Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS RADIOLOGI

Subarachnoid Hemorrhage (SAH)

Disusun oleh :
Alam Pralambang (21409021001)
Cicik Mei Setyowati (21409021003)
Lailatuz Zakiyah (21409021005)
Azka Rosidah (21409021023)

Pembimbing :

dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
PERIODE 27 September 2021 – 23 Oktober 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Subarachnoid Hemorrhage (SAH)


Oleh :

Alam Pralambang (21409021001)


Cicik Mei Setyowati (21409021003)
Lailatuz Zakiyah (21409021005)
Azka Rosidah (21409021023)

Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat ujian
kepaniteraan klinik dibagian departemen Ilmu Radiologi RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro
Semarang

Semarang, ____________ 2021

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad


KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus dengan baik. Maksud dan tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Wahid Hasyim
masa periode 27 September 2021 – 23 Oktober 2021 di RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro
Semarang.
Selama proses penyusunan makalah ini, penulis mengalami keterbatasan dalam
pengerjaan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang
sudah mendukung dalam keberhasilan penyusunan laporan kasus ini.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad selaku pembimbing bagian Ilmu
Radiologi di RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang
2. dr. Oktina Rachmi Dachlia, Sp.Rad
3. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad
4. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang
5. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu radiologi
Akhir kata, penulis harap laporan kasus ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu Kesehatan.

Semarang, ____________ 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA) menyiratkan adanya
darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis. Penggunaan istilah
medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik, biasanya berasal dari
ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa
(MAV).1
Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih dari
27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya. Insiden
tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena kematian
dihubungkan dengan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi. Beragam
insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per 100.000).1
insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya
pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50
tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Pada MAV laki-
laki lebih banyak daripada wanita.2
Mortalitas / Morbiditas dapat diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum akhirnya
sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu pertama.
Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan morbiditas
meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien. Kemajuan dalam
manajemen PSA telah menghasilkan pengurangan relatif pada angka mortalitas yang
melebihi 25%. Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit neurologis mayor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Subarachnoid Hemorrhage (SAH)


2. Subarachnoid Hemorrhage (SAH)
2.1.
2.1.2. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hamper seluruh organ
tubuh lainya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran
pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi
droplet yang berasaldari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Price dalamNurarif&
Kusuma,2015).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di


antara lapisan pleura yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang
menempel pada dinding dalam rongga dada. Kondisi ini umumnya merupakan
komplikasi dari penyakit lain.

Pada kondisi normal, terdapat sekitar 10 ml cairan di rongga pleura yang


berfungsi sebagai pelumas untuk membantu melancarkan pergerakan paru ketika
bernapas.Namun, pada efusi pleura, jumlah cairan tersebut berlebihan dan menumpuk.
Hal ini bisa mengakibatkan gangguan pernapasan.

Gambar 1.Anatomi Traktus Respiratorius

ANATOMI

Paru terletak dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur


tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu skat yang disebut
diafragma. Berat paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560
gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh
besar serta struktur-struktur lain dalam rongga dada. Selaput yang membungkus
disebut pleura. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleura itu sendiri. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara , sehingga paru-paru kembang
kempis, dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu
ada gerakan napas.Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri
atas tiga gambar (lobus medius), dan gelambir bawah (lobus inferior). Sedangkan
paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas (lobus superior)
dangelambir bawah (lobus inferior) .Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih
kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen
lobus superior , 2 buah segmen pada lobus medial , dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobules. Diantara lobules satu dan lainya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan syaraf dalam pada tiap-tiap lobules terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus
alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara
0,2-0,3 mm.

FISIOLOGI

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis.Dalam keadaan


normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-
paru mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan
dinding dada berada dibawah tekanan atmosfer (Guyton,2007).

Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas disebut bertujua nuntuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
memgeluarkan karbondioksida, kebutuhan oksigen dan karbondioksida terus berubah
sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolism seseorang, tapi pernafasan harus tetap
dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut (West,2004).

Udara masuk keparu-paru melalui system berupa pipa yang menyempit


(bronchi danbronkiolus) yang bercabang dikedua belah paru-paru utama (trachea).
Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru (alveoli) yang merupakan
kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat
dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli didalam paru manusia bersifat
elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia
surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (Mc
Ardle,2006).
Untuk melaksanakan fungsi tersebut pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanis
medasar,yaitu :

1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigend an karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ked an dari
sel
4. Pengaturan ventilasi (Guyton,2007)

Pada waktu menarik nafas dalam,maka otot berkontraksi,tetapi pengeluaran


pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan
nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan
bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula .Aktivitas
bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam
dan volume udara bertambah (Syaifuddin,2010).

