Disusun Oleh :
Kelompok I’18 dan K’19
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat Nya
yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan
hidayah Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Proposal ini dengan judul “
Interpretasi Hasil Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien STEMI di Ruang
CVCU RSUP Dr. M. Djamil Padang”
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Elvi
Oktarina, M.kep, Sp.Kep.MB sebagai pembimbing penulis yang telah dengan
telaten dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun proposal ini.
Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada pembimbing klinik Ibu
Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep, yang telah banyak memberi motivasi, nasehat dan
bimbingan selama penulis mengikuti praktek profesi Ners keperawatan Gawat
Darurat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar isi ............................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang......................................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat.................................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Teoritis
A. Stemi
1. Definisi .............................................................................................. 4
2. Etiologi .............................................................................................. 4
3. Manifestasi ....................................................................................... 5
4. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 5
5. Penatalaksanaan ................................................................................ 7
6. Komplikasi ……. ……………………………...…………………... 7
B. EKG ......................................................................................................... 8
1. Definisi ................................................................................................ 8
2. Tujuan dan Indikasi ............................................................................. 9
3. Interpretasi EKG ................................................................................. 9
BAB III Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)......................................... 22
A. Gambaran Hasil EKG pada Pasien STEMI ............................................ 22
B. Interprestasi Hasil EKG pada Pasien STEMI ........................................ 25
BAB IV Penutup
C. Kesimpulan.............................................................................................. 30
D. Saran........................................................................................................ 30
Daftar Pustaka ………………………………………………………………. 31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung iskemik/mati. Aliran darah di pembuluh
darah mengalami sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah di sekitarnya yang sama
sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sedikit, sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark miokard
(Guyton, 2007). Menurut Saputra (2014) menyatakan bahwa infark miokard
akut meliputi elevasi segmen ST, elevasi segmen non ST dan angina tidak
stabil merupakan bagian dari kelompok penyakit yang disebut sindrom koroner
akut (SKA).
Menurut Mutia (2018) menyebutkan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufiensi aliran
darah koroner oleh proses degenerative maupun dipengaruhi oleh banyak
faktor dengan ditandai dengan nyeri dada, peningkatan enzin jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG.
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Alwi, 2009).
Sekitar 865.000 penduduk Amerika menderita infark miokard akut per tahun
dan sepertiganya menderita STEMI (Yang et al., 2008). Pada tahun 2013,
sebanyak ± 478.000 penduduk di Indonesia didiagnosa menderita penyakit
jantung koroner, berdasarakan presentasi infark miokard pada saat ini
prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40%. Sumatera Barat
merupakan provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi ke-4 di
Indonesia yaitu 15,4% setelah provinsi Sulawesi Tengah (16,9%), Aceh
(16,6%) dan Gorontalo (16,0%) dengan presentasi penderita STEMI yaitu
sebanyak 52 % dari keseluruhan kasus sindroma koroner akut (Depkes RI,
2013). Hasil penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012 juga
menunjukkan bahwa STEMI merupakan kejadian SKA yang terbanyak dari
1
keseluruhan kejadian SKA yang memiliki gula darah tidak normal, yaitu
sebesar 40% (Valerian et al., 2015). Penelitian lain di RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKPP didapatkan bahwa
laki-laki lebih banyak yang menderita STEMI (87,5%) dibandingkan
perempuan dan usia terbanyak yaitu rentang 54,65±7,77 (Ilhami YR et al.,
2015).
STEMI memiliki tanda dan gejala tertentu, gejala utama adalah nyeri
dada yang terjadi secara mendadak, terus menerus dan tidak mereda biasanya
dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, peningkatan
enzim jantung dan terdapat ST elevasi pada pemeriksaan EKG (AHA, 2013).
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi aritmia,
iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung. Saat ini pemeriksaan
jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap (Pratanu et al,
2009). memperlihatkan keabnormalan pada rekaman EKG-nya (Gray et al,
2005).
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung,
namun EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu
kontraktilitas jantung. EKG dapat mencatat aktivitas listrik miokardium dari 12
posisi yang berbeda, yaitu 3 posisi bipolar yang terdiri dari lead I, lead II, lead
III, 3 posisi unipolar yang terdiri aVR, aVL, aVF, dan 6 posisi dada
(perikordial) yang terdiri dari V1, V2, V3, V4, V5, V6 (Darma, 2010).
