Anda di halaman 1dari 111

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh

manusia. Jantung berfungsi sebagai alat pompa darah sehingga

darah dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Sebagai salah satu organ

penting dalam tubuh manusia, jantung sangat perlu untuk diperhatikan

sehingga bisa terhindar dari penyakitnya (Chittra, dkk, 2016)

Angka kematian akibat serangan jantung pada umumnya masih

tinggi di dunia, termasuk di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17 juta orang di

dunia meniggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Sekitar

31% dari seluruh kematian di dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7

juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Lebih dari 75%

kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah terjadi di

negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang

(Posumah, 2019).

STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan

mortalitas. Meskipun beberapa dekade telah dilakukan penelitian dan

clinical trial, namun masih juga dijumpai 500.000 ST Elevasi

Miokardial Infark (STEMI) setiap tahun di Amerika. Data menunjukkan

bahwa mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi dalam 24 - 48 jam

7
pasca onset dan laju mortalitas awal 30 hari setelah serangan adalah

30% (Darliana, 2015)

Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementrian

Kesehatan RI dalam rilis yang diterbitkan 10 November 2018

menyebut, di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018

menunjukkan bahwa sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk

Indonesia menderita penyakit jantung koroner (Posumah, 2019).

Menurut Rifnaldi 2012, dokter ahli jantung Rumah Sakit Siloam

Sriwijaya Palembang, angka kematian penderita jantung koroner di

Tanah Air mencapai 7,6 juta orang per tahun. Sebanyak 325 ribu

kasus di antaranya masyarakat yang terkena serangan penyakit

jantung meninggal dunia sebelum tiba di rumah sakit. Penyakit ini

perlu diwaspadai dan segera dilakukan langkah antisipasi karena

serangannya secara tiba-tiba, penderita merasa tidak ada keluhan

sebelumnya, dan kondisi penderita secara umum sebelumnya sangat

sehat. Untuk menghindari serangan jantung secara tiba-tiba,

masyarakat bisa melakukan pengecekan kesehatan jantung dengan

cara melakukan rekam jantung (elektrokardiogram, EKG), tes lari

(treatmill test), USG jantung (echo cardiography), CT Scan jantung,

dan kateterisasi jantung. Dengan pengecekan tersebut dapat

diketahui kondisi kesehatan jantung dan dapat dilakukan pengobatan

secara dini jika seseorang mulai terdeteksi risiko serangan sakit

jantung (Surtono, 2016).

8
Berdasarkan latar belakang dan pengalaman praktik yang

ditemukan di rumah sakit, maka dari itulah penulis tertarik untuk

mengambil kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan Pada Pasien STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di

Ruangan IGD PJT RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar”

sebagai karya ilmiah akhir.

B. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam

mengaplikasikan teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada

Pasien STEMI (ST Elevasi Miokard Infark).

C. Tujuan Khusus

1. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan pengkajian keperawatan gawat darurat pada Tn.A

dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan IGD PJT

RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan analisa data pada Tn.A dengan STEMI (ST Elevasi

Miokard Infark) di ruangan IGD PJT RSUP. dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

3. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perumusan diagnosa keperawatan gawat darurat

pada Tn.A dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan

IGD PJT RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

9
4. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perencanaan tindakan keperawatan gawat darurat

pada Tn.A dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan

IGD PJT RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan implementasi keperawatan gawat darurat pada Tn.A

dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan IGD PJT

RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

6. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat pada Tn.A

dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan IGD PJT

RSUP. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

7. Memperoleh gambaran tentang kesenjangan yang terjadi antara

teori dan praktek dalam asuhan keperawatan gawat darurat pada

pasien dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) di ruangan IGD

PJT RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat

1. Bagi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber informasi dalam

penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus STEMI

(ST Elevasi Miokard Infark).

10
2. Bagi Rumah Sakit

Dapat dijadikan sebagai masukan pada perawat khususnya yang

bertugas di ruangan gawat darurat dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan dengan kasus STEMI (ST Elevasi Miokard Infark).

3. Bagi Klien / Keluarga Klien

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah

pengetahuan tentang STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) dan

menambah pengalaman dalam menangani STEMI (ST Elevasi

Miokard Infark).

4. Bagi Penulis

Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung

dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat serta

dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku

pendidikan.

E. Sistematika Penulisan

1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus

a. Tempat

Tempat pengambilan kasus di ruang instalasi gawat darurat

(IGD) PJT RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Sulawesi Selatan.

b. Waktu pelaksanaan pengambilan kasus

Waktu pelaksanaan pengambilan kasus dimulai dari tanggal 07

sampai 12 oktober 2019

11
2. Tehnik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengkajian

mulai dengan wawancara kepada pasien maupun keluarga pasien

secara langsung. Pengkajian primer dengan menggunakan

pengkajiaan A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), D

(Disability), dan E (Exposure). Dan pengkajian sekunder

menggunakan metode head to toe, dan untuk data penunjang

pengumpulan data diliahat dari hasil pemeriksaan EKG, dan hasil

pemeriksaan laboratorium.

12
BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori

1) Konsep Dasar Medis

1.1 Pengertian ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya

bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran

darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi

oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,

peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan

EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner

tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-

benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat

nutrisi-oksigen dan mati. Selain itu STEMI merupakan Infark

yang terjadi diseluruh dinding miokard, dari endocardium ke

epicardium dengan lokasi di anterior, inferior, maupun lateral.

Karakteristik antara lain terdapat elevasi gelombang ST dan Q

pada EKG, adanya isoenzime CK-MB 3-6 jam setelah onset

dan terus meningkat hingga 12-24 jam (Huswar,2016).

STEMI merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan

kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang

berkepanjangan akibat oklusi koroner akut. STEMI terjadi


13
akibat stenosis total pembuluh darah koroner sehingga

menyebabkan nekrosis sel jantung yang bersifat irreversible

(Black & Hwak, 2012).

Gambar 2.1 ST Segment

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi

jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat

oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat dan

lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-

faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid

(Sudoyo, 2010).

Table 1.1 Lokasi infark miokard berdasarkan gambaran EKG

No Lokasi Gambaran EKG

1. Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di V1-V4/V5

2. Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di V1-V3

14
3. Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di V1-V6 dan I dan aVL

4. Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi

ST/gelombang Q di I dan aVL

5. Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I

dan aVL).

6. Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di II, III, dan aVF

7. Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q

di II, III, aVF, V1-V3

8. True Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan

posterior segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T

tegak di V1-V2

9. RV Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-

Infraction V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark

inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa

15
jam pertama infark.

1.2 Anatomi Fisiologi Jantung

a. Anatomi Jantung

Gambar 2.2 Organ jantung

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat

buah ruang yang terletak di rongga dada, di bawah

perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.

Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis

disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding

tebal disebut ventrikel (bilik) (Muttaqin, 2014).

16
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian

atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis

kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks

kordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan

(kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari

pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya

terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari

dibawah papilla mamae. Ukurannya lebih kurang sebesar

genggaman tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300

gram (PERKI, 2015).

a) Ruang Jantung

Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan

memiliki empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah

di kedua belahannya. Bilik-bilik atas, atria (atrium,

tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan

memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang

memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung

dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang

mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.

Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan

jantung menerima dan memompa darah beroksigen

rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan

memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee,

2001).

17
b) Atrium Dextra

Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak

agak ke depan dibandingkan ventrikel dextra dan atrium

sinistra. Pada bagian antero-superior terdapat lekukan

ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang disebut

Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama.

Posterior dan septal licin dan rata. Lateral dan auricle

kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot yang

berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium

dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava

superior bermuara pada dinding supero-posterior. Vena

cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-

posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat

lipatan katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii.

Pada dinding medial atrium dextra bagian postero-

inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.

Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat

lekukan dangkal berbentuk lonjong yang disebut Fossa

Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior

dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena

cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus

Coronarius, yang menampung darah vena dari dinding

jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara

sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter

18
yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra

terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-

Atrial terletak di pinggir lateral pertemuan muara vena

cava superior dengan auricle, tepat di bawah Sulcus

Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-

medial muara sinus coronaries, di bawah katup

tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat

penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena

sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan

kemudian ke paru-paru.

Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium

hanyalah lipatan katup atau pita otot rudimenter maka,

apabila terjadi peningkatan tekanan atrium dextra akibat

bendungan darah di bagian kanan jantung, akan

dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar

80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan

mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui

katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi

ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif

ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick pada

Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.

c) Atrium Sinistra

Terletak postero-superior dari ruang jantung lain,

sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak.

19
Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal

daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin

dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri

menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4 vena

pumonalis yang bermuara pada dinding postero-superior

atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena

dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium

sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu,

perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik

retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan

tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan

bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium

sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.

d) Ventrikel Dextra

Terletak di ruang paling depan di dalam rongga

thorax, tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian

besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel

sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra

berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal

dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini

guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang

cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria

pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran

darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh

20
lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel dextra,

dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap

aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari

ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri.

Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya

sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu,

bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga

merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang

lebih besar daripada tekanan di ventrikel dextra.

Disamping itu, secara fungsional, septum lebih berperan

pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan

lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.

Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra

disusun oleh serabut otot yang disebut Trabeculae

Carnae, yang sering membentuk persilangan satu sama

lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra

berukuran besar yang disebut Trabeculae Septomarginal

(Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel dextra

dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar.Ruang

alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow

Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior,

dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel

dextra (Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk

tabung atau corong, berdinding licin, terletak di bagian

21
superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau

Conus Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra

dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis yang terletak

tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.

Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang

meningkat secara perlahan-lahan, seperti pada kasus

hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel

dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya

pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi

pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi

pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat

secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif)

maka kemampuan ventrikel dextra untuk memompa

darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri

dengan kematian.

e) Ventrikel Sinistra

Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada

bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi

Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah

Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x

lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati

75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel

sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra

harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk

22
mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan

mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan

perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal dan

bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah

pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel

berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum

interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra

dengan ventrikel dextra. Rentangan septum ini

berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut

adalah pada daerah katup aorta.

Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu:

bagian Muskulare (menempati hampir seluruh bagian

septum) dan bagian Membraneus. Pada dua pertiga

dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae

dan sepertiga bagian endocardiumnya licin.Septum

interventrikularis ini membantu memperkuat tekanan

yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat

kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel

sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada

tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal

antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya

septum pasca infark miokardium), maka darah akan

mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut.

23
Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui

katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.

f) Katup Jantung

Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran

darah searah melalui bilik-bilik jantung (Aurum,

2007).Setiap katup berespon terhadap perubahan

tekanan (Setiadi, 2007). Katup-katup terletak sedemikian

rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara

pasif karena perbedaan tekanan, serupa dengan pintu

satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung

dibagi dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler dan

katup semilunar.

a. Katup Atrioventrikuler

Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka

disebut katup atrioventrikular.Katup yang terletak di

antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai

3 buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007).

Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior,

yang merupakan paling tebal, dan melekat dari

daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-

lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat

pada kedua bagian septum muskuler maupun

membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur

keluar. 3) Posterior, yang merupakan paling kecil,

24
Melekat pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-

inferior (Aurum, 2007). Sedangkan katup yang

letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri

mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral

(Setiadi, 2007). Terdiri dari 2 bagian, yaitu daun

katup mitral anterior dan posterior. Daun katup

anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat

seperti tirai dari basal ventrikel sinistra dan meluas

secara diagonal sehingga membagi ruang aliran

menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).

b. Katup Semilunar

Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena

terdiri dari 3 daun katup, yang masing-masing mirip

dengan kantung mirip bulan separuh (Sherwood,

Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan

ventrikel dengan arteri yang berhubungan. Katup

pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan

pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak

antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar

ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing

ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama

systole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu

diastole ventrikel (Setiadi, 2007).

g) Lapisan Jantung

25
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot

jantung yang tersusun secara spiral dan saling

berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood,

Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan

berbeda, yaitu:

a. Perikardium (Epikardium)

Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”,

yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di

bagian luar yang membungkis jantung. Terdiri dari

dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):

1. Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan

bagian kantong yang membatasi pergerakan

jantung terikat di bawah sentrum tendinium

diafragma, bersatu dengan pembuluh darah

besar merekat pada sternum melalui ligamentum

sternoperikardial.

2. Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi

dua bagian, yaitu Perikardium parietalis

membatasi perikarduim fibrosum sering disebut

epikardium, dan Perikarduim fiseral yang

mengandung sedikit cairan yang berfungsi

26
sebagai pelumas untuk mempermudah

pergerakan jantung.

b. Miokardium

Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah

yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian

besar dinding jantung.Serat-serat otot ini tersusun

secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood,

Lauralee, 2001). Lapisan otot ini yang akan

menerima darah dari arteri koroner (Setiadi, 2007).

c. Endokardium

Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis

endothelium. Suatu jaringan epitel unik yang

melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi

(Sherwood, Lauralee, 2007).

h) Persarafan Jantung

Jantung dipersarafi oleh sistem saraf

otonom.Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan

oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung

dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang

dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan)

kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi tidak

memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke

jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi

atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis

27
jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA

dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood,

Lauralee, 2001).

i) Vaskularisasi Jantung (Pembuluh Darah)

Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran

darah. Secara garis besar peredaran darah dibedakan

menjadi dua, yaitu peredaran darah besar yaitu dari

jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi

sistemik), dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung

ke paru-paru, kembali ke jantung (sirkulasi pulmonal).

(1) Arteri

Suplai darah ke miokardium berasal dari dua

arteri koroner besar yang berasal dari aorta tepat di

bawah katub aorta.Arteri koroner kiri memperdarahi

sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner

kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan

(Setiadi, 2007).

1) Arteri Koroner Kanan

Berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus

atrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri

koronarian kanan memberi makan pada atrium

kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah

dalam dari ventrikel kiri. Bercabang menjadi

Arteri Atrium Anterior Dextra (RAAB = Right

28
Atrial Anterior Branch) dan Arteri Coronaria

Descendens Posterior (PDCA = Posterior

Descending Coronary Artery). RAAB

memberikan aliran darah untuk Nodus Sino-

Atrial.PDCA memberikan aliran darah untuk

Nodus Atrio-Ventrikular (Aurum, 2007).

2) Arteri Koroner Kiri

Berjalan di belakang arteria pulmonalis

sebagai arteri coronaria sinistra utama (LMCA =

Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm.

Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx =

Left Circumflex Artery) dan Arteri Descendens

Anterior Sinistra (LAD = Left Anterior

Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus

Atrio-Ventrcular mengelilingi permukaan

posterior jantung.LAD berjalan pada Sulcus

Interventricular sampai ke Apex.Kedua pembuluh

darah ini bercabang-cabang dan memberikan

aliran darah diantara kedua sulcus tersebut

(Aurum, 2007).

(2) Vena

29
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel

dengan distribusi arteri koroner. Sistem vena jantung

mempunyai 3 bagian, yaitu (Setiadi, 2007):

1) Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang

menyalurkan sebagian darah dari miokardium

atrium kanan dan ventrikel kanan.

2) Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang

cukup berarti mengosongkan sebagian besar isi

vena ventrikel langsung ke atrium kanan.

3) Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan

sistem vena yang paling besar dan paling

penting, berfungsi menyalurkan pengembalian

darah vena miokard ke dalam atrium kanan

melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara

di samping vena kava inferior.

b. Fisiologi jantung

a) Metabolisme Otot Jantung

Seperti otot kerangka, otot jantung juga

menggunakan energi kimia untuk berkontraksi. Energi

terutama berasal dari metabolisme asam lemak dalam

jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi

terutama laktat dan glukosa. Proses metabolisme

jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.

b) Pengaruh Ion pada Jantung

30
1) Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada

CES menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan

frekuensi lambat.

2) Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium

menyebabkan jantung berkontraksi spastis.

3) Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.

c) Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

Aktifitas listrik jantung merupakan akibat

perubahan permeabilitas membrane sel. Seluruh

proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial

aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia,

mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:

1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif

(polarisasi) dan bagian luar bermuatan positif.

2) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan

meningkatnya permeabilitas membran terhadap

natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke

dalam.

3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi

terdapat sedikit perubahan akibat masuknya

kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif

dalam sel menjadi berkurang.

31
4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi

diikiuti keadaan stabil agak lama sesuai masa

refraktor absolute miokard.

5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium

berangsur-angsur tidak mengalir dan

permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.

d) Sistem Konduksi Jantung

Sistem konduksi jantung meliputi:

1) SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang

kecil berada di dalam dinding atrium kanan di

ujung Krista terminalis.

2) AV node: Susunannya sama dengan SA node

berada di dalam septum atrium dekat muara sinus

koronari.

3) Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke

arah depan pada tepi posterior dan tepi bawah

pars membranasea septum interventrikulare.

4) Serabut penghubung terminal (Purkinje):

Anyaman yang berada pada endokardium

menyebar pada kedua ventrikel.

e) Curah Jantung

Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel

kiri dan kanan sama besarnya. Jumlah darah yang

dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah

32
jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang

mempengaruhi otot jantung yaitu :

1) Beban awal

2) Kontraktilitas

3) Beban akhir

4) Frekuensi jantung

Periode pekerjaan jantung yaitu :

1) Periode systole

2) Periode diastole

3) Periode istirahat

f) Bunyi Jantung

Tahapan bunyi jantung :

1) Bunyi pertama: lup

2) Bunyi kedua : Dup

3) Bunyi ketiga : lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic

individu muda

4) Bunyi keempat : Terkadang dapat didengar

segera sebelum bunyi pertama

c. Etiologi

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan

oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

1) Penyempitan arteri koroner nonsklerotik

33
2) Penyempitan aterosklerotik

3) Trombus

4) Plak aterosklerotik

5) Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi

plak

6) Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium

7) Penurunan darah koroner melalui yang menyempit

8) Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

9) Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

Gambar 2.3 Arteri coroner normal dan terkena aterosklerosis

d. Patofisiologi

34
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Gambar 2.4 Proses terjadinya arterosklerosis

Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang

secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena

berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI

terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada

lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark

terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau

ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu

trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi

rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histology menunjukkan plak koroner cendereung mengalami

rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya

kaya lipid (lipid rich core).

35
Gambar 2.5 Coronary thrombosis

Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner

dapat mengenai endokardium sampai epikardium, disebut

infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah

subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20

menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada

subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam

telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari

endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel

dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah

komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury

terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena

daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami

dilatasi.

36
Gambar 2.6 Fase Miokard Infark

e. Tanda dan Gejala

1) Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat ,

seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20

menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala

yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit

bernapas, cemas, dan lemas.

37
2) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-

menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal

bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala

utama.

3) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai

nyeri tidak tertahankan lagi.

4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang

dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju

lengan (biasanya lengan kiri).

5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan

atau gangguan emosional), menetap selama beberapa

jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat

atau nitrogliserin (NTG).

6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher

7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami

nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai

diabetes dapat mengganggu neuroreseptor

(mengumpulkan pengalaman nyeri)

f. Klasifikasi

Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan

dengan morfologi, patogenisis, dan penampakan klinis yang

cukup berbeda.

1) Infark Transmural

38
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel.

Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang

parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif

yang superimposed.

2) Infark Subendokardial

Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam

dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal

mengalami penurunan perfusi.

3) NSTEMI

Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Disebabkan oleh

suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen

miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. Gejala

yang ditimbulkan yaitu :

1. Nyeri dada dengan lokasi khas atau kadang kala

diepigastrium dengan ciri seperti diperas

2. Perasaan seperti diikat, perasaan terbakar

3. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.