Inspirasi merupakan proses aktifk ontraksi otot-otot. Inspirasi menaikan


volume intratoraks. Selama bernafas tenang tekanan intra pleura kira-kira 2,5 mmHg
relaitf lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai 6
mmHg dan paru-paru ditarik keposisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam
jalan udara sehingga menjadi sedikit negative dan udara mengalir kedalam paru, pada
akhir inspirasi ,recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru
(Syaifuddin,2010).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat


elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi,dinding dada turun dan lengkung diafragma naik keatas kedalam rongga
toraks ,menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price,2005)
2.1.3. Epidemiologi
Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka
kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta
populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi pleura setiap tahunnya.
Sedangkan di Indonesia sendiri, tingginya insidensi berbagai kasus infeksi menjadi
faktor resiko yang paling signifikan dalam menyumbang insidensi kasus efusi pleura.
Tuberkulosis menjadi penyakit yang paling sering mendasari kejadian efusi pleura
80%. Kasus infeksi lain yang juga sangat sering menyebabkan efusi pleura karena
kebocoran plasma adalah infeksi dengue.4

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini, tuberkulosis masih menjadi penyakit
infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang meninggal karena TB (1.1 juta HIV
negatif dan 0.4 juta HIV positif) dengan rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan
140.000 anak-anak. Pada tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta
orang dan 12% diantaranya adalah HIV-positif (WHO, 2015).
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh WHO,
sebanyak 58% kasus TB baru terjadi di Asia Tenggara dan wilayah Western Pacific
pada tahun 2014. India, Indonesia dan Tiongkok menjadi negara dengan jumlah kasus
TB terbanyak di dunia, masing-masing 23%, 10% dan 10% dari total kejadian di
seluruh dunia. Indonesia menempati peringkat kedua bersama Tiongkok. Satu juta
kasus baru pertahun diperkirakan terjadi di Indonesia (WHO, 2015).

2.1.4. Etiologi
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi
karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis
hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior,
emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan pada
efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi
bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit
(amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena
Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.1

Gambar 1. Mycobacterium Tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit


tuberkulosis. M. tuberculosis dan tujuh spesies lain yang sangat dekat dengan
mikobakteria (M. bovis, M. africanum, M. microti, M. caprae, M. pinnipedii, M.
canetti and M. mungi) bersama-sama membentuk kompleks M. tuberculosis. Tidak
semua spesies tersebut menyebabkan penyakit pada manusia. Mayoritas kasus TB di
Amerika Serikat disebabkan oleh M. tuberculosis. M. tuberculosis juga disebut
sebagai tubercle bacili (CDC, 2016). Mycobacterium bovis (M. bovis) adalah jenis
mikobakteria lain sebagai penyebab penyakit TB pada manusia. M.bovis paling umum
ditemukan di sapi, bison, dan rusa (CDC, 2011). 10

2.1.5. Faktor Risiko Efusi Pleura


Beberapa hal yang dapat memicu

• Memiliki riwayat tekanan darah tinggi

• Merokok

• Mengkomsumsi minuman beralkohol


• Terkena paparan debu asbes yang memicu terjadinya infeksi atau inflamasi1

. FaktorResiko TB
1. Intrinsik 12
 Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15
- 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
system imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
 Jenis kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alcohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan
tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
 Sosial ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena
pendapatan yang keci lmembuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
 Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besidan lain- lain,
akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoerang sehingga rentan terhadap penyakit
termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di
Negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
 Status imun
Individu dengan imunosupresfi yaitu lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortokisteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV memiliki resiko
tinggi terkena penyakit TB. Status imun yang redah dapat diakibatkan pula karena
perawatan kesehatan yang tidak adekuat seperti pada tuna wisma, tahanan, etnik
dan ras minoritas, anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewas amuda yang berusia
15 - 44 tahun.
 Penyakit yang dideritasebelumnya
Penyakit yang dimaksud antara lain adalah diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,
penyimpangan gizi bypass gastreoktomi, atau yeyunoineal.
2. Ekstrinsik
 Lingkungan
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan yang berada di daerah perumahan bersubstandar kumuh, lingkungan
dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB.
Selainitu, setiap individu yang yang tinggal di institusi seperti misalnya fasilitas
perawatan jangka panjang, institusi psikiatirk, dan penjara memiliki resiko TB.

 Pekerjaan
Pekerjaan yang lebih sering terpapar udara kotor (penambang pasir) dapat
meningkatkan morbiditas gejala penyakit saluran pernapasan. Selain itu, jenis
pekerjaan mempengaruhi pendapatan keluarga yang berdampak pada pola hidup
sehari-hari seperti konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan, dan kondisi tempat
tinggal.

