Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTEK COMPREHENSIVE NURSING

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S.R DENGAN STEMI INFERIOR


LATE ONSET DENGAN COVID 19
DI RUANG PINERE
RSUD BUDHI ASIH
JAKARTA

Disusun Oleh :

WIDIYANINGSIH
012042025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVI

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS BINAWAN

JAKARTA

2021
PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab nomor satu
kematian di dunia. Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan kororner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya
sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark (Suddarth, 2014)

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 menyebutkan, lebih dari 17 juta
orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Atau sekitar 31% dari
seluruh kematian di dunia, sebagian besar atau sekira 8,7 juta kematian disebabkan oleh karena
penyakit jantung koroner (Suhayatra Putra, 2016). Hasil ( Kementrian Kesehatan RI, 2018)
menunjukkan bahwa sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit
jantung koroner. Sedangkan jika dilihat dari penyebab kematian tertinggi di Indonesia, menurut
Survei Sample Registration System tahun 2014 menunjukkan 12,9% kematian akibat penyakit
jantung koroner. Menurut ( Kementrian Kesehatan RI, 2018) prevalensi penyakit jantung
berdasarkan diagnosis dokter pada semua umur di provinsi NTT adalah sebesar 0,7% atau sekitar
20.599 penduduk.

Faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin
sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolestrol, serta kalori
(Suddarth, 2014)

STEMI mempunyai gejala khas yang berkaitan erat dengan hasil EKG yaitu elevasi
segmen ST yang persisten. Data menunjukkan bahwa mortalitas akibat STEMI sering terjadi
dalam 24-48 jam pasca onset dan 30 hari setelah serangan adalah 30% (Suddarth, 2014) Tanda
dan gejalanya meliputi Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada
substernalatauprekordial yang bias menjalar ke lengan kiri, leher dan rahang. Rasa nyeri saat
beraktivitas, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam jumlah
besar. (Pamewa, 2014)
STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab lainnya
yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokardium (Andrayani, 2016) Pada kondisi awal akan terjadi iskemia miokardium, namun bila
tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan menimbulkan nekrosis miokard yang
bersifat irreversible. Komplikasi yang biasa terjadi pada penderita STEMI yaitu adanya
remodelling ventrikel yang pada akhirnya akan mengakibatkan shock kardiogenik, gagal jantung
kongestif, serta disritmia ventrikel yang bersifat lethal aritmia (Carrick D, 2018)

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah
mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total
arteri oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh
syok atau perdarahan. Pada setiap kasus infark miokardium selalu terjadi ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen (Suddarth, 2014). Faktor resiko yang dapat memperburuk
keadaan ini adalah kebiasaan merokok, memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kolestrol
tinggi, memiliki riwayat keluarga mengalami penyakit jantung koroner atau stroke, kurang
aktivitas fisik, memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, memiliki berat badan berlebihan
(overweight) ataupun obesitas (Iskandar, 2017) Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan
komplikasi sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung.
Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia)
yang akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup.
( (Suddarth, 2014)

Diagnosis awal yang cepat dan penanganan yang tepat setelah pasien tiba di ruang IGD
dapat mencegah kerusakan miokardial yang besar serta mengurangi komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien sehingga menurunkan risiko kematian. 2 Pencegahan keterlambatan dalam
penanganan STEMI sangat penting di fase awal yaitu saat pasien mengalami nyeri dada yang
hebat. Defibrillator harus tersedia, pemberian terapi pada tahap awal terutama terapi reperfusi
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)

Berdasarkan hasil penelitian (Ermiati., 2017) menjelaskan bahwa angka keberhasilan terapi
reperfusi relative tinggi dan sukses yaitu mencapai 100% untuk terapi primary PCI dan
fibrinolitik yang diberikan tepat waktu yaitu kurang dari 30 menit untuk fibrinolitik dan kurang
dari 90 menit untuk primary PCI. Terapi awal seperti suplementasi O2, aspirin, klopidogrel,
nitrat dan morfin untuk mengurangi nyeri dapat diberikan kepada pasien STEMI jika tidak ada
kontraindikasi (FITRIADI, 2018)

Prevalensi gagal jantung di Asia Tenggara mencapai 3 kali lipat jika dibandingkan dengan
negara Eropa dan Amerika yaitu sebesar 4.5–6.7% : 0.5–2% (Lam, 2015) Berdasarkan data
(WHO, 2013) menunjukkan bahwa 45% kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah yaitu 17,7 dari 39,5 juta kematian (Riskesda, 2018) Sedangkan menurut Jakarta
Acute Syndrome (JAC) Registry pada tahun 2015 jumlah pasien STEMI di Jakarta mencapai
1.024 orang (Dharma, 2016). STEMI merupakan penyakit kardiovaskuler penyebab kecacatan
dan kematian terbesar seluruh dunia. STEMI menyebabkan kematian 6%-14% dari jumlah total
kematian pasien yang disebabkan oleh SKA (Dharma, 2016) Berdasarkan data rekam medik
tahun 2019 di Ruang Jantung Aster Timur RSUD Budhi Asih Jakarta, jumlah penderita serngan
jantung pada bulan Januari sampai Desember 2019 sebanyak 244 orang. Sedangkan pada yahun
2020 jumlah penderita serangan jantung yang dirawat pada bulan Januari sampai Desember 2020
sebanyak 293 orang.

