Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE MYELOID LEUKIMIA

(AML) DI RUANG KEMUNING I RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA

DI SUSUN OLEH:

NINDYTA SALSABILLA ABDI

P27820821038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

2021-2022

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas asuhan keperawatan pada pasien Acute Myeloid Luekimia (AML)
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar.
Penulis mengucapkan terima kasih terhadap berbagai sumber yang telah memberikan
informasi sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan mudah.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, Desember 2021

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Dasar dengan kasus Acute Myeloid Leukima (AML) di


ruang Kemuning I dilakukan pada tanggal 06 Desember 2021 – 18 Desember 2021
telah dilaksanakan sebagai Laporan Praktik Klinik Keperawatan Dasar semester I
Program Studi Profesi Ners di RSUD Dr. Soetomo Surabaya oleh:

Nama Mahasiswa : Nindyta Salsabilla Abdi

NIM : P27820821038

Surabaya, 18 Desember 2021

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Dyah Wijayanti, S.Kep., Ns, M.Kep Julia Siswijati, S.Kep.Ns

NIP. 198005072002122001 NIP. 19670417 198903 2 006

Mengetahui,
Kepala Ruangan Kemuning I

Sutiarmi, S.Kep.Ns
NIP. 19670203 198803 2 007

iii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................. 3
2.1 Laporan Pendahuluan AML............................................................. 3
2.1.1 Definisi........................................................................................ 3
2.1.2 Etiologi........................................................................................ 3
2.1.3 Penatalaksanaan ........................................................................... 4
2.1.4 Pathway/WOC ............................................................................. 7
2.2 Asuhan Keperawatan Teori.............................................................. 8
2.2.1 Biodata ........................................................................................ 8
2.2.2 Riwayat Kesehatan ..................................................................... 8
2.2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 8
2.2.4 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 10
2.2.5 Intervensi Keperawatan ............................................................... 11
2.2.6 Implementasi Keperawatan .......................................................... 16
2.2.7 Evaluasi Keperawatan.................................................................. 16
2.3 Asuhan Keperawatan Kasus............................................................ 17
2.3.1 Identitas ....................................................................................... 17
2.3.2 Keluhan Utama ............................................................................ 17
2.3.3 Riwayat Keperawatan .................................................................. 18

iv
2.3.4 Pola-Pola Fungsi Kesehatan ......................................................... 19
2.3.5 Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 22
2.3.6 Analisa Data ................................................................................ 28
2.3.7 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 31
2.3.8 Perencanaan Keperawatan ........................................................... 32
2.3.9 Pelaksanaan Keperawatan ............................................................ 36
2.3.10 Evaluasi Keperawatan................................................................. 43
2.4 Pembahasan ................................................................................... 45
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................... 48
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 48
3.2 Saran .............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Leukemia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik
yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Leukemia Mieloid
Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas
dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu
sampai bulan sesudah diagnosis (1)

Leukemia akut dapat menunjukkan beragam manifestasi pada jaringan


ekstramedula. Keterlibatan ekstramedula akibat leukemia akut relatif jarang terjadi,
namun memiliki arti penting secara klinis. Leukemia kutis merupakan salah satu dari
kelainan ekstramedula yang telah diketahui. (1)

Insiden LMA cukup jarang tapi termasuk salah satu penyumbang terbesar
angka kematian yang diakibatkan kanker. Angka kejadian LMA untuk semua umur di
dunia sebanyak 3,7 per 100.000 penduduk pertahun (Deschler & Lubbert, 2006).
Angka kejadian meningkat menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun berdasarkan
jumlah kasus dan kematian pada tahun 2008 – 2012. Diperkirakan pada tahun 2015
akan ada sekitar 20.830 kasus baru LMA di seluruh dunia. (1)

Walaupun LMA dapat terjadi pada semua kelompok usia, LMA adalah bentuk
umum leukemia akut pada orang dewasa, insidennya makin sering ditemukan sejalan
dengan meningkatnya usia dan hanya sebagian kecil (10-15%) leukemia yang terjadi
di masa anak . Rata-rata usia pasien LMA di Amerika Serikat adalah 67 tahun. Untuk
kejadian berdasarkan jenis kelamin, dalam suatu penelitian di Amerika didapatkan
bahwa prevalensi LMA pada pria berusia >65 tahun lebih tinggi dari wanita >65 tahun.

1
Namun tidak ditemukan perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin pada pasien yang
lebih muda (1)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan teori terhadap pasien
Acute Myeloid Leukimia (AML) ?

1.3 Tujuan Masalah

Mengetahui bentuk laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan teori terhadap pasien
Acute Myeloid Leukimia (AML)

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Acute Myeloid Leukimia (AML)

2.1.1 Definisi

Leukimia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah putih yang
abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit dalam jumlah yang
berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia (Reeves, 2001). Akut
Mieloblastik Leukimia (AML) adalah salah satu jenis leukimia dimana terjadi
proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannya sel mieloid : granulosit, monosit
imatur yang berlebihan) (2)

AML meliputi leukimia mieloblastik akut, leukimia monoblastik akut, leukimia


mielositik akut, leukimia monomieloblastik dan leukimia granulositik akut
(Wong,2000). Leukimia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen yang ditandai
dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang dan
jaringan lain (2)

2.1.2 Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.12 Menurut
hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko
timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:

1. Umur, jenis kelamin, ras: Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut
umur. LMA terdapat pada umur 15-39 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada
pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara
Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10 Leukemia
menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Orang dewasa 10 kali
kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.
2. Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom
di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan 7 insiden

3
penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber
radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen),
dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian
leukemia.
3. Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
4. Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
5. Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating
agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan
pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
6. Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML
maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden
leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya
menderita AML.
7. Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
8. Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,
asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan
ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
9. Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline (3)

2.1.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan


kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan
menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk
meringankan gejala klinis yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling

4
penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel
leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi
(3).

Penatalaksanaan terapi AML telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka Five
years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi 14 43%
sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan dari
transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif. Pasien yang
menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan produksi sumsum tulang
dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali dilakukan adalah menangani
keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor lisis.
Kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan
transfusi trombosit sebagai profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya
survival (3)

Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML dapat mengalami


angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak berhasil
mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan
separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat efek
samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine
dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi digunakan cytarabine dan anthracyclin
yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine.
Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML pada anak adalah
daunorubicin. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine
arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan hasil yang
memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase & Thioguanine
(DAT) (3)

Tantangan paling besar dalam terapi AML adalah untuk memperpanjang durasi
remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang. Pada prakteknya,
kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif setelah remisi dicapai
karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor keluarga. Setelah tercapai

5
remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi konsolidasi) beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah kemoterapi induksi. Kemoterapi konsolidasi jangka pendek
telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell
Transplantation) cukup efektif. Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda
yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila


diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable
side effect). Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi
tiap individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis),
susah atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan,
pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan
kerusakan hati. Pasien AML hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan
pengobatan seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik.
Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum tulang,
sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan hal ini
menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi (3)

6
2.1.4 Pathway/WOC Accute Myeloid Leukimia (AML)

Factor endogen: Factor eksogen:


 Ras  Sinar X, radioaktif
 Kelainan kromosom  Bahan kimia, hormon
 herediter  infeksi

