Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT ST-ELEVASI


INFARK MIOKARD (STEMI) DI RUANG ICCU RSUP DR. SARDJITO

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh:
Melia Rosmawati
21/488132/KU/23471

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
I. KONSEP PENYAKIT ST-ELEVASI INFARK MIOKARD (STEMI)
A. PENGERTIAN STEMI

Bagian terpenting dari penyakit sistem kardiovaskular adalah infark myocard


akut (Wahyudi & Gani, 2019). Infark myocard akut menjadi salah satu penyebab
kematian terbesar di berbaga belahan dunia. Diperkirakan sekitar 3 juta orang di
dunia, mengalami infark myovard akut. Infark myocard secara patologis merupakan
kematian dari sel otot jantung (myocard) karena iskemia memanjang. Infark
myocard menyebabkan bahaya yang irreversible terhadap otot jantung, hal tersebut
dikarenakan otot jantung mengalami kekurangan oksigen, dimana infark myocard
dapat menyebabkan kegagalan dari fungsi systolic dan diastolic dan membuat pasien
rentan mengalami aritmia (Grossman., 2021).

Infark Mycard akut (IMA) terdiri atas angina pektoris tidak satabil, IMA tanpa
elevasi segmen ST atau NSTEMI, dan IMA dengan elevasi ST (STEMI). ST-
Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan bagian dari sindrom coroner
akut (SKA) atau IMA (infark myocard akut) (Sudoyo, 2010 cit Safitri, 2013).lima
puluh persen pasien dengan STEMI tidak dapat bertahan hiup, dengan kurang lebih
2/3 kematian terjadi secara singkat setelah serangan dan sebelum mendapatkan
perawatan di rumah sakit (Rampengan, 2015). STEMI terjadi ketika aliran darah
arteri coroner menurun secara mendadak, akibat adanya oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Thrombus tersebut terjadi secara tepat
pada lokasi terjadi injury vaskuler, dimana injury tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti terkumpulnya lemak, merokok, dan hipertensi. (Sudoyo,
2010 cit Safitri, 2013). STEMI merupakan suatu sindrom klinis yang terdiri atas
kumpulan gejala iskemi miokard yang berhubungan dengan elevasi gelombang ST
persisten dan pelepasan biomarker nekrosis miokard elevasi ST tanpa left
ventricular hypertrophy (LVH) atau left bundle branch block (LBBB) yang
diagnositik (Gayatri et al., 2016).
B. PATOFISIOLOGI STEMI

Infark myocard secara patologis merupakan kematian sel miokard atau otot jantung,
disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan. Glikogen seluler yang berkurang, dan
myofibril rileks dan gangguan sarkolema, adalah perubahan ultrastructural pertama dan
terlihat di awal 10-15 menit setelah adanya onset iskemia. Abnormalitas dari
mitokondria diamati di awal 10 menit setelah terjadi oklusi coroner, dilakukan dengan
mikroskop electron dan sifatnya progresif. Nekrosis miosit dapat diidentifikasi setelah
terjadi selama berjam-jam dengan pemeriksaan postmortem pada pasien. Nekrosis
berkembang dari subendokardium ke subepikardium selama beberapa jam. Perjalanan
waktu dapat diperpanjang apabila ada peningkatan aliran kolateral, penurnan
determinan konsumsi oksigen miokard, dan oklusi atau reperfusi secara intermiten.
Sehingga implementasi reperfusi yang dilakukan tepat waktu dan sesuai, dapat
mengurangi cedera iskemik myocardium (Thygesen et al., 2018).

Pada awal kondisi, akan terjadi iskemia myocardium, namun apabila tidak dilakukan
tindakan reperfusi seera, maka akan terbentuk nekrosis miokard yang sifatnya
irreversible. Aterosklerotik pada arteri coroner atau penyebab lainnya dari STEMI dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen bagi otot jantung
atau myocardium (Amalia, 2021).

C. NILAI-NILAI NORMAL EKG DAN LOKASI STEMI

Hasil EKG normal yakni dengan kriteria: nilai R-R adalah jarak antara dua
gelombang R berturut-turut. Bila irama dari ventrikel teratur atau regular, maka interval
antara dua gelombang R dibagi ke dalam 60 detik, akan menghasilkan heart rate. Bila
irama ireguler atau tidak teratur, maka jumlah gelombang R dalam suatu periode waktu,
misal 10 detik, dihitung dan hasil dinyatakan dalam jumlah per menit. Misal terdapat 20
gelombang dalam wktu 10 detik, maka HR nya adalah 120x/menit.

