DI RUANG BOUGENVIL 3
Tugas Mandiri
Disusun Oleh:
Melia Rosmawati
17/409108/KU/19666
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
Bagian dalam tubuh yang berperan dalam eliminasi urine antara lain sistem
urinary yang terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal
merupakan sepasang organ yang berfungsi untuk memfiltrasi darah. Sekitar 20-
25% curah jantung dialirkan setiap harinya ke dalam ginjal. Limbah
metabolisme dalam darah disalurkan ke ginjal kemudian difiltrasi. Darah
masuk ke glomerulus, memfiltrasi air dan substansi (glukosa, asam amino, urea,
kreatinin, dan elektrolit utama). 99% filtrat direabsorpsi (diabsorbsi kembali),
sedangkan 1%-nya diekskresikan sebagai urine. Hasil filtrasi darah yakni urine
kemudian disalurkan oleh ureter ke dalam kandung kemih. Ureter merupakan
struktur tubular dengan panjang rerata 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada
orang dewasa. Gerakan peristaltic mendorong urine masuk ke dalam kandung
kemih. Pada kondisi normal, urine tidak kembali dari kandung kemih ke ureter
(apabila kembali maka disebut refluks).
2. Sosiokultural
4. Kebiasaan pribadi
Hal yang menjadi penting bagi individu untuk berkemih adalah privasi
dan waktu yang adekuat. Juga kebiasaan individu untuk berkemih
dipengaruhi oleh gaya hidup.
Kontraksi dari tonus otot blanded, otot bomen, dan pelvis diperlukan
untuk eliminasi urine. Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul
dapat merusak kontraksi dari kandung kemih, control dari sfingter uretra
eksterna. Lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi
otot pasca menopause, dan kerusakan otot akibat trauma dapat
menyebabkan control eliminasi urin yang buruk. Tonus kandung kemih
hilang dan atau kerusakan pada sfingter utetra dapat disebabkan oleh
drainase urin menggunakan kateter berkelanjutan. Hal tersebut diakibatkan
oleh kandung kemih akan relative kosong, menyebabkan kandung kemih
tidak pernah meregang (daya tampung penuh), ang kemudian dapat terjadi
atrofi otot. Sehingga apabila penggunaan kateter dihentikan, mungkin akan
mengalami kesulitan dalam mengembalikan control eliminasi urin. aktivitas
dapat meningkatkan kemampuan dari eliminasi urin secara optimal.
6. Status volume
Jumlah intake makanan dan cairan pada malam hari umumnya menurn
sehingga jumlah urine pada malam hari lebih sedikit dibandingkan pada
siang hari. Kejadian nocturia merupakan tanda adanya perbahan pada
ginjal. Pada kondisi demam, terjadi diaphoresis (kehilangan cairan yang
tidak terlihat kasat mata) sehingga dapat menurunkan produksi urin.
Peningkatan metabolism akibat demam dapat meningkatkan akumulasi sisa
metabolism tubuh. Sehingga volume berkurang dengan konsistensi urine
yang sangat pekat dapat terjadi
7. Kondisi penyakit
Pada kondisi seorang yang sedangd emam, penurna produksi urine akan
menurun akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Penyakit
lain seperti luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih dapat
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh
pada kandung kemih, dan kesulitan mengontrol urinasi. Hal tersebut dapat
terjadi pada seseorang yang menderita DM dan multiple sclerosis yang
menyebabkan neuropati yang dapat mengubah fungsi kandung kemih.
8. Pembedahan
D. NILAI-NILAI NORMAL
Tanda dari retensi urin akut yaitu tidak adanya distensi kandung kemih
dan pengeluaran urine dalam beberapa jam. Pada orang sadar maka akan
merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitasnya.
Namun apabila pada pasien yang menggunakan anestesi atau analgesic, hanya
merasakan adanya tekanan. Sedangkan tanda dari retensi urine berat, yaitu
kandung kemih dapat menahan 2000-2000 ml urine. Retensi terjadi karena
trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motoric kandung kemih,
efek samping obat, ansietas, dan akibat obstruksi uretra.
F. Hal hal yang perlu dikaji pada klien yang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin
1. Pengkajian fisik
Organ utama yang perlu ditinjau kembali meliputi kulit ginjal, kandung,
kemih, dan urethra.
a. Kulit : masalah eliminasi urin sering dikaitkan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi dengan
mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut.
b. Ginjal : apabila terinfeksi atau radang maka akan timbul nyeri
didaerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan didaerah
pinggul. Peradangan menimbulkan nyeri selama perkusi. Selain itu juga
perlu dilakukan palpasi ginjal untuk mengetahui posisi bentuk dan ukuran
ginjal.
c. Kandung kemih : pada orang dewasa kandung kemih berada dibawah
simfisis ubis dan tidak dapat diraba. Kandung kemih dalam keadaan normal
terba lunak dan bundar saat diberikan tekanan normal, klien akan
merasakan nyeri tekan atau bahkan sakit, juga ingin BAK apabila kandung
kemih penuh dan kemudian diperkusi menimbulkan bunyi perkusi tumpul.
d. Meatus urethra : tujuan untuk mengkaji meatus urethra untuk melihat
adanya peradangan, rabas, dan luka, juga mendeteksi adanya infeksi dan
kelainan lain dalam kondisi normal meatus berwarna merah muda dan
tampak lubang kecil dibawah klitoris dan diatas orivisium vagina pada
wanita. Meatus urethra pria dalam kondisi normal merupakan suatu lubang
kecil diujung penis.
2. Pengkajian urin
a. Asupan dan keluaran
Perawat mengukur asupan cairan rata rata klien setiap hari. Perawat
mengukur semua sumber asupan cairan, oral, infus IV, makanan yang
diberikan melalui selang dan cairan yang dimasukan kedalam NGT.
Perubahan dalam volume urin merupakan indikator perubahan cairan atau
penyakit ginjal yang signifikan, pengukuran urin output menggunakan
salah satunya adalah pispot setiap pasien berkemih. Dalam kateter terdapat
urimeter yang dapat menampung urin sehingga dapat mengukur volume
urin secara teratur. Yang perlu mendapat perhatian adalah apabila urin
output perjam kurang dari 30 mili dan berlangsung selama lebih dari 2 jam
. begitu pula jika volume urin yang banyak keluar secara terus menerus
(poliuria) yakni lebih dari 2000 ml sampai 2500ml perhari
3. Karakteristik urin
a. Warna : warna urin bervariasi dari warna pucat agak kekuningan
sampai kuning kecoklatan tergantung dari kepekatan urin. Umumnya urin
yang dikeluarkan pada pagi hari atau yang menderita kekurangan volume
cairan berwarna lebih pekat. sebaliknya, apabila seseorang meminum lebih
banyak cairan maka urin akan lebih encer. Perdarahan pada ginjal atau
ureter menyebabkan urin menjadi merah gelap, perdarahan pada kandung
kemih atau urethra dapat menyebabkan warna urin menjadi merah terang.
Obat obatan juga dapat mengubah warna urin. Urin yang mengandung
bilirubin akan terdeteksi dengan adanya busa kuning pada saat spesimen
urin dikocok.
b. Kejernihan : urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan.
jika setelah beberapa ditampung akan berubah menjadi keruh. Urin yang
baru saja dikeluarkan oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat
berbusa dan berwarna keruh hal tersebut disebabkan oleh tingginya protein.
pekat dan keruh juga dapat sebagai tanda adanya bakteri
c. Bau : urin memiliki bau yang khas dimana semakin pekat
maka semakin kuat baunya. Urin yang dibiarkan dalam jangka waktu lama
akan menyebabkan bau amonia. Pada pasien yang mengalami DM atau
kelaparan akan menyebabkan bau urin seperti bau buah buahan atau bau
yang manis.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
(Buat minimal 3)
1. Kelebihan volume cairan → keseimbangan cairan → manajemen
hypervolemia
2. Risk imbalance elektrolit → keseimbangan elektrolit → manajemen
elektrolit atau cairan
3. Resiko inkontinensia urin
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dotcherman, J. M., & Wagner, C. M. (2018). Nursing
Interventions Classification (NIC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.
Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Maas, M. L. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik (4th ed.). ECG.