4) STEMI

Infark miokard akut dengan elevasi ST. Disebabkan oleh

aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak arteosklerosis yang sudah ada

sebelumnya. Gejala yang ditimbulkan yaitu :

1. Plak arteriosklerosis mengalami fisur

2. Rupture atau ulserasi

39
3. Jika kondisi local atau sistemik akan memicu

trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada

lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri

koroner.

g. Komplikasi

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah :

1. Disfungsi ventrikular

2. Gangguan haemodinamik kongesti paru (ditandai dengan

adanya ronkhi basah diparu dan bunyi jantung S3 dan S4)

3. Syok kardiogenik

4. Infark ventrikel kanan

5. Aritmia pasca STEMI

6. Ekstrasistol ventrikel

7. Takikardi dan fibrilasi ventrikel

8. Takikardia ventrikel

9. Fibrilasi ventrikel

10. Fibrilasi atrium

11. Aritmia supraventrikular

12. Asistol ventrikel

13. Bradiaritmia dan blok

h. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi

Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih

berfungsi akan menmghasilkan perubahan gelombang T,

40
menyebabkan inervasi saat aliran listrik

diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi,

jaringan iskemik akan mengubah segmen ST

menyebabkan depresi ST.

Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi

listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,

mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis

terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar

area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik

adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal,

tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan

gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark

miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T

tinggi.Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya,

gelombang T membalik.Sesuai dengan umur infark

miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali

normal.

Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4,

perubahan resiprokal (depresi ST) pada

lead II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,

perubahan resiprokal (depresi ST) V1 –

41
V6, I, aVL.

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II,

III, aVF, terutama gelombang R pada V1 –

V2.

Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Table 1.2 Perubahan elektrokardiogram spesifik


pada infark moikard transmural akut

2. Enzim-enzim jantung

Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh

dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2

hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein

terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam

sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah

kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan

transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).

3. Vektokardiografi

Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan

dan arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi

ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.

42
4. Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi

jantung yang memungkinkan visualisasi langsung

terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung

terhadap ventrikel kiri.

i. Penatalaksanaan Medis

1. Syok kardiogenetik

Penatalaksana syok kardiogenetik:

a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan

terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.

b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat

tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15

ug/kgBB/menit.

c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak

terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20

ug/kgBB/menit.

d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau

CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun

dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok

dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi

yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika

terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan

tindakan invasif

43
e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI

dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi

invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.

f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan

pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak

membaik dengan segera dangan terapi farmakologis,

bila sarana tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan

tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena

jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda

hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan :

a) Pertahankan preload ventrikel kanan.

b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan

jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10

mmHg (13,6cmH20).

c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus

dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok

jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon

dengan atropin.

e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat

setelah loading volume.

44
f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan

disfungsi ventrikel kiri.

g) Pompa balon intra-aortik.

h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)

i) Penghambat ACE

j) Reporfusi

k) Obat trombolitik

l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer

m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien

tertentu dengan penyakit multivesel).

3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi

ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia

sebelumnya.

4. Penatalaksana Takikardia vebtrikel:

a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap

(lebih dari 30 detik atau menyebabkan kolaps

hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock

unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika

gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan

jika perlu shock ketiga 360J.

b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang

diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi

(tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan

45
shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat

ditingkatkan jika dosis awal gagal.

c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak

disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan

darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:

d) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-

0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total

maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya

dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).

e) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit,

dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.

f) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5

ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1

mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus

pemeliharaan 0,5 mg/menit.

g) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J

(anestasi sebelumnya).

5. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel

a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless

diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan

energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan

shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock

ketiga 360 J ( klas I)

46
b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless

yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi

amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan

pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)

2) Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut Muttaqin 2012, pengkajian pada pasien STEMI adalah:

(1) Pengkajian Primer

a. Airways

a) Sumbatan atau penumpukan secret

b) Wheezing atau krekles

b. Breathing

a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

b) Respirasi lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler

dangkal

c) Ronchi, krekles

d) Ekspansi dada tidak penuh

e) Penggunaan otot bantu nafas

c. Circulation

a) Nadi lemah , tidak teratur

b) Takikardi

c) TD meningkat / menurun

d) Edema

e) Gelisah

47
f) Akral dingin

g) Kulit pucat, sianosis

h) Output urine menurun

(2) Pengkajian sekunder

a. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas

Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, Pola

hidup menetap, jadwal olah raga tidak teratur

Tanda : Takikardi, Dispnea pada istirahat atau

aktifitas

2) Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri

koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.

Tanda :

a) Tekanan darah : dapat normal / naik / turun,

Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk

atau berdiri

b) Nadi : dapat normal , penuh atau tidak kuat atau

lemah kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler

lambat, tidak teratus (disritmia)

c) Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra : S3 atau S4

mungkin menunjukkan gagal jantung atau

penurunan konraktilits atau komplain ventrikel

48
d) Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau

disfungsi otot jantung

e) Friksi ; dicurigai Perikarditis

f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

g) Edema

h) Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,

edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal

jantung atau ventrikel

i) Warna : pucat atau sianosis, kuku datar , pada

membran mukossa atau bibir

3) Integritas Ego

Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak

mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada

diri sendiri, koma nyeri

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya

kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah

pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang

keuangan , kerja , keluarga

4) Eliminasi

Tanda : normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering,

berkeringat, muntah, perubahan berat badan

49
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati

atau terbakar

6) Hygiene

Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas

perawatan

7) Neurosensori

Tanda : perubahan mental, kelemahan

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat

bangun (duduk atau istrahat )

8) Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :

a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau

tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang

dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun

kebanyakan nyeri dalam dan viseral)

b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal ,

prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,

wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,

siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

c) Kualitas: “Crushing”, menyempit, berat, menetap,

tertekan, seperti dapat dilihat

d) Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin

pengalaman nyeri paling buruk yang pernah

dialami.

50
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien

pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia

9) Pernafasan

Tanda :

a) Peningkatan frekuensi pernafasan

b) Nafas sesak / kuat

c) Pucat, sianosis

d) Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi, sputum )

Gejala :

a) Dispnea tanpa atau dengan kerja

b) Dispnea nocturnal

c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan

STEMI adalah (Nanda, 2015-2017) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik, biologis

dan kimiawi

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

frekuensi, irama, konduksi elektri, penurunan

preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,

kerusakan struktural

51
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,

hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus

atau emboli

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan

suplai O2

5. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian

atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social

atau ketidakmampuan yang permanen.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak

seimbangan antara suplai oksigen miokard dengan

kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek

obat depresan jantung

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan

pengetahuan penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat

obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul dan

perubahan gaya hidup

52
53
2.3 Intervensi
Tabel 1.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi

Keperawatan Hasil

1. Nyeri Akut NOC : NIC :

1. Tingkat Nyeri Manajemen nyeri :

Setelah dilakukan
1. Observasi reaksi
asuhan
nonverbal dari
keperawatan
ketidaknyamanan.
selama ........ jam,
2. Monitor
diharapkan tingkat
penerimaan klien
nyeri berkurang
tentang
dengan kriteria hasil
manajemen nyeri.
:
3. Gunakan teknik

a. Nyeri yang komunikasi

dilaporkan tidak terapeutik untuk

ada mengetahui

b. Panjangnya pengalaman nyeri

episode nyeri klien sebelumnya.

tidak ada 4. Lakukan pegkajian

c. Ekspresi nyeri nyeri secara

wajah tidak ada komprehensif

d. Tekanan darah termasuk lokasi,

dalam kisaran karakteristik,

54
normal durasi, frekuensi,

e. Ferekuensi nafas kualitas dan ontro

dalam kisaran presipitasi.

normal 5. Kontrol lingkungan

f. Kehilangan nafsu yang

makan tidak ada mempengaruhi

g. Mual tidak ada nyeri seperti suhu

2. Kontrol Nyeri ruangan,

Setelah dilakukan pencahayaan,

asuhan kebisingan.

keperawatan 6. Kurangi presipitasi

selama ........ jam, nyeri.

diharapkan pasien 7. Pilih dan lakukan

dapat mengontrol penanganan nyeri

nyeri dengan (farmakologis/non

kriteria hasil : farmakologis)

8. Ajarkan teknik non


a. Secara konsisten
farmakologis
menunjukkan
(relaksasi,
kapan nyeri
distraksi dll) untuk
terjadi
mengetasi nyeri.
b. Secara konsisten
9. Berikan analgetik
menunjukkan
untuk mengurangi
faktor-faktor
nyeri.

55
penyebab

10. Kolaborasi dengan

c. Secara konsisten dokter bila ada

menunjukkan komplain tentang

menggunakan pemberian

tindakan analgetik tidak

pengurangan berhasil.

nyeri tanpa 11. Evaluasi tindakan

analgesik pengurang

d. Secara konsisten nyeri/kontrol nyeri.

melaporkan nyeri Administrasi

yang terkontrol analgetik :.

1. Cek program

pemberian

analogetik; jenis,

dosis, dan

frekuensi.

2. Cek riwayat alergi.

3. Monitor TTV

sebelum dan

sesudah pemberian

analgetik.

4. Tentukan analgetik

56
pilihan, rute

pemberian dan

dosis optimal.

5. Berikan analgetik

tepat waktu

terutama saat nyeri

muncul.

6. Evaluasi efektifitas

analgetik, tanda dan

gejala efek

samping.

2. Penurunan NOC : Cardiac Care

curah jantung
1. Keefektifan 1. Catat adanya

Pompa Jantung disritmia jantung

Setelah dilakukan 2. Catat adanya

asuhan tanda dan gejala

keperawatan penurunan cardiac

selama ........ jam, putput

diharapkan 3. Monitor status

kecukupan volume kardiovaskuler

darah yang di 4. Monitor status

pompakan dari pernafasan yang

ventrikel kirii menandakan

57
dengan kriteria gagal jantung

hasil: 5. Monitor abdomen

sebagai indicator

penurunan perfusi
a. Tanda Vital
6. Monitor balance
dalam rentang
cairan
normal (Tekanan
7. Monitor adanya
darah, Nadi,
perubahan
respirasi)
tekanan darah
b. Dapat
8. Monitor respon
mentoleransi
pasien terhadap
aktivitas, tidak
efek pengobatan
ada kelelahan
antiaritmia
c. Tidak ada edema
9. Monitor toleransi
paru, perifer, dan
aktivitas pasien
tidak ada asites
10. Monitor adanya
d. Tidak ada
dyspneu, fatigue,
penurunan
tekipneu dan
kesadaran
ortopneu
e. Tidak ada mual,
11. Anjurkan untuk
angina, pucat
menurunkan
dan sianosis
stress
f. Tidak ada suara
12. Atur periode
jantung abnormal
latihan dan

58
2. Status Sirkulasi istirahat untuk

Setelah dilakukan menghindari

asuhan kelelahan

keperawatan 13. Evaluasi adanya

selama ........ jam, nyeri dada

diharapkan tidak (intensitas,lokasi,

terjadi durasi)

penyumbatan aliran Monitot Tanda-tanda

darah dengan Vital

kriteria hasil:
1. Catat adanya

a. Tanda-tanda vital fluktuasi tekanan

dalam rentang darah

normal (Tekanan 2. Identifikasi

darah, Nadi, penyebab dari

Respirasi, Suhu) perubahan vital

b. Saturasi oksigen sign

dalam batas 3. Auskultasi TD

normal pada kedua

c. Tidak ada suara lengan dan

nafas tambahan bandingkan

d. Tidak ada edema 4. Monitor TD, nadi,

perifer suhu, dan RR

e. Tidak ada 5. Monitor VS saat

59
gangguan pasien berbaring,

kognisi duduk, atau berdiri

f. Tidak terjadi 6. Monitor TD, nadi,

pitting edema RR, sebelum,

selama, dan

setelah aktivitas

7. Monitor kualitas

dari nadi

8. Monitor adanya

pulsus paradoksus

dan pulsus

alterans

9. Monitor jumlah

dan irama jantung

dan monitor bunyi

jantung

10. Monitor frekuensi

dan irama

pernapasan

11. Monitor suara

paru, pola

pernapasan

abnormal

12. Monitor suhu,

60
warna, dan

kelembaban kulit

13. Monitor sianosis

perifer

14. Monitor adanya

cushing triad

(tekanan nadi

yang melebar,

bradikardi,

peningkatan

sistolik)

3. Perfusi NOC : NIC :

jaringan tidak
1. Perfusi Jaringan Manajemen sensasi
efektif
Perifer perifer

Setelah dilakukan
1. Monitor adanya
asuhan
daerah tertentu
keperawatan
yang hanya peka
selama ........ jam,
terhadap
diharapkan
panas/dingin/tajam/t
kecukupan aliran
umpul
darah melalui
2. Monitor adanya
pembuluh darah
paretese
kecil untuk
3. Gunakan sarun

61
mempertahankan tangan untuk

fungsi jaringan proteksi

dengan kriteria 4. Monitor

hasil: kemampuan BAB

a. Suhu kulit ujung 5. Monitor adanya

kaki dan tangan tromboplebitis

dalam batas 6. Batasi gerakan

normal pada kepala, leher

b. Tekanan darah dan punggung

dalam batas 7. Instruksikan

normal keluarga untuk

c. Tidak terjadi mengobservasi kulit

edema perifer, jika ada lsi atau

kram otot, mati laserasi

rasa 8. Diskusikan

2. Status Sirkulasi menganai penyebab

Setelah dilakukan perubahan sensasi

asuhan 9. Kolaborasi

keperawatan pemberian analgetik

selama ........ jam,

diharapkan tidak

terjadi

penyumbatan aliran

darah dengan

62
kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital

dalam rentang

normal (Tekanan

darah, Nadi,

Respirasi, Suhu)

b. Saturasi oksigen

dalam batas

normal

c. Tidak ada suara

nafas tambahan

d. Tidak ada edema

perifer

e. Tidak ada

gangguan

kognisi

f. Tidak terjadi

pitting edema

4. Pola Nafas NOC : NIC :

tidak efektif
1. Status Pernafasan 1. Observasi adanya

: Ventilasi tanda tanda

Setelah dilakukan hipoventilasi

asuhan 2. Observasi adanya

63
keperawatan tanda tanda

selama ........ jam, hipoventilasi

diharapkan pasien 3. Monitor vital sign

menunjukkan 4. Monitor adanya

keefektifan pola kecemasan pasien

napas dengan terhadap

kriteria hasil : oksigenasi

5. Monitor pola nafas


a. Mendemonstrasi
6. Posisikan pasien
kan batuk efektif
untuk
dan suara nafas
memaksimalkan
yang bersih,
ventilasi
tidak ada
7. Monitor respirasi
sianosis dan
dan status O2
dyspneu (mampu
8. Lakukan fisioterapi
mengeluarkan
dada jika perlu
sputum, mampu
9. Keluarkan sekret
bernafas dengan
dengan batuk atau
mudah, tidak ada
suction
pursed lips)
10. Auskultasi suara
b. Menunjukkan
nafas, catat
jalan nafas yang
adanya suara
paten (klien tidak
tambahan
merasa tercekik,
11. Berikan

64
irama nafas, bronkodilator

frekuensi 12. Berikan pelembab

pernafasan udara Kassa

dalam rentang basah NaCl

normal, tidak ada Lembab

suara nafas

abnormal) 13. Atur intake untuk

c. Tanda-tanda vital cairan

dalam rentang mengoptimalkan

normal (tekanan keseimbangan.

darah, nadi, 14. Bersihkan mulut,

pernafasan) hidung dan secret

2. Status Pernafasan trakea

Setelah dilakukan 15. Pertahankan jalan

asuhan nafas yang paten

keperawatan 16. Ajarkan

selama ........ jam, bagaimana batuk

diharapkan pasien secara efektif

menunjukkan 17. Informasikan pada

keefektifan pola pasien dan

napas dengan keluarga tentang

kriteria hasil : teknik relaksasi

a. Menunjukkan untuk

jalan nafas yang memperbaiki pola

65
paten (irama nafas

nafas, frekuensi

pernafasan

dalam rentang

normal, tidak ada

suara nafas

abnormal)

b. Tidak ada

penggunaan otot

bantu nafas

c. Tidak ada

restraksi dinding

dada

d. Tidak ada

sianosis

e. Tidak ada

pernafasan

cuping hidung

f. Tidak terjadi

gangguan

ekspirasi

5. Ansietas NOC : NIC :

1. Kontrol Penurunan

66
Kecemasam Diri Kecemasan

Setelah dilakukan 1. Identifikasi tingkat

asuhan kecemasan

keperawatan 2. Gunakan

selama ........ jam, pendekatan yang

diharapkan pasien menenangkan

dapat mengontrol 3. Nyatakan dengan

kecemasan diri jelas harapan

dengan kriteria terhadap pelaku

hasil: pasien

a. Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif

mengungkapkan pasien terhdap

dan situasi stres

menunjukkan 5. Temani pasien

tehnik untuk untuk memberikan

mengontol keamanan dan

cemas mengurangi takut

b. Mampu 6. Dorong keluarga

menggunakan untuk menemani

strategi koping 7. Dengarkan dengan

yang efektif penuh perhatian

c. Mampu 8. Bantu pasien

menggunakan mengenal situasi

teknik relaksasi yang menimbulkan

67
untuk kecemasan

mengurangi 9. Dorong pasien

kecemasan untuk

2. Tingkat mengungkapkan

Kecemasan perasaan,

Setelah dilakukan ketakutan, persepsi

asuhan 10. Berikan informasi

keperawatan faktual mengenai

selama ........ jam, diagnosis, tindakan

diharapkan pasien prognosis

dapat mengontrol 11. Jelaskan semua

kecemasan diri prosedur dan apa

dengan kriteria yang dirasakan

hasil: selama prosedur

a. Tidak ada 12. Instruksikan pasien

distress menggunakan

b. Tidak ada teknik relaksasi

perasaan gelisah 13. Barikan obat untuk

c. Wajah tegang mengurangi

tidak ada kecemasan

d. Tanda Vital

dalam rentang

normal (Tekanan

darah, Nadi,

68
respirasi)

e. Postur tubuh,

ekspresi wajah,

bahasa tubuh

dan tingkat

aktivitas

menunjukkan

berkurangnya

kecemasan

f. Pusing tidak ada

g. Tidak terjadi

serangan panik

6. Intoleransi NOC : NIC :

aktivitas
1. Toleransi 1. Observasi adanya

Terhadap Aktivitas pembatasan klien

Setelah dilakukan dalam melakukan

asuhan aktivitas

keperawatan 2. Kaji adanya faktor

selama ........ jam, yang

diharapkan respon menyebabkan

fisiologis terhadap kelelahan

pergerakan normal 3. Monitor nutrisi dan

dengan kriteria sumber energi

69
hasil: yang adekuat

a. Tanda Vital 4. Monitor pasien

dalam rentang akan adanya

normal (Tekanan kelelahan fisik dan

darah, Nadi, emosi secara

respirasi) berlebihan

b. Saturasi oksigen 5. Monitor respon

dalam batas kardivaskuler

normal terhadap aktivitas

2. Keefektifan (takikardi,

Pompa Jantung disritmia, sesak

Setelah dilakukan nafas, diaporesis,

asuhan pucat, perubahan

keperawatan hemodinamik)

selama ........ jam,

diharapkan 6. Monitor pola tidur

kecukupan volume dan lamanya

darah yang di tidur/istirahat

pompakan dari pasien

ventrikel kiri dengan 7. Bantu klien untuk

kriteria hasil: mengidentifikasi

aktivitas yang
a. Tanda Vital
mampu dilakukan
dalam rentang
8. Bantu untuk

70
normal (Tekanan memilih aktivitas

darah, Nadi, konsisten yang

respirasi) sesuai dengan

b. Dapat kemampuan fisik,

mentoleransi psikologi dan

aktivitas, tidak sosial

ada kelelahan 9. Bantu untuk

c. Tidak ada mengidentifikasi

penurunan dan mendapatkan

kesadaran sumber yang

d. Tidak ada mual, diperlukan untuk

angina, pucat aktivitas yang

dan sianosis diinginkan

e. Tidak ada suara 10. Bantu untuk

jantung abnormal mendapatkan alat

bantuan aktivitas

seperti kursi roda

11. Bantu untuk

mengidentifikasi

aktivitas yang

disukai

12. Bantu klien untuk

membuat jadwal

latihan diwaktu

71
luang

13. Bantu

pasien/keluarga

untuk

mengidentifikasi

kekurangan dalam

beraktivitas

14. Bantu pasien

untuk

mengembangkan

motivasi diri dan

penguatan

15. Monitor respon

fisik, emosi, sosial

dan spiritual

16. Kolaborasikan

dengan Tenaga

Rehabilitasi Medik

dalam

merencanakan

program terapi

yang tepat.