2.1.6. Klasifikasi
 . TRANSUDAT
 Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
 Gagal jantung kiri (terbanyak)
 Sindrom nefrotik
 Obstruksi vena cava superior
 Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)
 EKSUDAT
 Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
 Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
 Tumor pada pleura
 Iinfark paru,
 Karsinoma bronkogenik
 Radiasi,
 Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis). 1

B. . Klasifikasi TB
 Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi)11
Tuberculosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru)
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
A. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif

B. Tuberkulosis Paru BTA (-)


 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologic menunjukkan tuberculosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotic spectrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

b. Berdasakan tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
1. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologic sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
3. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
4. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5. Kasus gagal
 Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologic positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologic
ulang hasilnya perburukan
6. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelahs elesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
7. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negative
dan gambaran radiologic paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologic

Tuberculosis Ekstra Paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas
kultur specimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstra paru aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat
anti tuberculosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakit, yaitu :
1. TB ekstra paru ringan: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB ekstra paru berat: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin.

Klasifikasi II ( Menurut American Thoracic Society, 2019)

Class 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar,


reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna.
Class 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak
bermakna
Class 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan
bakteri (-), tidak ada bukti.
Class 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna,
Rontgent Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru,
Pleura, Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum,
dsb.
Class 4 Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan,
Rontgent Thorax (+), test mantoux bermakna.
Class 5 dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
 Klasifikasi III
a. Tuberculosis Primer
 Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang
belum pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
 Dampak utama dari tuberculosis primer adalah
1. penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi.
2. fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-
tahun bahkan seumur hidup
3. penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis primer
progresif. Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan akibat suatu
penyakit (terutama penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
seperti AIDS dan biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami
malnutrisi atau usia lanjut).
b. Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)
 Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan penyakit
tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang
di mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
mikobakterium tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah
tuberculosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer
dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan
penjamu (seseorang yang pernah terkena TB sebelumnya) melemah.
 Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Parudengankriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

 Klasifikasi V
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita :
a) Kasus baru :penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.

2.1.7. Patomekanisme

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah besar
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks
karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam
rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atatu alveoli pada
daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses
peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalamrongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karenamikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokkus),jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever,
legionella), keganasan paru,proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis
rematoid, sarkoidosis, radang sebab lains eperti, pakreatitis, asbestosis,
pleuritisuremia,dan akibat radiasi.6,7

2.1.8. Tatalaksana

. Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura
pada umumnya,yaitu dengan melakukan torako sentesis (mengeluarkan cairan pleura)
agar keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang
berisi penuh. Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi
sedikit, asalkan terapi obat anti tuberkulosis diberikan secara adekuat.
Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada
prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah
cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui
dinding toraks. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan
untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
Pengobatan dengan obat-obatan tuberkulosis (Rimfapisin, INH, Pirazinamid/
Etambutol/ Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison1mg/kgBB selama 2
minggu, kemudian dosis diturunkan).5

2.1.9. Komplikasi
1. Fibrothoraks

Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh

tindakandrainase dengan baik maka akan menimbulkan perlekatan

pada fibrosaantara pleura viseralis dan pleura parietalis. Jika

fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang

berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya dan harus

segera dilakukan pembedahan.

2. Atelectasis

Atelectasis merupakan pengembangan paru-peru yang tidak

sempurna disebabkan karena adanya penekanan akibat efusi pleura.

3. fibrosis

Fibrosis paru merupakan suatu keadaan patologis dimana terdapat

jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis dapat

timbul akibat proses perbaikan jaringan sebagai lanjutan dari sebuah

penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura

atelaktasis yang berkepanjangan dapat juga menyebabkan

pergantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.


2.1.10. Prognosis
• Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari
kondisi.
• Efusi pleura dupleks et TB paru lama aktif jika diobati segera, dapat di
sembuhkan. 9

2.1.11. Edukasi
Ada beberapa tips untuk membantu menjaga dan pencegahan penyakit TB kepada
teman dan keluarga dari infeksi kuman8 :

 Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan
orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif
 Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup
kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka
jendela dan gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.
 Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan
saja ini merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk
membuang masker secara teratur.
 Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air
sabun).
 Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
 Hindari udara dingin.
 Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat
tidur.
 Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
 Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya
dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
 Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama :Tn.Su
Jenis kelamin : Laki - Laki
Umur : 51th
Tempat/tgl lahir : Klaten, 03-04-1951
Alamat : Perum ivory park bok c /8
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : wirausaha
Suku Bangsa : Jawa
No. CM : 5518xx
Anamnesis
Pasien datang ke UGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang pada tanggal 05 oktober
2021. dengan keluhan nyeri kepala dan penurunan kesadaran sebanyak 3x. Pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas pada pukul 05.00 PM,pasien diantar dengan keluhan penurunan
kesadaran dan nyeri kepala. Pada pasien tidak terdapat. Keluhan demam,muntah, mual,
sesak, batuk, dan pilek disangkal.

