Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

DI RUANG BOUGENVIL 3

RSUP DR. SARDJITO

Tugas Mandiri

Stase Keperawatan Dasar

Disusun Oleh:

Melia Rosmawati

17/409108/KU/19666
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021

I. KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI URIN


A. PENGERTIAN

Kebutuhan manusia menjadi hal yang harus dipenuhi, tujuannya untuk


meningkatkan derajat kesehatan (Program Studi D III Kebidanan UMPO,
2014). Manusia berdasarkan model kebutuhan dasar manusia oleh Abraham
Maslow, memiliki lima tingkat kebutuhan dasar manusia, dengan kebutuhan
yang mendasar adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis menjadi hal
dasar yang harus terpenuhi guna bertahan hidup (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016).

Pemenuhan kebutuhan fisiologis manusia salah satunya dengan memenuhi


kebutuhan eliminasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Eliminasi urine disebut juga pembuangan normal urine merupakan proses
pengosongan kandung kemih saat kandung kemih terisi urine. Eliminasi urine
sering menjadi kebutuhan dasar manusia yang kurang dianggap penting oleh
kebanyakan orang. Apabila eliminasi urin seseorang terganggu, maka semua
sistem organ akan terkena dampaknya. Selain dampak fisik (mempengaruhi
organ lain), gangguan pada eliminasi urin juga dapat menyebabkan penderitaan
psikologis (Potter & Perry, 2005; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016). Manusia merupakan makhluk utuh yang terdiri atas paduan dari unsur
biopsikososiospiritual, sehingga dalam merawat pasien, perawat harus
memberikan asuhan secara holistik (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).

B. FISIOLOGI ELIMINASI URINE

Bagian dalam tubuh yang berperan dalam eliminasi urine antara lain sistem
urinary yang terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal
merupakan sepasang organ yang berfungsi untuk memfiltrasi darah. Sekitar 20-
25% curah jantung dialirkan setiap harinya ke dalam ginjal. Limbah
metabolisme dalam darah disalurkan ke ginjal kemudian difiltrasi. Darah
masuk ke glomerulus, memfiltrasi air dan substansi (glukosa, asam amino, urea,
kreatinin, dan elektrolit utama). 99% filtrat direabsorpsi (diabsorbsi kembali),
sedangkan 1%-nya diekskresikan sebagai urine. Hasil filtrasi darah yakni urine
kemudian disalurkan oleh ureter ke dalam kandung kemih. Ureter merupakan
struktur tubular dengan panjang rerata 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada
orang dewasa. Gerakan peristaltic mendorong urine masuk ke dalam kandung
kemih. Pada kondisi normal, urine tidak kembali dari kandung kemih ke ureter
(apabila kembali maka disebut refluks).

Kandung kemih merupakan organ ekskresi yang berfungsi sebagai wadah


penampungan urin. Kandung kemih dapat menampung hingga 600 ml.
Sejumlah urine yang masuk ke dalam kandung kemih akan menyebabkan
bentuk kandung kemih mengembang. Ketika kandung kemih penuh, terjadi
peregangan serat otot dinding kandung kemih. Stimulus tersebut kemudian
dikirim ke medulla spinalis pars sakralis. Impuls saraf parasimpatis dari pusat
miksi menstimulasi otot detrusor untuk berkontrasi teeratur, dan sfingter uretra
interna berelaksasi, sehingga urin dikeluarkan melalui urethra. Saat otot
detrusor berkontraksi, stimulus akan menuju ke medulla spinalis hingga ke pons
dan korteks cerebral untuk memunculkan keinginan berkemih. Saat berkemih,
sfingter urinarius eksterna berelaksasi, reflek mikturisi menstimulasi otot
detrusor berkontraksi, sehingga terjadi pengosongan kandung kemih (Potter &
Perry, 2005; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URIN


1. Pertumbuhan dan perkembangan

Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah urine yang


dikeluarkan. Pada bayi dan anak-anak, jumlah pengeluaran urine berkisar
antara 400-500ml setiap harinya, sedangkan pada orang dewasa berkisar
antara 1500-1600 ml. anak tidak dapat mengontrol pengeluaran urine secara
sadar hingga berusia 18-24 bulan, juga bayi dan anak kecil belum dapat
memekatkan urine secara efektif sehingga berwarna kuning jernih atau
bening. Sebaliknya pada dewasa, dapat mengontrol pengeluaran urine
secara sadar, juga dapat memekatkan warna urine, dengan warna normal
berwarna kekuningan.

Semakin tua usia seseorang, resiko gangguan berkemih semakin tinggi,


dimana kemampuan memekatkan urine menurn, kecepatan filtrasi darah
juga menurn. Sehingga pada lansia sering mengalami nocturia
(mengeluarkan urine berlebih pada malam hari berlebih). Selain itu
kemampuan kandung kemih dalam menampung urin menurun, sehingga
keinginan untuk berkemih semakin sering. Kemampuan kontraksi kandung
kemih juga menurun, sehingga dapat menyisakan residu atau sisa urin
dalam kandung kemih. Pada lansia pria juga beresiko emngalami hipertrofi
prostat benigna, sehingga rentan alami retensi urin dan inkontinensia yang
dapat meningkatkan infeksi saluran kemih (ISK).

2. Sosiokultural

Perbedaan adat dalam privasi berkemih yang berbeda. Sehingga sangat


penting bagi perawat untuk memperhatikan privasi yang diinginkan pasien
dalam hal berkemih.
3. Psikologis

Cemas dan stress emosional dapat meningkatkan frekuensi dan


keinginan untuk BAK, tidak mampu menyelesaikan BAK hingga tuntas.
Hal tersebut dapat dikatakan sebagai upaya kompensasi dalam cemas dan
strss emosional.

4. Kebiasaan pribadi

Hal yang menjadi penting bagi individu untuk berkemih adalah privasi
dan waktu yang adekuat. Juga kebiasaan individu untuk berkemih
dipengaruhi oleh gaya hidup.

5. Aktivitas dan tonus otot

Kontraksi dari tonus otot blanded, otot bomen, dan pelvis diperlukan
untuk eliminasi urine. Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul
dapat merusak kontraksi dari kandung kemih, control dari sfingter uretra
eksterna. Lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi
otot pasca menopause, dan kerusakan otot akibat trauma dapat
menyebabkan control eliminasi urin yang buruk. Tonus kandung kemih
hilang dan atau kerusakan pada sfingter utetra dapat disebabkan oleh
drainase urin menggunakan kateter berkelanjutan. Hal tersebut diakibatkan
oleh kandung kemih akan relative kosong, menyebabkan kandung kemih
tidak pernah meregang (daya tampung penuh), ang kemudian dapat terjadi
atrofi otot. Sehingga apabila penggunaan kateter dihentikan, mungkin akan
mengalami kesulitan dalam mengembalikan control eliminasi urin. aktivitas
dapat meningkatkan kemampuan dari eliminasi urin secara optimal.

6. Status volume

Jumlah eliminasi urin tergantung dari asupan makanan dan cairan.


Kebiasaan minum tertentu seperti the, kopi, dan coklat yang memiliki
kandungan kafein yang bersifat diuresis, serta alcohol dapat menghambat
anti diuretic hormone (ADH) sehingga dapat meningkatkan pembuangan
urine.

Jumlah intake makanan dan cairan pada malam hari umumnya menurn
sehingga jumlah urine pada malam hari lebih sedikit dibandingkan pada
siang hari. Kejadian nocturia merupakan tanda adanya perbahan pada
ginjal. Pada kondisi demam, terjadi diaphoresis (kehilangan cairan yang
tidak terlihat kasat mata) sehingga dapat menurunkan produksi urin.
Peningkatan metabolism akibat demam dapat meningkatkan akumulasi sisa
metabolism tubuh. Sehingga volume berkurang dengan konsistensi urine
yang sangat pekat dapat terjadi

7. Kondisi penyakit

Pada kondisi seorang yang sedangd emam, penurna produksi urine akan
menurun akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Penyakit
lain seperti luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih dapat
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh
pada kandung kemih, dan kesulitan mengontrol urinasi. Hal tersebut dapat
terjadi pada seseorang yang menderita DM dan multiple sclerosis yang
menyebabkan neuropati yang dapat mengubah fungsi kandung kemih.

8. Pembedahan

Prosedur pembedahan yang terjadi menyebabkan sindrom adaptasi


umum, dimana kelenjar hipofisis anterior melepas ADH, sehingga terjad
reabsorpsi air yang ekmdian mengurangi eliminasi urine. Sebelum
pembedahan, pasien diwajibkan untuk berpuasa dapat mengakibatkan
semakin berkurangnya eliminasi urin. Serta anestesi yang dapat
memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi eliminasi urin.
9. Obat-obatan

Obat diuretic dapat mencegah terjadinya penyerapan Kembali air dan


elektrolit untuk meningkatkan pengeluaran urine. Terjadinya retensi urin
dapat disebabkan ole penggunaan obat antikolinergik (atropine),
antihistamin, antihipertensi, dan obat penyekat beta-adrenergik. Beberapa
obat juga dapat mengubah warna urine.

10. Pemeriksaan diagnostic


Pemeriksaan sistem berkemih dapat mempengaruhi berkemih. Misal
prosedur tindakan pyelogram intravena atau urogram, tidak
memperolehkan pasien mengkonsumsi air per oral sebelum
menjalankan tes pemeriksaan. Pemeriksaan diagnostic (sitoskopi) dapat
menyebabkan edema local pada uretra dan spasme pada sfingter
kandung kemih sehingga dapat menyebabkan retensi urin dan
menyebabkan urine berwarna merah atau merah muda (Potter & Perry,
2005; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

D. NILAI-NILAI NORMAL

No. pengukuran nilai normal indikasi

keseimbangan asam basa. Urine


yang dibiarkan beberapa jam
1. pH 4,6-8,0 berubah menjadi basa, pH asam
dapat mencegah pertumbuhan
bakteri
normalnya tidak ada di dalam urine.
Ditemukan pada penyakit ginjal
2. protein ≤ 10mg/100ml
(disebabkan ole kerusakan
glomerulus atau tubulus)
glukosa dlama urin ditemukan pada
pasien penderita diabetes karena
ketidakmampuan tubulus untuk
mereabsorpsi konsentrasi glukosa
yang tinggi (di atas 180 mg/100ml).
3. glukosa tidak ada
konsumsi glukosa yang
berkonsentrasi ttinggi dapat
menyebabkan munculnya glukosa
di dalma urine pada individu yang
sehat
pasien DM sulit dikontrol akan
alami pemecahan asam lemak,
produk akhir metabolism lemak
4. keton tidak ada ialah keton. Pasien yang alami
dehidrasi, kelaparan, atau
mengonsumsi aspirin berlebihan
mengalami ketonuria
rusaknya glomerulus atau tubulus
dapat menyebabkan adanya darah
dalam urine. Selain itu munculnya
darah bisa disebabkan oleh adanya
5. darah ≤ 2 sel darah merrah trauma, penyakit, atau pembedahan
pada saluran kemih bagian bawah.
Pada Wanita, bisa mengindikasikan
terjadinya kontaminasi dengan
cairan menstruasi
berat jenis fungsinya mengukur
6. berat jenis 1,010-1,030
konsentrasi partikel di dalam urine.
Berat jenis yang tinggi
mencerminkan urine yang pekat
dan berat jenis urin yang rendah
maka urine tersebut encer. Berat
jenis meningkat seiring dengan
dehidrasi, penurunan aliran darah
ke ginjal, dan meningkatnya sekresi
ADH, sebaliknya menurun apabila
hidrasi berlebihan, penyakit ginjal
dini, dan sekresi ADH yang tidak
adekuat
pemeriksaan
7.
mikroskopilk
jumlah leukosit yang banyak
sel darah 0-8 per lapangan
mengindikasikan adanya infeksi
putih berkekuatan tinggi
pada saluan kemih
dalam kondisi normal
bakteri indikasi adanya ISK
tidak ada
silinder adlaah badan silinder yang
mengambil bentuk seperti objek di
dalam tubulus ginjal. Ada beberapa
tipe, yaitu hialin sel darah putih,
dalam kondisi normal
silinder sel-sel granular, dan sel-sel epitel.
tidak ada
Keberadaannya di dalam urine
merupakan temuan abnormal dan
mengindikasikan telah adanya
perubahan pada ginjal
E. PERUBAHAN DALAM ELIMINASI URINE

Kerusakan fungsi kandung kemih, obstruksi pada aliran urine,


ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunteer (baik alami perubahan
tersebut sementara ataupun permanen) dapat menyebabkan gangguan dalam aktivitas
berkemih.

1. Retensi urin : terjadinya akumulasi atau penumpukkan urin di dalam


kandung kemih. Hal tersebut terjadi karena tidakmampunya kandung kemih
untuk mengosongkan diri dari urine. Normalnya saat urine mengisi kandung
kemih, kandung kemih akan meregang pada level tertentu, kemudian refleks
berkemih terjadi sehingga kandung kemih menjadi kosong. Sebaliknya pada
retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih
sehingga tidak mampu mengosongkan diri. Jika retensi urine berlanjut,
menyebabkan overflow retensi. Tekanan dalam kandung kemih yang
meningkat sampa di titik di mana sfingter uretra tidak mampu lagi
mempertahankan urine, sehingga sementara terbuka hingga 25-60 ml urine
keluar. Kemudian kandung kemih cukup menurun sehingga sfingter kembali
menutup.

Tanda dari retensi urin akut yaitu tidak adanya distensi kandung kemih
dan pengeluaran urine dalam beberapa jam. Pada orang sadar maka akan
merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitasnya.
Namun apabila pada pasien yang menggunakan anestesi atau analgesic, hanya
merasakan adanya tekanan. Sedangkan tanda dari retensi urine berat, yaitu
kandung kemih dapat menahan 2000-2000 ml urine. Retensi terjadi karena
trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motoric kandung kemih,
efek samping obat, ansietas, dan akibat obstruksi uretra.

2. Infeksi saluran kemih : ISK adalah infeksi yang didapat (infeksi


nosokomial) dari rumah sakit. Bakteri dalam urin (bacteriuria) dapat memicu
penyebaran organisme dalam aliran darah ginjal. Wanita lebih rentan terhadap
infeksi karena kedekatan jarak anus dengan meatus urethra dan karena
urethranya pendek. Lansia atau pasien dewasa yang menderita penyakit yang
bersifat progresif dan menyebabkan penurunan imunitas juga beresiko tinggi
terhadap ISK. Sedangkan pada pria, sekresi prostat yang mengandung anti-
bakteri dan panjangnya urethra dapat mengurangi kerentanan terhadap ISK.
Pada orang yang memiliki kandung kemih normal, organisme dibuang saat
BAK, namun distensi kandung kemih mengurangi aliran darah kelapisan
mukosa dan sukmukosa sehingga jaringan menjadi lebih rentan terhadap
bakteri. urin yang tersisa dalam kandung kemih menjadi lebih basa sehingga
menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. penyebab paling sering
infeksi adalah dimasukannya kateter yang mana akan memberikan 1% untuk
mengalami ISK pada orang dewasa dan 20% pada lansia kebersihan perineum
merupakan penyebab umum ISK pada wanita. klien yang mengalami ISK
bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama BAK (disuria) ketika
urin mengalir melalui jaringan yang meradang, demam, menggigil, mual dan
muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk saat kandung kemih
teriritasi menyebabkan timbulnya keinginan BAK yang mendesak dan sering,
sehingga terkadang menyebabkan hematuria. urin juga tampak pekat dan keruh
(karena adanya sel darah putih atau bakteri). ketika sudah mencapai saluran
perkemihan atas (pielonefritis-ginjal) menyebabkan nyeri panggul, demam dan
menggigil.
3. inkontinensia urin : Inkontinensia urin adalah hilangnya kontrol
dalam berkemih, baik dapat bersifat sementara atau permanen, dimana pasien
tidak bisa mengontrol spinchter urethra externa. Inkontinensia berlangsung
terus menerus dan sedikit sedikit. 5 tipe inkontinensia yakni fungsional refleks
atau overflow, stres, urge, total. Lansia mungkin mengalami masalah khusus
dengan inkontinensia karena keterebatasan fisik dan lingkungan. Lansia dengan
mobilitas terbatas memiliki peluang lebih besar untuk mengalami inkontinensia
akibat tidak memiliki waktu untuk mencapai toilet. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, karena sifat urin
yang asam dapat mengiritasi kulit, hingga dapat beresiko mengalami luka
dekubitus
4. diversi urinarius : merupakan stoma urinarius untuk mengalirkan
urin dari ginjal secara langsung kepermukaan abdomen. Diversi urinarius dapat
bersifat sementara atau menetap. Diversi urinarius dapat membuat individu
citra tubuhnya terancam pasien harus menggunakan peralatan bantuan untuk
pengumpulan urin dan harus mempelajari cara penggunaanya.

F. Hal hal yang perlu dikaji pada klien yang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin
1. Pengkajian fisik
Organ utama yang perlu ditinjau kembali meliputi kulit ginjal, kandung,
kemih, dan urethra.
a. Kulit : masalah eliminasi urin sering dikaitkan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi dengan
mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut.
b. Ginjal : apabila terinfeksi atau radang maka akan timbul nyeri
didaerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan didaerah
pinggul. Peradangan menimbulkan nyeri selama perkusi. Selain itu juga
perlu dilakukan palpasi ginjal untuk mengetahui posisi bentuk dan ukuran
ginjal.
c. Kandung kemih : pada orang dewasa kandung kemih berada dibawah
simfisis ubis dan tidak dapat diraba. Kandung kemih dalam keadaan normal
terba lunak dan bundar saat diberikan tekanan normal, klien akan
merasakan nyeri tekan atau bahkan sakit, juga ingin BAK apabila kandung
kemih penuh dan kemudian diperkusi menimbulkan bunyi perkusi tumpul.
d. Meatus urethra : tujuan untuk mengkaji meatus urethra untuk melihat
adanya peradangan, rabas, dan luka, juga mendeteksi adanya infeksi dan
kelainan lain dalam kondisi normal meatus berwarna merah muda dan
tampak lubang kecil dibawah klitoris dan diatas orivisium vagina pada
wanita. Meatus urethra pria dalam kondisi normal merupakan suatu lubang
kecil diujung penis.
2. Pengkajian urin
a. Asupan dan keluaran
Perawat mengukur asupan cairan rata rata klien setiap hari. Perawat
mengukur semua sumber asupan cairan, oral, infus IV, makanan yang
diberikan melalui selang dan cairan yang dimasukan kedalam NGT.
Perubahan dalam volume urin merupakan indikator perubahan cairan atau
penyakit ginjal yang signifikan, pengukuran urin output menggunakan
salah satunya adalah pispot setiap pasien berkemih. Dalam kateter terdapat
urimeter yang dapat menampung urin sehingga dapat mengukur volume
urin secara teratur. Yang perlu mendapat perhatian adalah apabila urin
output perjam kurang dari 30 mili dan berlangsung selama lebih dari 2 jam
. begitu pula jika volume urin yang banyak keluar secara terus menerus
(poliuria) yakni lebih dari 2000 ml sampai 2500ml perhari
3. Karakteristik urin
a. Warna : warna urin bervariasi dari warna pucat agak kekuningan
sampai kuning kecoklatan tergantung dari kepekatan urin. Umumnya urin
yang dikeluarkan pada pagi hari atau yang menderita kekurangan volume
cairan berwarna lebih pekat. sebaliknya, apabila seseorang meminum lebih
banyak cairan maka urin akan lebih encer. Perdarahan pada ginjal atau
ureter menyebabkan urin menjadi merah gelap, perdarahan pada kandung
kemih atau urethra dapat menyebabkan warna urin menjadi merah terang.
Obat obatan juga dapat mengubah warna urin. Urin yang mengandung
bilirubin akan terdeteksi dengan adanya busa kuning pada saat spesimen
urin dikocok.
b. Kejernihan : urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan.
jika setelah beberapa ditampung akan berubah menjadi keruh. Urin yang
baru saja dikeluarkan oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat
berbusa dan berwarna keruh hal tersebut disebabkan oleh tingginya protein.
pekat dan keruh juga dapat sebagai tanda adanya bakteri
c. Bau : urin memiliki bau yang khas dimana semakin pekat
maka semakin kuat baunya. Urin yang dibiarkan dalam jangka waktu lama
akan menyebabkan bau amonia. Pada pasien yang mengalami DM atau
kelaparan akan menyebabkan bau urin seperti bau buah buahan atau bau
yang manis.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
(Buat minimal 3)
1. Kelebihan volume cairan → keseimbangan cairan → manajemen
hypervolemia
2. Risk imbalance elektrolit → keseimbangan elektrolit → manajemen
elektrolit atau cairan
3. Resiko inkontinensia urin
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Outcome Intervensi


1. hambatan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan manajemen eliminasi berkemih
(00016) selama 3x24 jam, diharapkan: (0590)
Definisi: definisi: pemeliharaan pola
disfungsi eliminasi urine
eliminasi urin (0503) eliminasi urine yang optimal
Batasan karakteristik: definisi: pengumpulan dan pembuangan aktivitas-aktivitas:
- Retensi urine urine. 1) Monitor eliminasi urin
- Dorongan berkemih tujuan (frekuensi, konsistensi,
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
- Inkontinensia urine 1. pola
volume, warna)
- Dysuria eliminasi* 2) Pantau tanda dan gejala
- Nocturia 2. jumlah urine* retensi urin
- Sering berkemih 3. warna urine* 3) Identifikasi faktor yang
4. kejernihan
- Anyang-anyangan urine* berkontribusi terhadap
faktor yang berhubungan: 5. intake cairan* terjadinya episode
penyebab multiple 6. mengosongkan inkontinensia
kandung
kemih
4) Ajarkan pasien mengenai
sepenuhnya* tanda dan gejala infeksi
7. darah terlihat saluran kemih
dalam urine**
8. retensi urine**
5) Catat waktu eliminasi
9. inkontinensia urine terakhir
urine** 6) Anjurkan pasien/keluarga
Keterangan*: Keterangan**: untuk mencatat urine
1: sangat terganggu 1: berat
2: banyak terganggu 2: cukup berat output, yang sesuai
3: cukup terganggu 3: sedang 7) Ajarkan pasien untuk
4: sedikit terganggu 4: ringan minum 8 gelas per hari
5: tidak terganggu 5: tidak ada
pada saat makan, diantara
jam makan dan di sore hari
8) Batasi cairan, sesuai
kebutuhan
Anjurkan pasien untuk emmantau
tanda dan gejala ISK
2. kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan manajemen hypervolemia
(00026) selama 3x24 jam, diharapkan: (4170)

Definisi: keseimbangan cairan (0601) definisi: pengurangan volume


peningkatan asupan definisi: keseimbangan asupan dan cairan ekstraselular dan/atau
dan/atau retensi cairan luaran cairan dalam tubuh. intraselular dan pencegahan
komplikasi pada pasien yang
Batasan karakteristik: tujuan mengalami kelebihan cairan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
aktivitas-aktivitas:
- Gangguan tekanan 1. tekanan 1) Monitor status hemodinamik,
darah*
darah 2. denyut nadi
meliputi denyut nadi, tekanan
- Gangguan pola napas radial* darah, MAP, CVP, PAP,
- Edema 3. keseimbangan PCWP, dan CI, jika tersedia
intake dan
output dalam
2) Monitor pola napas untuk
kondisi terkait: 24 jam* mengetahui adanya gejala
gangguan mekanisme 4. turgor kulit* edema pulmonar (sesak nafas,
regulasi 5. urin output* cemas, ortopnea, dyspnea,
6. edema
perifer** takipnea, batuk, produksi
Keterangan*: Keterangan**: sputum kental, dan nafas
1: sangat terganggu1: berat pendek)
2: banyak terganggu2: cukup berat
3: cukup terganggu 3: sedang 3) Monitor edema perifer
4: sedikit terganggu
4: ringan 4) Monitor data laboratorium
5: tidak terganggu 5: tidak ada yang mendasari terjadinya
hypervolemia (BUN,
kreatinin, GFR (gagal ginjal),
dan b-type natriuretic peptide
(gagal jantung)) jika tersedia
5) Monitor intake dan output
6) Berikan infus IV (cairan,
produk darah) secara perlahan
untuk mencegah peningkatan
preload yang cepat
7) Hindari penggunaan cairan IV
hipotonik
8) Instruksikan pasien dan
keluarga penggunaan catatan
asupan dan output, sesuai
kebutuhan
3. risiko infeksi (00004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi (6540)
selama 3x24 jam, diharapkan: definisi: meminimalkan
definisi: penerimaan dan transmisi agen
rentan mengalami invasi keparahan infeksi (0703) infeksi.
dan multiplikasi organisme definisi: keparahan tanda gejala infeksi aktivitas-aktivitas:
patogenik yang dapat tujuan 1) Anjurkan pengunjung utuk
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
mengganggu kesehatan 1. kemerahan
mencuci tangan pada saat
2. cairan luka memasuki dan meninggalkan
faktor risiko: yang ruangan pasien
- Stasis cairan tubuh berbau 2) Cuci tangan sebelum dan
busuk
3. pyuria/ sesudah kegiatan perawatan
kondisi terkait: nanah pasien
- Penyakit kronis dalam urin
4. demam
- Imunosupresi 5. kestabilan 3) Ganti iv perifer dan tempat
suhu
- Prosedur invasif 6. nyeri
saluran penghubung serta
7. malaise balutannya
Keterangan: 3: sedang 4) Pastikan penggunaan aseptic
1: berat 4: ringan dari semua saluran IV
2: cukup berat 5: tidak ada
5) Gunakan kateterisasi
intermiten untuk mengurangi
kejadian infeksi kandung
kemih
6) Tingkatkan asupan nutrisi
yang tepat
7) Dorong asupan cairan yang
sesuai
8) Dorong untuk beristirahat
9) Berikan terapi antibiotic yang
sesuai
10) Anjurkan pasien meminum
antibiotic seperti yang
diresepkan
11) Ajarkan pasien dan keluarga
tentang tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan
12) Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi
Sumber: (Moorhead et al., 2018), (Heather & Kamitsuru, 2018), (Butcher et al., 2018).

IV. DAFTAR PUSTAKA

Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dotcherman, J. M., & Wagner, C. M. (2018). Nursing
Interventions Classification (NIC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.

Heather, H. T., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi (B. A. Keliat, H. S. Mediani, & T. Tahlil (eds.); 11th ed.). ECG.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Kebutuhan-dasar-manusia-komprehensif.pdf

Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Maas, M. L. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (I. Nurjannah (ed.); 7th ed.). Mocomedia.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik (4th ed.). ECG.

Program Studi D III Kebidanan UMPO. (2014). Kebutuha Dasar Manusia.


http://fik.umpo.ac.id/content/uploads/2020/10/KDM.pdf

Anda mungkin juga menyukai