7. Kurang NOC : NIC :

72
pengetahuan 1. Pengtahuan : 1. Identifikasi

Proses Penyakit kemungkinan

Setelah dilakukan penyebab, dengna

asuhan cara yang tepat

keperawatan 2. Berikan penilaian

selama ........ jam, tentang tingkat

diharapkan mampu pengetahuan

memahami tentang pasien tentang

proses penyakit proses penyakit

dengan kriteria yang spesifik

hasil: 3. Sediakan

informasi pada
a. Pasien dan
pasien tentang
keluarga mampu
kondisi, dengan
mengetahui
cara yang tepat
faktor-faktor
4. Hindari harapan
penyebab
yang kosong
penyakit
5. Sediakan bagi
b. Mampu
keluarga informasi
mengenali tanda
tentang kemajuan
dan gejala
pasien dengan
penyakit dan
cara yang tepat
komplikasi
6. Diskusikan
penyakit
perubahan gaya

73
2. Pengetahuan : hidup yang

Perilaku mungkin

Kesehatan diperlukan untuk

Setelah dilakukan mencegah

asuhan komplikasi di

keperawatan masa yang akan

selama ........ jam, datang dan atau

diharapkan mampu proses

memahami tentang pengontrolan

peningkatan dan penyakit

perlindungan 7. Dukung pasien

kesehatan dengan untuk

kriteria hasil : mengeksplorasi

atau mendapatkan
a. Pasien dan
second opinion
keluarga
dengan cara yang
menyatakan
tepat atau
pemahaman
diindikasikan
tentang penyakit,
8. Eksplorasi
kondisi,
kemungkinan
prognosis dan
sumber atau
program
dukungan, dengan
pengobatan
cara yang tepat
b. Pasien dan
9. Jelaskan

74
keluarga mampu patofisiologi dari

melaksanakan penyakit dan

prosedur yang bagaimana hal ini

dijelaskan secara berhubungan

benar dengan anatomi

c. Pasien dan dan fisiologi,

keluarga mampu dengan cara yang

menjelaskan tepat.

kembali apa 10. Gambarkan tanda

yang dijelaskan dan gejala yang

perawat/tim biasa muncul pada

kesehatan penyakit, dengan

lainnya. cara yang tepat

11. Gambarkan

proses penyakit,

dengan cara yang

tepat

12. Instruksikan

pasien mengenai

tanda dan gejala

untuk melaporkan

pada pemberi

perawatan

kesehatan,

75
dengan cara yang

tepat

13. Diskusikan pilihan

terapi atau

penanganan

14. Rujuk pasien pada

grup atau agensi

di komunitas lokal,

dengan cara yang

tepat

2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau

tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana

keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan

kondisi klien saat itu.

2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Pada klien

dengan STEMI dapat dinilai hasil perawatan dengan melihat

catatan perkembangan, hasil pemeriksaan klien, melihat

langsung keadaan dan keluhan klien, yang timbul sebagai

masalah berat.

Evaluasi harus berdasarkan pada tujuan yang ingin

dicapai. Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang

76
menentukan tindakan-tindakan perawatan selanjutnya antara

lain :

1. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau

belum

3. Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat

dipecahkan

4. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang

B. Tinjauan Kasus

1) Pengkajian Keperawatan

1. Identitas pasien

No. Rekam Medis : 896071

Nama/inisial : Tn.A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat tanggal lahir / Umur : 01-10-1973/46 tahun

Pendidikan/pekerjaan : SMA/Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pangkalan Kalimantan Utara

Tanggal masuk : 10/10/2019

Tanggal pengkajian : 10/10/2019

Diagnosa Medis : ST Elevasi Miokard infark

2. Riwayat kesehatan

77
a. Keluhan utama : Nyeri dada

b. Alasan masuk

Pasien masuk dengan keluhan nyeri dada tembus ke

belakang dialami sejak 21 jam yang lalu sebelum masuk

Rumah Sakit, nyeri dirasakan seperti tertekan durasi < 10

menit nyeri dirasakan tembus ke belakang. Sebelumnya

pasien di rawat di RSUD Datu Pancaitana Bone kemudian di

rujuk ke RSDW. Riwayat stroke sejak 1 tahun yang lalu,

riwayat hipertensi dan konsumsi amlodipin 5 mg sajak 1 tahun

yang lalu.

Pemeriksaan tanda-tanda vital

Heart Rate (HR) : 116 x/menit

Suhu : 36,8ºC

Tekanan Darah : 160/110 mmHg

Respiration Rate (RR) : 24x /menit

Saturasi O2 : 99 %

Tabel 1.4 Pengkajian Primer


PENGKAJIAN PRIMER

Primary Survei Trauma Score

A. Airway A. Frekuensi pernapasan

1. Pengkajian jalan napas  10 -25 4

Bebas Tersumba
 25 -35 3

Trachea di tengah : Ya
> 35 2
Tidak
78
a. Resusitasi : Tidak < 10 1

dilakukan resusitasi 0 0

b. Re evaluasi : Tidak B. Usaha napas

dilakukan resusitasi  Normal 1

2. Assement: -
 Dangkal 0
3. Masalah keperawatan : Tidak
C. Tekanan darah
ada
 > 89mmHg 4
4. Intervensi/ Implementasi : -
70 -89 3
5. Evaluasi: -
50 -69 2

1- 49 1

0 0
B. Breathing

1. Fungsi pernapasan :
D. Pengisian kapiler
a. Dada simetris :  Ya 
 < 2 dtk 2
Tidak
 > 2 dtk 1
b. Sesak napas  Ya  Tidak
0 0
c. Respirasi : 24 x/menit,
E. Glasgow Coma Score (GCS)
cepat
 14 -15 5
d. Krepitasi :  Ya  Tidak
11- 13 4
e. Suara napas : Vesikuler
8 – 10 3
f. Saturasi 02 : 99 %
5- 7 2
g. Assesment :-
3- 4 1
h. Resusitasi :-
Total trauma score : 12
i. Re evaluasi :-

79
2. Masalah keperawatan : Tidak REAKSI PUPIL

ada
Kanan Ukuran (mm)
3. Intervensi/ Implementasi : -
Cepat
4. Evaluasi :-

C. Circulation Konstriks

- Keadaan sirkulasi :
Lambat
Tanda –tanda vital
Dilatasi
Tensi : 160/110 mmHg,

Nadi : 116 x/menit Tak bereaksi

Kuat , Regular,
Kiri Ukuran (m m)
Suhu axila : 36,8ºC

a. Temperatur kulit : Hangat Cepat

b. Gambaran kulit: Konstriks


1) Warna sawo matang
Lambat
2) Kulit elastis

c. Pengisian kapiler < 2 detik Dilatasi

d. Assesment : -
Tak bereaksi
e. Resusitasi : -

f. Re evaluasi : -

- Masalah keperawatan :

Penurunan curah Jantung

D. Disability

1. Penilaian fungsi neurologis

Alert : Kesadaran

80
composmentis dengan GCS

15 (E4V5M6)

Verbal response : Ya

Pain response : Ya

Unresponsive : -

2. Masalah keperawatan : Tidak

ada

3. Intervensi/Implementasi : -

4. Evaluasi : -

E. Exposure

1. Penilaian

Hipotermia/hipertermia

Tidak ada peningkatan dan

penurunan suhu, dengan suhu

: 36,8ºC

2. Masalah keperawatan : Tidak

ada

3. Intervensi/Implementasi : -

4. Evaluasi : -

PENILAIAN NYERI :

Pasien mengatakan nyeri dada tembus ke belakang, ekspresi wajah

81
nampak meringis.

P : Infark

Q : Seperti tertekan

R : dada tembus belakang

S : skala 4 (NRS)

T : 1-2 menit, hilang timbul

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER

1. Riwayat kesehatan

a. S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)

Nyeri dada yang dialami sejak 1m minggu yang lalu, nyeri

dirasakan seperti tertusuk-tusuk durasi 2 menit nyeri

dirasakan tembus kebelakang.

b. A : Allergies (alergi)

- Tidak ada alergi

c. M : Medications (Riwayat pengobatan)

1. Aspilet 80 mg/oral

82
2. Clopidogrel 75 mg/oral

3. Nitrogliserin 10 mg/menit/syringpump

4. Furosemide 40 mg/intravena

5. Captopril 12,5 mg/oral

6. Atorfastatin 40 mg/oral

d. P : Past medical history (riwayat penyakit)

Sebelumnya pasien memiliki riwayat nyeri dada, hipertensi

dan diabetes militus

e. L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir,

sebelum sakit)

Pasien mengatakan hanya mengomsumsi nasi,ikan,sayur

f. E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

- Pasien mengatakan pada saat melakukan aktifitas

2. Riwayat dan mekanisme trauma (Dikembangkan menurut

OPQRST)

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi)

- Nyeri dada tembus kebelakang dirasakan 21 jam yang lalu

sebelum pasien masuk rumah sakit

P : Provokatif (penyebab)

- Saat bergerak/beraktivitas

Q : Quality (Kualitas)

- Rasa tertusuk-tusuk

R : Radiation (paparan)
83
- Dada tembus ke belakang

S : Severity ( tingkat keparahan)

- Skala 4 (Sedang)

T : Timing (waktu)

- Hilang timbul (durasi 1 – 2 menit)

3. Tanda – Tanda Vital

a. Frekuensi nadi : 116 x/menit

b. Tekanan darah : 160/110 mmHg

c. Suhu tubuh : 36,8ºC

d. Frekuensi pernapasan : 24 x/menit

4. Pemeriksaan fisik (head to toe)

1) Kepala

a. Kulit kepala :

a) Inspeksi : Rambut berwarna putih (beruban), kulit kepala

tampak bersih, dan tidak ada ketombe.

b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri

tekan

2) Mata

84
a. Inspeksi : Tidak ada perdarahan subkujungtiva, konjungtiva

tidak anemis,skelera ikterik, tidak ada cedera pada kornea,

dan pupil isokor.

b. Palpasi : Tidak teraba adanya massa

3) Telinga

a. Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya

serumen.

b. Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri

tekan

4) Hidung

a. Inspeksi : Tampak bersih, posisi septum berada ditengah,

tidak ada benjolan pada hidung, dan tidak terdapat rinorhea.

b. Palpasi : Tidak teraba adanya massa

5) Mulut dan gigi

Inspeksi : Mukosa mulut tampak lembab,gigi tampak kuning,

dan tidak terdapat stomatitis.