Keluhan Utama
KU : Tampak sakit sedang –berat
GCS : E4M6V4, terdapat disorientasi tempat dan waktu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang pada tanggal 05
oktober 2021. dengan keluhan nyeri kepala dan penurunan kesadaran sebanyak 3x.
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada pukul 05.00 PM,pasien diantar dengan
keluhan penurunan kesadaran dan nyeri kepala. Pada pasien tidak terdapat. Keluhan
demam,muntah, mual, sesak, batuk, dan pilek disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sempat mengalami Riwayat penyakit TB pada tahun 2004 menjalankan
pengobtan rutin sampai 2021 . Tidak ada riwayat kecelakaan atau terbentur di bagian
kepala..Riwayat DM, penyakit jantung disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah meminum pengobtan TB secarara rutin,Alergi obat dan makanan
disangkal.

Riwayat Keluarga
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat sakit jantung : tidak tahu
- Riwayat sakit ginjal : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal

Penyakit serupa pada keluarga juga disangkal.


Riwayat Asupan Nutrisi
Pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk dan sayur. Lauk yang biasa dikonsumsi
seperti ayam, ikan-ikanan, tahu dan tempe, sedangkan sayur yang biasa dikonsumsi
seperti sayur bayam, kangkung, sop, dll. Pasien suka mengkonsumsi gorengan dan
makanan bersantan, serta rutin mengkonsumsi teh dan kopi setiap harinya, 1 kali
sehari dipagi hari. Mengkonsumsi yang mengandung alkohol (-).

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 05 Oktober 2021 jam 09.00 WIB di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
KeadaanUmum
KU : Tampak sakits edang –berat
GCS : E4M6V4, terdapat disorientasi tempat dan waktu.
Tanda-tanda Vital
1. Tekanan darah : 130/73 mmHg
2. Denyut nadi : 89x/menit
3. Frekuensi nafas : 24x/menit
4. Suhu : 36℃

Data Antropometri
1. Berat Badan : 60 kg
2. Tinggi Badan : 159 cm
3. IMT : 23,8kg/m2 (normal)
Pemeriksan Sistem
1. Kepala :
a. Bentuk dan ukuran normal
b. Tidak ada benjolan
c. Rambut hitam merata dan tidak mudah dicabut
d. Kulit kepala tidak ada kelainan
2. Mata :
a. Pupil bulat, terletak ditengah, isokor, reflek cahaya lansgsung dan tidak
langsung +/+
b. Konjungtiva palpebra anemis -/-
c. Tidak ada secret
d. Sklera ikterik-/-
e. Kornea jernih
3. Hidung :
a. Bentuk hidung normal, simetris, tidak ada septum deviasi
b. Tidak ada secret, tidak hiperemis, tidak ada benda asing, atau pun tumor
c. Nafas cuping hidung -/-
4. Telinga :
a. Bentuk telinga normal
b. Liang telinga lapang
c. Tidak ada discharge atau serum enma upun sekret
d. KGB pre/retroa urikuler tidak teraba membesar
e. Tidak ada nyeri tekan dan Tarik tragus
f. Membrane timpani tidak ada kelainan
5. Mulut :
a. Gigi geligi lengkap
b. Bibir kering
c. Tidak ada karies
d. Mukosa bibir kering
e. Tonsil T1/T1 tidak hiperemis
f. Papil lidah tidak atrofi
g. Mukosa dinding faring tidak ada kelainan
h. Tidak ada kopliks spot
i. Tidak ada detritus
6. Leher :
a. Trakea ditengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak massa
dan tidak ada bekas luka
b. Tidak teraba pembesaran KGB
7. Jantung :
a. Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V Midclavicula Line Sinistra
c. Perkusi : batas jantung normal
d. Auskultasi : BJ I dan II regular, tidak ada murmur dan gallop
8. Pulmo
a. Inspeksi :Pernafasan dengan batas normal
b. Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri, depan dan belakang sama kuat
c. Perkusi :Sonor, batas paru hepar normal.
d. Auskultasi :Tidak ada ronki dan wheezing
9. Abdomen
a. Inspeksi : tampak datar
b. Auskultasi : bising usus terdengar dan normal tidak ada bruit
c. Palpasi : Supel, tidak nyeri tekan, tidak ada hepatomegaly atau
splenomegaly
d. Perkusi : terdengar suara timpani diseluruh kuadran abdomen

10. Anus dan Genetalia :


a. Bentuk normal dan tidak tampak kelainan dari luar
11. Ekstremitas :
a. Akral hangat
b. Tidak sianosis
c. Pulsasi nadi perifer baik dan sama kuat
d. Tidak ada deformitas pada ekstremitas inferior maupun superior
12. Tulang belakang :
a. Tidak ditemukan lordosis, kifosis, scoliosis ataupun gibbus
13. Status Neurologis :
a. Refleks fisiologis ++/++
b. Refleks patologis --/--
c. Kaku kuduk –
d. Refleks Babinski –
1.1 Pemeriksaan Penunjang

1.1.1 CT Scan Kepala Non Kontras

Gambar 2. Gambaran Ct-scan Kepala Non-Kontras

1. Tampak lesi hiperdens hipodens di sulkus kortikalis region frontal kiri, lobus
temporal kanan dan tentorium cerebri
2. Tampak subgaleal hematom di region frontal kiri
3. Sulcus kortikalis dan fissura sylvii menyempit.
4. System ventrikel dan sisterna baik
5. Batang otak dan cerebellum baik
6. Tampak midline shifting ke kiri 2,1 mm
7. Tampak fraktur os nasal
8. Tak tampak lesi tilik dan sklrosis pada tulang
9. Tampak kesuraman (CT Number 55 HU) pada sinus sphenoid kanan kiri
10. Tak tampak kesuraman pada kedua mastoid
Kesan:
- Contussion hemorrhage di lobus frontal kanan
- Gambaran SAH
- Subgaleal hematom di region frontalis kiri
- Disertai tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial saat ini
- Fraktur os nasal
- Hematosinus spnoid dupleks

Gambar 3. X foto thoraks

COR : Ukuran, bentuk dan letak normal

Pulmo : Corakan vaskuler meningkat, tampak bercak disertai fibroid line pada lapangan atas
paru kanan

Diafragma baik, sinus kostofrenikus kanan kiri tumpul

Tulang dan soft tissue baik

Kesan :
COR tidak membesar

Gambaran TB paru lama aktif

Efusi Pleura dupleks

1.2 Diagnosis
1.2.1 Diagnosis Kerja
 SAH (Subarachnoid Hemorrhage)
1.2.2 Diagnosis Banding
 TB paru lama aktif
 Efusi pleura dupleks
BAB IV
PEMBAHASAN

Subarachnoid Hemorrhage Adalah Pendarahan Ke Dalam Ruang (Ruang Subarachnoid)


Diantara Lapisan Dalam (Pia Mater) Dan Lapisan Tengah (Arachnoid Mater) Para Jaringan
Yang Melindungi Otak (Meninges). Penyebab Yang Paling Umum Adalah Pecahnya
Tonjolan Pada Pembuluh (Aneurysm). Biasanya, Pecah Pada Pembuluh Menyebabkan Tiba-
tiba, Sakit Kepala Berat, Seringkali Diikuti Kehilangan Singkat Pada Kesadaran. Computed
Tomography, Kadangkala Angiography Dilakukan Untuk Memastikan Diagnosa. Obat-
obatan Digunakan Untuk Menghilangkan Sakit Kepala Dan Untuk Mengendalikan Tekanan
Darah, Dan Operasi Dilakukan Untuk Menghentikan Pendarahan.

Subarachnoid Hemorrhage Adalah Gangguan Yang Mengancam Nyawa Yang Bisa Cepat
Menghasilkan Cacat Permanen Yang Serius Jika Penangananan Tidak Tepat
DAFTAR PUSTAKA

1. Kairys N, Garg M. Acute Subarachnoic Hemorrhage. Stat Pearls. 2019.


2. Cooper SW, Bethea KB, Skrobut TJ, Gerzing K, Recveron RT, Ekeh AP et al.
Management of traumatic subarachnoid hemorrahce by the trauma seervie: is repeat
CT scanning and routine neurosurgical consultation necessary?. Trauma Surt Acute
Care Open. 2019;4.
3. Lawton MT, Vates GE. Subarachnoid Haemorrhage. N Engl J Med. 2019;377(3):257-
4. Pervez M, Kitagawa RS, Chang TR. Definition of Traumatic Brain Injury,
neurosurgery, traumatic orthopedics, neuroimaging, psychology, and psychiatry in
mild traumatic brain injury. Euroimag Clin N Am. 2019l;28:1-13.
5. Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2019
6. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical
Education. 2012;39.
.

Anda mungkin juga menyukai