ST-ELEVATION MYOCARDIAL
INFARCTION (STEMI)
Disusun Oleh :
1. Davis Pratama Pulungan
2. Ilham Andika Sitepu
(100100133)
(090100263)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul STEMI
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,
dr. Isfanuddin N. Kaoy, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah
laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
2.1. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST ................................................. 5
2.1.1. Definisi STEMI ...................................................................................... 5
2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko .................................................................... 6
2.1.3. Patofisiologi ............................................................................................ 8
2.1.4. Manifestasi Klinis ................................................................................ 11
2.1.5. Diagnosa ............................................................................................. 12
2.1.6. Penatalaksanaan ................................................................................... 17
2.1.7. Komplikasi ............................................................................................ 22
2.1.8. Prognosis............................................................................................... 24
BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................................... 25
BAB 4 PENUTUP .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah
suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhentisehingga sel otot
jantung mengalami kematian.1Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa
serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.1
Berdasarkan data dari SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 dan
SURKESNAS 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian nomor satu di Indonesia adalah
penyakit jantung dan sistem sirkulasi. Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu jenis dari
penyakit jantung dan sistem sirkulasi yang memiliki persentase tinggi sebagai penyebab
kematian1.
The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa 13 juta orang di
Amerika menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) dan kurang lebih dari satu juta orang
meninggal tiap tahunnya. Di Eropa, dilaporkan bahwa SKA pada tahun 2006 menyerang 234
orang/100.000 penduduk/tahun pada kelompok umur 30 sampai 69 tahun, lebih sering pada
pria (50-75%), dan 10% diantaranya meninggal setiap tahun2.
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina(UA),
ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak,
sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis
secepatnya.6
Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu
tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention
(PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI
yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh
nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain).
American College of Cardiology/American Heart Association dan European Society
of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana pasien dengan STEMI selain diberikan
terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet(aspirin, clopidogrel,
thienopyridin),anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight
Heparin(LMWH), nitrat, penyekat beta, ACEinhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.
7,8,9
1.2.Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
1.
Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard elevasi segmen ST
(STEMI).
2.
Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus infark
miokard elevasi segmen ST (STEMI)serta melakukan penatalaksanaan yang tepat,
cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien
terjamin.
1.3.Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST
2.1.1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), atau infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), atau infark miokard dengan
elevasi segmen ST (ST elevationmyocardial infarction/STEMI).
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhentisetelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial
Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri
atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction,
STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina
tipikal dan disertai dengan gambaran elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan pada EKG. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka
jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST.Infark
miokard dengan elevasi segmen ST akut merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh
darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanik, intervensi koroner perkutan primer9.
Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatdaruratan kardiovaskular dan
memerlukan tatalaksana yang adekuat untuk menghindari terjadinya sudden death10.
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,dengan
pembagian:
1. Derajat I : tanpa gagal jantung
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan peningkatan tekanan
vena pulmonalis
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)10
Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA) diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:
1. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
2. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko
Seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor
risiko antara lain: faktor yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable factors) dan faktor
yang dapat dikendalikan (modifiable factors).15
2.1.3. Patofisiologi
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara tibatiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami aterosklerosis. Pada
kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau pecahnya plak ateroma pembuluh
darah koroner, dimana trombus mural timbul pada lokasi ruptur dan menyebabkan oklusi
arteri koroner, baik secara total atau parsial. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi
plak dan penipisan tudung fibrus (fibrous cap) yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Secara histologis,
plak koroner yang lebih mudah ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang
mempunyai fibrous cap yang tipis9,11.Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok,
diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan
disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan
injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner9 seperti
terlihat pada gambar 2.2..Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20 menit dapat
menyebabkan nekrosis pada miokardium (infark miokard).9
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell) seperti pada gambar 2.1.. Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam
tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.
Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.
Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri.13
Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan sesuai dengan
tampilan klinis dan histologi.
a. Tipe I (lesi awal)
Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan asimptomatik.
b. Tipe II (fatty streak)
Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan asimptomatik.
c. Tipe III (lesi intermediate)
Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler, berlaku pada
dekade tiga dan asimptomatik.
d. Tipe IV (atheroma)
Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada awalnya
asimptomatik dan menjadi simptomatik.
e. Tipe V (fibroatheroma)
Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan lapisan
fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis. Terdapat pertumbuhan otot
polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau
asimptomatik.
f. Tipe VI (complicate lesion)
Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan trombus. Biasanya berlaku
pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.14
Kerusakan miokard yang disebabkan oklusi arteri koroner bergantung pada beberapa
faktor, yaitu bagian yang disuplai oleh pembuluh darah yang rusak, apakah oklusinya total
atau parsial, durasi oklusi koroner, kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah
koroner ke jaringan yang terganggu, kebutuhan oksigen oleh miokard, dan apakah perfusi
miokard pada daerah infark adekuat setelah pulih seperti pada gambar 2.3.. Faktor pemicu
pada STEMI antara lain aktivitas fisik yang berat, stres emosional, penyakit medis atau
pembedahan, sertapenyalahgunaan kokain ataupun narkoba lain seperti amfetamin.11
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan remodeling
ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak
mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas, melainkan karena obstruksi dinamis akibat
spasme local dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal) Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau
restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Sementara itu terdapat beberapa faktor
2.1.5. Diagnosa
a. Anamnesa
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara cermat apakah
nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau bukan. Riwayat nyeri dada
sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor risiko PJK (penyakit jantung koroner)
yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, obesitas,
stres serta aktivitas fisik. Selain itu riwayat keluarga sakit jantung koroner perlu ditanyakan.
Pada hampir setengah kasus, terdapatfaktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau tindakan pembedahan.
Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau malam, variasi sirkardian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain:
Lokasi nyeri: substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir.
Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/intrakapsular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan nitrat.
Faktor pencetus:latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan
lemas.
Diagnosis banding STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta
akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada
STEMI. infark miokard akut dengan elevasi segmen ST tanpa nyeri lebih sering dijumpai
pada diabetes mellitus dan usia lanjut.
Lokasi
Lokasi Elevasi
Segmen ST
Perubahan
Resiprokal
Arteri Koroner
Anterior
V3,V4
V7,V8,V9
Anterioseptal
V1,V2,V3
V7,V8,V9
Anteriorekstensif
I,aVL,V2-V6
I,III,aVF
II,III,aVF,V7,V8,V9
I,aVL,V2,V3
Anterolateral
Inferior
I, aVL,V3,V4,V5,V6
II,III,aVF
Lateral
I,aVL,V5,V6
II,III,aVF
Septum
V1,V2
V7,V8,V9
Posterior
V7,V8,V9
V1,V2,V3
Ventrikel kanan
V3R-V4R
I,aVL
d. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan
secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase
(LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/uL.22
e. Angiografi Koroner (Coronary angiography)
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk menentukan letak sumbatan
pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty,
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Terkadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri.
2.1.6. Penatalaksanaan
a. Tatakasana Pra Rumah Sakit
Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan
nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum
yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama.
Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI antara
lain:
Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai
keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi
kepada masyarakat.
b. Tatalaksana Umum
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang
menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi
(sebaiknya IKP primer) diindikasikan bila terdapat bukti iskemia yang sedang terjadi, bahkan
jika gejala mungkin telah timbul >12 jam yang lalu atau bila nyeri dan perubahan EKG
terlihat terhambat. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.9
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.17
2. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada infark miokard. Morfin diberikan secara bolus intravena
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20
mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban
jantung.12,17
Terapi awal
Streptokinase(SK) 1,5 juta unit/ 100ml
D5% atau NaCl 0,9%
selama 30 60 menit.
Alteplase(tPA)
15 mg iv bolus 0,75 mg/
kg BB selama 30 menit
kemudian 0,5 mg/ kg
BB selama 60 menit iv.
Dosis
total
tidak
melebihi 100mg
Kontraindikasi
Spesifik
Dengan atau tanpa Riwayat SK atau
heparin iv selama 24 anistreplase
48 jam
Heparin iv selama 24
48 jam
Antitrombin Terapi
2.1.7. Komplikasi
Gambar
2.8.
perfusi ke jaringan-jaringan perifer, hal ini terjadi jika lebih dari 40% massa ventrikel
kiri sudah terjadi infark.