6) Wajah

Inspeksi : Ekspresi wajah meringis .

7) Leher

Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.

8) Dada/thoraks

a. Paru-paru ;

a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, simetris antar

kedua lapang paru, frekuensi napas : 24 x/menit.

85
b) Palpasi : Ada nyeri tekan

c) Perkusi : Terdengar bunyi sonor, suara pekak, batas

atas intekostal 3 kiri, batas kanan linea paasteral kanan,

batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas bawah

intercostals 6 kiri

d) Auskultasi : Suara napas dangkal, bunyi jantung I dan II

murni reguler, bising tidak ada.

9) Abdomen

a. Inspeksi : Tidak ada ascites.

b. Auskultasi : Peristaltic usus 12 kali/menit

c. Palpasi : Tidak ada massa dan nyeri tekan

d. Perkusi : Bunyi tympani

10) Genitalia : Terpasang Kateter urine jumlah urine 100 cc

11) Ekstremitas

a. Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan

bawah < 2 detik. Terpasang infus pada ektermitas kanan

atas dengan cairan RL 28 tetes/menit.

b. Keadaan injury : Tidak ada

12) Neurologis

a. Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa

sentuhan ringan pada anggota tubuh.

86
b. Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua kakinya dan

tangannya dan mampu menahan dorongan. Kekuatan otot

5 5

5 5

c. Fungsi sensorik : Berespon terhadap rangsangan suhu,nyeri

dan getaran

d. Fungsi cerebellum : Pasien masih dibantu dalam memenuhi

kebutuhan ADL

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil pemeriksaan darah lengkap, tanggal 10 – 10 – 2019

Tebel 1.5 Hasil Pemeriksaan Labolatorium

Hasil Nilai Rujukan Satuan

87
HEMATOLOGI

Hematologi rutin

WBC 17,5 4,00-10,0 10ˆ3/UL

RBC 4,99 4,00-6,00 10ˆ6/uL

HGB 15,2 12,0-16,0 gr/dl

HCT 43 37,0-48,0 %

MCV 87 80,0-97,0 fL

MCH 31 26,5-33,5 pg

MCHC 35 31,5-35,0 gr/dl

PLT 254 150-400 10ˆ3/UL

RDW-SD 37,0-54,0 %

IRDW-CV 12,0 10,0-15,0 %

PDW 10.2 10,0-18,0 fL

MPV 9,4 6,50-11,0 fL

P-LCR 13,0-43,0 %

PCT 0,24 0,15-0,50 %

NEUT 86,6 52,0-75,0 10ˆ3/UL

88
LYMPH 8,2 2,00-40,0 10ˆ3/UL

MONO 5,0 2,00-9,00 10ˆ3/UL

EO 0,0 1,00-3,00 10ˆ3/UL

BASO 0,2 0,00-0,10 10ˆ3/UL

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 142 140 mg/dl

Fungsi Hati

SGOT 422 < 38 U/L

SGPT 77 < 41 U/L

Fungsi Ginjal

Ureum 18 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,88 L(<1,3),P(<1,1) mg/dl

IMUNOSEROLOGI

Imunoserologi Lain

Hs Troponin 1 >40000 Laki-laki = 17 – 50 ng/l

b. Pemeriksaan EKG

89
Interpretasi EKG :

- Frekuensi (Heart Rate) :107 bpm

- Irama : Reguler

- Gel.P : Normal

- Interval P-R : 0,20/detik

- ST elevasi Lead II, III avf

c. Pemeriksaan Radiologi

Uraian Kesan Pemeriksaan :

- Cardiomegaly disertai tanda-tanda bendungan paru

- Dilatatio aortae

- Old fraktur costa VII kanan belakang

4. Terapi medikasi

Tabel 1.6 Terapi Medikasi

Nama Obat Golongan Dosis Indikasi

Nitrogliserin Nitrat 10 mg/menit/syringpump Untuk mengurangi

intensitas serangan

angina (nyeri dada),

terutama pada

penderita penyakit

jantung koroner

90
Furosemide Diuretik 20 mg/12 jam/intravena Mengendalikan

tekanan darah tinggi

dan edema (retensi

cairan)

2) Analisa Data

Tabel 1.7 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

Keperawatan

1. Data Subyektif : Infark Miokard

a. Pasien mengatakan
Metabolisme
nyeri pada dadanya
anaerob
b. Pasien mengatakan

nyeri yang dirasakan


Peningkatan asam
seperti tertekan
laktat
Data Obyektif :

1. Pasien tampak gelisah


Merangsang Nyeri Akut
91
2. Ekspresi wajah nosiseptor di miokard

tampak meringis

3. Pengkajian nyeri : Proses transduksi,

P : infark transmisi, modulasi,

dan persepsi
Q : tertekan

R : dada
Nyeri

S : skala 4 (sedang)

NRS

T : 1-2 menit, hilang

timbul

4. Hasil TTV :

TD : 160/110 mmHg

Nadi : 116 x/mnt

Pernafasan : 24 x/mnt

Suhu : 36,8ºC

2. Data Subyektif : Infark Miokard Penurunan

1. Pasien mengatakan Curah Jantung

nyeri dada tembus Gangguan

belakang kontraktilitas ventrikel

2. Pasien mengatakan

mempunyai riwayat Penurunan volume

hipertensi sekuncup

92
Data Obyektif :

Penurunan cardiac
1. Hs Troponin : > 40000
output
ng/l

2. Peningkatan tekanan
Penurunan darah
darah
sistemik
3. Hasil TTV :

- TD : 160/110 mmHg
Penurunan curah
- Nadi : 116 x/mnt
jantung
- Pernafasan : 24

x/mnt

- Suhu : 36,8ºC

4. Hasil EKG :

- Irama : Reguler

- HR : 107 bpm

- Gel. P : Normal

- Interval P-R : 0,20

/detik

- ST Elevasi Lead II,

III avf

5. Foto Thoraks

Uraian Kesan

Pemeriksaan :

- Cardiomegaly

disertai tanda-tanda
93
bendungan paru

- Dilatatio aortae

- Old fraktur costa VII

kanan belakang

3) Diagnosa Keperawatan

Tabel 1.8 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis Keperawatan Tanggal Tanggal

NANDA 2015 – 2017 ditemukan teratasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan 10-10-2019

cedera biologis

Domain 12 : kenyamana

Kelas 1 : kenyamanan fisik

Kode : 00132

2. Penurunan curah jantung 10-10-2019

berhubungan dengan perubahan

frekuensi/irama jantung

Domain 4 : Aktivitas/Latihan

Kelas 4 : Respons kardiovaskular

/pulmonal

Kode : 00240

4) Intervensi Keperawatan

94
Tabel 1.9 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi

Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan tindakan (1400)
dengan cedera keperawatan
1. Observasi reaksi
biologis kepada pasien
selama 1x8 jam nonverbal dari
Data Subyektif :
pasien diharapkan ketidaknyamanan
 Pasien menunjukkan :
2. Kaji nyeri secara
mengatakan nyeri
Kontrol Nyeri (1605) komprehensif
pada dadanya
(lokasi,
 Pasien Kriteria hasil :
karakteristk,durasi
mengatakan
a. Secara konsisten dan frekuensi)
sakitnya seperti
3. Ajarkan tehnik
tertekan menunjukkan
relaksasi nafas
Data Obyektif : kapan nyeri
dalam
a. Pasien tampak terjadi 4. Lakukan
gelisah pengkajian ulang
b. Secara konsisten
b. Ekspresi wajah nyeri
menunjukkan
tampak meringis 5. Lakukan pemberian
c. Pengkajian nyeri : faktor-faktor analgesik
P : infark penyebab

Q : tertekan c. Secara konsisten

R : dada menunjukkan

S : skala 4 menggunakan

(sedang) NRS tindakan

T : 1-2 menit, pengurangan

95
hilang timbul nyeri tanpa

d. Hasil TTV : analgesik


TD : 160/110 d. Secara konsisten
mmHg melaporkan nyeri
yang terkontrol
Nadi : 116 x/mnt
Pernafasan : 24
x/mnt
Suhu : 36,8ºC

2. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung


jantung tindakan (4040)
Kode : 00240 keperawatan
1. Pastikan tingkat
Domain 4 : kepada pasien
aktivitas pasien
Aktivitas/Istirahat selama 1x8 jam
yang tidak
Kelas 4 : Respon pasien diharapkan
membahayakan
Kardiovaskular / penurunan curah
curah jantung
Pulmonal jantung tidak terjadi
2. Monitor tanda-
Data Subyektif : dengan :
tanda vital
a. Pasien
Keefektifan pompa 3. Monitor warna, dan
mengatakan nyeri
Jantung (0400)
dada tembus kelembaban kulit

belakang Kriteria hasil :


b. Pasien
a. Tanda-tanda
mengatakan
vital dalam
mempunyai
rentang normal
riwayat hipertensi
b. Dapat
mentoleransi
Data Obyektif :
aktifitas, tidak
a. Hs Troponin : > ada kelelahan
40000 ng/l c. Tidak terjadi
b. Peningkatan pucat dan

96
tekanan darah sianosis
c. Hasil TTV :
- TD : 160/110
mmHg
- Nadi : 116
x/mnt
- Pernafasan :
24 x/mnt
- Suhu : 36,8ºC
d. Hasil EKG :
- Irama : Reguler
- HR : 107 bpm
- Gel. P : Normal
- Interval P-R :
0,20 /detik
- ST Elevasi
Lead II, III avf
e. Foto Thoraks
Uraian Kesan
Pemeriksaan :

- Cardiomegaly
disertai tanda-
tanda
bendungan
paru
- Dilatatio aortae
- Old fraktur
costa VII kanan
belakang

5) Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

97
Tabel 1.10 Implementas Dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi

Keperawatan

1. Nyeri Akut 12.30 1. Mengobservasi Kamis, 10-10-2019

reaksi nonverbal (13.20)

dari
S : Pasien
ketidaknyamanan
mengatakan
Hasil : wajah
nyeri berkurang
pasien tampak
O : - Pasien tampak
meringis
releks
2. Mengkaji nyeri

secara - Skala nyeri 2

komprehensif (sedang)
12:55
(lokasi, NRS

karakteristk,durasi A : - Mampu

dan frekuensi) mengontrol

Hasil : pasien nyeri

mengatakan nyeri
- Mampu
dada tembus
mengenali nyeri
belakang,
- Mengatakan
dirasakan seperti
rasa nyaman
tertekan, hilang-
P : Lanjutkan
timbul 1-2 menit
Intervensi

98
hilang timbul 1. Observasi

dengan skala reaksi

nyeri 4 (sedang) nonverbal dari

NRS ketidaknyaman

3. Mengajarkan an

tehnik relaksasi 2. Kaji nyeri

nafas dalam secara

Hasil : pasien komprehensif

merasa nyaman (lokasi,

4. Melakukan karakteristk,dur

pengkajian ulang asi dan

nyeri frekuensi)

Hasil : pasien 3. Ajarkan tehnik


13:00
mengatakan nyeri relaksasi nafas

hilang timbul dalam

dengan skala 4. Lakukan

nyeri 2 (ringan) pemberian

NRS analgesik

5. Melakukan 5. Lakukan

13:15 pemberian pengkajian

analgesik ulang nyeri

Nitrogliserin 10

mg/syringe pump

Hasil : pasien

99
mengatakan nyeri

berkurang

13:20

2. Penurunan 13:25 6. Memastikan Kamis, 10-10-2019

curah jantung tingkat aktivitas (13:35)

pasien yang tidak


S : Pasien
membahayakan
mengatakan
curah jantung
hanya berbaring di
Hasil : pasien tidak
tempat tidur dan
melakukan
tidak melakukan
aktivitas berlebih
aktivitas berlebih
dan hanya
O:
berbaring di

tempat tidur - Warna kulit tidak

7. Memonitor warna, pucat,

dan kelembaban temperatur kulit

kulit hangat dan

100
Hasil : warna kulit lembab

tidak pucat,
13:30 - Tekanan darah
temperatur kulit
162/115 mmHg
hangat dan
A : - Tanda-tanda
lembab
vital dalam batas

normal
8. Memonitor tanda-
- Dapat
tanda vital
mentoleransi
Hasil :
aktivitas
- TD : 162/115
- Tidak terjadi
mmHg
pucat dan
- Nadi : 111
sianosis
x/mnt
P : Lanjutkan
- Pernafasan : 22
13:35 Intervensi
x/mnt

- Suhu : 36,6ºC 1. Pastikan tingkat

aktivitas pasien

yang tidak

membahayakan

curah jantung

2. Monitor warna

dan kelembaban

kulit

3. Monitor tanda-

101
tanda vital

102
BAB III

PEMBAHASAAN KASUS KELOLAAN

Keperawatan kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan

hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari

penyelesaian atau jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu

spesialisasi dibidang keperawatan yang mengancam hidup. Seorang

perawat kritis adalah perawat professional yang bertanggung jawab untuk

menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan

pelayanan keperawatan optimal (Muttaqin, 2012).

Pada bab sebelumnya, penulis telah membahas tentang ST Elevasi

Miokard Infark (STEMI) yang dimana membahas tentang teori-teori yang

termuat dalam tinjauan kepustakaan yang didapatkan dari literatul-literatul

dan langsung berorientasi langsung dengan pasien. Pada bab ini penulis

akan menguraikan kesenjangan secara teoritis dengan kasus nyata yang

ditemukan pada pasien Tn.A dengan gangguan system kardiovaskuler

STEMI di Ruang IGD PJT RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Secara garis besar ada beberapa persamaan antara tinjauan teori dengan

kasus yang didapakan baik dari pengkajian maupun masalah-masalah

yang muncul. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan respon dari

masing-masing individu.

103
Berikut ini akan diuraikan pembahasan yang meliputi kesenjangan

dari persamaan antara asuhan keperawatan pada STEMI secara teori

dan asuhan keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan kepada Tn.A.

A. Pengkajian

Berdasarkan teori adapun gejala-gejala yang ditemukan pada

pengkajian primer menurut Muttaqin (2012) sebagai berikut :

1. Airway

Berdasarkan teori pada pengkajian airway didapatkan data bahwa

terjadi sumbatan jalan napas, penumpukan secret dan Wheezing

atau krekles.

Sedangkan data yang ditemukan berdasarkan kasus Tn.A

yaitu tidak mengalami sumbatan jalan napas dan tidak ada

penumpukan secret dan tidak terdengar adanya bunyi wheezing

atau krekles.

Analisa : maka ditemukan kesenjangan antara teori dan

kasus. Karena tanda dan gejala yang muncul pada teori tidak

ditemukan pada kasus Tn.A. Dimana jika dikaji berdasarkan teori

mengatakan pada pasien STEMI terjadi sumbatan jalan napas,

penumpukan secret, wheezing atau krekles. Sedangkan saat

dilakukan pengkajian pada Tn.A yaitu tidak ada sumbatan jalan

napas dan tidak ada penumpukan secret. Karena bila terjadi

sumbatan jalan napas apabila pasien dalam keadaan tidak sadar

atau dalam keadaan koma sehingga pasien tidak dapat

mengeluarkan sekret secara mandiri sehingga terjadi penumpukan

104
secret pada jalan napas atau terjadi pergeseran posisi lidah jatuh

ke belakang sehingga menutup saluran pernapasan, jika saluran

pernapasan terhalang oleh lidah terlalu lama, aliran udara dari

hidung dan mulut tidak akan mengalir ke dalam paru-paru,

akibatnya seseorang akan kesulitan bernapas dan pasokan oksigen

ke paru-paru dan jantung berkurang. Sedangkan yang terjadi pada

kasus Tn.A pada saat pengkajian pasien dalam keadaan sadar

dengan GCS 15.

2. Breathing

Berdasarkan teori pada pengkajian breathing didapatkan data

bahwa terjadi sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat, respirasi

lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, ronchi, krekles,

ekspansi dada tidak penuh, dan penggunaan otot bantu napas.

Sedangkan data yang ditemukan pada kasus Tn.A yaitu tidak

terjadi sesak napas, respirasi 24 x/menit, irama reguler, suara

napas vesikuler, ekspansi dada penuh, dan dada simetris kiri dan

kanan.

Analisa : pada pengkajian breathing ditemukan kesenjangan

antara teori dan kasus. Karena tanda dan gejala yang muncul pada

teori tidak ditemukan pada kasus Tn.A. Dimana jika dikaji

berdasarkan teori mengatakan pada pasien STEMI terjadi sesak

dengan aktifitas ringan atau istirahat, respirasi lebih dari 24 x/menit,

irama ireguler dangkal, ronchi, krekles, ekspansi dada tidak penuh,

dan penggunaan otot bantu napas. Sedangkan saat dilakukan

105
pengkajian pada Tn.A tidak terjadi sesak napas, respirasi 24

x/menit, irama reguler, suara napas vesikuler, ekspansi dada

penuh, dan dada simetris kiri dan kanan.

3. Circulation

Berdasarkan teori pada pengkajian sirkulasi didapatkan data

yaitu nadi melemah dan tidak teratur, takikardi, tekanan darah

meningkat/menurun, edema, gelisah, akral dingin, kulit pucat,

sianosis, output urine menurun

Sedangkan data yang ditemukan pada kasus Tn.A yaitu nadi

kuat 116 x/menit, regular, tekanan darah 160/110 mmHg,

temperatur kulit hangat, suhu 36,8ºC.

Analisa : pada pengkajian sirkulasi ditemukan kesenjangan

antara teori dan kasus. Karena ada beberapa gejala yang muncul

pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus Tn.A. Dimana saat

dilakukan pengkajian pada Tn.A tidak mengalami edema, gelisah

dan sianosis atau pucat, nadi kuat, dan irama jantung teratur.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ST elevasi

miokard infark pada Tn.A, setelah melakukan pengkajian yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

frekuensi / irama jantung

2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis

106
Sedangkan menurut teori, diagnosa yang bisa muncul pada

kasus ST elevasi miokard infark yaitu

8. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik, biologis dan

kimiawi

9. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

frekuensi, irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan

tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan struktural

10. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,

hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau

emboli

11. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan

suplai O2

12. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian

atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau

ketidakmampuan yang permanen.

13. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak

seimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan,

adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan

jantung

14. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan

pengetahuan penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat obatan

yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul dan perubahan

gaya hidup

107
Didapatkan kesenjangan antara kasus dan teori dimana di

kasus tidak didapatkan diagnosa, perfusi jaringan tidak efektif, pola

nafas tidak efektif, ansietas, intoleransi aktivitas dan kurang

pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh respon tubuh setiap orang

berbeda-beda sesuai dengan gejala dan tanda yang dialami oleh

pasien serta tidak ada diagnosa yang mendukung untuk diangkat

diagnosa pada kegawatdaruratan jadi penulis hanya mengangkat

diagnose sesuai dengan kegawatdaruratan yang dialami pasien.

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut karena pada pasien

ditemukan adanya tanda dan gejala yang mengarah untuk

diagnosa tersebut yaitu pasien mengeluh nyeri dada tembus ke

belakang, nyeri dirasakan seperti tertekan, ditunjukkan dengan

ekspresi wajah meringis, nyeri dada dirasakan saat beraktivitas,

skala nyeri yang dirasakan 4 NRS dengan P : infark, Q : seperti

tertekan, R : dada, S : 4 NRS (sedang), T : hilang timbul, O : 21

Jam.

Nyeri dada disebabkan karena berkurangnya aliran darah

koroner, sehingga akan menyebabkan suplai oksigen ke jantung

tidak adekuat, aliran darah berkurang karena penyempitan pada

pembuluh darah koroner, penyempitan terjadi karena proses

arterosklerosis atau spasme pembuluh darah (Muttaqin, 2012).

Saat beban kerja jaringan meningkat kebutuhan

oksigenasinya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen

meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan

108
berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot

jantung. Akan tetapi bila arteri koroner mengalami kekakuan atau

menyempit dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap

peningkatan kebutuhan oksigen, dapat terjadi iskemi (kekurangan

suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium mulai

menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan

energinya yang menyebabkan pembentukan asam laktak. Asam

laktat menurunkan Ph miokardium dan menyebabkan nyeri angina

pectoris (Muttaqin, 2012).

Untuk diagnosa penurunan curah jantung, penulis angkat

karena ditemukan tanda dan gejala yang mengarah untuk diagnosa

tersebut yaitu pasien mengeluh nyeri dada, pada pemeriksaan EKG

ditemukan sinus thacicardia dan infark miokard anterior, dan pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil terjadi peningkatan

enzim-enzim jantung. TD : 160/110 mmHg, N : 116 x/I, P : 24 x/I,

S : 36,5oC.

Penyumbatan arteri oleh thrombus atau emboli menyebabkan

penurunan aliran darah miokard baik anterior maupun lateral pada

ventrikel kiri dan yang tersaring. Otot yang mengalami infark akan

mengalami perubahan selama berlangsungnya proses

penyembuhan. Mula-mula otot mengalami infark tampak memar

dan sianosik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam

jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon

peredangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung di

109
lepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari ke dua/ke tiga mulai

terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa

menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang

progresif. Pada minggu keenam jaringan parut terbentuk dengan

jelas, infark miokard jelas akan menyebabkan fungsi ventrikel

menurun karena daya kontraksi otot jantung terganggu (Muttaqin,

2012).

C. Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah tahap

pengumpulan data, pengkajian, dan menentukan diagnosa yang

sesuai dengan tanda dan gejala yang muncul. Perencanaan atau

intervensi merupakan kumpulan rencana-rencana keperawatan yang

akan diberikan kepada pasien. Perencanaan disusun berdasarkan

prioritas masalah yang disesuaikan dengan manifestasi klinis. Setelah

masalah ditetapkan, maka ditentukan tujuan keperawatan. Tujuan

bisa ditetapkan dalam jangka panjang maupun pendek, harus jelas,

dapat diukur, dan realitas. Setelah itu mendapat kriteria hasil yang

menjadi acuan intervensi berhasil atau tidak. Waktu perencanaan

yang dibuat harus disesuaikan dengan pencapaian kriteria hasil

misalnya 1x8 jam. Setelah rencana dibuat, selanjutnya dilakukan

implementasi keperawatan, yang mengacu pada rencana tindakan

yang telah dibuat (Muttaqin, 2012).

110
Perencanaan yang dibuat sesuai dengan NANDA (2015)

sehingga kesenjangan perencanaan antara kasus dan teori

disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan pasien

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan

sebelumnya, semua yang telah direncanakan harus dilakukan

diimplmentasi. Setelah dilakukan tindakan tersebut jangan lupa

melihat respon pasien baik dari data subyektif maupun data objektif.

Tindakan semua telah dilakukan dan melihat respon atau kondisi

pasien secara umum atau biasa disebut evaluasi. Apabila masalah

hanya teratasi sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi.

Apabila masalah sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau

dihentikan.

Implementasi diagnosa penurunan curah jantung yaitu

memastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak membahayakan curah

jantung, memonitor warna dan kelembaban kulit, memonitor TTV.

Evaluasi yang didapatkan data subjektif pasien mengatakan hanya

berbaring di tempat tidur dan tidak melakukan aktivitas berlebih. Data

objektif, warna kulit tidak pucat, temperatur kulit hangat dan lembab,

TTV :TD : 162/115 mmHg, N : 111 x/mnt, P : 22 x/mnt, S : 36,6oc,

dengan demikian masalah keperawatan penurunan curah jantung

pada pasien tidak terjadi sehingga intervensi di lanjutkan.

Implementasi nyeri akut yaitu mengobservasi reaksi nonverbal

dari ketidaknyamanan, melakukan pengkajian skala nyeri secara

111
komprensif, mengajarkan tehnik relaksasi, melakukan pemberian

analgesik, dan melakukan pengkajian nyeri ulang. Evaluasi

didapatkan data subjektif pasien mengatakan nyeri berkurang. Data

objektif skala nyeri 2 (ringan) NRS, pasien tampak releks, dengan

demikian masalah keperawatan nyeri akut pada pasien dapat

terkontrol sehingga intervensi di lanjutkan.

112
BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis membahas tentang “ Asuhan Keperawatan pada

pasien Tn.A dengan Diagnosa ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Diruangan IGD PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Maka

pada bab ini penulis mencoba menarik kesimpulan dan mengajukan

saran-saran.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di temukan penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah melakukan pengkajian keperawatan di dapatkan data

sebagai berikut : data subjektif yaitu pasien mengeluh nyeri dada

tembus belakang dan nyeri dirasakan seperti tertekan. Data

objektif yaitu pasien tampak meringis, pengkajian skala nyeri

dengan (P : infark, Q : tertekan, R : dada, S : 4 , T : hilang timbul),

pemeriksaan tanda-tanda vital (TD : 160/110 mmHg, N : 116

x/mnt, P : 24 x/mnt, S : 36,8ºC). Data yang menunjang juga dari

hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil terjadi

peningkatan enzim-enzim jantung, dan hasil EKG di dapatkan

hasil sinus thacicardya dan infark miokard anterior.

113
2. Setelah didapatkan data melalui pengkajian keperawatan maka di

dapatkan diagnosa keperawatan yaitu : nyeri akut dan penurunan

curah jantung

3. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada Tn.A dengan

STEMI yaitu : nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis dan

penurynan curah jantung berhubungan dengan perubahan

frekuensi/irama jantung

4. Perencanaan keperawatan yang diangkat pada Tn.A dengan

STEMI yaitu : perencanaan keperawatan diagnosa nyeri akut yaitu

observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, melakukan

pengkajian skala nyeri secara komprensif, ajarkan tehnik

relaksasi, lakukan pemberian analgesik, dan lakukan pengkajian

nyeri ulang. Perencanaan keperawatan diagnosa penurunan

curah jantung yaitu pastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak

membahayakan curah jantung, monitor warna dan kelembaban

kulit, monitor TTV (NANDA, 2017).

5. Implementasi keparawatan dilakukan selama 3 jam dimulai dari

pertama masuk rumah sakit, implementasi dapat dilakukan

dengan baik dimana hal ini didukung oleh kondisi pasien, peran

serta keluarga pasien selama dilakukan implementasi

keperawatan.

6. Evaluasi selama kurang lebih 3 jam implementasi yang dilakukan

dan diberikan kepada pasien, maka masalah keperawatan belum

teratasi meliputi nyeri akut dan penurunan curah jantung.

114
7. Kesenjangan yang terjadi pada teori dan kasus pada Tn.A yaitu

terdapat kesenjangan pada pengkajian dan diagnosa. Dimana

pada pengkajian airway ditemukan kesenjangan antara teori dan

kasus. Karena tanda dan gejala yang muncul pada teori tidak

ditemukan pada kasus Tn.A. Karena bila terjadi sumbatan jalan

napas apabila pasien dalam keadaan tidak sadar atau dalam

keadaan koma sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sekret

secara mandiri sehingga terjadi penumpukan secret pada jalan

napas atau terjadi pergeseran posisi lidah jatuh ke belakang

sehingga menutup saluran pernapasan, jika saluran pernapasan

terhalang oleh lidah terlalu lama, aliran udara dari hidung dan

mulut tidak akan mengalir ke dalam paru-paru, akibatnya

seseorang akan kesulitan bernapas dan pasokan oksigen ke paru-

paru dan jantung berkurang. Pada pengkajian breathing

ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Karena tanda dan

gejala yang muncul pada teori tidak ditemukan pada kasus Tn.A.

Dimana jika dikaji berdasarkan teori mengatakan pada pasien

STEMI terjadi sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat,

respirasi lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, ronchi,

krekles, ekspansi dada tidak penuh, dan penggunaan otot bantu

napas. Sedangkan saat dilakukan pengkajian pada Tn.A tidak

terjadi sesak napas, respirasi 24 x/menit, irama reguler, suara

napas vesikuler, ekspansi dada penuh, dan dada simetris kiri dan

kanan. Pada pengkajian sirkulasi ditemukan kesenjangan antara

115
teori dan kasus. Karena ada beberapa gejala yang muncul pada

teori tetapi tidak ditemukan pada kasus Tn.A. Dimana jika dikaji

berdasarkan teori mengatakan pada pasien STEMI terjadi edema,

gelisah, sianosis, sementara saat dilakukan pengkajian pada Tn.A

tidak mengalami edema, gelisah dan sianosis. Pada diagnosa

menurut teori, diagnosa yang bisa muncul pada kasus ST elevasi

miokard infark yaitu nyeri akut, penurunan curah jantung, perfusi

jaringan perifer tidak efektif, pola nafas tidak efektif, ansietas,

intoleransi aktivitas dan kurang pengetahuan. Didapatkan

kesenjangan antara kasus dan teori dimana di kasus tidak

didapatkan diagnosa, perfusi jaringan tidak efektif, pola nafas tidak

efektif, ansietas, intoleransi aktivitas dan kurang pengetahuan.

Sedangkan diagnosa yang muncul pada kasus Tn.A yaitu,

penurunan curah jantung dan nyeri akut.

B. SARAN

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka

penulis mengemukakan saran yang mungkin bermanfaat untuk

penanganan khususnya terhadap pasien dengan gangguan system

kardiovaskuler STEMI sebagai berikut :

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas

perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi

perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

perkembangan untuk mengatasi masalah.

116
2. Bagi Rumah Sakit

Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien secara

komperhensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia

sebagai satu kesatuan yang utuh yang meliputi bio-psiko-sosial-

kultural-spiritual.

3. Bagi Klien/Keluarga Klien

Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang

dijalaninya agar tidak mengalami hal yang tidak diinginkan.Dan

tetap mencari informasi yang mendukung kesembuhannya.

4. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya

tentang asuhan keperawaratan kegawatdaruratan pada system

kardiovaskuler khususnya pada kasus STEMI.

117

Anda mungkin juga menyukai