh bumi. dekat 80% asal
seluruh kematian penyakit kardiovaskuler yakni karena gempuran jantung.Salah satu penyakit
jantung yg tidak tidak sering terjalin di Indonesia yakni ACS ataupun Acute Coronary Syndrome.
Sindrom Koroner Kronis sendiri maksudnya bagian asal penyakit jantung koroner( PJK) dimana
yg tercantum ke pada Sindrom Koroner Kronis maksudnya angina pektoris tidak
normal( Unstable Pectoris atau UAP), infark miokard memakai ST Elevasi( ST Elevation Myocard
Infarct( STEMI), dan infark miokard tanpa ST Elevasi( Non ST Elevation Myocard Infarct( STEMI)
( Myrtha, 2012).

STEMI merupakan kasus kegawatdaruratan yang cukup sering terjadi dan saat ini
telah menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia. Menurut World Health Organization
pada tahun 2015, penyakit jantung iskemik masih menjadi penyebab kematian nomor
satu di dunia yakni sebesar 13,2% atau diperkirakan 105 kematian per 100.000 populasi.
Menurut data Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE), sekitar 38% dari
kasus Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah STEMI. European STEMI Registry di
Sweden melaporkan bahwa pada tahun 2015, tingkat kejadian STEMI adalah 58 per
100,000 per tahun. Sedangkan di negara-negara Eropa lainnya, tingkat kejadian STEMI
berkisar dari 43 sampai 144 per 100,000 per tahun. Di Indonesia, penelitian oleh Jakarta
Acute Coronary Syndrome (JAC) Registry periode Oktober 2014 sampai Juli 2015
melaporkan dari 3015 kasus SKA, 1024 diantaranya adalah kasus STEMI (Wilar, Panda,
& Rampengan, 2019). Menurut RISKESDAS 2018 prevalensi penyakit jantung
berdasarkan diagnosis dokter pada semua umur di provinsi NTT adalah sebesar 0,7%
atau sekitar 20.599 penduduk. Besarnya angka STEMI di NTT dapat terjadi karena
presentasi hipertensi yang tinggi yakni sebesar 27,72% (RISKESDAS 2019).

Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa


70% kematian di dunia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), 45% disebabkan
oleh penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu sebanyak 17,7 juta dari 39,5 juta
kematian. WHO juga memperkirakan bahwa per tahun 2019, sekitar 17,9 juta orang
meninggal akibat penyakit kardiovaskuler, diantaranya 85% kematian yang diakibatkan
oleh penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke (WHO, 2021).
Pada tahun 2013, kurang lebih 478.000 pasien di Indonesia di diagnosis penyait jantung
koroner dengan prevalensi ST- Elevasi Miokard Akut (STEMI) meningkat dari 25% ke
40% dari presentase Infark Miokard (Depkes, 2013).

STEMI menyebabkan 6-14% kematian dengan jumlah kematian pasien akibat


ACS(Amrullah et al., 2022). Menurut American Heart Association (AHA), sekitar 2.200 hingga
801.000 kematian di Amerika Serikat akibat penyakit kardiovaskular meninggal setiap hari, rata-
rata satuorang setiap empat detik. Pada tahun 2018, 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit
kardiovaskular di seluruh dunia (Firdaus, 2020). Diperkirakan jumlahnya akan bertambah
menjadi lebih dari 23,6 juta pada tahun 2030. Di Indonesia menurut Kemenkes (2018),
prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan survei diagnosis dokter di Indonesia adalah
0,5% dan 1,5% berdasarkan gejala atau tanda diagnosis dokter. Sebanyak 478.000 pasien di
Indonesia terdiagnosis penyakit jantung koroner & prevalensi infark miokardakut menggunakan
ST-elevasi semakin tinggi dari 25% sampai 40% (F.Pranatalia et al., 2020).