Berdasarkan uraian masalah diatas, penulis tertarik untuk menganalisa dan mempelajari
lebih dalam mengenai STEMI yang semakin meningkat. Penulis juga ingin menambah ilmu
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat klien dengan serangan jantung sehingga penulis
mampu menjadi perawat profesional dan dapat memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif
PEMBAHASAN

Ny. S.R (61 tahun) datang ke IGD RSUD Budhi Asih, Senin 17 Januari 2022 jam 20.05
WIB dengan keluhan, Nyeri ulu hati sejak 3 hari, seperti terasa penuh, terasa Mual, pasien
mengeluh keluar keringet dingin, demam di sangkal, batuk pilek di sangkal, sesak napas di
sangkak. Klien memiliki riwayat Dm tipe 2 rutin minum obat metformin 3x500 mg, riwayat
kolesterol ada, dan riwayat sakit jantung 4 tahun yang Smrs, pasien menolak di pasang ring
minum obat miniaspi dan bisoprolol. Saat di igd pasien di lakukan pemeriksaan EKG tergambar
Abnormal sinus ritem, axis normal, ST depresi I-aVL, ST elefasi III-aVF, dan RBBB
incomplete. Saat tiba di IGD klien dilakukan pengukuran TTV : TD 121/78 mmHg, N 82 x/mnt,
S 360C, RR 20 x/mnt, sat 98%, dilakukan pemasangan infuse, dan di pasang elektroda EKG serta
dilakukan pemeriksaan laboratorium : HB:12,5 gr/dl, HT: 36%, Trombosit:294 ribu/ul,
Leukosit:10,2 ribu/ul, Ureum:32 mg/dl, Creatinin:0,99 mg/dl, Na:141 mmol/L, K:3,9 mmol/L,
Cl:100 mmol/L, Troponim I :0,004 ng/ml, GDS: 157 mg/dl, Swab antigen : Positif dilakukan X-
Ray : Cardiomegali, dengan elongasi dan kalsifikasi aorta Klien mendapatkan terapi awal :
ISDN 5 mg, CPG 4tab (300mg), aspilet 2tab (160mg), Simvastatin 40mg, infus Asering/8 jam,
omeprazole 2x40 mg, Lovenox 0,6 mg . TB: 155cm dan BB : 54 kg.

Pada senin 17 Januarai 2022 klien dikonsulkan ke dokter jaga IGD ke dokter Jantung
karena adanya gangguan pada irama jantung pasien dari dr jantung pasien mendapat terapi saran
konsul paru dan IPD lasix 2x2 amp iv, ramipril 1x2.5 mg, Tambahin lovenox 2x0.6, CPG
loading 300 mg selanjutnya 1x75 mg, Aspilet 160 mg, selanjutnya 1x80 mg, Omz 2x1 amp iv,
Simvastatin 1x20 mg, EKG per hari. Pasien di konsulkan ke dokter paru karena covid 19 by
antigen jam 22.00 dan mendapat terapi CT scan, PCR 2x, Dexa 1x6mg, Avigan protocol, Vit D3
1x5000 po, Vit C 1x500mg po, Levofloxacin 1x750mg iv, Hidonac 1x2500mg iv 2 hr Pasien di
konsulkan ke penyakit dalam jam 21.30 karena ada riwayat Dm tipe 2 dan mendapat terapi
lanjutkan obat rutin metformin 3x 500 mg Po, cek GDSM jam 22.00 cek albumin, Globulin dan
HbA1C, panel Covid dan hemostasis

Pada tanggal 17 Januari 2022 pukul 22:00 WIB dilakukan pengkajian menggunakan 11
pola Gordon dan,didapatkan hasil pengkajian dan masalah keperawatan sebagai berikut:

1. Pola Persepsi Pemeliharan dan Manajemen Kesehatan


Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan pola pemahaman klien tentang
kesehatan, kesejahteraan, dan bagaimana kesehatan mereka diatur (Patricia A. Potter &
Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan tidak merokok, tidak minum-minuman
beralkohol, kegiatan senam setiap minggu sekali diikutinya namun, selama pandemik Covid-
19 kegiatan senam telah ditiadakan. Klien mengatakan takut jika harus tergantung dengan
obat-obatan sehingga pasien menolak untuk di lakukan pemasangan ring 4 tahun smrs,
pasien juga takut melakukan vaksin karena keponakan pasien ada yang meninggal 1 minggu
setelah vaksin covid namun saat ini pasien menyesal karena tidak melakukan vaksin. Namun
pasien tetap rutin meminum obat DM dan jantun. Di dalam riwayat keluarga, klien
mengatakan tidak ada yang menderita penyakit jantung. Ibu dan Bapak nya di kampung
masih ada dan dalam kondisi sehat-sehat saja. Sekitar 8 bulan yang lalu klien merasa sering
berdebar, namun diabaikan nya. Berdebar dirasakan setelah aktivitas dan akan hilang setelah
istirahat. Hal tersebut dibiarkannya selama 1 bulan tanpa dilakukan pemeriksaan. Hingga
pada bulan November 2020 klien mengeluh jantung berdebar di malam hari disetai keringat
dingin dan rasa berdebar tidak hilang dengan istirahat. Oleh karena itu suaminya membawa
klien ke IGD RSUD Budhi Asih untuk berobat. Klien baru mengetahui dirinya menderita
penyakit jantung sejak 4 tahun yang lalu selama hampir 4 tahun klien berobat rutin namun
pasien tetap menolak untuk pemasangan ring.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien merasa sangat menyesal karena tidak melakukan
vaksin sehingga paseien terkena covid 19. Klien merasa ini keputusan yang salah. Pada saat
ini Ny.S.R dan suami menganggap kondisinya perlu ditangani segera, karena 4 hari SMRS
klien sering mengeluh sesak napas saat aktivitas ringan, Klien dan suami masih berharap
penyakitnya bisa disembuhkan tanpa tindakan pembedahan. Klien berharap dapat sembuh
seperti sediakala. Dilakukan pemeriksaan fisik dan TTV : TD 122/80 mmHg, N: 78 x/mnt,
RR 20 x/mnt S 360C, dengan Sat 02 98 %.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Kurang pengetahuan, Manajemen
kesehatan tidak efektif.

