Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI RUANG BOUGENVILE 3
RSUP DR. SARDJITO

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Dasar

Disusun Oleh:
Melia Rosmawati
21/488132/KU/23471

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
I. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI
A. PENGERTIAN

Untuk mempertahankan kehidupan, maka memerlukan oksigen (Potter &


Perry, 2005). Oksigen merupakan salah satu kebutuhan fisiologis, yang mana
dalam teori Maslow, kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan yang paling
dasar, menjadi prioritas tertinggi dalam kebutuhan maslow, yang mutlak harus
terpenuhi guna bertahan hidup (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016a). Menjadi hal yang utama karena oksigen tidak dapat disimpan dalam
tubuh, sehingga apabila seseorang mengalami kekurangan oksigen dalam
waktu singkat, dapat menimbulkan kematian otak dan berakibat fatal
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016b).

Semua proses tubuh secara fungsional memerlukan peran penting oksigen.


Apabila tidak ada oksigen, fungsi tubuh akan mengalami kemunduran atau
bahkan dapat menimbulkan kematian. Maka kebutuhan oksigen merupakan
hal yang sangat vital bagi tubuh (Kusnanto et al., 2019).

Menurut Kacmarek, Stoller & Heuer, (2013) dalam Williams et al., (2013),

“Oksigen menopang kehidupan dan mendukung pembakaran.


Meskipun ada banyak manfaat oksigen dengan menghirup, bukan tanpa
bahaya dan efek toksik. Oleh karena itu, penting bagi orang yang bertanggung
jawab untuk pemberian oksigen untuk mengetahui indikasi penggunaan,
potensi bahaya, dan peralatannya”

Oksigenasi adalah proses pertukaran antara oksigen dan


karbondioksida, dimana O2 didapatkan dan CO2 dikeluarkan dari tubuh
(Kusnanto et al., 2019). Kebutuhan oksigen tubuh disuplai oleh fungsi sistem
jantung dan pernapasan (Potter & Perry, 2005). Bila terjadi gngguan pada
salah satu organ sistem respirasi, maka akan terjadi gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen (Kusnanto et al., 2019).