Profelasi local dari sel


Neoplastik dalam
sumsum tulang

Akut limfa blastik


leukimia

Proliferasi sel darah


putih imatur

Pansitopeni kemoterapi
Imunosupresi pada
sumsum tulang

Eritropeni Lekopeni Asam Alopesia


Nyeri kronis lambung
naik
Hb Agropulo Anoreksia
menurun si tosis , mual,
muntah
Suplai O2 Splenohep trombosit
dalam darah atomegali openi Defisit
menurun
nutrisi
perdarahan
Perfusi perifer Intoleransi
tidak efektif aktivitas
Resiko
hipovolemia

7
2.2 Asuhan Keperawatan Teori Pada Pasien Acute Myeloid Leukimia (AML)

2.2.1 Biodata

1. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pendidikan
2. Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2.2.2 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang: pasien biasanya mengatakan pusing, terdapat
sariawan dan peradangan lama tidak segera sembuh
2. Riwayat kesehatan dahulu dan kesehatan keluarga: dikaji apakah sebelumnya
keluarga memiliki riwayat leukemia atau penyakit lainnya yang dapat memicu
timbulnya AML
2.2.3 Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran : composmentis
2. GCS : E (4) M (6) V (5)
3. Berat Badan : pada pasien AML dapat mengalami penurunan berat badan
dalam waktu 1 minggu hingga 10 kg
4. Tanda-tanda vital : pasien dengan diagnosis medis AML dapat mengalami
perubahan tanda-tanda vital. Suhu dapat meningkat menjadi 37,6-38 derajat
celcius. Nadi dapat meningkat hingga 110 x/menit
5. Pemeriksaan Fisik:
a. Sistem pernafasan Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola
napas, bunyi tambahan ronchi dan wheezing.
b. Sistem cardiovaskular Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi,
bunyi jantung, tekanan darah dan capylary reffiling time.

8
c. Sitem Pencernaan Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau
tidak, palpasi abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik
usus adakah meningkat atau tidak
d. Sistem Muskuloskeletal Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas
bawah.
e. Sistem Integumen Rambut : Warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau
tidak. Kulit : Warna, temperatur, turgor dan kelembaban. Kuku : Warna,
permukaan kuku, dan kebersihannya.
f. Sistem endokrin Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.
g. Sitem Pengindraan Mata : Lapang pandang dan visus. Hidung : Kemampuan
penciuman. Telinga : Keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.
h. Sistem reproduksi Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem
reproduksi.
 Sistem Neurologis
 Fungsi cerebral
 Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.
 Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan Gaslow
Coma Scale (GCS)
 Kemampuan berbicara.
 Fungsi Karnial : Nervus I (Olfaktorius) : Suruh Klien menutup mata dan
menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau
yang berbeda (misalnya jeruk dan kapas alkohol). Nervus II (Optikus) :
Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus, penglihatan
perifer. Nervus III (Okulomotorius) : Kelopak mata terhadap posisi jika
terbuka, suruh anak mengikuti cahaya. Nervus IV (Troklearis) : Suruh
Klien menggerakkan mata kearah bawah dan kearah dalam. Nervus V
(trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika Klien
merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan
kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan diatas pipi
(bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh), dekati dari samping,

9
sentuh bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas
untuk menguji refleks berkedip dan refleks kornea. Nervus VI (Abdusen)
: Kaji kemampuan Klien untuk menggerakkan mata secara lateral. Nervus
VIII (Fasialis) : Uji kemampuan Klien untuk mengidentifikasiLarutan
manis (gula), Asam (jus lemon), atau hambar (kuinin) pada lidah anterior.
Kaji fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih besar untuk
tersenyum, menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati
bayi ketika senyum dan menangis). Nervus VIII (akustikus) : Uji
pendengaran Klien. - Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan
Klien untuk mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior. - Nervus
X (vagus) : Kaji Klien terhadap suara parau dan kemampuan menelan,
sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan apakah
refleks muntah ada (saraf cranial IX dan X mempengaruhi respon ini),
jangan menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis,
periksa apakah ovula pada posisi tengah. Nervus XI (aksesorius) : Suruh
Klien memutar kepala kesamping dengan melawan tahanan, minta anak
untuk mengangkat bahu ketika bahunya ditekan kebawah. Nervus XII
(hipoglosus) : Minta Klien untuk mengeluarkan lidahnya. periksa lidah
terhadap deviasi garis tengah, (amati lidah bayi terhadap deviasi lateral
ketika anak menangis dan tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk
mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah 39 anak dan minta
anak untuk menjauhkannya, kaji kekuatannya
i. Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot.
j. Fungsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.
k. Fungsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.
2.2.4 Diagnosa Keperawatan

Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI (2016 & 2017),
diagnose keperawatan yang akan muncul adalah

1. Nyeri Kronis berhubungan dengan Gangguan Fungsi Metabolik (D.0078)

10
2. Pola Nafas Tidak Efektif beruhubngan dengan Hambatan Upaya Napas (D.0005)
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh
Sekunder (D.0142)
4. Resiko Hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan Cairan Secara Aktif
(D.0034)
5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan Mencerna Makanan
(D.0019)
2.2.5 Intervensi Keperawatan

No. Diagnose Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri kronis setelah dilakukan Observasi:
berhubungan dengan intervensi 3x24 1. Identifikasi
gangguan fungsi jam, diharapkan
lokasi,karakteristik, durasi,
metabolic Nyeri Kronis
berkurang dan frekuensi, kualitas.
teratasi, dengan Intensitas nyeri
kriteria hasil:
2. Identifikasi skala nyeri
1. Melaporkan
nyeri 3. Identifikasi respons non
terkontrol verbal
meningkat
4. Identifikasi factor yang
2. Kemampuan
mengenali memperberat dan
nyeri memperingan nyeri
meningkat 5. Identifikasi pengetahuan
3. Kemampuan
menggunakan dan keyakinan tentang
teknik non- nyeri
farmakologis 6. Identifikasi pengaruh
meningkat
budaya terhadap respon
4. Keluhan nyeri
menurun nyeri
SLKI (L. 08063)

11
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya hypnosis, TENS,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri

12
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
SIKI 1.08238
2. Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Observasi:
Efektif berhubungan intervensi 1. Monitor pola napas
dengan hambatan upaya keperawatan
(frekuensi, kedalaman,
napas selama 3x24 jam
diharapkan pola usaha napas)
napas kembali 2. Monitor bunyi napas
efektif dengan
tambahan (misalnya
kriteria hasil:
1. Penggunaan gurgling, mengi, wheezing,
otot bantu ronkhi kering)
napas menurun
3. Monitor sputum (jumlah,
2. Pemanjangan
fase ekspirasi warna, aroma)
menurun Terapeutik:
3. Frekuensi 1. Pertahankan kepatenan
napas
membaik jalan napas dengan head-
4. Kedalaman tilt dan chin-lift (jaw-thrust
napas jika curiga trauma
membaik
servikal).
SLKI (L.01004)

13
2. Posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenisasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep
McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
SIKI 1.01011
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan dengan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala
ketidakadekuatan keperawatan
infeksi local dan sistemik
pertahanan tubuh selama 3x24 jam
sekunder diharapkan resiko

14
infeksi menurun Terapeutik:
dengan kriteria 1. Batasi jumlah pengunjung
hasil:
2. Berikan perawatan kulit
1. Kerusakan
jaringan pada area edema
menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Kerusakan
sesudah kontak dengan
lapisan kulit
mnurun pasien dan lingkungan
3. Nyeri menurun pasien
4. Suhu kulit
4. Pertahankan teknik aseptic
membaik
5. Tekstur pada pasien berisiko tinggi
membaik Edukasi:
SLKI (L.14125) 1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
SIKI 1.14539

15
2.2.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah inisiatif daro rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan
keperawatan, yaitu persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Nursalam, 2009).

Kegiatan implementasi pada klien dengan leukimia adalah membantunya


mencapai kebutuhan dasar seperti:

1. Melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif untuk mengidentifikasi


masalah baru atau memantau status dan masalah yang ada pada klien.
2. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien memperoleh pengetahuan baru
mengenai kesehatan dan penyakit mereka sendiri atau penatalaksanaan
penyimpangan.
3. Membantu klien dalam membuat keputusan tentang perawatan kesehatannya.
4. Berkonsultasi dan rujuk dengan tim kesehatan profesional lainnya agar
memperoleh arahan yang tepat dan benar.
5. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan, mengurangi atau
mengatasi masalah kesehatan pada klien.
6. Membantu klien dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari
2.2.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan


pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, (Rohmah
& Walid, 2012). Evaluasi berisi Subjektif (S), Objektif (O), Analisis (A), dan Planning
(P)

16
2.3 Asuhan Keperawatan Kasus Pada Pasien Accute Myeloid Leukimia
Nama Mahasiswa : Nindyta Salsabilla Abdi
NIM : P27820821038
Ruangan : Kemuning I
No. Reg : 1289XXXX

Pengkajian diambil : 06 Desember 2021, 09.00 WIB

Tangal MRS : 24 November 2021, 12.40 WIB

2.3.1 IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 57 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Madura
Agama : Islam
Pekejaan : PNS (Pengaman pangan)
Pendidikan : SLTA
Alamat : Jl. Pemuda Kaffa No. 1, Bangkalan
2.3.2 Keluhan utama :
Riwayat keluhan utama : Pasien mengatakan sangat lemas, dan Hb terus
menurun
Upaya yang telah dilakukan : Pasien telah memeriksakan kesehatannya rutin
di RSUD. Syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan dan berobat ke POSSA
RSUD. Dr. Soetomo
Terapi/operasi : Pasien pernah dilakukan transfuse darah di
RSUD. Syamrabu

17
2.3.3 Riwayat Keperawatan (Nursing History)
1. Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi, namun tidak
memiliki riwayat penyakit Diabetes Militus maupun riwayat penyakit lainnya.
Pasien juga tidak mengetahui apakah leluhur nya memiliki penyakit yang sama
seperti yang dialami oleh pasien saat ini
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan, pasien akhir-akhir ini sering kelelahan walaupun
berkegiatan ringan, nafas sering tersengal-sengal saat diajak jalan walaupun
jaraknya dekat. Setelah itu pasien check up kesehatannya di dokter terdekat,
ternyata pasien mempunyai Hipertensi pada tahun 2020. Lalu dokter memberi
obat hipertensi kepada pasien, namun seiring berjalannya waktu pasien tampak
lesu dan tidak bersemangat saat beraktivitas, kemudia control kembali ke dokter
terdekat dan dirujuk ke RSUD. Syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan pada
bulan januari 2021, disana pasien selalu checkup kesehatannya setiap bulan dan
dilakukan cek lab, ternyata hasilnya Hemoglobin pasien rendah yaitu 6 sampai
7 g/dL saja. Selama beberapa bulan control di RSUD bangkalan, pasien tidak
mendapati tindakan lagi selain cek lab saja sehingga pasien dirujuk ke RSUD.
Dr. Soetomo pada tanggal 24 November 2021 pukul 12.40. Sebelum dilakukan
rujukan pasien dilakukan pengambilan specimen cairan dari sumsum tulang
belakang atau lumbal phungsi untuk tindakan lebih lanjut yaitu kemoterapi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti pasien,
tetapi dari salah satu anggota pasien yaitu ayah pasien menderita hipertensi
4. Keadaan kesehatan lingkungan
Lingkungan sekitar ruangan pasien tampak bersih dan tidak berserakan sampah,
karena istri pasien selalu membersihkan ruangan atau kamar pasien setiap pagi.
5. Riwayat kesehatan lainnya (pasien ibu (keluarga berencana))
Alat bantu yang dipakai

18
Gigi palsu : ( ) Ya (√) Tidak
Kaca mata : ( ) Ya (√) Tidak
Pendengaran : ( ) Ya (√) Tidak
Lain-lain
(sebutkan): ..............................................................................................

2.3.4 Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
a. Kebiasaan
Merokok : Ya Tidak. btg/hari
Pengunaan tembakau : Ya Tidak
Pengunaan alkohol : Ya Tidak
Olahraga/gerak badan : Ya Tidak
b. Status ekonomi : ....................................................................................
2. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
a. Pemenuhan nutrisi
Waktu Jenis makanan/cairan Jumlah
Pagi Nasi dan sayur 1 piring
Siang Nasi dan sayur 1 piring
Malam Nasi dan sayur 1 piring
b. Minum : 1,5L/Hari
c. Kesulitan menelan : Ya Tidak
d. Keadaan yang menganggu nutrisi :
Alergi Nausea Pantangan
Anoreksia Kelelahan Vomiting
Nyeri Kronis Atomatitis
e. Status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh :
Postur tubuh : Gemuk Kurus
Keadaan rambut : Bersih
BB : 56 kg TB : 150 cm

19
Perkembangan berat badan : Tidak ada perkembangan berat badan
Pengetahuan tentang nutrisi : Pasien mengatakan selama di rumah sering
memakan ikan asin dan ikan yang diasap, dan jarang memakan sayuran
3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi sehari-hari :
Frekuensi : 1x/hari
Kesulitan defekasi : -
Feses konsistensi : Keras warna kuning kecoklatan bau khas
b. Kebiasaan miksi sehari-hari :
Frekuensi : 4x/hari
Kesulitan miksi : -
Urine konsentrasi:
Warna : Jernih
Kualitas/jumlah : -
Upaya mengatasi kesulitan : -
4. Pola Tidur Dan Istirahat
a. Lamanya tidur : 4 jam/ hari
b. Jatuh tidur dalam waktu : 4 jam
c. Suasana lingkungan : Sunyi sepi
d. Keluhan verba : Selama di rumah sakit pasien mengatakan tidak
bisa tidur
e. Merasa nyaman setelah tidur : Pasien mengatakan ketika di rumah
setelah bangun tidur merasa lebih segar
f. Gangguan selama tidur : ........................................................................
Tidak Ada Gangguan Bangun Terlalu Awal
Insomnia Mimpi Buruk
g. Kebiasaan tidur : Pakai Bantal Pakai Guling Lain-lain
h. Upaya mengatasi kesulitan tidur : Pasien mengatakan selama di rumah sakit
usaha agar bisa tidur yaitu berusaha memejamkan mata sambal posisi tidur
menghadap ke tembok