2. Pola Nutrisi Metabolik


Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan
metabolik dan suplai gizi : meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit,
rambut, kuku dan membran mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat badan (Patricia A. Potter
& Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien makan 3x sehari dengan menu nasi, lauk (ikan,
sayuran atau lalapan) dan kadang-kadang disertai buah-buahan. Tidak ada makanan yang
tidak disukai. Tidak ada alergi makanan dan minuman, tidak ada kesulitan dalam menelan
serta tidak ada gangguan pada pola nutrisi. Klien berasal dari suku sunda, sehingga klien
lebih sering mengolah lauk dengan di goreng dan menu lalapan dengan sambal. Klien juga
sering mengolah lauk yang berasal dari ikan asin. Berat badan klien sebelum sakit 54 kg,
tinggi badan 155 cm, dengan IMT 22,47 kg/m2.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien ada keluhan mual namun tidak muntah. Turgor kulit
elastis, warna kulit ke mukosa mulut lembab. Klien makan sehari 3x dengan menu diet
jantung, rendah garam (2 gr per hari) dan diet Dm dengan total 1500 Kalori per hari dan
total intake cairan 1000-1200 cc/hari. Berat badan saat ini 54 kg, dilakukan pengukuran LP:
80 cm, BU 12 x/mnt. Klien sering mengeluh ketika makan terasa begah karena merasa
tertekan oleh perutnya. Sehingga klien tidak mampu menghabiskan makanannya sekaligus.
Klien menghabiskan makannya 1 porsi dalam 2-3 tahap, untuk mencegah rasa penuh di
perut dan sesak. Pemeriksaan laboratorium 21 Januari 2022 : HB:16,0 gr/dl, HT: 46%,
Trombosit:252 ribu/ul, Na:132 mmol/L, K:4,4 mmol/L, Cl:107 mmol/L, SGOT:32 mU/dl,
SGPT: 27 mU/dl, albumin: 3,7 gr/dL, GDS: 127 mg/dl.

Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Hipervolemia, Manajemen kesehatan


tidak efektif.

3. Pola Eliminasi
Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung
kemih, dan kulit), termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan, dan metode
yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan eliminasi BAK 5-6 kali dalam sehari
namun sekali BAK hanya sedikit dengan warna kuning pekat. Untuk BAB klien mengatakan
tidak ada keluhan, klien BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat dan warna kuning
dengan bau khas.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien di rawat di ruang isolasi pinere, dengan fasilitas untuk
bab dan bak yang belum ada, jadi saat di ruang isolasi mengunakan pempers untuk bab dan
bak pasien menggunakan DC no 16 karena klien mendapatkan terapi diuretic (Lasix 2x2
ampul IV). Produksi urine saat ini 800 cc/6 jam sehingga diuresis klien 2,4 cc/kgbb/jam,
warna kuning jernih, bau khas. Dua hari ini klien belum BAB dan BU 12 x/mnt.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Resiko Konstipasi (D.0052)

4. Pola Aktivitas dan Latihan


Dasar Teori menurut Gordon :Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu
senggang, dan rekreasi ; termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan
sirkulasi) (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien merupakan ibu rumah tangga yang setiap hari
kegiatannya mengurus semua kebutuhan suami dan anaknya, klien mengatakan pola
kehidupan setiap hari dijalani seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Seperti memasak
dan kegiatan rumah lainnya. Klien mengatakan melakukan kegiatan senam setiap minggu
sekali namun, selama pandemik Covid-19 kegiatan senam telah ditiadakan. Setelah
didiagnosa mempunyai penyakit jantung 4 tahun yang lalu, klien membatasi kegiatan setiap
hari agar tidak terlalu lelah. 4 hari SMRS klien mengatakan mengalami kesulitan melakukan
kegiatan harian karena merasa sesek dan mual setelah aktivitas ringan seperti berjalan 4-5
meter.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien bedrest ditempat tidur dengan posisi semifowler 30 o,
sebagian ADL klien di bantu oleh perawat seperti eliminasi BAK, seperti membuang urin
dan menggantikan pempers jika pasien BAB, pasien juga terpasang monitor ekg untuk
memantau irama jantung pasien, untuk makan pasien bisa sendiri, dan untuk mandi pasien di
lap2 dengan air hangan oleh perawat. Klien kadang mendapat bantuan dari teman 1 ruangan
jika barang-barang pasien ada yang jatuh. Terdengar bunyi paru tambahan Rockhi halus
(+/+) di basal kedua lapang baru. Klien tampak lemah setelah di tempat tidur pasien sering
miring kanan-kiri saat dimandikan. Klien mendapat terapi obat diuretik : Lasix 2x2 ampul
IV. Hasil pemeriksaan TTV : TD 122/80 mmHg, N: 78 x/mnt, RR 20 x/mnt S 360C, dengan
Sat 02 98 %. JVP 5+4 cmH20, CRT 3-4 detik.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Intolerasi aktivitas dan Penurunan
curah jantung.