Berikut adalah segmen normal dari hasil EKG:


Sumber: (Fakultas Kedokteran UNHAS, 2017)

Segmen P-R merupakan bagian akhir dari gelombang P sampai permulaan dari
kompleks QRS, yang normalnya pada segmen ini adalah isoelektris atau sejajar dengan
garis dasar EKG. Segmen ST (dimulai dari titik akhir kompleks QRS dan mulai segmen
RS-T), normalnya adalah isoelektris, dapat bervaiasi antara -,5 sampai dengn +2 mm
pada elektroda precordial. Elevasi atau kenaikan dan depresi atau penurnan dari segmen
ST dibandingkan dengan garis dasar EKG antara akhir gelombang T dan permulaan dari
gelombang P (segmen T-P) (Fakultas Kedokteran UNHAS, 2017).

Penilaian apakah pasien mengalami infark myocard akut ST-elevasi (STEMI) atau
non-ST-elevasi (NSTEMI) salah satunya yakni berdasarkan hasil dari pemeriksaan
EKG 12 lead. Dimana STEMI terjadi ketika terjadi oklusi total dari arteri coroner yang
menyebabkan area infark myovard menjadi lebih luas, meliputi seluruh ketebalan dari
myocard, ditandai dengan adanya elevasi dari segmen ST pada hasil EKG. Gambaran
EKG pada segmen ST terjadi elevasi >2 mm, minimal pada dua elektroda precordial
(dada) atau >1mm pada elektroda ekstremitas (Sudoyo, 2010 cit Safitri, 2013).
Menurut Rampengan, (2015), Mayoritas pasien dengan AMI/SKA akan memiliki
hasil rekam EKG yang tidak normal, dan terdapat beberapa stadium EKG yang normal
pada awal pemeriksaan tidak menentukan diagnosis (karena hasil rekam EKG dapat
sewaktu-waktu terjadi perubahan secara cepat). Baik pada pasien dengan EKG normal
maupun sugestif harus dirawat dan tetap dipantau hasil EKG, jika terdapat perubahan
EKG, maka pengobatan yang tepat dapat dilakukan.

Secara klinis, elevasi S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
pericarditis. Elevasi segmen S-T pada elektroda precordial menunjukkan adanya infark
pada dinding anterior. Infark dinding inferior diketahui dengan adanya elevasi segmen
ST pada lead II, III, dan aVF. Elevasi pada segmen S-T pada V4R menunjukkan adanya
infark ventrikel kanan (Fakultas Kedokteran UNHAS, 2017). Tempat atau lokasi
dimana infark miokard terjadi, berdasarkan perubahan yang tampak dalam gambaran
EKG yakni:

No. Gambaran EKG Lokasi


1. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan lateral
inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di lead I
dan Avl
2. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di lead II, lead inferolateral
III, aVF, dan V5-V6 (terkadang di I dan aVL)
3. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di lead II, lead inferior
III, dan Avf
4. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di lead II, lead inferoseptal
III, aVF, V1-V3
5. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5 anterior

6. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3 anteroseptal

7. Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan anterolateral


lead I dan aVL
8. Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST true posterior
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9. Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). rv infraction
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
terjadinya infark.

D. MANIFESTASI KLINIS STEMI

Manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien SKA dengan STEMI menurut
Rampengan, dalam artikel yang diterbitkan pada tahun 2015 dan 2014 yaitu:

1) Pasien SKA dengan STEMI banyak yang merasakan ketidaknyamanan dada,


secara berkepanjangan, dan berlangsung lebih dari 20 menit.
2) Mengalami ketidaknyamanan restroternal parah, dan menjalar ke bagian leher,
punggung, atau lengan
3) Merasakan nyeri dapat atipikal (di epigastrium, leher, lengan atau punggung
atau dengan ciri khas atau karakter yang tidak biasa), dimana apabila pasien
mengalami infark rendah, nyeri akan sulit dibedakan dengan dyspepsia.
4) Terkadang nyeri dirasakan minimal atau bahkan tidak merasakan nyeri, dengan
gejala yang dominan yakni mual, muntah, dyspnea, lemah, pusing, atau sinkop
(atau berupa kombinasi gejala)
5) Mual, berkeringat berlebihan atau diaforesis, muntah, karena terdapat
pelepasan racun dari sel miokard yang mengalami injury dan aktivasi otonom
6) hipotensi
E. FAKTOR RISIKO STEMI
Faktor resiko yang baik dapat ditemukan pada pasien berjenis kelamin perempuan
dan laki-laki menurut Anand et al., (2008) adalah:
- Kadar lipid abnormal
- Perokok
- Obesitas abdominal
- Hipertensi
- Diabetes
- Mengkonsumsi alcohol
- Masalah atau stress psikososial
- Pola diet
- Aktivitas fisik yang secara signifikan berhubungan dengan infark myocard akut,
baik pada AMI/SKA dengan STEMI atau NSTEMI
Sedangkan berdasarkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi yakni:

1. tidak dapat dimodifikasi : usia, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga


2. dapat dimodifikasi : hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,
overweight dan obesitas, riwayat merokok, faktor psikososial, aktivitas fisik,
dan gaya hidup.
F. KOMPLIKASI STEMI

Berdasarkan pedoman tatalaksana sindrom coroner akut oleh Perhimpunan Dokter


Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), (2015) komplikasi dari STEMI yaitu:

1. Gangguan hemodinamik:
a. Gagal jantung : saat terjadi fase akut dan subakut setelah
STEMI, sering terjadi disfungsi miokardium.
- Hipotensi : ditanda dengan tekanan darah sistolik
yang menetap di bawah 90mmHg, terjadi dapat disebabkan oleh gagal
jantung, hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis.
Hipotensi yang berlanjut dapat menyebabkan gangguan ginjal, nekrosis
tubular akut, dan berkurangnya urine output
- Kongesti paru : tanda dari kongesti paru yakni dyspnea
dengan ronkhi basah paru di segmen basal, berkurangnya saturasi oksigen
arterial
- Keadaan output rendah : ditandai dengan perfusi perifr ang buruk dengan
hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin,
ekokardiograi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang burk, infark
ventrikel kanan
- Syok kardiogenik : syok kardiogenik terjadi sekitar 6-10%
kasus STEMI dan sebaga penyebab kematian utama. 50% terjadi dalam 6
jam, 75% syok terjadi dalam 24 jam.
b. Aritmia dan gangguaam konduksi pada fase akut : diteukan dalam
beberapa jam pertama setelah infark miokard. Terdapat beberapa kategori
seperti aritmia supraventrikuler, aritmia ventrikuler, sinus bradikardi dan blok
jantung
2. Komplikasi kardiak

Usia lanjut, gejala Killip II-IV, penyakit 3 pembuluh, infark dinding anterior iskemia
berkepanjangan atau berkurangnya aliran TIMI merupakan faktor risiko terjadi
komplikasi kardiak. Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut dalam
beberapa hari setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan berkurang dengan
meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan efektif. Semua komplikasi ini
mengancam nyawa dan memerlukan deteksi dan penanganan secepat mungkin.
Pemeriksaan klinis berulang (minimal dua kali sehari) dapat menangkap murmur
jantung baru, yang menunjukkan regurgitasi mitral atau defek septum ventrikel, yang
kemudian perlu dikonfirmasi dengan ekokardiografi segera. CABG secara umum peril
dilakukan apabila pantas saat operasi pada pasien yang memerlukan operasi darurat
untuk komplikasi mekanis yang berat.komplikasi kardiak seperti regurgitasi katup
mitral, rupture jantung, rupture septum ventrikel, infark ventrikel kanan, pericarditis,
aneurisma ventrikel kiri, thrombus ventricle kiri.

G. PENEGAKKAN DIAGNOSA STEMI

Diagnosis AMI dengan elevasi segmen ST, dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
atau pengkajian nyeri dada yang khas, dan gambaran EKG-adanya elevasi pada segmen
ST >2 mm, minimal pada 2 elektroda prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada
2 elektroda ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang
meningkat akan memperkuat diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan, antara lain
(Antman & Braundwald; Myrtha, 2011):
1. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik yang dikaji seperti pasien
tampak cemas dan tidak bisa beristirahat atau merasa gelisah, dengan
ekstremitas pucat, dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal terjadi
selama lebih dari 30 menit dan banyak keringat.
2. pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan petanda terjadinya kerusakan
jantung yaitu creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T
atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal
untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan
ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
3. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard
adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/ul.Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10
menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan
terapi reperfusi.

H. TERAPI DARI PENYAKIT STEMI

Restorasi darurat aliran darah dalam arteri coroner yang tersumbat total sangat
diperlukan dalam perawatan STEMI (Rampengan, 2015). Tindakan yang dapat
dilakukan dalam terapi STEMI adalah reperfusi, dimana aliran darah coroner dapat
menjadi lancar. Reperfusi dilakukan dengan tindakan kateterisasi (PCI) yang bersifat
invasive, dan terapi dengan obat yakni obat agen fibrinolitik (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), 2015).
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STEMI

1. Riwayat kesehatan

2. Riwayat masuk seperti berapa jam sesak sebelum masuk RS; dengan onset 12 jam

3. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti: nyeri dada sesak, dan edema

4. Riwayat kesehatan keluarga: adakah anggota keluarganya yang mengalami penyakit


yang sama seperti kondisi pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
hipertensi, diabetes, penyakit jantung

5. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti: riwayat
asma, diabetes, stroke, gastritis, alergi

6. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum, kesadaran, Head to toe

7. Pemeriksaan penunjang:

8. Pemeriksaan Laboratorium: hematologi: Terjadi peningkatan leukosit dan cardiac


enzyms: Terjadi peningkatan enzim

9. Elektrokardiografi: mengukur detak jantung dan pergerakan dinding jantung dan


struktur jantung
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung
2. Intoleransi aktivitas
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Outcome Intervensi


1. penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perawatan jantung
(00029) diharapkan: aktivitas-aktivitas:
definisi: ketidakadekuatan 1. Monitor EKG, adakah perubahan segmen ST
volume darah yang dipompa Keefektifan pompa jantung (0400) 2. Monitor TTV rutin
oleh jantung untuk 3. Monitor status napas terkait dengan gejala
memenuhi kebutuhan tujuan gagal jantung
metabolik tubuh No. Indikator Awal Capaian 4. Monitor balance cairan
1 2 3 4 5 5. Sediakan terapi antiaritmia, sesuai dengan
batasan karakteristik: 1. tekanan kebijakan unit
- perubahan frekuensi darah
atau Irama jantung: sistol Monitor hemodinamik invasif
a. perubahan EKG aktivitas aktivitas:
- perubahan preload: 2. Tekanan 1. monitor denyut jantung dan ritme
a. distensi Vena darah 2. monitor tekanan darah (sistol diastol dan
jugularis diastolik rata-rata)
kondisi terkait: 3. monitor untuk dyspnea, kelelahan, takipneu
3. Urine
- perubahan preload dan ortopnea
output
- Perubahan frekuensi 4. jaga sterilitas area
jantung 4. keseimban 5. berikan farmakologi untuk memelihara
gan intake parameter hemodinamik dalam rentang
dan output spesifik
dalam 24
jam
5. Distensi
Vena leher
Keterangan*: Keterangan**:
1: deviasi berat dari kisaran 1: berat
normal
2: Cukup berat
2: deviasi cukup berat dari kisaran
normal 3: sedang

3: deviasi sedang dari kisaran 4: ringan


normal 5: tidak ada
4: deviasi ringan dari kisaran
normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran
normal
2. intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan: manajemen energi:
definisi: ketidak cukupan
energi psikologis atau tingkat kelelahan aktivitas-aktivitas
fisiologis untuk
mempertahankan atau tujuan 1. kaji status fisiologis pasien yang
menyelesaikan Aktivitas No. Indikator Awal Capaian menyebabkan kelelahan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari yang 1 2 3 4 5 konteks usia dan perkembangan
harus atau yang ingin 2. anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
1.
dilakukan secara verbal mengenai keterbatasan yang
kelelahan*
dialami
3. monitor intake nutrisi untuk mengetahui
batasan karakteristik dari 2 sumber energi yang adekuat
- peruberuban EKG
- keletihan
- kelemahan umum 2. 4. bantu pasien untuk memahami prinsip
kegiatan konservasi energi (misalnua kebutuhan
Faktor yang berhubungan: sehari hari unyuk membatasi aktivitas dan tirah baring)
ketidakseimbangan antara (adl)** 5. batasi stimuli lingkungan (yang
suplai dan kebutuhan mengganggu) (misalnya, cahaya dan bising)
oksigen, imobilitas 3. untuk memfasilitasi relaksasi
kualitas 6. tingkatkan tirah baring atau pembatasan
istirahat** kegiatan (misal meningkatkan jimlah waktu
kondisi terkait: masalah istirahat pasien) dengan cakupannya yaitu
sirkulasi pada waktu istirahat yang dipilih
4.
saturasi 7. hindari kegiatan perawatan selama jadwal
oksigen** istirahat pasien
8. monitor respon oksigen pasien (tekanan
nadi, tekanan darah, respirasi) saat
Keterangan*: Keterangan**: perawatan

1: berat 1: sangat terganggu

2: cukup berat 2: banyak terganggu

3: sedang 3: cukup terganggu

4: ringan 4: sedikit terganggu

5: tidak ada 5: tidak terganggu

Sumber: (Butcher et al., 2018; Heather & Kamitsuru, 2018; Moorhead et al., 2018)
II. DAFTAR PUSTAKA

Anand, S. S., Islam, S., Rosengren, A., Franzosi, M. G., Steyn, K., Yusufali, A. H.,
Keltai, M., Diaz, R., Rangarajan, S., & Yusuf, S. (2008). Risk factors for
myocardial infarction in women and men: Insights from the INTERHEART
study. European Heart Journal, 29(7), 932–940.
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehn018

Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dotcherman, J. M., & Wagner, C. M. (2018).


Nursing Interventions Classification (NIC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.).
Mocomedia.

Fakultas Kedokteran UNHAS. (2017). Pemasangan dan Interpretasi


Elektrokatrdiografi. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2017/09/PEMERIKSAAN-FISIS-JANTUNG.pdf

Gayatri, N. I., Firmansyah, S., S, S. H., & Rudiktyo, E. (2016). Prediktor Mortalitas
Dalam Rumah Sakit Pasien Infark Miokard ST Elevasi (STEMI) Akut di RSUD
dr. Dradjat Prawiranegara Serang, Indonesia. Cdk, 43(3), 171–174.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/viewFile/28/25

Grossman., O. J. M. M. G. S. A. (2021). Acute Myocardial Infarction. Pubmed.

Heather, H. T., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi (B. A. Keliat, H. S. Mediani, & T. Tahlil (eds.); 11th ed.). ECG.

Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Maas, M. L. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2015). Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. https://inaheart.org/wp-
content/uploads/2021/07/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.p
df
Rampengan, S. H. (2014). Buku praktis kardiologi.

Rampengan, S. H. (2015). Kegawatdaruratan Jantung (Vol. 33).

Rizky Amalia. (2021). Laporan Akhir Profesi Ners Asuhan Keperawatan CVCU Tn.
S dengan diagnoa Stemi anterior Ekstensif (Vol. 7).

Safitri, E. (2013). ST Elevasi miokard infark (STEMI) Anteroseptal pada pasien


dengan faktor resiko kebiasaan merokok menahun dan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Medula, 1(4), 8–13.

Thygesen, K., Alpert, J. S., Jaffe, A. S., Chaitman, B. R., Bax, J. J., Morrow, D. A.,
White, H. D., Corbett, S., Chettibi, M., Hayrapetyan, H., Roithinger, F. X.,
Aliyev, F., Sujayeva, V., Claeys, M. J., Smajić, E., Kala, P., Iversen, K. K.,
Hefny, E. El, Marandi, T., … Parkhomenko, A. (2018). Fourth Universal
Definition of Myocardial Infarction (2018). In Circulation (Vol. 138, Issue 20).
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000617

Wahyudi, H., & Gani, A. (2019). Keberhasilan Tatalaksana ST Elevation Myocardial


Infarction ( STEMI ) dengan Streptokinase. Jurnal Kedokteran Nanggroe
Medika, 2(2), 33–38. https://www.jknamed.com/jknamed/article/view/74

Anda mungkin juga menyukai