20
5. Pola Aktivitas
a. Aktifitas sehari-hari
pasien mengatakan aktivitas sehari-hari (mobilisasi, personal, toileting,
berpakaian, makan, dan minum) dilakukan secara mandiri, klien seorang
PNS pertahanan pangan dan setiap hari melakukan aktivitas fisik
b. Aktifitas untuk penggunaan waktu senggang: Pasien mengatakan jika
waktu senggang sering dibuat beristirahat dengan isteri dan anak mereka
yang terakhir
c. Kebutuhan gerak dan latihan : Pasien mengatakan jika capek mengangkat
saat bekerja segera menghentikan kegiatannya sebentar untuk
mengurangi rasa lelahnya
Kebiasaan latihan : -
Upaya pengerakan sendi: melakukan peregangan ketika kelelahan saat
bekerja
Kekuatan otot : kekuatan otot baik
Kesulitan yang dihadapi : tidak ada kesulitan
6. Pola hubungan dan peran
Sebelum sakit : pasien mengatakan mempunyai hubungan baik dalam
keluarga maupun di lingkup kerja dan rumah. Peran pasien adalah sebagai
kepala rumah tangga dan seorang ayah
Setelah sakit : pasien mengatakan hubungan dengan keluarga sangat
baik, begitu juga dengan tim medis
7. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit : pasien selalu terbuka dan ramah terhadap orang lain.
Pasien mengatakan bahwasannya pasien adalah orang yang mandiri.
Setelah sakit : pasien sudah mengetahui tentang penyakitnya dan yang
dilakukan sekarang hanya pasrah dan berdoa supaya diberi kesembuhan
terhadap penyakitnya. Pasien selalu mengikuti instruksi yang diberikan oleh
tim medis selama di Rumah sakit.
8. Pola sensori dan kognitif

21
Sebelum sakit : pasien mengatakan panca inderanya berfungsi dengan
baik, daya ingat dan berpikir optimal. Pasien juga tidak menggunakan alat
bantu yang berhubungan dengan panca inderanya.
Setelah sakit : Semua panca indera pasien masih berfungsi dengan
baik dan tidak ada perubahan.
9. Pola reproduksi dan seksual
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami masalah seksusal, klien
mengatakan sudah mempunyai 4 anak.
10. Pola koping stress
Sebelum sakit : pasien mengatakan jika ada masalah klien selalu
bercerita kepada anaknya, klien juga tidak menjadikan sebuah masalah
adalah sebuah beban. Klien meyakini bahwa masalah yang diceritakan
kepada anaknya akan membuat dirinya merasa lega dan berharap mendapat
solusi atas masalahnya.
Setelah sakit : pasien hanya berharap agar dapat segera diberi
kesembuhan agar dapat berkumpul dengan keluarga dan cucu-cucunya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : pasien mengatakan selalu menjalankan ibadah sholat
tepat waktu baik sholat wajib maupun sholat Sunnah.
Setelah sakit : pasien mengatakan tetap menjalankan iibadah sholat 5
waktu namun sudah jarang menjalankan ibadah sholat sunnah karena
keterbatasan pada saat setelah sakit
2.3.5 Pemeriksaan Fisik
A. Status kesehatan umum:
Keadaan kuantitatif : E=4 ; V=5 ; M=6
BB : 58 kg
TB : 159 cm
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Suhu : 36,5°C

22
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 100%
a. Keadaan penyakit : Ringan Berat Akut kronis
b. Kesadaran : Composmentis Apatis Koma
Samnolen Soporous Prekoma
c. Suara bicara : Jelas Serak Aphasia
d. Status/habitus : Piknik Atletik Astenik
e. Pernafasan : RR 20 x/menit Suhu tubuh : 36, 50C

f. Nadi : .88 x/menit

g. Tekanan darah: 140/100 mmHg


B. Sistim Integumen
Tampak pucat : Ya Tidak
Permukaan kasar : Ya Tidak
Permukaan kering : Ya Tidak
Kelainan pigmentasi : Hyperpigmentasi
Vitiligo Efiorensensi :
Lesi : Ya Tidak Lokasi :
Makula : Ya Tidak Lokasi :
Papula : Ya Tidak Lokasi :
Vesikula : Ya Tidak Lokasi :
Pustula : Ya Tidak Lokasi :
Bulla : Ya Tidak Lokasi :
Rambut
Ukuran : Tebal Tipis
Botak Kelenturan : Ya Tidak

Tampak kusam : Ya Tidak

23
Kuku :

Warna : Pucat Cyanosis Ikterus


Bentuk :
Clubbing finger : Ya Tipis
Irreguler : Ya Tidak
Permukaan halu : Ya
Garis beau’s : Ya Tidak
C. Kepala
Normo cephalik: Ya Tipis

Simetris : Ya Tidak

Penonjolan : Ya Tidak

Nyeri kepala : Ya Tidak

Trauma pada kepala : Ya Tidak

D. Muka
Simetris : Ya Tidak
Oedema : Ya Tidak
Otot Muka : Kuat Paralisis
Otot rahang : Kuat Paralisis Ka/Ki

E. Mata
Alis mata : Normal Rontok
Kelopak mata: Ya Tidak
Oedema : Ya Tidak
Conjungtiva: anemis
F. Telinga
Telinga : daun telinga pasien tampak bersih, tidak ada secret di dalam
telinga pasien, pasien mengatakan indera pendengaran pasien masih berfungsi

24
G. Pemeriksaan persistem:
a. System pernapasan : pasien tidak memiliki suara napas tambahan
seperti ronkhi, wheezing, dan gargling. Diketahui pernapasan pasien 20
x/menit, pasien tidak terpasang oksigen dan tidak ada masalah dalam
pernapasannya
b. System cardiovaskuler : konjungtiva anemis, bibir pasien sedikit tampak
pucat. Denyut nadi 78 x/menit, bunyi jantung, tekanan darah 140 x/menit,
CRT >2 detik
c. System pencernaan : mukosa bibir dan mulut sedikit kering, tidak
anoreksia, abdomen soepple, tidak ada peningkatan peristaltic usus dan tidak
distensi abdomen, tidak ada oedema disekitar abdomen
d. System musculoskeletal : bentuk kepala simetris tidak ada benjolan atau
oedema, extremitas atas dan bawah dapat digerakkan antara dextra dan
sinistra, tidak ada oedema ataupun fraktur. Dengan skala otot
5 5

5 5

e. System integument : rambut pasien tampak bersih berwarna putih


karena factor usia dan mudah tercabut akibat efek kemoterapi. Kulit pasien
berwarna sawo matang, turgor kulit dan kelembapan sedikit elastis dan
tampak sedikit pucat. Kuku pasien tampak berwarna putih sedikit pucat,
kuku pasien tampak bersih dan tidak ada sama sekali kotoran yang
menempel
f. System endokrin : tidak ada pembengkakan kalenjar
tyroid, tidak ada oedema, suhu tubuh pasien 37,5°C,
g. System penginderaan :
Mata : bentuk mata pasien simetris, pupil tampak isokhor dan
konjungtiva anemis
Hidung : bentuk hidung pasien simetris, tampak bersih, tidak ada secret
dan tidak ada benjolan atau oedema pada sekitar hidung pasien dan tidak ada

25
sumbatan pada lubang hidung pasien, pasien mengatakan indera
penciumannya masih berfungsi
Telinga : daun telinga pasien tampak bersih, tidak ada secret di dalam
telinga pasien, pasien mengatakan indera pendengaran pasien masih
berfungsi
h. System reproduksi : pasien mengatakan sudah mengalami penurunan
seksualitas terhadap pasangan
i. System motoric : reflek patella (+) kekuatan otot 5 5

5 5
j. Fungsi sensori : respon tubuh pasien terhadap suhu normal,
pasien masih bias merasakan panas dan dinginnya cuaca, pasien
mengatakan terkadang merasakan nyeri di belakang kepala pasien dan
sedikit pusing
k. Fungsi cerebrum : pasien masih mampu berjalan dan tidak
dibantu oleh keluarga untuk Activity of Daily Living
H. Teapi :
a. Injeksi Ondensetron 8 mg IV + PZ 10 ml
b. Injeksi Dexametasone 2 mg IV + PZ 10 ml
c. Injeksi Dipenhidrasi 2 ampul IV + PZ 10 ml
d. Infus NaCl 0,9% 20 tetes permenit
e. Kemoterapi Cytarabine 30 mg SC

parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hb 11,1 g/dL 13 g/dL
Leukosit 12.140 mcL 5.000-10.000 mcL
BUN 7,0 mg/dL 8-24 mg/dL
ALT/AST 24,2/20,2 IU/L 7-55/8-48 IU/L
Neutrophil 4,3 9/L 5-7,5 x 10 9/L

26
Trombosit 89.000 sel/µL 150.000-450.000 sel/µL
I. Pemeriksaan Penunjang

27
2.3.6 Analisa Data

Nama : Tn. S

Usia : 57 Tahun

No. Reg : 1289xxxx

Diagnosa : AML (MDS Transformasi AML) on Cytarabine D-IV +


Trombositopenia (PLT 89.000) HT gr II

No. Pengelompokan Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Tanggal 06 Desember Profelasi local dari sel Nyeri Kronis
2021 neoplastic dalam
DS: pasien mengatakan sumsum tulang
terkadang nyeri dibelakang ↓
kepala seperti di tusuk- Akut limfa blastik
tusuk namun tidak leukemia
berlangsung lama atau ↓
hilang timbul. Proliferasi sel darah
DO: putih imatur
1. pasien tampak tidak ↓
mampu mentutaskan Imunosupresi pada
aktivitas. sumsum tulang
2. Pola tidur pasien ↓
berubah Nyeri kronis
3. Saat ini pasien berfokus
pada diri sendiri
4. Tanda-tanda vital:
Tensi : 140/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C
SpO2 : 99%
5. Tanda-tanda nyeri:
P = nyeri muncul saat
beraktivitas
Q = nyeri seperti
ditusuk-tusuk

28
R = nyeri belakang
kepala menjalar ke
bagian depan kepala
S=5
T = nyeri muncul
mendadak dan
berlangsung selama 15-
30 detik
2, Tanggal 06 Desember Pansitopeni Perfusi Perifer Tidak
2021 ↓ Efektif
DS : - Eritropeni
DO : ↓
1. CRT >3 detik Hb menurun
2. Akral teraba dingin ↓
3. Warna kulit pucat Suplai O2 dalam darah
4. Turgor kulit menurun menurun
5. Tanda-tanda vital : ↓
Tensi : 140/70 mmHg Perfusi Perifer Tidak
Nadi : 78 x/menit Efektif
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C
SpO2 : 98%
6. Hb : 11,1 g/dL
3. Tanggal 06 Desember Pansitopeni Intoleransi Aktivitas
2021 ↓
DS: pasien mengatakan Lekopeni
sering kelelahan saat ↓
beraktivitas Agropulosi tosis
DO: ↓
1. Tanda-tanda vital : Spleno Hepatomegali
Tensi : 140/70 mmHg ↓
Nadi : 78 x/menit Intoleransi Aktivitas
2. ADL dibantu
3. Mudah lelah
4. Tanggal 06 Desember Akut limfa blastik Resiko Hipovolemia
2021 leukemia
DS : - ↓
DO : Profelasi sel darah putih
1. Tanda-tanda vital imatur
Tensi : 140/70 mmHg ↓
Nadi : 78 x/menit Pansitopeni
RR : 20 x/menit ↓
Suhu : 36,6°C Trombositopeni
SpO2 : 96% ↓

29
2. Turgor kulit menurun Perdarahan
3. CRT > 3 detik ↓
Resiko Hipovolemia
5. Tanggal 06 Desember Profelasi sel darah putih Deficit Nutrisi
2021 imatur
DS : pasien mengatakan ↓
nafsu makan nya sedikit Pansitopeni
menurun ↓
DO : Spleno hepatomegaly
1. Membrane mukosa ↓
pucat Anoreksia, mual,
2. Sariawan muntah

Deficit Nutrisi

30
2.3.7 Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosis Keperawatan Ditemukan Masalah Masalah Teratasi


Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Nyeri kronis 06-12-2021 mhs
berhubungan dengan
proliferasi sel darah putih
imatur ditandai dengan
pasien tampak tidak
mampu mentutaskan
aktivitas (D. 0078)
2. Perfusi perifer tidak 06-12-2021 mhs
efektif berhubungan
dengan suplai O2 dalam
darah menurun ditandai
dengan CRT >3 detik (D.
0009)
3. Intoleransi Aktivitas 06-12-2021 mhs
berhubungan dengan
lekopeni ditandai dengan
ADL dibantu
4. Resiko hypovolemia 06-12-2021 mhs
berhubungan dengan
trombositopenia (D.
0034)
5. Deficit nutrisi 06-12-2021 mhs
berhubungan dengan
pansitopenia ditandai
dengan sariawan (D.
0019)

31
2.3.8 Perencanaan Keperawatan

No. Diagnose Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan dengan intervensi 3x24 1. Identifikasi
proliferasi sel darah jam, diharapkan lokasi,karakteristik, durasi,
putih imatur ditandai Nyeri Kronis frekuensi, kualitas.
dengan pasien tampak berkurang dan Intensitas nyeri
tidak mampu teratasi, dengan 2. Identifikasi skala nyeri
mentutaskan aktivitas kriteria hasil: 3. Identifikasi respons non
1. Melaporkan verbal
nyeri 4. Identifikasi factor yang
terkontrol memperberat dan
meningkat memperingan nyeri
2. Kemampuan 5. Identifikasi pengetahuan
mengenali dan keyakinan tentang
nyeri nyeri
meningkat 6. Identifikasi pengaruh
3. Kemampuan budaya terhadap respon
menggunakan nyeri
teknik non- 7. Monitor keberhasilan
farmakologis terapi komplementer yang
meningkat sudah diberikan
4. Keluhan nyeri 8. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
SLKI (L. 08063) Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya hypnosis, TENS,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)

32
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
SIKI 1.08238
2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Observasi:
efektif berhubungan intervensi 3x24 1. Identifikasi kemungkinan
dengan suplai O2 dalam jam, diharapkan alergi, interaksi, dan
darah menurun ditandai Perfusi Perifer kontraindikasi obat
dengan CRT >3 detik tidak efektif 2. Verifikasi order obat sesuai
berkurang dan dengan indikasi
teratasi, dengan 3. Periksa tanggal kadaluarsa
kriteria hasil: obat
1. Warna kulit 4. Monitor tanda vital dan
pucat menurun nilai laboraturium sebelum
2. Akral pemberian obat, jika perlu
membaik 5. Monitor efek terapeutik
3. Turgor kulit obat
membaik 6. Monitor efek samping
SLKI (L.02011) Terapeutik:
1. Lakukan prinsip enam
benar (pasien, obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi)
2. Pastikan ketepatan dan
kepatenan catheter IV
3. Campurkan obat ke dalam
kantung, botol, atau buret,
sesuai kebutuhan.

33
4. Berikan obat IV dengan
kecepatan yang tepat
5. Tempelkan label
keterangan nama obat dan
dosis pada wadah cairan IV
6. Gunakan mesin pompa
untuk pemberian obat
secara kontinu, jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian
2. Jelaskan factor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas
obat
SIKI 1.02065
3. Resiko hypovolemia Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan dengan intervensi 3x24 1. Periksa tanda dan gejala
trombositopenia jam, diharapkan hypovolemia (mis,
Resiko frekuensi nadi meningkat,
Hipovolemia nadi teraba lemah, tekanan
berkurang dan darah menurun, tekanan
teratasi, dengan nadi menyempit, turgor
kriteria hasil: kulit menurun, membrane
1. Turgor kulit mukosa kering, volume
meningkat urin menurun, hematocrit
2. Kadar Hb meningkat, haus dan
membaik lemah)
3. Membrane 2. Monitor intake dan output
mukosa cairan
membaik Terapeutik:
SLKI (L. 03028) 1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi:
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak

34
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis
NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan hipotonis (mis
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah
SIKI 1.03116

35
2.3.9 Pelaksanaan Keperawatan

No. Tanggal/Jam Diagnose Tindakan Keperawatan Ttd/paraf


1. 06 Desember Nyeri kronis Observasi:
2021, 09.00 berhubungan 1. Mengidentifikasi
WIB dengan lokasi,karakteristik,
proliferasi sel durasi, frekuensi, kualitas.
darah putih Intensitas nyeri
imatur ditandai R: pasien mengatakan
dengan pasien lokasi nyeri berada pada
tampak tidak bagian kepala pasien skala
mampu nyeri 5 dengan intensitas
mentutaskan hilang timbul
09.10 aktivitas 2. Mengidentifikasi factor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
R: nyeri muncul saat
pasien beraktivitas seperti
berjalan kekamar mandi
atau saat sedang
berolahraga ringan
09.15 3. Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
R: pasien belum
mengetahui nyeri tersebut
akibat dari
trombositopenianya,
namun semenjak sakit
pasien selalu hati-hati
Terapeutik:
09.30 1. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya hypnosis,
TENS, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain
R: pasien diberikan terapi
napas dalam untuk

36
mengurangi rasa nyeri jika
timbul sewaktu-waktu
09.45 2. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
R: menutup pintu kamar
pasien agar pasien dapat
beristirahat ketika nyeri
timbul
09.55 3. Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
R: pasien akan segera
berbaring ditempat tidur
ketika nyeri muncul
Edukasi:
10.00 1. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
R: pasien tampak
kooperatif ketika
dijelaskan penyebab
munculnya nyeri
dikarenakan dari salah
satu masalah AML dan
memahami setiap kalimat
yang saya sampaikan
10.05 2. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
R: memberikan strategi
meredakan nyeri non
farmakologis
menggunakan teknik
napas dalam, pasien
tampak terus mencoba
sebanyak 3x

2. 06 Desember Perfusi perifer Observasi:


2021, 10.10 tidak efektif 1. Identifikasi kemungkinan
WIB berhubungan alergi, interaksi, dan
dengan suplai kontraindikasi obat
O2 dalam darah

37
menurun R: dilihat dari rekam
ditandai dengan medis pasien, pasien tidak
CRT >3 detik memiliki alergi
terhadapobat dan tidak ada
kontraindikasi terhadap
obat
10.15 2. Memonitor tanda vital dan
nilai laboraturium
sebelum pemberian obat,
jika perlu.
R: diketahui Hb pasien
masih dibawah angka
normal yaitu 11,1 g/dL,
tensi pasien menunjukkan
angka 140/90 mmHg
Terapeutik:
10.20 1. Melakukan prinsip enam
benar (pasien, obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi)
R: pasien tampak
kooperatif ketika ditanya
nama, tanggal lahir dan
nomer rekam medic
10.25 2. Memberikan obat IV
dengan kecepatan yang
tepat
R: pasien diberikan obat:
Injeksi ondensetron 8 mg
IV + PZ 10 ml
Injeksi dexamethasone 2
mg IV + PZ 10 ml
Injeksi dipenhidrasi 2
ampul IV + PZ 10 ml
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Edukasi:
10.45 1. Menjelaskan jenis obat,
alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan,
dan efek samping sebelum
pemberian.

38
R: pasien sangat
kooperatif ketika
diberikan pengetahuan
tentang efek samping obat
11.00 2. Menjelaskan factor yang
dapat meningkatkan dan
menurunkan efektifitas
obat.
R: factor yang dapat
menurunkan efektivitas
obat adalah ketika pasien
tidak taat atas gizi yang
dijelaskan oleh para medis

3. 06 Desember Resiko Observasi:


2021, 11.00 hypovolemia 1. Memeriksa tanda dan
berhubungan gejala hypovolemia (mis,
dengan frekuensi nadi meningkat,
trombositopenia nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume
urin menurun, hematocrit
meningkat, haus dan
lemah)
R: pasien memiliki
penurunan turgor kulit
yang ditandai dengan CRT
> 3 detik
11.15 2. Memberikan posisi
trendelenburg
R: pasien kooperatif
Terapeutik:
11.30 1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis
NaCl, RL).
R: pasien diberika terapi
larutan NaCl 0,9% 20 tpm,
dan kemoterapi
Cytarabine 30 mg

39
4. 07 Desember Nyeri kronis Terapeutik:
2021, 10.00 berhubungan 1. Memberikan teknik
WIB dengan nonfarmakologis untuk
proliferasi sel mengurangi rasa nyeri
darah putih (misalnya hypnosis,
imatur ditandai TENS, akupresur, terapi
dengan pasien music, biofeedback, terapi
tampak tidak pijat, aromaterapi, teknik
mampu imajinasi terbimbing,
mentutaskan kompres hangat/dingin,
aktivitas terapi bermain
R: pasien diberikan terapi
napas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri jika
timbul sewaktu-waktu.
10.15 2. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
R: menutup pintu kamar
pasien agar pasien dapat
beristirahat ketika nyeri
timbul
10.20 3. Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
R: pasien akan segera
berbaring ditempat tidur
ketika nyeri muncul

5. 07 Desember Perfusi perifer Observasi:


2021, 10.30 tidak efektif 1. Memonitor tanda vital dan
berhubungan nilai laboraturium
dengan suplai sebelum pemberian obat,
O2 dalam darah jika perlu.
menurun R: diketahui Hb pasien
ditandai dengan masih dibawah angka
CRT >3 detik
normal yaitu 11,1 g/dL,
tensi pasien menunjukkan
angka 140/90 mmHg
Terapeutik:

40
10.35 1. Memberikan obat IV
dengan kecepatan yang
tepat
R: pasien diberikan obat:
Injeksi ondensetron 8 mg
IV + PZ 10 ml
Injeksi dexamethasone 2
mg IV + PZ 10 ml
Injeksi dipenhidrasi 2
ampul IV + PZ 10 ml
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
6. 07 Desember Resiko Observasi:
2021, 10.45 hypovolemia 1. Memeriksa tanda dan
berhubungan gejala hypovolemia (mis,
dengan frekuensi nadi meningkat,
trombositopenia nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume
urin menurun, hematocrit
meningkat, haus dan
lemah)
R: pasien memiliki
penurunan turgor kulit
yang ditandai dengan CRT
> 3 detik
Terapeutik:
12.00 1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis
NaCl, RL).
R: pasien diberika terapi
larutan NaCl 0,9% 20 tpm
dan cytarabine 30 mg
7. 08 Desember Nyeri kronis Terapeutik:
2021, 08.00 berhubungan 1. Memberikan teknik
dengan nonfarmakologis untuk
proliferasi sel mengurangi rasa nyeri
darah putih (misalnya hypnosis,
imatur ditandai TENS, akupresur, terapi
dengan pasien music, biofeedback, terapi
tampak tidak pijat, aromaterapi, teknik
mampu imajinasi terbimbing,

41
mentutaskan kompres hangat/dingin,
aktivitas terapi bermain
R: pasien diberikan terapi
napas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri jika
timbul sewaktu-waktu.
2. Mengontrol lingkungan
08.15 yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
R: menutup pintu kamar
pasien agar pasien dapat
beristirahat ketika nyeri
timbul
08. 08 Desember Perfusi perifer Terapeutik:
2021, 08.30 tidak efektif 1. Memberikan obat IV
berhubungan dengan kecepatan yang
dengan suplai tepat
O2 dalam darah R: pasien diberikan obat:
menurun Injeksi ondensetron 8 mg
ditandai dengan IV + PZ 10 ml
CRT >3 detik
Injeksi dexamethasone 2
mg IV + PZ 10 ml
Injeksi dipenhidrasi 2
ampul IV + PZ 10 ml
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
09. 08 Desember Resiko Terapeutik:
2021, 08.30 hypovolemia 1. Kolaborasi pemberian
berhubungan cairan IV isotonis (mis
dengan NaCl, RL).
trombositopenia R: pasien diberika terapi
larutan NaCl 0,9% 20 tpm

42
2.3.10 Evaluasi Keperawatan

No. Tangg Diagnosis Catatan Perkembangan TTD/


al/Jam Keperawatan Paraf
1. 6/12/20 Nyeri kronis S: pasien mengatakan nyeri mhs
21, berhubungan dengan dibelakang kepala masih
10.05 proliferasi sel darah terasa
WIB putih imatur ditandai O:
dengan pasien 1. pasien tampak masih
tampak tidak mampu belum bisa mentutaskan
mentutaskan aktivitasnya
aktivitas 2. pola tidur pasien masih
belum normal
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
nomor 1,2,3 (Terapeutik)
2. 6/12/20 Perfusi perifer tidak S: pasien mengatakan CRT mhs
21, efektif berhubungan nya belum membaik yaitu
11.00 dengan suplai O2 masih > 3 detik
WIB dalam darah O:
menurun ditandai 1. turgor kulit mulai
dengan CRT >3 detik membaik
2. akral masih dingin
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
nomor 2 (Observasi) dan
nomor 2 (Terapeutik)
3. 6/12/20 Resiko hypovolemia S: pasien mengatakan CRT mhs
21, berhubungan dengan masih > 3 detik
11.30 trombositopenia O: turgor kulit membaik
WIB A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
nomor 1 (Observasi), 1
(Terapeutik)
4. 7/12/20 Nyeri kronis S: pasien mengatakan nyeri mhs
21, berhubungan dengan sudah mulai hilang ketika
10.00 proliferasi sel darah melakukan teknik relaksasi
WIB putih imatur ditandai napas dalam
dengan pasien O:
tampak tidak mampu 1. Pasien tampak sudah bisa
mentutaskan mentuntaskan
aktivitas aktivitasnya
2. Pola tidur pasien sudah
mulai kembali normal

43
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
nomor 1,2,3 (terapeutik)
5. 7/12/20 Perfusi perifer tidak S: pasien mengatakan CRT mhs
21, efektif berhubungan nya belum membaik yaitu
10.35 dengan suplai O2 masih > 3 detik
WIB dalam darah O:
menurun ditandai 1. turgor kulit mulai
dengan CRT >3 detik membaik
2. akral masih dingin
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
nomor 2 (Observasi) dan
nomor 2 (Terapeutik)
6. 7/12/20 Resiko hypovolemia S: pasien mengatakan CRT mhs
21, berhubungan dengan masih > 3 detik
trombositopenia O: turgor kulit membaik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
nomor 1 (Observasi), 1
(Terapeutik)
7. 8/12/20 Nyeri kronis S: pasien mengatakan nyeri mhs
21 berhubungan dengan sudah hilang ketika pasien
proliferasi sel darah melakukan teknik relaksasi
putih imatur ditandai O:
dengan pasien 1. Pasien tampak sudah bisa
tampak tidak mampu mentuntaskan
mentutaskan aktivitasnya
aktivitas 2. Pola tidur pasien sudah
mulai kembali normal
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
8. 8/12/20 Perfusi perifer tidak S: pasien mengatakan CRT mhs
21, efektif berhubungan nya sudah membaik yaitu
08.15 dengan suplai O2 nilainya < 3 detik
WIB dalam darah O:
menurun ditandai 1. turgor kulit mulai
dengan CRT >3 detik membaik
2. akral membaik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
9. 8/12/20 Resiko hypovolemia S: pasien mengatakan CRT mhs
21, berhubungan dengan sudah membaik yakni < 3
trombositopenia detik

44
08.30 O: turgor kulit membaik
WIB A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

2.4 Pembahasan

Terdapat beberapa kanker pembunuh di dunia dan leukemia salah satu dari
sepuluh kanker pembunuh teratas dengan sekitar 500 kasus baru yang di diagnosis
setiap tahunnya. Tidak sama halnya dengan kanker lainnya, leukemia bisa terjadi pada
semua kalangan umur baik dewasa maupun anak-anak, namun disamping itu leukemia
memiliki tingkat kesembuhan tertinggi di antara semua jenis kanker yang ganas. Maka
dari itu untuk mengatasi kecemasan pada pasien leukimia sangat dianjurkan untuk
menggunakan terapi non farmakologi dalam memberikan asuhan keperawatan. Salah
satu terapi non farmakologi yang dapat diterapkan dalam manajemen kecemesan ialah
Atraumatic Care dengan teknik Slow Deep Breathing. Terapi Slow Deep Breathing
membuat pasien merasa tenang dan rileks sehingga mengalami perlambatan denyut
jantung yang akan membuat tingkat kecemasan menurun. Dalam terapannya terapi
Slow Deep Brathing lebih mudah dipelajari dan diterapkan oleh anak-anak maupun
dewasa (4).

Gejala kecemasan dan depresi yang signifikan sering terjadi pada perjalanan
leukemia dan terkait dengan beban gejala fisik. Kemoterapi adalah pengobatan standar
untuk leukemia dan manfaatnya kebanyakan pasien. Namun, pasien mungkin
mengalami banyak perbedaan efek samping terkait kemoterapi, seperti
ketidaknyamanan, kecemasan, dan kelelahan, yang secara signifikan dapat
mempengaruhi kenyamanan dan kesejahteraan selama dan setelah pengobatan kanker.
Pasien menerima kemoterapi menggambarkan hilangnya kemampuan untuk
menyentuh atau tersentuh oleh orang lain karena lingkungan yang terisolasi menjadi
yang paling deprivasi psikologis yang signifikan. Apalagi tidurnya terganggu umum di
antara pasien kanker, dan banyak yang sering melaporkan gangguan tidur setiap hari
setelah pengobatan primer tidur dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fungsi

45
fisik. Ini gejala dapat menyebabkan pengaruh negatif pada efek terapi kemo dan secara
signifikan berdampak pada kualitas hidup pasien leukemia (5)

Nyeri terjadi pada pasien akut myeloid leukemia (AML), akut promyelocytic
leukemia (APL) dan akut limfoblastik leukemia (ALL), pada dasarnya hanya
mencakup pasien yang menerima perawatan kemoterapi intensif. Bagian-bagian yang
sering mengalami nyeri akibat efek kemoterapi adalah orofaring, kepala, dan perut, dan
nyeri hebat dikaitkan dengan usia yang lebih muda, status kinerja, dan waktu yang lebih
lama (6).

Leukemia mieloid akut (AML) adalah sel induk hematopoietik klonal gangguan
yang terutama mempengaruhi orang dewasa, sebagai usia rata-rata saat diagnosis
adalah sekitar 70 tahun Sebagian besar pasien AML lansia memiliki prognosis yang
buruk, dengan atau tanpa kemoterapi induksi intensif (ICT), dan mereka mengalami
masalah terkait pengobatan yang lebih besar. Kurangnya penelitian berbasis populasi
menunjukkan bahwa penerapan kemoterapi intensif (ICT) di antara pasien leukemia
myeloid akut (AML) lanjut usia, serta akrual mereka untuk kontrol acak percobaan
(RCT) tetap rendah selama beberapa dekade. Oleh karena itu, pemahaman
kontemporer dan komprehensif tentang karakteristik khusus pasien, penyakit, dan
pengobatan pasien AML lanjut usia di tingkat populasi dapat menginformasikan
pilihan pengobatan dan memfasilitasi peningkatan akrual (7)

Leukemia mieloid akut (AML) adalah keganasan yang paling umum penyakit
sumsum tulang pada orang dewasa. Hal ini ditandai dengan proliferasi sel induk
leukemia yang belum matang, yang gagal untuk berdiferensiasi, yang akhirnya
menyebabkan kegagalan sumsum tulang jika tidak diobati. Sementara kelangsungan
hidup lima tahun rata-rata adalah 25%, ada adalah variabilitas yang signifikan menurut
subtipe penyakit dan dapat berkisar dari 5% hingga 10% untuk pasien dengan AML
risiko buruk hingga lebih dari 90% untuk leukemia promyelocytic akut. Sitarabin
adalah obat sitotoksik spesifik fase sel, terutama selama fase S ketika sel sedang
menjalani sintesis DNA. Dalam keadaan tertentu, itu dapat memblokir perkembangan
sel dari fase G1 ke fase S. Mekanisme nya tindakan tidak sepenuhnya dipahami, tetapi

46
tampaknya menghambat DNA polimerase. Penggabungan yang terbatas, tetapi
signifikan, dari sitarabin menjadi DNA dan RNA telah dilaporkan. Sitarabin
menyebabkan kerusakan kromosom yang luas, termasuk pemutusan kromatoid (8)
Setelah pemberian sitarabin intravena, hilangnya sitarabin dari plasma adalah bifasik
Ada fase distribusi awal dengan waktu paruh sekitar 10 menit, diikuti oleh fase
eliminasi kedua dengan waktu paruh sekitar 1-3 jam. Setelah fase distribusi, lebih dari
80% obat yang ditemukan dalam plasma adalah metabolit tidak aktifnya, 1-β-
Darabinofuranosyluracil. Dalam 24 jam, sekitar 80% dari obat yang diberikan dapat
dipulihkan dalam urin, 90% di antaranya adalah 1-D-arabinofuranosyluracil. Sitarabin
dimetabolisme oleh deoxycytidine kinase dan nukleotida kinase lainnya ke nukleotida
trifosfat, penghambat DNA polimerase yang efektif. Ini diinaktivasi oleh pirimidin
nukleosida deaminase, yang mengubahnya menjadi turunan urasil yang tidak beracun
1-βD-arabinofuranosyluracil (9).

47
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akut Mieloblastik Leukimia (AML) adalah salah satu jenis leukimia dimana
terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannya sel mieloid : granulosit,
monosit imatur yang berlebihan). Angka kejadian meningkat menjadi 4 per 100.000
penduduk per tahun berdasarkan jumlah kasus dan kematian pada tahun 2008 – 2012.
Diperkirakan pada tahun 2015 akan ada sekitar 20.830 kasus baru LMA di seluruh
dunia.

3.2 Saran

Bagi mahasiswa selanjutnya mungkin menemukan sumber lain dari beberapa


jurnal yang sudah terindeks SINTA maupun SCOPUS untuk dibaca agar meningkatkan
wawasan dan pengetahuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pasien dengan
Acute Myeloid Leukima (AML).

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Grimwade D. Acute myeloid leukemia. Mol Pathol Clin Pract.


2007;(1702612186):321–35.

2. Septiantoro BP, Perwitasari DA, Pradipta I. Penggunaan Sefepim Untuk Demam


Neutropenia Pada AML di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Medica Hosp J Clin
Med. 2020;7(1):23–6.

3. Döhner H, Estey EH, Amadori S, Appelbaum FR, Büchner T, Burnett AK, et al.
Diagnosis and management of acute myeloid leukemia in adults:
Recommendations from an international expert panel, on behalf of the European
LeukemiaNet. Blood. 2010;115(3):453–74.

4. Arniyanti A. Efektivitas Terapi Slow Deep Breathing Terhadap Kecemasan


Anak Leukemia Yang Menjalani Kemoterapi. J Chem Inf Model.
2020;1(2):178–85.

5. Zhang R, Yin J, Zhou Y. Effects of mindfulness-based psychological care on


mood and sleep of leukemia patients in chemotherapy. Int J Nurs Sci [Internet].
2017;4(4):357–61. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnss.2017.07.001

6. Niscola P, Tendas A, Mazzone C, Efficace F. Pain and related complaints in


patients with acute leukemia: time for simultaneous care in hemato-oncology.
Support Care Cancer. 2019;27(8):2755–6.

7. Kalin B, Pijnappel EN, van Gelder M, Visser O, van de Loosdrecht AA,


Ossenkoppele GJ, et al. Intensive treatment and trial participation in elderly
acute myeloid leukemia patients: A population-based analysis in The
Netherlands. Cancer Epidemiol [Internet]. 2018;57(May):90–6. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.canep.2018.09.007

49
8. Löwenberg B, Pabst T, Vellenga E, van Putten W, Schouten HC, Graux C, et al.
Cytarabine Dose for Acute Myeloid Leukemia. N Engl J Med.
2011;364(11):1027–36.

9. Murphy T, Yee KWL. Cytarabine and daunorubicin for the treatment of acute
myeloid leukemia. Expert Opin Pharmacother [Internet]. 2017;18(16):1765–80.
Available from: https://doi.org/10.1080/14656566.2017.1391216

50

Anda mungkin juga menyukai