5. Pola tidur dan istirahat


Dasar Teori menurut Gordon: Menggambarkan pola tidur, istirahat, relaksasi dan setiap
bantuan untuk merubah pola tersebut (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan tidak pernah tidur siang setiap harinya.
Klien mengatakan tidur malam pukul 9 setiap harinya. Klien tidur dengan 3 bantal di rumah.
klien mengatakan sering terbangun di malam hari karena ingin buang air kecil. Klien
terbangun dimalam hari pukul 2 pagi dan setelah subuh atau pukul 5 setelah itu pasien tidak
tidur lagi
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien cenderung lebih banyak beristirahat di atas tempat
tidur. Klien mengatakan siang hari bisa tertidur selama 3 jam, di malam hari klien masih
sering terbangun karena tiba-tiba batuk. Klien mengatakan batuk lebih sering ketika pukul 2
pagi, batuk kering. Klien dapat tertidur kembali sekitar pukul 4 pagi dan terbangun pukul 6
pagi. Di RS klien biasanya tidur jam 8 malam, ini dikarenakan pasien bingung tidak ada
kegiatan. Dan tidak terbangun karena ingin BAK karena pasien mengunakan DC Sehingga
satu hari klien istirahat sebanyak 10 jam.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Gangguan pola tidur

6. Pola Kognitif dan Persepsi


Dasar Teori menurut Gordon : Menggambaekan pola persepsi-sensori dan pola kognitif ;
meliputi keadekuatan bentuk sensori (penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan
penciuman ), pelaporan mengenai persepsi nyeri, dan kemampuan fungsi kognitif (Patricia
A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan saat di rumah tidak ada masalah dengan
penglihatan, pendengaran, klien mampu merasakan jenis-jenis rasa dengan baik. Klien
mengatakan tidak ada rasa nyeri yang dirasakan saat di rumah, klien mengatakan hanya
lemes saat aktivitas saja yang ia rasakan.
Saat di Rumah Sakit : Keadaan umum baik, GCS 15. Klien dapat berkomunikasi dengan
baik, tanpa ada gangguan pendengaran, berbicara atau penglihatan. Klien mengatakan tidak
ada nyeri ataupun keluhan lainya yang membuat klien tidak fokus.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : tidak ditemukan.

7. Persepsi diri – Konsep Diri


Dasar Teori menurut Gordon: Menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya
sendiri ; kemampuan mereka, gambaran diri, dan perasaan (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Setelah didiagnosa memiliki sakit jantung klien merasa
sangat cemas dan tidak percaya pada usia saat ini bisa terkena sakit jantung. Klien
mengatakan perasaannya lebih sedih ketika dokter mengatakan klien harus melakukan
pemasangan ring, pasien merasa menyesal karena pasien belum pernah vaksin dan seperti
menyalahkan diri sendiri sehingga pasien terkena covid.
Saat di Rumah Sakit : Awalnya klien kaget ketika dokter mengatakan bahwa dirinya
didiagnosis COVID-19 dengan komplikasi masalah jantung Tapi akhirnya klien mengatakan
pasrah dan menerima akan kondisinya dan setuju untuk dirawat di ruang isolasi demi
kesembuhannya. Suami dan anak klien mendukung penuh apa yang dianjurkan oleh dokter
saat ini. Klien mengatakan yakin bisa melawan covid Klien mengatakan malu jika semua
aktivitasnya harus dibantu perawat. Klien merasa sedih tidak bisa aktivitas bebas seperti
sebelum sakit dan sedih harus di isolasi jauh dari keluarga.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Ansietas, Ketidakberdayaan.

8. Pola Peran dan Hubungan


Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan pola keterikatan peran dengan
hubungan ; meliputi persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi
kehidupan saat ini (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan sebelumnya semua aktivitas sebagai ibu
rumah tangga dapat dijalankannya dengan baik. Namun 4 hari SMRS ia tidak mampu
menjalankan tugasnya karena sering merasa nyeri ulu hati dan mual.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien tidak dapat mengurus suami dan cucuk dari anak
pertamanya yang di rawat dari bayi. Sebagai seorang istri tugasnya mengurus suami tidak
dapat dilakukan selama dirawat di RS. Namun pasien selaku melakukan video call dengan
suami, anak dan cucuk pasien. Hubungan keluarga baik, klien dan suami saling menyayangi
dan saling memberikan dukungan. Kehidupan keluarga berjalan dengan harmonis.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : Ketidakberdayaan.