B. NILAI-NILAI NORMAL

parameter nilai normal


arteri
PH 7,35-7,45
PCO2 (KPa) 4,7-6,0
PCO2 (mmHg) 35-45
Bikarbonat (mmol/L) 22-28
PO2 (kPa) 10,6-13,3
PO2 (mmHg) 80-100
SaO2 (%) >95
BE -2 s/d +2
vena
PH 7,31-7,41
PCO2 (KPa) 5,5-6,8
PCO2 (mmHg) 41-51
Bikarbonat (mmol/L) 23-29
PO2 (kPa) 4,0-5,3
PO2 (mmHg) 30-40
SaO2 (%) 75
BE -3 s/d +3
Tidal Volume (TV) 500 cc
Volume Cadangan Inspirasi (VCI) 3000 ml
Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) 1100 ml
Volume Residu 1200 ml
Kapasitas Inspirasi (KI) 3500 ml
Kapasitas Residu Fungsional (KRF) 2300 ml
Kapasitas Vital 4600 ml
Kapasitas Total Paru 5800 ml
tipe atau pola pernapasan eupnea
frekuensi napas per menit 16-20 x / menit
suara paru-paru: auskultasi vesikuler
suara paru-paru: perkusi sonor
Sumber: Potter & Perry, (2005)
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OKSIGENASI
Menurut Potter & Perry, (2005), faktor yang mempengaruhi oksigenasi
yakni:
1. Faktor fisiologis : berbagai kondisi yang mempengaruhi fungsi
kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh
dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Proses fisiologis yang
mempengaruhi seperti racun inhalasi, penurunan kapasitas pembawa
oksigen, hypovolemia, penurunan konsentrasi oksigen, obstruksi jalan
napas, tempat yang sangat tinggi, demam, anemia, penurunan gerakan
dinding dada misal akibat kerusakan musculoskeletal.
2. Faktor perkembangan : tahap perkembangan manusia dan proses
penuaan memiiki pengaruh dalam suplai oksigen ke dalam tubuh. Dimulai
pada bayi, apabila mengalami kelahiran premature, beresiko mengalami
penyakit membrane hialin karena defisiensi surfaktan. Surfaktan
merupakan cairan yang membantu pengembangan paru-paru pertama kali.
Sedangkan pada bayi, toddler, anak sekolah, dewasa, banyak faktor resiko
seperti infeksi pada saluran nafas, gaya hidup. Dan pada lansia dimana
sistem kardiopulmonar mulai pengalami perubahan sepanjang proses
penuaan.
3. Faktor perilaku : faktor perilaku yang dapat mempengaruhi
seperti nutrisi, latihan fisik, merokok
4. Faktor lingkungan : lingkungan dapat mempengaruhi oksigenasi,
seperti penyakit paru lebih sering terjadi di daerah berkabut dan di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain lingkungan
tempat tinggal, lingkungan pekerjaan juga dapat mempengaruhi. Selain
itu, terjadinya ansietas dan apabila berat, akan meningkatkan laju
metabolism yubuh dan kebutuhan akan oksigen. Hasilnya terjadi
peningkatan ftekuensi dan kedalaman pernapasan.
5. Perubahan fungsi jantung : perubahan fungsi jantung dapat terjadi karena
beberapa penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan perubahan atau
mempengaruhi irama jantung, aliran darah dalam jantung, aliran darah
miokard, sirkulasi perifer, dan kekuatan kontraksi. Gangguan dalam
konduksi jantung, perubahan curah jantung, kerusakan katup jantung, dan
iskemia miokard juga mempengaruhi fungsi jantung.
6. Perubahan fungsi pernapasan : penyakit dan beberapa kondisi dapat
mempengaruhi ventilasi atau transport oksigen. Hal yang dapat
mempengaruhi pertama adalah hiperventilasi. ,Hiperventilasi merupakan
suatu kondisi ventilasi berlebih yang dibutuhkan untuk mengeliminasi
karbon dioksida normal di Vena yang diproduksi melalui metabolisme
seluler hiperventilasi disebabkan oleh anxietas, infeksi, obat-obatan
ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan
embolus paru atau syok.  tujuan ventilasi adalah menghasilkan tegangan
karbondioksida di Arteri yang normal (paco2) dan mempertahankan
tegangan oksigen di Arteri yang normal (pao2) hiperventilasi dan
hipoventilasi berkaitan dengan ventilasi alveolar.  Apabila terjadi
ekshalasi karbondioksida diakibatkan oleh anxietas) yang berlebihan akan
menyebabkan hiperventilasi dan kehilangan kesadaran.  setiap kenaikan
suhu sebesar 1 derajat akan meningkatkan kecepatan metabolisme
sehingga menyebabkan peningkatan produksi karbondioksida. Respon
yang ditunjukkan berupa peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernafasan.  seperti keracunan aspirin (menyebabkan kelebihan stimulasi
pada pusat pernafasan yang diakibatkan oleh tubuh berusaha
mengkompensasi kelebihan karbondioksida).  Amfetamin juga dapat
meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan produksi karbondioksida
titik hiperventilasi juga dapat terjadi ketika tubuh berusaha
mengkompensasi asidosis metabolik dengan memproduksi alkalosis
respiratorik dan.  tanda gejala dari hiperventilasi yakni takikardi, nafas
pendek, pusing nyeri kepala ringan, nyeri dada, parestesia, Tinnitus,
disorientasi, Baal (pada ekstremitas, sirkumoral), penglihatan kabur
si, spasme karpopedal. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak
adekuat dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi
karbondioksida secara acak buat. apabila ventilasi alveolar menurun paco2
akan meningkat. kondisi atau letak Sis yang merupakan kolaps alveoli
sehingga mencegah pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam
pernafasan akan menghasilkan hipoventilasi.  pemberian oksigen yang
berlebihan pada pasien yang menderita Penyakit obstruksi Paru dapat
mengakibatkan hipoventilasi. apabila kadar pao2 menurun maka akan
terjadi stimulus bernafas, Sebaliknya apabila pao2 tinggi, maka akan
mendapatkan stimulus untuk bernafas negatif titik tanda gejala
hipoventilasi yakni pusing, nyeri kepala didaerah oksipital saat terjaga,
letargi disorientasi, penurunan kemampuan mengikuti instruksi, disritmia
jantung, ketidakseimbangan elektrolit, konsumsi, henti jantung dan koma. 
hipoksia adalah kondisi dimana jaringan tidak mendapatkan oksigen ASI
secara adekuat titik dapat terjadi akibat defisiensi penghantaran oksigen
atau penggunaan oksigen di seluler. hipoksia dapat disebabkan oleh
penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang
membawa oksigen, penurunan konsentrasi Oksigen yang diinspirasi
penurunan difusi oksigen dari alveolus ke darah seperti yang terjadi pada
kasus pneumonia, ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen
dari darah seperti yang terjadi pada kasus keracunan sianida,  darah yang
mengandung oksigen di jaringan yang buruk seperti pada pasien yang
mengalami syok, dan kerusakan ventilasi seperti yang terjadi pada fraktur 
multiple atau trauma dada.  gejala seperti cemas, gelisah, tidak
berkonsentrasi, kesadaran, pusing, Disorientasi, penurunan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku, peningkatan frekuensi nadi peningkatan
frekuensi dan kedalaman pernafasan, peningkatan tekanan darah di
jantung, pucat, cyanosis clubbing finger, dispnea
D. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG
MENGALAMI GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2016b), hal yang perlu


dikaji terdapat tiga hal, yakni riwayat perawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostik.
1. Riwayat perawatan 
a.  Keletihan : keletihan diukur dengan pernyataan pasien yang
mengeluhkan keletihan, diukur dengan angka 0-10
b. dyspnea : manifestasi dispnea adalah sesak napas, merupakan
tanda klinis pasien mengalami hipoksia. ketika seseorang mengalami sesak
napas, seseorang akan mengalami sulit bernapas dan muncul perasaan tidak
nyaman. tanda klinis dari dyspnea seperti menggunakan otot bantu napas,
usaha napas berlebihan, menggunakan cuping hidung, napas pendek, terjadi
peningkatan frekuensi dan kedalaman napas. pengukuran menggunakan skala
analog visual untuk mengkaji dyspnea secara objektif, dengan garis vertikal 0-
100mm.
c. mengi (wheezing) : bunyi bernada tinggi, akibat gerakan udara yang
memiliki kecepatan tinggi melalui jalan napas yang sempit. Suara wheezing
dapat terjadi saat inspirasi, ekspirasi, ataupun keduanya atau inspirasi-
ekspirasi. Wheezing berkaitan dengan asma, pneumonia, atau bronchitis akut.
d. Batuk : batuk merupakan pengeluaran udara dari paru secara
tiba-tiba, yang bertujuan untuk membersihkan jalan napas guna menghindari
organ pernapasan dari iritan dan sekresi. Pada pasien dengan bronkitis akut
umumnya mengalami batuk sepanjang hari. Hal tersebut dikarenakan
terbentuk setiap hari dan jumlahnya menempel di jalan napas dan disebabkan
oleh penurunan mobilitas.  pada pasien dengan sinusitis maka setiap bangun
tidur akan membersihkan lendir jalan nafas yang berasal dari drainase sinus
dengan batuk.
e. Nyeri : Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan
lokasi, durasi, radiasi, dan frekuensi nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan
fisik, rauma iga, dan rangkaian batuk yang berlangsung lama. Nyeri
diperburuk oleh gerakan inspirasi dan kadang-kadang dengan mudah
dipersepsikan sebagai nyeri dada pleuritik.
f. Pemaparan Geografi atau Lingkungan : Pemaparan lingkungan didapat dari
asap rokok (pasif/aktif), karbon monoksida (asap perapian/cerobong), dan
radon (radioaktif). Riwayat pekerjaan berhubungan dengan asbestosis,
batubara, serat kapas, atau inhalasi kimia.
g. Infeksi Pernapasan : Riwayat keperawatan berisi tentang frekuensi dan
durasi infeksi saluran pernapasan. Flu dapat mengakibatkan bronkhitis dan
pneumonia. Pemaparan tuberkulosis dan hasil tes tuberkulin, risiko infeksi
HIV dengan gejala infeksi pneumocystic carinii atau infeksi mikobakterium
pneumonia perlu dikaji.
h. Faktor risiko : Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru,
penyakit kardiovaskular, merupakan faktor risiko bagi klien.
i. Obat-obatan : Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat
yang dibeli secara bebas, dan obat yang tidak legal. Obat tersebut mungkin
memiliki efek yang merugikan akibat kerja obat itu sendiri atau karena
interaksi dengan obat lain. Obat ini mungkin mempunyai efek racun dan dapat
merusak fungsi kardiopulmoner.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
a. Inspeksi. Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan
warna membrane mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, tingkat
kesadaran (gelisah), keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan, dan
gerakan dinding dada.
b. Palpasi. Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks,
daerah nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada (heaves),
dan titik impuls jantung maksimal, adanya massa di aksila dan payudara.
Palpasi ekstremitas untuk mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer
(takhikardia), suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
c. Perkusi. Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di
jaringan. Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup, datar,
timpani.
d. Auskultasi. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas. Auskultasi
bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang
lapangan paru: anterior, posterior, dan lateral. Suara napas tambahan
terdengar jika paru mengalami kolaps, terdapat cairan, atau obstruksi.
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
1. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer. Klien bernapas
melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer. Pengukuran yang
dilakukan mencakup volume tidal (Vт), volume residual (RV), kapasitas residual
fungsional (FRC), kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
2. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini
mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
3. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+), tekanan parsial
oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi oksihemoglobin (SaO2),
pH, HCO3-.
4. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2), yaitu
persentase
hemoglobin yang disaturasi oksigen.
5. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin,
hematokrit,
leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
6. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses abnormal
(TBC).
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel
sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan
napas.
8. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi, tetapi
tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
9. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan sensitivitas
terhadap antibiotik.
10. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
11. Skin Test
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru viral, dan
tuberkulosis.
12. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum
untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk
mengangkat spesimen untuk biopsi.
E. TERAPI PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN

Pemberian terapi oksigen menurut Tarwoto & Wartnah (2010) dapat


dilakukan deng metode berikut ini:
1. Nasal kanula : nasal kanul di berikan dengan kontinu
aliran 1-6 liter/menit dengan konsetrasi oksigen 24-44%.

2. Sungkup muka sederhana (simple mask) : diberikan kontinu atau selangseling 5-


10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%.

3. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : Sungkup ini memiliki kantong


yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien
inspirasi, oksigen masuk daris sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservior, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8-12 liter/menit, dengan konsentrasi 60-80%.

4. Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing : Sungkupini mempunyai 2


katup; satu katup terbuka saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi, dan satu
katup yang fungsiya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10-12 literj/menit, dengan
konsentrasi oksigen 80-100%.
5. Fisioterapi dada : fisioterapi dada merupakan
suatu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping,
dan vibrating padapasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan meningkatkan efesiensi pola pernapasan dan membersihkan
jalan napas.

6. teknis napas dalam : Teknik napas dalam merupakan bentuk latihan


napas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diagfragma) dan purse lips breathing.

7. Latihan batuk efektif : Latihan betuk efektif merupakan metode atau


cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemapuan batuk secara efektif, dengan
tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda
asing di jalan napas.

8. Penghisapan lendir (suction) : Penghisapan lendir atau suctioning merupakan


tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu megeluarkan
sekret atau lendir sendiri. Tindakan ini bertujuan untuk membersihkan jalan napas
dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


(Buat minimal 3)
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Intoleransi aktivitas
3. Risiko defisien volume cairan
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Outcome Intervensi


1. ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 terapi oksigen (3320)
jam, diharapkan:
definisi: inspirasi/ ekspirasi aktivitas aktivitas:
yang tidak memberi ventilasi status pernapasan (0415) 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
definisi: proses keluar masuknya udara ke paru paru, 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang
adekuat.
serta pertukaran karboondioksida dan oksigen di alveoli diperintahkan
No. Indikator Awal
tujuan Capaian 3. monitor aliran oksigen
1 2 3 4 5 4. periksa alat pemberian oksigen secara
Batasan karakteristik: 1. frekuensi berkala untuk memastikan bahwa
pernapasan*
- Dyspnea atau sesak 2. irama konsentrasi yang telah ditentukan
pernapasan* sedang diberikan
napas
3. suara 5. monitor efektifitas terapi oksigen
faktor yang berhubungan: auskultasi (tekanan oximetry dengan tepat
napas* 6. pastikan penggantian masker oksigen
- keletihan 4. saturasi atau kanul nasal setiap kali perangkat
oksigen*
5. penggunaan
diganti
otot bantu 7. monitor kemampuan pasien untuk
napas** mentolerir pengangkatan oksigen ketika
6. dispone saat makan
istirahat** 8. ubah perangkat pemberian oksigen dari
7. dispone Masker ke nasal kanul saat makan
dengan
aktivitas 9. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
ringan** oksigen
8. pernapasan 10. monitor peralatan oksigen untuk
cuping memastikan bahwa alat tersebut tidak
hidung** mengganggu upaya pasien untuk
9. perasaan
kurang bernafas
istirahat** 11.  monitor kerusakan kulit terhadap
Keterangan*: Keterangan**:
adanya gesekan perangkat oksigen
1: deviasi berat dari kisaran normal 1: sangat berat
2: deviasi cukup berat dari kisaran 2: berat 12.  sediakan oksigen ketika pasien di
normal 3: cukup bawah atau dipindahkan
3: deviasi sedang dari kisaran normal 4: ringan
4: deviasi ringan dari kisaran normal 5: tidak ada monitoring pernapasan
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
aktivitas-aktivitas:
1. catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclavicular dan interkosta
2. monitor suara nafas tambahan seperti
mengorok dan mengi
3. monitor pola napas (bradipneu,
takipmeu, hiperventilasi, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi blot, dan pola
ataxic) 
4. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. perkusi torak anterior dan posterior,
dari apeks ke basis paru kanan dan kiri
6. monitor kelelahan otot otot diafragma
dengan pergerakan parasoksikal
7. auskultasi suara napas setelah
tindakan,  untuk dicatat
8. pantau peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan kekurangan
udara pada pasien
9. catat perubahan saturasi O2
2. intoleransi aktivitas tingkat kelelahan manajemen energi
definisi: ketidakcukupan No. Indikator Awal
tujuan
Capaian
1 2 3 4 5
energi psikologis atau 1. kelelahan* 1. kaji status fisiologis pasien yang
menyebabkan kelelahan sesuai dengan
fisiologis untuk 2. sakit kepala*
3. gejala konteks usia dan perkembangan
mempertahankan atau sindrom 2. anjurkan pasien mengungkapkan
kelelahan perasaan secara verbal mengenai
menyelesaikan aktivitas kronis atau
keterbatasan yang dialami
post exetional
kehidupan sehari-hari yang malaise* 3. gunakan instrumen untuk mengukur
kelelahan
harus atau yang ingin 4. kegiatan
sehari hari 4. monitor intake nutrisi untuk
dilakukan (adl)** mengetahui sumber energi yang
5. kualitas adekuat
istirahat**
6. keseimbangan
5. bantu pasien untuk memahami prinsip
Batasan karakteristik: antara konservasi energi (misalnua kebutuhan
kegiatan dan unyuk membatasi aktivitas dan tirah
- Keletihan istirahat** baring) 
- Kelemahan umum 7. saturasi 6. batasi stimuli lingkungan (yang
oksigen**
mengganggu) (misalnya, cahaya dan
faktor yang berhubungan: 8.
9.
bising)  untuk memfasilitasi relaksasi
- Ketidaksembangan 7. tingkatkan tirah baring atau pembatasan
kegiatan (misal meningkatkan jimlah
antara suplai dan
waktu istirahat pasien) dengan
kebutuhan oksigen cakupannya yaitu pada waktu istirahat
yang dipilih
kondisi terkait:
8. anjurkan periode istirahat dan kehiatan
- Masalah sirkulasi secara bergantian
Keterangan*: Keterangan**: 9. lakukan rom aktif/pasif untuk
1: berat 1: sangat terganggu menghilangkan ketegangan otot
2: cukup berat 2: banyak terganggu
3: sedang 3: cukup terganggu
10. berikan kegiatan pengalihan yang
4: ringan 4: sedikit terganggu menenangkan untuk meningkatkan
5: tidak ada 5: tidak terganggu relaksasi
11. hindari kegiatan perawatan selama
jadwal istirahat pasien
12. monitor respon oksigen pasien (tekanan
nadi, tekanan darah, respirasi) saat
perawatan
13. instruksikan pasien untuk mengenali
tanda gejala kelelahan yang
memerlukan pengurangan aktivitas

3. resiko defisien volume keseimbangan cairan monitor cairan


1. tentukan jumlah dan jenis intake cairan
cairan Definisi: keseimbangan asupan dan luaran cairan dalam
serta kebiasaan eliminasi
tubuh
definisi: rentan mengalami 2. tentukan faktor resikl yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan
penurunan volume cairan
No. Indikator Awal
tujuan Capaian cairan
intravascular, interstisial, 1 2 3 4 5 3. tentukan apakah pasien mengalami
1.  tekanan darah kehausan atau gejala perubahan cairan
dan/atau intraselular, yang 2.  denyut nadi
Radial (pusing melamun, ketakutan, mudah
dapat mengganggu kesehatan 3.  jumlah tersinggung, mual, sering berubah
frekuensi pikiran) 
pernafasan 4. Periksa isi ulang kapiler dengan
kondisi terkait: 4.  turgor kulit memegang tangan pasien pada tinggi
5.    Kelembaban yang sama seperti jantung dan menekan
- Kehilangan cairan membran
mukosa jari tengah selama 5 detik lalu lepaskan
aktif Keterangan*: 3: cukup terganggu tekanan dan hitung waktu sampai
1: sangat terganggu 4: sedikit terganggu jarinya kembali merah (ya itu harus
- Kehilangan cairan 2: banyak terganggu 5: tidak terganggu
kurang dari 2 detik)
melalui rute abnormal 5.  Periksa turgor kulit dengan memegang
jaringan sekitar tulang seperti tangan
atau tulang kering, mencubit kulit
dengan lembut, pegang dengan kedua
tangan dan lepaskan (dimana, kulit
akan turun kembali dengan cepat jika
pasien terhidrasi dengan baik)
6.  monitor tekanan darah denyut jantung,
status pernapasan
7. Pastikan semua wi-fi berjalan dengan
benar

Sumber: (Moorhead et al., 2018), (Heather & Kamitsuru, 2018), (Butcher et al., 2018).
IV. DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016a). Kebutuhan Dasar Manusia I.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kebutuhan-dasar-manusia-komprehensif.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016b). Kebutuhan Dasar Manusia II.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/KDM-2-Komprehensif.pdf

Kusnanto, Nurlina, Deswita, C., Suci, K., Annisa, F., Keperawatan, A., Husada, K., Ernawati, N., Suwito, J., Maemonah,
S., & Setyorini, D. (2019). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. In Modul Pembelajaran
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen (Vol. 10, Issue 01). http://eprints.ners.unair.ac.id/1162/1/116 Modul Pembelajaran
Kebutuhan Oksigen_2.pdf

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (4th ed.). ECG.

Williams, P., Pageau, R., Whalen, C.-A., Cobb, A., Contant, R., Fryer, D., Jackman, A., Peppler-Beechey, L., & Tassonse,
B. (2013). Oxygen Therapy Clinical best practice guideline. College of Respiratory Therapists of Ontario, 6.
http://www.crto.on.ca/pdf/PPG/Oxygen_Therapy_CBPG.pdf

Anda mungkin juga menyukai