3. Perikarditis
Perikarditis akut bisa terjadi pada awal masa post-myocard infarct sebagai akibat dari
inflamasi yang menjalar dari miokardium hingga ke perikardium
4. Tromboemboli
Aliran darah yang stasis pada regio yang terjadi kerusakan kontraksi ventrikel kiri
setelah infark miokard menyebabkan terbentuknya trombus di intrakvitas, terutama
jika infarknya melibatkan apeks ventrikel kiri atau ketika aneurisma sebenarnya telah
terbentuk. Tromboemboli dapat menyebabkan infark pada organ-organ perifer (seperti
cerebrovascular [stroke] akibat dari emboli ke otak).
5. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk
6. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya..
2.1.8. Prognosis
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca infark miokardium akut
(IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai
menggunakan klasifikasi Killip.
Kelas
Mortalitas(%)
II
17
III
IV
38
81
Tabel 2.3. TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST18
Faktor risiko (bobot)
Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
0,8
Usia > 75 tahun (3 poin)
1,6
2,2
4,4
7,3
12,4
16,1
23.4
26,8
35,9
BAB 3
LAPORAN KASUS
No RM. : 00.37.50.56
Nama pasien : Sentina Nababan
Alamat : jl. Jati No. 5 Simalingkar
Agama : Islam
Jenis kelamin :Perempuan
Umur :87 tahun
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Masuk tanggal :24/11/2014
Keluhan Utama :Nyeri dada
Anamnesa :
Hal ini dialami pasien 5 hari SMRS dan memberat tiba-tiba 10 jam SMRS. Nyeri dirasakan
os seperti ditimpa beban berat. Nyeri tidak berkurang bila pasien beristirahat, durasi nyeri
15 menit, nyeri menjalar ke lengan kiri dan leher pasien.Mual dijumpai, Demamdan muntah
tidak dijumpai.Batuk disangkal.Sesak nafas disangkal.PND (-), OP (-).
Os memiliki riwayat darah tinggi yang telah dialami selama 20 tahun ini dengan tekanan
darah sistol tertinggi 180 mmHg, namun os jarang kontrol.Riwayat keluarga yang menderita
penyakit yang sama disangkal. Riwayat merokok dan sakit gula disangkal oleh os.
Nyeri ulu hati (+) , mual (+), muntah (-).
Auskultasi :
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) reguler
Murmur : (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : ronki (-) wheezing (-)
Abdomen : Palpasi : soepel, hepar/lien tidak teraba
Asites (-)
Ekstremitas : Superior : sianosis (-) clubbing (-)
Inferior : edema (-)
Akral : hangat , Edem pretibial (-)
Interpretasi rekaman EKG : (tanggal 24/11/2014 di IGD)
Sinus rhythm, QRS rate 88x/menit, QRS axis :normoaxis, gel P (+) normal, PR interval
0,16s, durasi QRS 0,06 s, ST elevasi di V1-V5 T wave (-) N, LVH (-), VES (-)
Kesan EKG : Sinus rhythm + STEMI anterolateral + OMI inferior
Interpretasi foto toraks (AP/PA) :
CTR ratio 52,4 %, Segmen aorta: normal, segmen pulmonal: normal, pinggang jantung
normal, Apex downward, (-), infiltrat (-), kongesti (-)
Kesan : kardiomegali
Hasil Laboratorium 24/11/2014 :
Hb
: 13,90 g%
Eritrosit
: 4,51 x 106/mm3
Leukosit
: 12.70 x 103/mm3
Trombosit
: 260.000/mm3
Hematokrit : 40,70 %
Hitung Jenis
Neutrofil
: 79,70%
Limfosit
: 14,80 %
Monosit
: 5,10%
Eosinofil
:0,10 %
Basofil
: 0,300 %
Troponin T : 0,17 ug/l
CK-MB
: 28 U/L
Gula darah sewaktu : 148 mg/dl
Ureum
: 26,90 mg/dl
Kreatinin
: 0,82 mg/dl
Natrium
: 142 mEq/l
Kalium
: 4,5 mEq/l
Klorida
: 106 mEq/l
Diagnosa kerja :
1. Fungsional : STEMI anterolateral onset 10 jam KILLIP I TIMI risk 6/14 +HT stage 2
2. Anatomi : arteri koroner
3. Etiologi : aterosklerosis
Differensial Diagnosa :
1. Unstable angina pectoris
2. Non ST-Elevation Myocard Infarct (NSTEMI)
3. Myocardial ischemia
4. Diseksi aorta
Pengobatan :
1. Bed rest
2. O2 2-4 l/menit
3. IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
4. Plavix loading dose 300 mg 1x75 mg
5. Aspilet loading dose 160 mg 1x80 mg
6. Simvastatin 1x40 mg
7. ISDN 3x5 mg
8. Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
9. Captopril 3 x 12,5 mg
Rencana pemeriksaan lanjutan :
1. EKG serial
2. Enzim jantung serial
3. Lipid profile
4. KGD N/ 2 jam PP, HbA1C
5. Ekokardiografi
Prognosis :Dubia ad bonam
Klasifikasi Killip
Kelas
Definisi
40-50%
II
30-40%
17
III
10-15%
30-40
IV
Syok kardiogenik
5-10%
60-80
Poin
2
3
1
3
2
2
1
1
1
6/14
Follow Up Pasien
Tanggal 24/11/2014:
S : nyeri dada (+)
O : sens : CM
HR : 88x/i
T : 36,4oC
TD : 120/80 mmHg RR : 20x/i
Kepala : mata : anemis -/- ikterik -/Leher : TVJ R+2 cm H2O
Toraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/Abdomen : soepel, BU (+) N
Ekstremitas :akral hangat, oedem pretibial -/EKG : Sinus rhythm, QRS rate 106x/menit, QRS axis :normoaxis, gel P (+) normal,
PR interval 0,16s, durasi QRS 0,06 s, ST elevasi di V1-V5 T wave (-) N, LVH (-), VES (-)
Kesan : Sinus takikardi + STEMI anterolateral + OMI inferior
A : STEMI anterolateral onset 10jam KILLIP I TIMI risk 6/14
P:
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Plavix 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x40 mg
ISDN 3x5 mg
Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
Captopril 3 x 12,5 mg
Tanggal 25/11/2014:
S : nyeri dada (+)
O : sens : CM
HR : 88x/i
T : 36,5oC
TD : 130/80 mmHg RR : 22x/i
Kepala : mata : anemis -/- ikterik -/Leher : TVJ R+2 cm H2O
Toraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/Abdomen : soepel, BU (+) N
Ekstremitas :akral hangat, oedem pretibial -/EKG : Sinus rhythm, QRS rate 80x/menit, QRS axis :normoaxis, gel P (+) normal, PR
interval 0,16s, durasi QRS 0,06 s, ST elevasi di V1-V5 T wave (-) N, LVH (-), VES (-)
Kesan : Sinus rhythm + STEMI anterolateral + OMI inferior
A : STEMI anterolateral onset 10jam KILLIP I TIMI risk 6/14
P:
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Plavix 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x40 mg
ISDN 3x5 mg
Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
Captopril 3 x 12,5 mg
Rencana: Cek lab: CKMB, Troponin T (serial), KGD N/2jPP, HbA1C, Lipid profile,
urinalisa
Tanggal 2611/2014 :
S : nyeri dada (+) berkurang
O : sens : CM
HR : 88x/i
T : 36,3oC
TD : 110/70 mmHg RR : 18x/i
Kepala : mata : anemis -/- ikterik -/Leher : TVJ R+2 cm H2O
Toraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/Abdomen : soepel, BU (+) N
Ekstremitas :akral hangat, oedem pretibial -/EKG : Sinus rhythm, QRS rate 88x/menit, QRS axis :normoaxis, gel P (+) normal, PR
interval 0,16s, durasi QRS 0,06 s, ST elevasi di V1-V5 T wave (-) N, LVH (-), VES (-)
Kesan : Sinus rhythm + STEMI anterolateral + OMI inferior
A : STEMI anterolateral onset 10jam KILLIP I TIMI risk 6/14
P:
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Plavix 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x40 mg
ISDN 3x5 mg
Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
Captopril 3 x 12,5 mg
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Plavix 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x40 mg
ISDN 3x5 mg
Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
Captopril 3 x 12,5 mg
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
S, Perempuan berusia 87 tahun, mengalami STEMI anterolateral onset 10jam KILLIP I
TIMI risk 6/14 dan diberi pengobatan:
1. Bed rest
2. O2 2-4 l/menit
3. IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
4. Plavix 1x75 mg
5. Aspilet 1x80 mg
6. Simvastatin 1x40 mg
7. ISDN 3x5 mg
8. Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
9. Captopril 3 x 12,5 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Khairuni, Raisa., 2013. Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap
dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
pada Tahun 2011. USU Institutional repository.
2. Nielsen K., Faergeman O., Larsen M.L., and Foldspang A., 2006. "Danish singles have a
two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita A, Bahrun U., Arif M., 2011.
Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko
Sindroma Koroner Akut. JST Kesehatan 2011; 1: 95
3. Lilly, L. S., 2011.Pathophysiology of Heart Disease: Edisi 5.Lippincott
Williams&Wilkins.Philadelphia, 161-162.
4. World Health Organization,2008. Mortality Country Fact Sheet . Available from:
http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf
5. Gaziano, T.A, Gaziano, J.M, 2008. Epidemiology of Cardiovascular
Disease.In :Loscalzo, J. ed. Harrisons Cardiovascular Medicine. United State of
America: The McGraw-Hill Companies : 18
6. Antman, E.M., Anbe, D.T., Armstrong, P.W., Bates, E.R., Green, L.A., Hand, M. et al,
2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST-elevation
Myocardial Infarction : A Report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to revise the 1999
guidelines for the management of patients with acute myocardial infarction). Circulation
2004;110:588-636.
7. World Health Organization,2008. Mortality Country Fact Sheet . Available
from:http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf
8. KementerianKesehatan Indonesia, 2011.Risiko Utama Penyakit Tidak Menular
Disebabkan Rokok. Jakarta: DepartemenKesehatanRepublik Indonesia.Available
from:http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1386risiko-utama-penyakit-tidak-menular-disebabkan-rokok.html
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014. Infark Miokard dengan
Elevasi Segmen ST. Edisi ke-3.
10. Rhee W.J, Sabattne S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes,p.161-188,
Pathophysiology of Heart Diseases, 5th edition, Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
11. Antman E.M., Braunwald E., 2008. Disorders of cardiovascular system.ST-segment
Elevation Myocardial Infarction, p.1532-1544. Harrisons Internal Medicine, 17th
edition, United States of America, The McGraw-Hill Companies.
12. Katritsis, D.G., Gersh, B.J., and Camm, A.J., 2013. Acute Myocardial Infarction, p.177.
In: Clinical Cardiology: Current Practice Guidelines, Oxford, Oxford University Press.
13. Kawai C., Pathognesis of Acute Myocardial Infarction, Novel Regulatory System of
Bioactive Substance in the Vessel Wall. 2012. American Heart Association .
14. Diego S., William W., Thygesen C., Management of acute myocardial infarction in
patients presenting with ST-segment elevation.2002. European Society of Cardiology.
Elsevier.
15. Tyroler H.A., Diseases and Health Probelms, 2000, Coronary Heart Disease
Epidemiology in the 21st Century, The Johns Hopkins University School of Hygiene and
Public Health.
16. American Heart Association. Older Americans and Cardiovascular Diseases-Statistics.
2013.Available from: http://www.american heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936
17. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, McGraw Hill Publisher.
18. Steg, Gabriel, et.al., 2012, ESC Guidelines for The Management of Acute Myocardial
Infarction in Patients Presenting with ST-Segment Elevation, European Heart Journal, p.
1-51
19. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting
with ST-segment elevation. Eur Heart J 2012; 33 :25012502.
20. Killip T, Kimball JT (Oct 1967). Treatment of myocardial infarction in a coronary care
unit. A two year experience with 250 patients. Am J Cardiol. 20(4):457-64