Tingginya angka prevalensi pada kasus STEMI maka diperlukannya


pentalaksanaan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius.
Mengetahui karakteristik penderita sindrom koroner akut dapat dilakukan intervensi
untuk mencegah sehingga angka kejadian sindrom koroner dapat ditekan sehingga dapat
mengurangi terjadinya komplikasi yang ditimbukan seperti aritmia, syok kadiogenik,
perikarditis, henti jantung, gagal jantung, edema paru akut bahkan terjadi kematian
apabila tidak segera mendapatkan penanganan yang lebih serius. Manifestasi klinis
sindrom koroner akut yaitu penderita merasa nyeri dan tidak nyaman yang tidak spesifik
di bagian dada kiri menjalar ke leher, bahu kiri serta tangan dan punggung kemudian di
sertai keringat dingin, mual, muntah, lemas dan pusing serta bisa pingsan yang terjadi
secara tibatiba (Wahidah & Harahap, 2021). Pasien dengan tanda dan gejala klinis
sindrom koroner akut akan menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko
yang berdampak pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah
jantung, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif,
intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko gangguan
integritas kulit (Aspaiani, 2016).

Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak pertama, baik untuk diagnosis dan


perawatan. Diagnosis harus dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada yang berlangsung
selama 20 menit atau lebih, yang tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya
riwayat penyakit jantung dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah, atau lengan kiri
memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit saat pasien tiba untuk
mendukung keberhasilan tata laksana (PERKI, 2018).

Masalah keperawatan yang mucul pada pasien dengan STEMI dapat dicegah dan
diatasi dengan asuhan keperawatan secara menyeluruh. Mulai dari pengkajian,
menentukan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Berbagai macam pendekatan dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, seperti
farmakologi dan non farmakologi serta kolaborasi untuk merawat dan membatasi
komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard (SIKI,
2018).

Penulis memilih pasien kelolaan Tn. M dikarenakan kondisi pasien dengan


serangan jantung pertama di usia dengan riwayat perokok aktif. Berdasarkan penjabaran
diatas, maka penulis tertarik membahas asuan keperawatan pada ny p M dengan STEMI
di ruang ICCU.

Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan STEMI di
ruang ICCU ?

Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan seminar kasus ini adalah untuk menganalisis asuhan
keperawatan pada ny p dengan STEMI di ruang ICCU.

Tujuan Khusus

Menganalisis hasil pengkajian pada Tn.M dengan STEMI di ruang ICCU.

Merumuskan diagnosa Keperawatan penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas


pada ny p dengan STEMI di ruang ICCU.

Menyusun rencana asuhan yang diberikan pada ny p dengan masalah keperawatan


penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas di ruang ICCU.

Menganalisa pengkajian, intervensi, dan implementasi yang dilakukan pada ny p dengan


masalah keperawatan penurunan curah jantung, dan gangguan pertukaran gas di ruang
ICCU.

Mengevaluasi hasil implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada ny pdengan


masalah keperawatan penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas di ruang ICCU.
Manfaat Penulisan

Manfaat Teoritis

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan


menjadi masukan pada bidang keperawatan maupun terkait asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, penegakkan diagnosa, intervensi dan implementasi yang dapat
dilakukan pada pasien terdiagnosa STEMI (ST–elevasi Miokard Infark). Bagi
penelitian selanjutnya diharapkan menjadi masukan dan dapat menambahhkan
intervensi non farmakologis pada pasien dengan diagnosa STEMI.

Manfaat Praktis

Bagi Perawat

Penulisan seminar kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan


wawasan keilmuan bagi perawat terkait penatalaksanaan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan kasus STEMI (ST–elevasi Miokard Infark).

Bagi Institusi

Penulisan seminar ini diharapakan dapat digunakan sebagai referensi bagi


institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus STEMI (ST–elevasi Miokard Infark).

Bagi Klien dan Keluarga

Penulisan kasus seminar ini diharapkan dapat menjadikan pasien serta


keluarga untuk mengetahui tentang penyakit STEMI (ST–elevasi Miokard
Infark), cara melakukan perawatan pada pasien dengan STEMI (ST– elevasi
Miokard Infark), dan melakukan pencegahan apabila terjadi kekambuhan
dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai