Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN JURNAL

Nama Kelompok 6:

Santi Rahmaida 201810420311084


Fira Refti Sari 201810420311085
Yayenti Deka M 201810420311086
Ranti Kurnia Sari 201810420311087
Elsi Nursyahdin M 201810420311089
Anita Paulina Y 201810420311092
Salmah 201810420311093
Roichanah Anggun Firdausi 201810420311094
Meynanda Olivia 201810420311095
Annisa Nur Rohmadiya 201810420311096
Sabrina Cecilia 201810420311098
Afriani Nurwati 201810420311099
Salvinia Salvy P 201810420311100

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Beneficial Effects of Pulsed Electromagnetic Field during Cast


Immobilization in Patients with Distal Radius Fracture

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Disetujui:
Tanggal:

Fasilitator Penguji Pleno,

(Risa Herlianita, MS) (………………………)

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran yang baik, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan jurnal “Beneficial
Effects of Pulsed Electromagnetic Field during Cast Immobilization in Patients
with Distal Radius Fracture”, tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen fasilitator Risa Herlianita, MS .atas
bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya dalam
pengerjaan laporan jurnal ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan
pada penulisan laporan presentasi jurnal ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian. Saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Malang,Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................6

BAB II JURNAL PENELITIAN.............................................................................3

2.1 Jurnal Case Study...........................................................................................6

2.2 Jurnal Penunjang..........................................................................................12

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................20

3.1 Case Study....................................................................................................20

3.1.1 profile penelitian....................................................................................21


3.1.2 Deskripsi Penelitian...............................................................................22
3.1.3 JBI Critical Apparaisal Check List.......................................................26
3.2 Jurnal Penunjang..........................................................................................28

3.2.1 Profile Penelitian..................................................................................28


3.2.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan PICO................................................29
3.2.3 JBI Critical Apparaisal Check List.......................................................34
BAB IV PENUTUP...............................................................................................37

4.1 Kesimpulan...................................................................................................37

4.2 Saran.............................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


STEMI merupakan rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus
arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian di ikuti
oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak. Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation
myiocardinal infrarction/STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA)
yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan
elevasi ST (Sutoyo, 2006).
Penyakit STEMI disebabkan karena oklusi total trombus kaya fibrin di pembuluh
koroner epikardial. Oklusi ini akan mengakibatkan berhentinya aliran darah (perfusi) ke
jaringan miokard. Tujuan pengobatan pasien miokard infark akut dengan penyakit ini
adalah untuk memulihkan oksigenasi dan suplai substrat metabolik akibat oklusi
trombotik persisten di arteri koroner. Sehingga kerusakan otot jantung yang lebih luas
dapat dihindari. Strategi pengobatan STEMI sangat berkaitan dengan masa awitan (time
onset) dan memerlukan pendekatan yang berbeda di masing-masing pusat pelayanan
kardiovaskular demi mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan agresif. Pengobatan
utama adalah untuk secara cepat membuka arteri yang tersumbat dengan terapi reperfusi
dalam waktu 12 jam setelah onset nyeri dada yang merupakan periode yang paling
penting sebagai masalah terus AMI menyebabkan cedera miokardium karena tidak
mendapatkan cukup O2 (Sutoyo, 2006).
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang
yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya
lebih sering pada pria dengan umur antara 45-65 tahun dan tidak ada perbedaan dengan
wanita setelah umur 65 tahun. Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab
kematian utama (20%) penduduk Amerika. Data yang dilaporkan oleh AHA 2013
Menyebutkan bahwa Insiden penerimaan rumah sakit, pasien dengan AMI dengan ST-
segmen elevasi (STEMI) bervariasi antara setiap negara, antara lain di Swedia, di mana
angka insiden 66 pasien STEMI /100.000/tahun. Angka serupa juga dilaporkan di
Republik Ceko, Belgia, dan Amerika Serikat: tahun 1997 dan 2005 angka kejadian (per
100.000) dari STEMI menurun 121-77 kasus, sedangkan tingkat insiden non-STEMI

4
meningkat sedikit dari 126 ke 132. Dengan demikian, kejadian STEMI tampaknya
meningkat dibandingkan dengan kejadian non-STEMI. Di Indonesia menurut data
Depkes RI tahun 2008 angka kematian mencapai 25% akibat serangan jantung.
Sementara itu pada tahun 2008 terdapat 2446 kasus, tahun 2009 terdapat 3862 kasus, dan
pada tahun 2010 terdapat 2529 kasus yang didiagnosa Acute Coronary Syndrome (ACS)
di UGD (Unit Gawat Darurat) Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita
Jakarta (Priyanto, 2011).
Mortalitas STEMI dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya: usia,
waktu tunda pengobatan, cara pengobatan, riwayat infark miokard sebelumnya,
diabetes mellitus, gagal ginjal, jumlah arteri koroner sakit, dan pengobatan.
Mortalitas pasien STEMI di rumah sakit dari di Sumber data register Nasional
dari ESC negara bervariasi antara 6% dan 14% (Dharma, 2013).

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk menentukan efek dari strategi invasif langsung vs tertunda pada


ukuran infark yang diukur dengan pencitraan resonansi magnetik jantung (CMR)

5
BAB II
JURNAL PENELITIAN

2.1 Jurnal Case Study

6
7
8
9
10
11
2.2 Jurnal Penunjang

12
13
14
15
16
17
18
19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Case Study


3.1.1 profile penelitian

Judul Penelitian : Multiple Concomitant Injuries in One Upper Extremity: A Case


Report
Penulis/Author(s) : Raid A. Abutalib.et al
Sumber / Source : Am J Case
Kata Kunci / Keyword : Dislocations • Elbow Joint • Fractures, Bone • Radius Fractures •
Scaphoid Bone
Latar Belakang/Abstract : Objective: Rare co-existance of disease or pathology
Background: This report is about unusual multiple upper
extremity concomitant injuries in an adult after a fall from a
height. To the best of our knowledge this is the first reported case
of concomitant ipsilateral occurrence of multiple common
injuries, uncommonly occurring together in a single traumatic
episode.
Case Report: A 36-year-old right-handed man fell through a
skylight to the floor about 4 meters below. He presented with
multiple concomitant injuries in his right upper extremity: elbow
dislocation with radial head fracture associated with distal radius,
ulnar styloid, and scaphoid fractures.
Conclusions: The probable mechanism of injury along with the
surgical treatment of these previously undescribed injuries is
discussed to emphasize the need to clinically examine the whole
upper extremity in severe injuries. The awareness of such an
association for early recognition is paramount for excellent
clinical results.

Tanggal Publikasi :2016

20
3.1.2 Deskripsi Penelitian

Case study :
Multiple Concomitant Injuries in One Upper Extremity: A Case Report

Seorang pria kidal berusia 36 tahun jatuh sekitar empat meter melalui
jendela atap saat mencoba memperbaiki satelitnya sendiri. Setibanya di ruang
gawat darurat (IGD), siku kanannya ditopang oleh pergelangan tangan kirinya.
Dia tidak bisa mengingat bagaimana dia jatuh ke tanah. Dia membantah
adanya riwayat kehilangan kesadaran. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya pada
tungkai kanan atas atau penggunaan pengobatan jangka panjang. Ia mencatat
riwayat merokok 60 batang per hari. Siku kanannya mengalami pembengkakan
yang parah. Terdapat lecet superfisial ringan di sisi lengan kanan tengah dan
ulnaris pergelangan tangan kanannya. Siku dan pergelangan tangan tidak dapat
digerakkan. Ada krepitasi ringan di pergelangan tangan kanannya. Pemeriksaan
neurovascular nya normal. Pemeriksaan X-ray pada siku kanan menunjukkan
dislokasi siku posterolateral dengan fraktur kepala radial (Gambar 1A, 1B).
Radiografi pergelangan tangan menunjukkan fraktur radius distal dorsal displaced
dengan metaphyseal comminution ringan dan fraktur styloid ulnaris (Gambar 2A,
2B).

Gambar 1.A,1B Gambar 2a,2b


21
Dalam UGD, Siku dan pergelangan tangannya tidak bisa bergerak.
Persetujuan yang diinformasikan telah diambil dan pasien dipersiapkan untuk
intervensi operasi. Di bawah anestesi umum dengan pasien dalam posisi
terlentang. Memeriksa retag gerak siku, sendi ulnohumeral dan fraktur kepala
radial bergeser ringan. Adanya pelebaran sendi dan pergeseran fraktur kepala
radial merupakan indikasi untuk perbaikan ligamen terbuka dengan stabilisasi atau
eksisi fraktur kepala radial. Pemeriksaan pergelangan tangan menunjukkan fraktur
skafoid sepertiga tengah (Gambar 3A, 3B), yang terlewat dalam penilaian awal di
IGD, selain fraktur radius distal dengan ujung fraktur styloid ulnaris.

Avulsi lengkap dari lateral collateral ligament (LCL) dari kondilus humerus lateral
terlihat bersama dengan avulsi parsial dari asal ekstensor umum. LCL dan asal ekstensor
diperbaiki menggunakan jahitan. Fraktur radius distal distabilkan melalui pendekatan volar
menggunakan pelat radius distal volar dan sekrup (Volar 2.4 mm LCP Distal Radius
System, DePuy Synthes). Skafoid distabilkan dengan sekrup mini (Sekrup Cortex 2,4 mm)

Gambar 6A, 6B) sendi radioulnaris distal ditemukan . Siku ditemukan stabil dengan
pengurangan konsentris di bawah II setelah perbaikan, pergelangan tangan sampai ibu jari.
Dipasang gips dalam posisi pronasi selama tiga minggu dan kemudian penjepit siku
berengsel yang dibuat khusus yang meluas ke pergelangan tangan dan ibu jari diterapkan
di mana dia diizinkan untuk melenturkan dan memperpanjang sikunya sambil menjaga
lengan bawah dalam pronasi selama enam minggu lagi. Pasien mulai melakukan latihan
berbagai gerakan siku dan lengan, termasuk rotasi lengan bawah, setelah pelepasan brace.
22
Gips skafoid diterapkan selama total 12 minggu untuk melindungi radius skafoid dan distal
(Gambar 6A, 6B).

(Anteroposterior ( A ) dan lateral ( B ) tampilan pergelangan tangan menunjukkan


menyembuhkan patah tulang jari-jari distal dan skafoid
Dia diikuti oleh fisioterapis untuk memulihkan rentang gerak pergelangan tangan dan sikunya.
Seorang terapis okupasi dilibatkan untuk membantu pasien mendapatkan kembali fungsi tangan dan
23
kekuatan genggamannya. Pasien ditindaklanjuti selama sekitar 18 bulan, di mana ia mendapatkan
kembali rentang gerak yang hampir mendekati normal dibandingkan dengan sisi normal (Gambar 7A-
7F].

Gambar 7. Gambaran klinis rentang gerak ekstremitas kanan atas 16 bulan pasca operasi
menunjukkan rentang gerak yang sangat baik; siku ekstensi ( A ) dan fleksi ( B ), dorsofleksi
pergelangan tangan ( C ) dan fleksi palmar ( D ), supinasi lengan bawah ( E ) dan pronasi ( F ).

Intervensi Sesampai nya pasien di IGD, Dilakukan


Pemeriksaan X-ray pada siku kanan
menunjukkan dislokasi siku posterolateral
dengan fraktur kepala radial. Radiografi
pergelangan tangan menunjukkan fraktur
radius distal dorsal displaced dengan
metaphyseal comminution ringan dan
fraktur styloid ulnaris. Kemudian dilakukan
operasi. LCL dan asal ekstensor diperbaiki
menggunakan jahitan. Fraktur radius distal
distabilkan melalui pendekatan volar
menggunakan pelat radius distal volar dan
sekrup (Volar 2.4 mm LCP Distal Radius
System, DePuy Synthes). Skafoid
distabilkan dengan sekrup mini (Sekrup

24
Cortex 2,4 mm). Pergelangan tangan sampai
ibu jari, Dipasang gips dalam posisi pronasi
selama tiga minggu dan kemudian penjepit
siku berengsel yang dibuat khusus yang
meluas ke pergelangan tangan dan ibu jari
diterapkan di mana dia diizinkan untuk
melenturkan dan memperpanjang sikunya
sambil menjaga lengan bawah dalam
pronasi selama enam minggu lagi. Pasien
mulai melakukan latihan berbagai gerakan
siku dan lengan, termasuk rotasi lengan
bawah. Gips skafoid diterapkan selama total
12 minggu untuk melindungi radius skafoid
dan distal. Kemudian, Pasien mengikuti
fisioterapis untuk memulihkan rentang gerak
pergelangan tangan dan sikunya. Seorang
terapis okupasi dilibatkan untuk membantu
pasien mendapatkan kembali fungsi tangan
dan kekuatan genggamannya

Outcome Setelah mengikuti latihan fisioterapis selama sekitar 18


bulan, pasien mendapatkan kembali rentang gerak yang
hampir mendekati normal

25
3.1.3 JBI Critical Apparaisal Check List

JBI Critical Appraisal


Checklist for Case Reports

Reviewer: KELOMPOK 6
Date 18 Maret 2021

Author: Hao Wang 1 *, Xiao-Ce Dai 2, Yun-Tao Zhao 3 dan Xiao-Hang Cheng.
Year :2016

Yes No Unclear Not


applicable
1.Werepatient’s demographic characteristics clearly
described?  □ □ □
2.Was the patient’s history clearly described and
presented as timeline?  □ □ □
3.Wasthecurrentclinicalconditionofthepatienton
presentation clearly described?  □ □ □
4.Werediagnostictestsorassessmentmethodsandthe results
clearly described?  □ □ □
5.Wastheintervention(s)or treatment procedure(s)clearly
described?  □ □ □
6.Wasthepost-interventionclinicalconditionclearly
described?  □ □ □
7.Wereadverseevents(harms)or unanticipated events identified
and described? □  □ □
8. Does the case report provide takeaway lessons?  □ □ □
Overall appraisal: Include  Exclude □ □
Seek further info

26
Comments (Including reason for exclusion)

1. Apakah karakteristik demografis pasien dijelaskan dengan jelas?

Iya. Pada penelitian case report ini dijelaskan bahwa seorang pria
kidal berusia 36 tahun jatuh sekitar empat meter melalui jendela atap saat
mencoba memperbaiki satelitnya sendiri. Setibanya di ruang gawat
darurat siku kanannya ditopang oleh pergelangan tangan kirinya.
2. Apakah riwayat pasien digambarkan dengan jelas dan disajikan
sebagai lini masa?
Iya. Dijelaskan bahwa pasien membantah adanya riwayat kehilangan
kesadaran. Tidak ada riwayat sebelumnya pada tungkai kanan atas atau
penggunaan pengobatan jangka panjang. Pasien mencatat riwayat
merokok 60 batang per hari.
3. Apakah kondisi klinis pasien saat kejadian dijelaskan dengan jelas?

Ya. Dijelaskan bahwa siku kanannya mengalami pembengkakan yang parah.


Terdapat lecet superfisial ringan di sisi lengan kanan tengah dan ulnaris
pergelangan tangan kanannya. Siku dan pergelangan tangan tidak dapat
digerakkan. Ada krepitasi ringan di pergelangan tangan kanannya.
4. Apakah tes atau metode diagnostik dan hasilnya dijelaskan dengan
jelas?
Ya. Pemeriksaan diagnostic pasien melitupi pemeriksaan neurovascular
yang normal. Pemeriksaan X-ray pada siku kanan menunjukkan dislokasi
siku posterolateral dengan fraktur kepala radial. Radiografi pergelangan
tangan menunjukkan fraktur radius distal dorsal displaced dengan
metaphyseal comminution ringan dan fraktur styloid ulnaris.
5. Apakah intervensi atau prosedur perawatan dijelaskan dengan jelas?
Ya. Dijelaskan bahwa akan dilakukan operasi LCL dan asal ekstensor
diperbaiki menggunakan jahitan. Fraktur radius distal distabilkan melalui
pendekatan volar menggunakan pelat radius distal volar dan sekrup (Volar
2.4 mm LCP Distal Radius System, DePuy Synthes). Skafoid distabilkan
dengan sekrup mini (Sekrup Cortex 2,4 mm). Pergelangan tangan sampai
27
ibu jari, Dipasang gips dalam posisi pronasi selama tiga minggu dan
kemudian penjepit siku berengsel yang dibuat khusus yang meluas ke
pergelangan tangan dan ibu jari diterapkan di mana dia diizinkan untuk
melenturkan dan memperpanjang sikunya sambil menjaga lengan bawah
dalam pronasi selama enam minggu lagi.

6. Apakah kondisi klinis pasca intervensi dijelaskan dengan jelas?

Ya. Pada penelitian ini dijelaskan pasien mulai melakukan latihan


berbagai gerakan siku dan lengan. Termasuk rotasi lengan bawah setelah
pelepasan braces. Pasien Dia diikuti oleh fisioterapis untuk memulihkan
rentang gerak pergelangan tangan dan sikunya. Seorang terapis okupasi
dilibatkan untuk membantu pasien mendapatkan kembali fungsi tangan
dan kekuatan genggamannya. Pasien ditindaklanjuti selama sekitar 18
bulan, di mana ia mendapatkan kembali rentang gerak yang hampir
mendekati normal dibandingkan dengan sisi normal.
7. Apakah kejadian buruk (bahaya) atau kejadian tak terduga
teridentifikasi dan dijelaskan?
Tidak. Pada penelitian ini tidak dijelaskan adanya efek samping ataupun
kejadaian tidak diinginkan pada pasien.
8. Apakah laporan kasus memberikan pelajaran yang bisa diambil?

Ya. Dari penelitian ini dapat dipelajari bahwa tindakan X-ray dan
Radiografi untuk menentukan dislokasi dan ketak fraktur pada kasus
injuri extremitas.

28
3.2 Jurnal Penunjang
3.2.1 Profile Penelitian

Judul Penelitian : Beneficial Effects of Pulsed Electromagnetic Field during


Cast Immobilization in Patients with Distal Radius Fracture
Penulis/Author’s : Lucyna Krzyza´nska,Anna Straburzy´nska-Lupa, Patrycja
Raglewska,and Leszek Romanowski
Sumber / Source : Hindawi, BioMed Research International
Kata Kunci / Keyword :
Latar Belakang/ Abstract :
To assess whether pulsed electromagnetic field therapy during cast immobilization of distal
radius fractures has beneficial effects on pain and limb function, the study included 52 patients
(mean age 60.8± 15.0 years) with distal radius fractures treated with cast immobilization.
Patients were allocated to a pulsed electromagnetic field group (n 27) or a control group (n
25). Pain; forearm and arm circumference; range of motion; disabilities of the arm, shoulder,
and hand score; and touch sensation were evaluated on the day of the plaster cast dressing and
3 and 6 weeks after. In comparison to the control group, the pulsed electromagnetic field group
reported significant changes after 3 and 6 weeks of treatment: lower pain levels (p 0.0052; p<
0.0001, respectively), greater mobility of upper-limb joints, improvement in exteroceptive
sensation, and reduction in disability of the upper limb (disabilities of the arm, shoulder, and
hand) (p 0.0003; p< 0.0001, respectively). Our results suggest that early addition of pulsed
electromagnetic field treatment, during cast immobilization of distal radius fractures, has
beneficial effects on the pain, exteroceptive sensation, range of motion, and daily functioning
of patients.

29
3.2.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan PICO

Problem PROBLEM : fraktur radius distal adalah salah satu patah tulang
yang paling umum terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Biasanya
terapeutik yang digunkan untuk fraktur ini adalah reposisi fraktur,
rehabilitas dan imobilisasi akan tetapi latihan mobilisasi sering
diabaikan, mengakibatkan pengurangan rentang gerak sendi (ROM),
otot saat rophy, dan nyeri.
Purpose Medan elektromagnetik berdenyut (PEMF) telah digunakan untuk
mendukung penyembuhan patah tulang. Namun, mekanisme kerja
pada tingkat sel dan molekuler belum sepenuhnya dijelaskan, oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
PEMF, dimulai sehari setelah cedera dan imunisasi cor, nyeri,
edema, rentang gerak tungkai, sensasi ekstero ceptive, dan fungsi
sehari-hari pada penderita DRF.
Populasi sebanyanyak 52 pasien (Kelompok PEMF: 27 pasien dan kelompok
non PEMF : 25 pasien).
1. Kriteria inklusi
 Distal ujung radius fraktur tipe A atau B menurut
kelas AO-sifikasi
 Perawatan imobilisasi cor
 Tidak ada batasan fungsi pergelangan tangan dan
tangan sebelum cedera
 Tidak ada kontra indikasi kepada PEMF, dan
persetujuan pasien.
2. Kriteria eksklusi
 Cedera banyak organ
 Laporan DRF sebelumnya
 Kontra penyakit saat ini yang mempengaruhi
pemulihan DRF, seperti diabetes, hipertiroidisme,
penyakit kejiwaan, dan inflamasi osteoartritis.

30
Intervensi 1. Peserta studi dialokasikan untuk satu dari dua kelompok:
kelompok PEMF, terdiri dari 27 pasien, dan kelompok kontrol
non PEMF sebanyak 25 pasien.Alat terapi PEMF diproduksi
oleh ASTAR ABR.
2. Tangan pasien, pergelangan tangan, dan distal lengan bawah
ditempatkan di dalam aplikator koil konsentris
3. Diameter 345 mm dan tinggi 440 mm menghasilkan intensitas
medan magnet 6–10 mT dan frekuensi25–30 Hz.
4. Setiap perawatan berlangsung selama 30 menit, medan magnet
diterapkan awalnya dibuat selama 1 detik dengan jeda.
5. Lama waktu istirahat pada perlakuan pertama adalah 3 detik dan
semula dikurangi 0,5 detik di setiap aplikasi yang berurutan.
6. Seperti dari perlakuan ketujuh, medan magnet yang diterapkan
dihasilkan dengan amplitudo konstan selama perawatan.
7. Untuk 10 hari, pasien menerima perawatan sekali sehari diwaktu
yang sama di pagi hari, dengan istirahat di akhir pekan, dan
kemudian tiga kali seminggu.
8. Secara keseluruhan, pasien menerima 22 perawatan selama enam
minggu.
9. Pada hari setelah cedera dan imobilisasi gips, baik PEMF
maupun kelompok kontrol memulai rehabilitasi yang terdiri dari
latihan gerak aktif bahu, siku, dan jari tiga kali sehari (semua
sendi tanpa imobilisasi).
10. Semua peserta diberi instruksi untuk latihan rumahan yang akan
dilakukan di bawah pengawasan fisioterapis.
11. Semua pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini menjalani
pengobatan servatif tanpa perlu pembedahan dan kebutuhan
perpanjangan periode imobilisasi plestermelebihi 6 minggu.

Compare Membandingkan efek terapi pada kelompok PEMF dengan kelompok


kontrol Non PEMF, dimulai sehari setelah cedera dan imunisasi cor,
terhadap nyeri, edema, rentang gerak tungkai, sensasi eksteroseptif, dan
31
fungsi sehari-hari pada pasien DRFs

Outcome  Pengurangan nyeri secara signifikan lebih tinggi selama


pemeriksaan pada kelompok PEMF dibandingkan dengan
kelompok kontrol (tiga minggu p 0,0052, enam minggu p <
0,0001).

 Rentang gerak .e secara signifikan lebih tinggi pada kelompok


PEMF dibandingkan dengan kelompok kontrol: bahu flek (tiga
minggu, p 0,0280; enam minggu, p 0,0034), perpanjangan (tiga
minggu, p 0,0004; enam minggu, p 0,0004), dan penculikan (tiga
minggu, p 0,0015; enam minggu, p 0,0002)

 Mobilitas pergelangan tangan dan kekuatan cengkeraman global


dievaluasi hanya setelah pelepasan gips pada minggu keenam.
Dibandingkan dengan kelompok kontrol, kelompok PEMF
memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi secara signifikan untuk
nyeri pergelangan tangan palmar dan punggung pada fraktur
ekstremitas ( p 0,003 dan p 0,001, masing-masing) dan kekuatan
cengkeraman yang lebih tinggi pada tangan yang retak dan tidak
retak ( p 0,0344 dan p 0,0012, masing-masing)

 Setelah tiga minggu, peningkatan yang signifikan dalam sensasi


eksteroseptif yang diukur dengan diskriminator Dellon diamati
pada kelompok PEMF dibandingkan dengan pada kelompok
PEMF. Kelompok kontrol ( p 0,0098). Setelah enam minggu,
sensasi eksteroseptif yang diukur dengan monoFlamen dan
diskriminator Dellon secara signifikan lebih baik pada kelompok
PEMF dibandingkan dengan kelompok kontrol ( p 0,0013; p
0,0018, masing-masing)

 . Evaluasi kecacatan ekstremitas atas (DASH) menunjukkan


perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada
pemeriksaan pertama ( p 0,0499). Penurunan yang signifikan
lebih besar pada kecacatan anggota tubuh tercatat pada
32
kelompok PEMF dibandingkan dengan kelompok kontrol
setelah tiga ( p < 0,0001) dan enam minggu terapi ( p < 0,0001)

33
3.2.3 JBI Critical Apparaisal Check List

Reviewer : Kelompok 6

Author : Lucyna Krzyza´nska,Anna Straburzy´nska-Lupa, Patrycja Raglewska,and


Leszek Romanowski
Year 2020

JBI critical appraisal checklist for randomized controlled trials


Reviewer : Kelompok 6
Date : 18 Maret 2021
Author : Lucyna Krzyza´nska,Anna Straburzy´nska-Lupa, Patrycja Raglewska, and Leszek
Romanowski
Year: 2020
Yes No Unclear NA
1. Was true randomization used for assignment of participants to  □ □ □
treatment groups?
2. Was allocation to treatment groups concealed? □  □ □

3. Were treatment groups similar at the baseline?  □ □ □

4. Were participants blind to treatment assignment?  □ □ □

5. Were those delivering treatment blind to treatment assignment? □  □ □

6. Were outcomes assessors blind to treatment assignment? □  □ □

7. Were treatments groups treated identically other than the intervention  □ □ □


of interest?
8. Was follow-up complete, and if not, were strategies to address  □ □ □
incomplete follow-up utilized?
9. Were participants analyzed in the groups to which they were  □ □ □
randomized?
10. Were outcomes measured in the same way for treatment groups?  □ □ □

11. Were outcomes measured in a reliable way?  □ □ □

12. Was appropriate statistical analysis used?  □ □ □

34
13. Was the trial design appropriate, and any deviations from the □  □ □
standard RCT design (individual randomization, parallel groups)
accounted for in the conduct and analysis of the trial?

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info 


Comments (Including reason for exclusion)

1. Apakah pengacakan yang benar digunakan untuk penugasan peserta ke kelompok perlakuan?

Iya, karna dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kelompok PEMF dengan terapi PEMF. Pada
akhirnya baik PEMF maupun kelompok kontrol memulai rehabilitasi yang terdiri dari latihan
gerak aktif bahu, siku, dan jari tiga kali sehari.

2. Apakah alokasi untuk kelompok dirahasiakan?


Tidak, karena Pada masing-masing kelompok data berdasarkan klasifikasi AO
(Arbeitsgemeinschaft
für Osteosynthesefragen) yang dikembangkan oleh Mülle dan sudah disetujui oleh Komite
Etika Penelitian di Poznan University of Medical Ilmu pengetahuan (nomor protokol:
957/11).

3. Apakah kelompok perlakuan serupa pada baseline?

Iya, Karena dalam jurnal tersebut telah dijelaskan mekanisme pemilihan responden pada
pasien memiliki kriteria inklusi yang sama sesuai syarat penulis. Responden tersebut masing-
masing di acak dalam kelompok PEMF dan non PEMF

4. Apakah peserta tidak mengetahui tugas pengobatan?

Iya, Dalam jurnal dijelaskan bahwa kelompok PEMF dan non PEMF menjalani proses
intervensinya yang berbeda dengan stategi yang sama sehingga pasien tidak tau apa yang
menjadi penilaian dalam kelompok lainnya.

5. Apakah mereka yang memberikan pengobatan buta terhadap tugas pengobatan?

Tidak, Pada jurnal dijelaskan setiap intervensi yang diberikan perawat atau tenaga kesehatan
menjalankan tugasnya yang dilakukan pada pasien, dengan intervensin yang berbeda dengan
stategi yang sama . Sehingga, perawat menganggap bahwa intervensi ini memang prosedur
yang harus dilakukan pada pasien untuk data penelitian.

6. Apakah penilai hasil tidak mengetahui tugas pengobatan?

Tidak, Karena dalam jurnal hasil intervensi berupa setelah pasien menerima intervensi

35
langsung diukur rasa sakit, lingkar tungkai, rentang gerakan bersama, kekuatan genggaman,
sensasi sentuhan, catat ekstermitas atas dan analisis stetistik.

7. Apakah kelompok perlakuan diperlakukan secara identik selain intervensi yang diminati?

Iya , semua yang berpartisipasi dalam penelitian ini menjalani pengobatan servatif tanpa perlu
pembedahan dan kebutuhan perpanjangan periode imobilisasi plestermelebihi 6 minggu.

8. Apakah tindak lanjut selesai dan jika tidak, apakah perbedaan antara kelompok dalam hal
tindak lanjut mereka cukup dijelaskan dan analisis?

Iya, selesai, yaitu maksudnya setelah dilakukan intervensi pada hasil akhir ada pebedaannya.

9. Apakah peserta dianalisis dalam kelompok yang diacak?

Iya, terdiri dari 52 pasien dengan fraktur radius distal

10. Apakah hasil diukur dengan cara yang sama untuk kelompok perlakuan?

Iya, hasilnya di ukur dari rasa nyeri menggunakan Visual Analoge Scale (VAS), mengukurr
lingkar tungkai menggunakan pita pengukur, rentang gerakan bersama diukur menggunakaan
metode goniometri, kekuatan genggaman diukur menggunakan dinamomete jamar, sensai
sentuh diuku dengan diskiminator Dellon, cacat ekstemitas atas dinilai dengan kuesione DASH.

11. Apakah hasil diukur dengan cara yang dapat diandalkan?

Iya dapat diandalkan karena sudah dipapakan masing-masing hasil dari kelompok PEMF dan
non PEMF

12. Apakah analisis statistik yang tepat digunakan?

Uji nomalitas menggunakan uji Shapirro-Wilk. Untuk menilai perbedaan antara dua kelompok
menggunak uji Mann-Whitney

13. Apakah desain uji coba sesuai untuk topik, dan setiap penyimpangan dari desain RCT standar
diperhitungkan dalam pelaksanaan dan analisis?

Tidak, karena pada junal ini tidak menggunakan desai RCT.

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tidak ada perbedaan yang berkaitan dengan ukuran infark miokard, antara
pasien yang diobati dengan strategi invasif langsung di bandingkan yang tertunda.
Secara umum, pasien dengan STEMI transien memiliki ukuran infark yang sangat
kecil dan perjalanan klinis yang relatif jinak. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI sementara dapat diobati dengan strategi invasif segera atau tertunda
dengan hasil yang serupa.

4.2 Saran
Perkembangan penelitian-penelitian kesehatan terkini telah menghasilkan
inovasi-inovasi baru dalam menangani suatu masalah kesehatan seperti acute
hypoxemic respiratory failure (STEMI). Maka tenaga medis khususnya perawat
dapat mengaplikasikan tindakan invasif langsung serta tertunda sesuai keadaan
pasien STEMI sebagai salah satu penatalaksanaan dalam praktik keperawatan
Gawatdarurat

37
DAFTAR PUSTAKA

Abutalib, R. A., & Khoshhal, K. I. (2016). Multiple concomitant injuries in one


upper extremity: a case report. The American journal of case reports, 17, 6.
Krzyżańska, L., Straburzyńska-Lupa, A., Rąglewska, P., & Romanowski, L.
(2020). Beneficial Effects of Pulsed Electromagnetic Field during Cast
Immobilization in Patients with Distal Radius Fracture. BioMed research
international, 2020.

38

Anda mungkin juga menyukai