9. Pola Seksual Reproduksi


Dasar Teori menurut Gordon: Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam
seksualitas ; termasuk status reproduksi wanita, pada anak-anak bagaimana dia mampu
membedakan jenis kelamin dan mengetahui alat kelaminnya (Patricia A. Potter & Perry,
2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Sebelum sakit klien mengatakan tidak ada masalah.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien mengatakan malu untuk membicarakan masalah
tersebut. Karena merasa sudah tua Untuk saat ini klien mengatakan tidak menggunakan alat
kontrasepsi apapun.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : tidak ditemukan masalah.

10. Pola Koping dan Toleransi Stress


Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan pola koping umum, dan keefektifan
ketrampilan koping dalam mentoleransi stress (Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : klien mengatakan sebelum sakit dan setelah sakit
penyelesaian jika ada masalah terutama dalam keluarga adalah sama yaitu membicarakan
masalah tersebut bersama suaminya. Kegiatan klien ketika sedang banyak masalah adalah
shalat malam. Suaminya dan keluarga mendukung jika ia sedang mengalami kesulitan,
terutama atas kondisi sakit saat ini.
Saat di Rumah Sakit : Saat ini klien merasa sangat beruntung memiliki suami dan keluarga
yang mendukung perawatannya di rumah sakit. Sekarang klien mengatakan jika merasa
bosan di rumah sakit, ia kangen dengan keluarganya pasien melakukan video call dengan
suami, anak dan cucuknya di rumah.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : tidak di temukan masalah.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Dasar Teori menurut Gordon : Menggambarkan pola nilai, tujuan atau kepercayaan
(termasuk kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan dan keputusan gaya hidup
(Patricia A. Potter & Perry, 2011)
Sebelum masuk Rumah Sakit : Sebagai seorang muslim klien mengatakan menjalankan
apa yang diperintahkan agamanya, seperti : shalat, berpuasa dan bersedekah. Klien
mengatakan mengikuti pengajian bersama ibu-ibu dilingkungan rumahnya. Pasien
mendapatkan terapi Lovenok 2x 0,6 mg yang mengandung unsur babi yang menurut
kepercayaan agama pasien di haramkan. Namun untuk kesembuhan pasien mau mendapat
terapi lovenok
Saat di Rumah Sakit : Klien mengatakan ini mungkin cobaan yang harus di jalankannya.
Klien berharap semoga Allah cepat memberikan kesembuhan. Klien tetap menjalankan
shalat 5 waktu saat dirawat di RS.
Sehingga Masalah keperawatan yang muncul : tidak di temukan masalah.

Berdasarkan pengkajian 11 pola Gordon yang sudah dilakukan, ditemukan beberapa masalah
keperawatan yaitu: Kurang pengetahuan, Manajemen kesehatan tidak efektif, Hipervolemia,
Risiko Konstipasi, Intolerasi aktivitas dan Penurunan curah jantung, Ansietas, Gangguan pola
tidur dan Ketidakberdayaan. Kemudian ditentukan 3 prioritas masalah keperawatan yaitu :
Penurunan curah jantung, Intolerasi aktivitas dan Kurang pengetahuan, Manajemen kesehatan
tidak efektif

1. Penurunan curah jantung (D.00029) berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.


Masalah keperawatan yang pertama adalah penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas, yang ditandai dengan klien mengatakan merasa cepat lelah
jika terlalu banyak berjalan (kurang lebih 4-5 meter). Klien mengatakan sering terbangun di
malam hari karena batuk dan BAK. Klien tampak lelah setelah aktivitas, seperti perubahan
posisi terlalu sering, dan miring kanan-kiri saat dimandikan. Posisi tidur klien semifowler
45o. Berat badan saat ini 54 kg, Terdengar bunyi paru tambahan : Rockhi halus (+/+) di
basal kedua lapang baru. Klien mendapat terapi obat diuretik : Lasix 2x2 ampul IV. TTV :
TD 122/80 mmHg, N: 78 x/mnt, RR 20 x/mnt S 360C, dengan Sat 02 98 %. JVP 5+4 cmH20,
CRT 3-4 detik Irama jantung klien Abnormal sinus ritem, axis normal, ST depresi I-aVL, ST
elefasi III-aVF, dan RBBB incomplete Pengkajian merupakan salah satu dari bagian-bagian
proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien yang
meliputi usaha untuk mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin, 2009)

Dalam hal pengkajian pada pasien ACS/ Stemi menggunakan pengkajian mendalam
mengenai penurunan curah jantung, dengan kategori fisiologis dan sub kategori sirkulasi.
Pengkajian yang dilakukan yaitu sesuai dengan tanda mayor penurunan curah jantung yang
dilihat dari data subjektif yaitu klien mengalami perubahan irama jantung yang berupa
palpitasi, perubahan preload berupa kelelahan , perubahan afterload berupa dypsnea,
perubahan kontraktilitas berupa proxymal nocturnal dypsnea (PND), ortopnea, batuk.
Kemudian dilihat dari data objektif yaitu klien mengalami perubahan irama jantung berupa
bradikardia atau takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi, perubahan
afterload berupa edema, distensi vena jugularis, Central Venous Pressure (CVP), perubahan
afterload berupa tekanan darah meningkat, nadi perifer teraba lemah, capillary refill time >3
detik, oliguria, warna kulit sianosis atau pucat, perubahan kontraktilitas berupa terdengar
suara jantung S3 atau S4 dan Ejection Fraction (EF) (SDKI, 2017) Jika dikaitkan dengan
teori kriteria pengkajian yaitu sesuai tanda mayor penurunan curah jantung baik subjektif
dan objektif maka, data objektif dan subjektif pada kasus telah memenuhi kriteria sesuai
dengan teori yaitu berupa adanya kelelahan saat aktivitas sedang, seperti berjalan (4-5
meter), adanya aritmia, edema, peningkatan JVP, PND, dan CRT > 3 detik.

Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan jantung memompakan darah untuk


memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (SDKI, 2017) Menurut (SLKI, 2017) tujuan
dilakukan keperawatan selama 4x24 jam, diharapkam penurunan curah jantung dapat
teratasi dengan menunjukkan kriteria hasil: Tidak adanya : dispnea, penggunaan otot bantu
nafas, pemanjangan fase ekspirasi, ortopnea, pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping
hidung dan bunyi suara paru tambahan (ronckhi, weezing) dan membaiknya : frekuensi
nafas (16-20 x/mnt) dan kedalaman nafas.

Implementasi keperawatan berdasarkan intervensi utama yang digunakan untuk klien


dengan penurunan curah jantung berdasarkan standar intervensi keperawatan
Indonesiaadalah perawatan jantung (SIKI, 2017) Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan selama 4x24 jam meliputi tindakan obeservasi yaitu : mengidentifikasi
tanda/gejala primer penurunan curah jantung (Dipsnea, kelelahan, edema, ortopnea,
proxysmal nocturnal dypsnea), mengidentifikasi tanda/gejala skunder penurunan curah
jantung (Peningkatan berat badan, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat), memonitor tekanan darah, memonitor intake dan output cairan,
memonitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama, memonitor saturasi oksigen,
memonitor EKG 12 lead, melakukan pemeriksan tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
dan sesudah aktivitas dan minum obat. Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik
sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998,
dalam Jevon dan Ewens 2009). Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan
guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pada kasus telah dilakukan
implementasi berdasarkan teori yang ada, seperti pemantauan tanda/gejala primer dan
sekunder penurunan curah jantung, pengukuran TTV, monitoring balance cairan, perekaman
EKG 12 lead setiap hari. Dengan hasil terdapatnya perbaikan klinis klien setiap harinya,
yaitu tanda/gejala primer dan sekunder penurunan curah jantung seperti kelelahan saat
aktivitas, edema, ortopnea, PND, peningkatan JVP, palpitasi dan ronkhi mengalami
perbaikan setiap harinya.

Untuk tindakan terapeutik yang telah dilakukan yaitu : memberikan posisi semi-fowler
atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman, memberikan diet jantung yang sesuai
(membatasi asupan natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak) dan memberikan oksigen
untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% dan menciptakan lingkungan yang tenang
agar mengurangi pemicu stress (SIKI, 2017) (WHO, 2013) menganjurkan pembatasan
konsumsi garam dapur hingga 5 gram sehari (ekivalen dengan 2000 mg natrium atau setara
dengan 1 sendok teh). Diet garam merupakan diet untuk mengatur jumlah asupan garam
yang dikonsumsi. Pola diet ini penting untuk dilakukan siapa saja, baik orang dewasa
maupun anak-anak. Ini karena diet garam bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit,
seperti hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Diet ini mengandung zat-zat gizi. Sesuai
dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat diet garam rendah (Karson, 2012)
Implementasi yang telah dilakukan pada klien meliputi semua intervensi yang ada pada
teori, pemberian posisi yang nyaman sesuai dengan kondisi klinis klien dilakukan mulai dari
posisi fowler di hari pertama hingga posisi semi fowler pada beberapa hari berikutnya.
Pemberian diet sesuai kondisi klinis klien telah dilakukan dengan berkolaborasi dengan ahli
gizi yaitu diet jantung, diet rendah garam, rendah lemak. Serta pemberian terapi oksigen
pada fase awal perawatan berupa oksigen nasal 3 lpm hingga terapi oksigen dihentikan
karena klinis klien yang mengalami perbaikan.