Pada penderita STEMI terjadi oklusi total dari arteri koroner
menyebabkan area infark yang lebih luas yang meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG,
gelombang T yang tinggi, gelombang QRS yang menandakan adanya nekrosis
(Corwin, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2
Tujuan umum proposal Mini CX ini adalah untuk dapat mengetahui
bagaimana perbedaan hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien yang
menderita STEMI yang dirawat di ruang CVCU RSUP. Dr. M. Djamil
Padang.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian dari STEMI dan Patofisiologinya
b) Mengetahui hasil elektrokardiogram (EKG) normal
c) Mengetahui hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien dengan STEMI
C. Manfaat
Adapun manfaat penulisan adalah :
1. Bagi institusi pendidikan kesehatan
Sebagai referensi dan tambahan infomasi dalam peningkatan dan mutu
pendidikan dimaa yang akan datang tentang asuhan keperawatan gawat
darurat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang
tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Muttaqin, 2010):
1) Faktor yang tidak dapat dirubah
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras
d) Riwayat keluarga
2) Faktor resiko yang dapat dirubah
4
a) Merokok
b) Hiperlipidemia
c) Hipertensi
d) Diabetes mellitus.
e) Gaya hidup monoton
f) Stres Psikologik
3. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung
≥ 20 menit. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan, abdomen, punggung,
rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
b. Respiratory
1) Nafas yang memendek, dispnea, takipnea
2) Krakles dapat terdengar jika ada kongesti pulmonary
3) Dapat pula disertai edema paru
c. Gastrointestinal
Mual dan muntah
d. Urinary
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik
e. Integumen
Dingin, berkeringat, diaforesis, dan pucat, dapat muncul karena
stimulus dari kurangnya kontraktilitas yang dapat mengindikasikan
adanya shock kardiogenik. Oedema dapat muncul karena kurangnya
kontaktilitas.
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Electrocardiograf (ECG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal
miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri
koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q.
Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI
inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
5
Tabel 2. Lokasi Miokard Infark Berdasarkan Gambar EKG (Ramrakha, 2006)
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
3 Anterolateral
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
4 Lateral inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan
aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
5 Inferolateral
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
6 Inferior
aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
7 Inferoseptal
V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
8 True posterior
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
9 RV Infraction
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit.
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat
mg.
7
sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari
AW dkk, 2010).
6. Komplikasi
a) Disfungsi ventrikel
b) Gagal pemompaan (pump failure)
c) Aritmia
d) Gagal jantung kongestif
e) Syok kardiogenik
f) Edema paru akut
g) Disfungsi otot papilaris
h) Defek septum ventrikel
i) Rupture jantung
j) Aneurisma ventrikel
k) Tromboembolisme
l) Perikarditis
B. Electrocardiogram (EKG)
1. Definisi
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik
yang dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan
tubuh (Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk
mendeteksi aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard.
Elektrokardiogram merupakan pemeriksaan diagnostik yang penting pada
jantung. Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap
kurang lengkap (Pratanu et al, 2009). memperlihatkan keabnormalan pada
rekaman EKG-nya (Gray et al, 2005)
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas
listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls jantung melewati jantung,
arus listrik akan menyebar ke jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian
kecil dari arus listrik ini akan menyebar ke segala arah di seluruh
permukaan tubuh. Impuls yang masuk ke dalam jantung akan
8
membangkitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi potensial
aksi. Dalam potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang
terjadi, yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam
ketika gelombang rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem
penghantar menuju miokardium untuk merangsang otot berkontraksi.
Sedangkan repolarisasi adalah pemulihan listrik kembali.
3. Interpretasi EKG
Secara sistematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:
a. Frekuensi (QRS rate)
Menentukan frekuensi jantung (QRS rate)
1) 300/jumlah kotak besar antara R-R
2) l500/iumlah kotak kecil antara R-R
3) Mengukur EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumtah
gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau
dalam 12 detik dikali dengan 5
9
b. Ritme/irama jantung
Menentukan irama jantung
Karakteristik Sinus ritme adalah:
1) Rate : 60-100 x/menit.