Tindakan edukasi yang telah diberikan yaitu : Menganjurkan klien beraktivitas fisik
sesuai toleransi dan menganjurkan klien beraktivitas fisik secara bertahap (SIKI, 2017).
Aktivitas kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan periode apneu
dan kelelahan. Setiap aktivitas yang menimbulkan gejala harus dihindari atau dilakukan
adaptasi. Klien harus dibantu untuk mengidentifikasi stres emosional dan menggali cara-cara
untuk menyesuaikannya. Melibatkan klien dalam implementasi program terapi akan
memperbaiki kerjasama dan kepatuhan (tidak melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat,
tidak mematuhi tindak lanjut medis, melanggar pembatasan diet melakukan aktivitas fisik
yang berlebihan dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan) (Suddarth & Burner,
2012).Tindakan kolaborasi yaitu mengkolaborasikan pemberian anti aritmia (digoxin
0,25mg p.o) dan diuretik (Lasix 10mg/jam IV) (SIKI, 2017). Diberikan sebagai terapi
simptomatik pada keadaan fluid overload (McMurray JJV et al, European Heart Journal;
2012). Implementasi berupa pemberian edukasi pada klien yaitu : pemberian pemahaman
kondisi yang dialami saat ini, aktivitas yang diperbolehkan pada fase awal perawatan hingga
peningkatan aktivitas secara bertahap setiap harinya, seperti : melakukan semua kegiatan di
atas tempat tidur, aktivitas di samping tempat tidur hingga aktivitas ke kamar mandi dan
berjalan secara mandiri yang dilakukan sesuai tahapan yang diberikan dengan melihat
kondisi klinis klien.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam untuk mengatasi penurunan
curah jantung didapatkan: data subjektif klien mengatakan sudah tidak nyeri lagi, sudah
lebih baik saat aktivitas atau ketika tidur datar. Dari data objektif yaitu: klien mampu
melakukan aktivitas mandiri tanpa dibantu dan terlihat tidak sesak. Klien tidur dengan satu
bantal. Phiting edema di kedua kaki tidak ada. Bunyi paru tambahan seperti ronckhi (-/-),
wheezing (-/-). BB saat ini 54 kg. TTV :TD: 110/68 mmHg HR: 76x/mnt, RR: 18x/mnt, S:
36 ºc. Irama jantung AF NVR (Atrial Fibrilasi Normo Ventrikel Respon). JVP tidak
meningkat 5+1 cmH2O. CRT 2 detik. Balance cairan -200 cc/24 jam (intake 1000cc, urine
output 1200 cc). Analisa keperawatan dari masalah penurunan curah jantung adalah teratasi,
rencana tindakan keperawatan dihentikan

2. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen dengan kebutuhan oksigen.

Masalah keperawatan yang kedua adalah Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen, yang ditandai dengan
klien mengatakan merasa bertambah sesak dan mudah lelah jika terlalu banyak berjalan
kurang lebih 4-5 meter. Klien tampak sesak setelah aktivitas, seperti perubahan posisi terlalu
sering, dan miring kanan-kiri saat dimandikan. Saat ini klien bedrest ditempat tidur dengan
posisi semifowler 30o. RR : 26 x/mnt dengan Sat.02 : 97 %. Intoleransi aktifitas adalah
ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari atau yang ingin di lakukan (NANDA, 2018-
2020) Menurut (SLKI, 2017) tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam
meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan menunjukan kriteria
hasil: menunjukan penurunan gejala intoleransi aktivitas (tidak ada sesak saat aktivitas),
frekuensi nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt), pulsasi adekuat dan regular, tekanan
darah dalam batas normal (TDS 120 mmHg dan TDD 80 mmHG), respiratory rate dalam
batas normal (16-20x/mnt) tanpa adanya hiperventilasi, saturasi oksigen >95%, dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, capillary refill time <2 detik dan tidak terdapat tanda-tanda
sianosis. Pada kasus, ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat
dilihat dengan adanya keluhan lelah dan lemas saat klien melakukan aktivitas sederhana
seperti berjalan 4-5 meter. keluhan lelah dan lemas ini menandakan adanya
ketidakseimbangan antara energi yang dibutuhan dengan energi yang terdapat pada tubuh.
Kekurangan energi ini berbanding lurus dengan kebutuhan oksigen saat aktivitas. sehingga
etiologi diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas adalah ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan meliputi managemen energi,


tindakannya meliputi observasi yaitu : memonitor kelelahan fisik dan emosional, memonitor
lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas (SIKI, 2017) Klien perlu
beristirahat baik secara fisik maupun emosional karena akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung, menurunkan tekanan darah, mengurangi kerja otot
pernapasan dan penggunaan oksigen (Brunner, 2013) Implementasi yang telah dilakukan
pada kasus berupa pemantauan penyebab kelelahan yang dialami oleh klien baik kelelahan
setelah aktivitas fisik atau kelelahan yang diakibatkan oleh kecemasan. Dan dilakukan
pemantauan aktivitas yang bisa dilakukan klien selama bedrest yang dapat menimbulkan
kelelahan. Didapatkan hasil bahwa, di hari pertama perawatan klien terlihat sesak bahkan
setelah perubahan posisi terlalu sering saat dimandikan, kelelahan ini mengalami penurunan
pada perawatan dihari-hari berikutnya. Hingga pada hari terakhir, klien mampu melakukan
aktivitas fisik secara mandiri seperti ke kamar mandi secara mandiri tanpa ada keluhan sesak
atau kelelahan.

Tindakan keperawatan terapeutik yang telah dilakukan meliputi : menyediakan


lingkungan yang nyaman, memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, dekatkan semua barang
keperluan klien sehingga dapat dijangkau, membantu kebutuhan ADL klien (eliminasi,
makan dan mandi), mengkaji keluhan klien (SIKI, 2017) Implementasi yang telah dilakukan
pada kasus berupa melatih klien melakukan aktivitas secara mandiri secara bertahap. Klien
melakukan aktivitas di tempat tidur, hingga mendekatkan semua kebutuhan klien ketempat
yang dapat dijangkau secara mudah, mengajarkan aktivitas di samping tempat tidur hingga
mengevaluasi aktivitas klien secara mandiri.