2) Ritme : IntervaL P-P reguter, interval R-R reguter
3) Getombang P : Positif (upright) di Lead II, setatu diikuti oleh
kompteks QRS
4) PR interval : 0.12-0.20 detik dan konstan dari beat to beat
5) Durasi QRS kurang dari 0.10 détik kecuali gangguan konduksi
intraventiikeL
10
2) Normal gelombang P : Tingginya tidak boleh melebihi 2.5 mm dan
lebarnya juga tidak boleh melebihi 2.5 mm.
3) Gelombang P yang mempunyai voltase sangat rendah atau mendekati
garis isoelektrik adalah merupakan salah satu tanda adanya gangguan
keseimbangan elektrolit yaitu Hyperkalemi.
4) Gelombang P memiliki tinggi lebih dari 2.5 mm bahkan mencapai 3
mm dengan morfologi gelombang P yang runcing dinamakan P
Pulmonal yang menandakan adanya pembesaran atrium kanan.
Pembesaran atrium kanan tidak bisa berdiri sendiri, akan tetapi
biasanya disertai dengan kelainan lainnya seperti kelainan pada
katup triskupid, ventrikel kanan, arteri pulomnal atau penyakit paru-
paru yang menyebabkan tekanan di jantung kanan lebih darinormal
yang nantinya bisa menyebabkan pembesaran pada jantung kanan.
5) Gelombang P yang melebar dengan adanya lekukan dan melebihi 2.5
mm dinamakan P mitral yang menandakan adanya pembesaran otot
atrium kiri. Seperti halnya derigan pembesaran atrium kanan,
pembesaran atrium kiri juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada
kelainan lain yang menyertainya seperti keainan katup mitral dan
kelainan ventrikel kiri.
d. IntervaL PR
1) Normal PR interval adalah 3 - 5 mm atau 3 kotak kecil sampai 5
kotak besar atau 0.12 - 0.20 detik.
2) Apabila PR interval melebihi 5 mm atau > 0.20 detik menandakan
adanya AV blok.
11
e. Kompleks QRS
1) Normal kompleks QRS lebarnya tidak boleh melebihi 3 mm / 0,12
detik
2) Apabila kompleks QRS memiliki lebar yang melebihi 3 mm / 0,12
detik akan mempunyai arti klinis yang penting seperti LBBB, RBBB,
VT, VES.
12
Kita tidak bisa menegakkan diagnosa infark miokardium dengan
hanya menggunakan Q patologis, jadi pemeriksaan laboratory dan
klinis pasien sangat penting sekali dan tentunya riwayat kesehatan juga
penting sekali.
Gelombang R
a. Pada sadapan precordial, gelombang R yaig normal adalah
gelombang R kecil di V1 dan secara progressif voltase gelomhang R
bertambah tinggi dari V1 sampal V6
b. Apabila kita tidak menemukan gelombang R kecil di Vi dan
voltasenya dan tidak mengalami penambahan voltase secara
progressip, maka pada sandapan precordial adanya poor R wave
progression. Poor wave progression mngindikasikan brbagai macam
kelainan seperti LBBB, Ml antrior, penyakit paru-paru kronis,
hypothyroid, cairan di pericardial atau kegemukan.
c. Gelombang R yang tingginya melebihi voltase gelombang S di lead
V1, mengindikasikan adanya pembesaran ventrikel kanan atau RVH.
d. Pada kasus RBBB juga ditemukan gelombang R yang tinggi
e. Gelombang R yang tinggi pada lateral lead (I, aVL, V5, V6),
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri (LVH).
f. Tinggi gelombang R di lead I atau aVL yang melebihi 15 mn atau 20
mm dan tinggi gelombang R di V5 / V6 melebihi 25 mm dicurigai
adanya pembesar ventrikel kiri (LVH).
g. Gelombang R yang kecil di lead II, aVF dengan morfologi komplek
QRS (rS) disertai dengan left aksis deviasion (LAD) kemungkinan
besar adanya blok di anterior fasicular cabang dan LBB atau biasa
dikenal dengan LAFB (Left Anterior Fasicular Blok).
13
Gelombang S
a. Seperti halnya dengan gelombang R, gelombang S pada prekordial
lead dan V1sampal V6 mengalami penurunan voltase secara
progressif.
b. Gelombang S di lead prekordial (V1 atau V2) dengan voltase
melebihi 25 mm, mengindikasikan kemungkinan adanya pembesar
ventrikel kiri (LVH).
c. Gelombang S di lead prekordial (V5 atau V6) dengan voltase
melebihi 5 - 7 mm dan lebar disertai dengan adanya RAD (Right
Aksis Deviation), yang mengindikasikan adanya pembesaran
ventrikel kanan (RVH) atau adanya blok di cabang bundle kanan
(RBBB = Right Bundle Branch Blok).
14
4) ST segmen depressi akan ditemukan pada lead dimana sebagai lead
yang bersebrangan atau opposite terhadap lead yang merekam
daerah otot jantung yang mengalami serangan jantung atau STEMI.
Misalnya ditemukan gambaran EKG dengan serangan jantung atau
STEMI di daerah inferior (Lead II, lii, aVF) maka kita akan
menemukan ST depresi disalah satu atau lebih pada lead I, aVL.
Segmen Elevasi
1) ST Segmen elevasi identik sebagai tanda adanya injuri pada otot
jantung yang mengenai lapisan otot jantung sampai ke bagian
lapisan otot jantung terluar yaitu epicardium.
2) Normal ST segmen tidak boleh berdefleksi positif melebihi 2 mm
dari garis isoelektrik dan berdefleksi negatif tidak boleh melebihi 1
mm dari garis isoelektrik. Apabila melebihi 2 mm dinamakan ST
segmen mengalami elevasi.
3) Kita bisa mengatakan ST segmen mengalami elevasi pada
sandapan / lead ekstremitas jika ST segmen berdefleksi positif
melebihi 1 mm dari garis isoelektrik dan melebihi 2 mm untuk
sandapan prekordial.
15
4) Kita boleh menegakkan diagnosa ST elevasi sebagai tanda adanya
STEMI (ST Segmen Elevasi Myocardiac infarction) apabila
disertai dengan salah satu dari2 tanda yaitu
1. Nyeri dada khas Ml seperti nyeri dada yang tidak bisa di
lokalisir (men yebar ke leher, bahu, lengan), dada terasa berat
atau tertekan, berkeringat dan kadang disertai dengan mual
muntah. Atau kita pastikan dengan sistem PQRST.
P = Place, dimana letak nyerinya? Biasanya pasien akan
menunjuk ke dada dan tidak bisa melokalisir posisi tepatnya
Q = Quality, seperti apa rasa nyerinya? Biasanya pasien akan
bilang seperti ditekan, diremas, tersa bert sekali dadanya.
R = Radiation? Umumnya rasa nyeri akan menjalar ke bahu,
leher, bahkan punggung. Tapi ada juga pasien yang tidak
mengalami penyebaran rasa nyeri.
S = Severity, biasanya pasien kita lihat dalam keadaan sakit
berat dengan keringat dingin dan disertai mual muntah.
T = Timing, Pasien akan merasakan nyeri secara tiba-tiba
dengan lama lebih dari 30 menit.
16
anurisme, early repolarisasi dan lain-lain. Jadi sekali lagi perhatian
terhadap klinis pasien dan test diagnostic lainnya sangat penting
sekali sebelum kita menegakkan diagnosa adanya myocardiac
infarction.
g. Gelombang T
1) Tinggi gelombang T disandapan bipolar tidak boleh melebihi 5 mm
dan tidak boleh melebihi 10 mm di prekordial lead. Apabila kita
menemukan gelombang T yang tingginya melebihi dari kriteria
tersebut, kemungkinan mengindikasikan adanya peningkatan kadar
kalium dalam darah (Hyperkalemia).
2) Jangan terburu-buru memutuskan hyperkalemia dengan hanya
melihat morfologi gelombang T saja. Karena banyak sekali nantinya
kita menemukan gelombang T yang melebihi dan normal tapi tidak
ditemukannya adanya peningkatan kadar kalium dalam darah.
3) Arah defleksi gelombang T normalnya searah dengan arah defleksi
dari komplek QRS. Komplek QRS dan gelombang T harus berjalan
beriringan arah defleksinya, maksudnya jika komplek QRS dengan
voltase gelombang R > 5 mm maka gelombang T juga harus
berdefleksi positif tapi jika gelombang T berdefleksi sebaliknya yaitu
berdefleksi negatif / inverted atau datar / flat mengindikasikan
adanya jantung iskemik atau masalah dengan otot jantungnya.
4) Gelombang T inverted atau defleksi negatif dengan disertai adanya
gelombang Q patologis mengindikasikan pasien kita mempunyai
riwayat terkena serangan jantung atau Ml (Myocardiac infarction)
paling dekat 1 - 3 bulan yang lalu.
h. Interval QT
1) Normal QT interval untuk laki-laki antara 0,38 - 0.42 detik.
2) Normal QT interval untuk wanita antara 0.36 - 0.44 detik.
3) Oleh karena QT interval dipengaruhi oleh frekuensi jantung atau
heart rate maka sebaiknya kita menggunakan rumus Sebagai berikut
seperti pada contoh Gambar di bawah ini.
17
4) QT interval yang memanjang biasanya ditemukan pada pasien
dengan gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalsemia,
hipomagnesium, juga hipokalemia.
5) QT interval memanjang juga bisa kita temukan pada kasus stroke
atau hipertensi.
6) QT interval memanjang tidak cukup menjamin untuk kita dalam
mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit, jadi sekali lagi klinis
pasien atau parameter test diagnostic lainnya sangat penting untuk
menentukan diagnosa yang tepat.
i. Lead EKG
Menurut Busono (2004) dalam mesin EKG yang banyak digunakan
di Indonesia, Seperti pada gambar 2.1 terdapat 12 lead: I, II, III, aVR,
aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6. Artinya jantung dilihat dari 12 sudut
pandang.
18
Terdapat 2 jenis lead , yaitu :
a) Seperti gambar 3 Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2
elektrode.
1. Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri (LA) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan (+)
2. Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
kaki kiri (LF) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri
bermuatan (+)
3. Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki
kiri (LF) yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan
(+).
19
Sumber : Busono (2004)
20
C. GAMBARAN EKG NORMAL DENGAN PERUBAHAN EKG STEMI
1. ELEKTROKRDIOGRAM
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat
menentukan diagnosis.
a. Sandapan Bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam
bermuatan positif.
2) Sandapan II
21
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri
bermuatan positif.
3) Sandapan III
Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF), dimana tangan kiri bermuatan negative dan kaki kiri bermuatan
positif.
b. Sandapan Unipolar
Sandapan unipolar terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1) Sandapan unipolar ekstremitas
Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda
indiferen.
bermuatan (+),dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki kiri
bermuatan (+), dan muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri
bermuatan (+) dan elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan
22
Elektroda indiferen diperoleh denagn menggabungkan ketiga
elektroda ekstremitas.
sternum.
axillaris anterior.
linea midaxillaris.
a. KERTAS EKG
23
dimana 1 mm = 0.1 mV, sedangkan 10 mm = 1 mV. Pada perekaman
b. Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium
EKG 12 Lead
24
Normal
Tidak normal:
P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet,
bisa karena hipertrofi atrium kiri.
P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah,
bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium kiri.
PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.
Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada
Kompleks QRS
25
QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan
kelainan tertentu.
Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S.
Normalnya 0,06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal
atau memanjang.
Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T.
Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi
ventrikel. Yang dinilai:
Gelombang T
26
Irama teratur.
HR = 60 – 100 x/menit.
Gelombang “P” normal, setiap gelombang “P” selalu diikuti oleh
kompleks “QRS”.
Interval “PR” normal (0.12-0.20 detik).
Kompleks “QRS” normal (0.06-0.12 detik).
Semua gelombang sama.
Tentukan frekuensi.
Tentukan normal axis, axis bergerak ke kiri (LAD), axis bergerak ke kanan
(RAD), atau indeterminate
27
Tentukan ada tidaknya iskemik atau infark miokard.
(a)
28
(b)
29
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh
elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang
gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
30
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka
potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika
lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T
BAB III
C. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN EKG
31
1. Data Demografi pasien
A. Nama : Tn. M
B. Umur : 48 tahun
a. Lead 1
b. Lead II
c. Lead III
d. Lead aVR
e. Lead aVL
f. Lead aVF
g. V1 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kanan
h. V2 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kiri
i. V3 : Pertengahan Antara V2 Dan V4 V3 : Pertengahan Antara V2
Dan V4
j. V4 : Ruang Interkostal V Garis Midklavikula Kiri
32
k. V5 : Sejajar V4 Garis Aksila Depan V5 : Sejajar V4 Garis Aksila
Depan
l. V6 : Sejajar V5 Garis Aksila Tengah
a. Irama Jantung
Irama jantung pada Tn M adalah regular atau teratur
b. Frekuensi Jantung
HR = 325
Jumlah kotak besar antar R – R”
325
5
= 65
Jadi frekuensi nadi Tn. M dalam batas normal yaitu 65 x/i
c. gelombang p
Lebar : 1 kotak kecil = 1 × 0,04 s = 0, 04 s ( normalnya < 0,12 s )
Tinggi : 1 kotak kecil = 1 × 0, 1 mV = 0, 1 mV ( normalnya < 0,3 mV)
33
Gelombang P di lead II positif dan negative lead aVR
Jadi Tn. M tidak memiliki kelainan pada atrium karena lebar dan tinggi
gelombang P dalam batas normal, dan gelombang selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
d. Interval P- R
Lebar : 4 kotak kecil = 4× 0,04 s = 0, 16 s ( normalnya < 0,s )
Jadi Tn. M tidak mengalami pelebaran dan perpanjangan interval PR,
yang menunjukkan tidak adanya kelainan pada sistem konduksi jantung,
menandakan tidak adanya AV blok.
Interval PR Tn. M dalam batas normal
e. Gelombang Q
Lebar :
Lead II
Dalam gelombang Q : 3 kotak kecil (normalnya 1/3 tinggi gelombang R)
Tinggi gelombang R = 6 = 1/3 x 6 = 2 kotak kecil
Jadi gelombang Q
Lead III
Dalam gelombang Q = 6 kotak kecil
Tinggi gelombang R = 4 = 1/3 x 4 = 1.3 kotak kecil
Lead aVF
Dalam gelombang Q = 5 kotak kecil
Tinggi gelombang R = 5 = 1/3 x 5 = 1.6 kotak kecil
g. Segmen ST
Hasil EKG pada Tn. M menunjukkan bahwa terjadi elevasi segmen
ST pada lead II, III, aVF, V2, V3, V4, V5, V6 yang menunjukkan
terjadinya infark miokard di bagian inferior dan posterior ST elevasi
terjadi di V2.
34
h. Gelombang T
Pada Tn. M terdapat inverted gelombang T inverted pada aVR,
aVF, yang menunjukan terjadinya kelainan elktrolit, gelombang T di lead
ekstremitas dalam batas normal yaitu < 0, 5 mV, tinggi gelombang T di
lead pericardial dalam batas normal yaitu < 1 mV.
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi
aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung.
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufiensi aliran darah koroner oleh proses
degenerative maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai dengan
nyeri dada, peningkatan enzin jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG
Mutia (2018).
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui Proposal mini cx EKG
ini kepada tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketepatan
dalam pemasangan alat-alat EKG agar hasil yang didapatkan akurat dan pada
saat membaca atau menginterpretasikan hasilnya tidak mengalami kesulitan
atau keraguan.
DAFTAR PUSTAKA
36
Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based
Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.
Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 1741-54.
American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-
2012 update.
American Heart Association (AHA). (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of heart failure: A report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association task force on practice
guidelines. J Am Coll Cardio, 62(16), e240-e327.
Corin, E. J. 2009.Handbook of Pathophysiology. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan
Dharma, Surya. 2010. Pedoman Praktis : Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
ECG.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;
33: 266-71.
37
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, S.A. and Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Ramrakha, P. (2006). Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease.
1st ed. USA: Oxford University Press
Sudoyo A W., Setyohadi B., Alwi I., dkk. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi V. Hal 2773-2779. Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit DalAam.
Thaler MS (2013). Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Ed ketujuh,
Jakarta: EGC
38