Tindakan keperawatan edukasi yang telah dilakukan meliputi: Menganjurkan tirah


baring, menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang, mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan (SIKI, 2017) Dalam mengatasi intoleransi aktivitas ini disarankan
klien dengan COVID-19 istirahat dengan tidur telentang atau setengah duduk sampai
keadaan klien stabil dan mampu untuk beraktivitas. Edukasi yang telah dilakukan adalah
memberikan pemahaman kepada klien mengenai aktivitas yang boleh dan tidak boleh
dilakukan selama perawatan dan bahkan aktivitas yang diperbolehkan selama di rumah.
Aktivitas bertahap dari tempat tidur hingga aktivitas yang dilakukan secara mandiri. Dengan
hasil, klien mengikuti anjuran yang telah diberikan. Yaitu memulai aktivitas sesuai toleransi
tubuh, berhenti melakukan aktivitas jika tubuh mengalami kelelahan.

Tindakan keperawatan kolaborasi:yang telah dilakukan meliputi : Berkolaborasi


dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan (SIKI, 2017) Tujuan diet
penyakit COVID-19 secara umum : memberikan makanan tinggi energi tinggi protein, untuk
mengganti sel-sel paru yang rusak.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam untuk mengatasi


intoleransi aktivitas didapatkan : data subjektif klien mengatakan sesak sudah tidak ada baik
saat aktivitas atau ketika tidur datar. Dari data objektif yaitu : klien mampu melakukan
aktivitas mandiri tanpa dibantu dan terlihat tidak sesak. klien tidur dengan satu bantal.
TTV :TD: 110/68 mmHg HR: 76x/mnt, RR: 18x/mnt, S: 36 ºc. saturasi 99 % tanpa
pemberian terapi oksigen. CRT 2 detik. Analisa keperawatan dari masalah intoleransi
aktivitas adalah teratasi, rencana tindakan keperawatan dihentikan.

3. Manajemen kesehatan tidak efektif (D.0116) berhubungan dengan kurang terpapar


informasi
Masalah keperawatan yang ketiga adalah manajemen kesehatan tidak efektif , yang
ditandai dengan klien mengatakan menolak pemasangan ring 4 tahun yang lalu dan pasien
belum pernah melakukan vaksin. Menajemen kesehatan tidak efektif adalah Pola pengaturan
dan pengintegrasian penanganan masalah kesehatan ke dalam kebiasaan kehidupan sehari hari
tidak memuaskan untuk mencapai status kesehatan yang diharapkan (SDKI, 2017). Menurut
(PPNI, 2016) ada beberapa penyebab terjadinya pemeliharaan kesehatan tidak efektif :
hambatan kognitif, ketidaktuntasan proses berduka, ketidakadekuatan keterlampilan
berkomunikasi, kurangnya ketermpilan motoric halus/kasar, ketidakmampuan membuat
penilaian yang tepat, ketidakmampuan mengatasi masalah (individu/keluarga),
ketidakcukupan sumber daya (msl. Keuangan, fasilitas), gangguan persepsi, tidak
terpenuhinya tugas perkembangan. Menurut (SLKI, 2017) Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 30 menit diharapkan pemeliharaan kesehatan tidak efektif dapat
berkurang. Dengan kriteria hasil pasien Menunjukkan perilaku adaptif, pasien Menunjukkan
pemahaman perilaku sehat, pasien memiliki Kemampuan menjalankan perilaku sehat,
Menunjukkan minat meningkatkan perilaku sehat, dan Memiliki system pendukung.
Implementasi keperawatan merupakan segala tindakan khususnya yang diperlukan
untuk melakukan intervensi yang sudah direncanakan. Tujuan dari implementasi adalah
untuk mencapai tujuan dari apa yang telah ditetapkan perawat dalam peningkatan kesehatan
pasien, pencegahan penyakit serta pemulihan kesehatan (Kozier, 2010) Pemulihan kesehatan
dapat di kolaborasikan dengan pemberian pengobatan tradisional yaitu dengan mengonsumsi
tanaman obat yang bertujuan untuk mengobati penyakit (Paramita et al., 2017).
Evaluasi keperawatan berdasarkan (Kozier, 2010) adalah fase kelima dan terakhir
dalam suatu proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan sebuah
hasil evaluasi yang terdiri dari evaluasi formatif, yaitu dapat menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Evaluasi sumatif dapat dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan suatu informasi efektifitas dalam pengambilan keputusan. Proses evaluasi
dalam asuhan keperawatan didokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing) (Achjar, 2010)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit untuk mengatasi


masalah menejemen kesehatan didapatkan : data subjektif klien mengatakan akan
melakukan pengobatan jantung dengan sungguh-suingguh dan akan melalukan PCI jika
suatu saat dokter menganjurkan pasien untuk di lakukan tindakan, dan pasien juga ingin
melakukan vaksin jika sudah sembuh. Dari data objektif yaitu : klien tampak bersemangat,
kelien tampak segar, kelien tampak antusias bertanya tentang penyakit jantung dan juga
covid 19. Analisa keperawatan dari masalah menejemen kesehatan adalah teratasi, rencana
tindakan keperawatan dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai