Anda di halaman 1dari 20

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2021


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ATRIAL SEPTAL DEFECT

Disusun Oleh:

Laode Muh Irsyad

C014202245

PEMBIMBING:

dr. Zukmianty
Suaib

dr. Zulfi Hidayat

SUPERVISOR PEMBIMBING:

dr. St. Aizah Lawang, M. Kes, Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan


bahwa : Nama :
1. Laode Muh Irsyad C014202245
Judul PKMRS: ATRIAL SEPTAL
DEFECT
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Juni 2021

Pembimbing Residen I Pembimbing Residen II

dr. Zukmianty Suaib dr. Zulfi Hidayat

Pembimbing Supervisor

dr. St. Aizah Lawang, M.Kes, Sp.A(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua dengan
segala keterbatasan yang penulis miliki, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu tulisan pada Program
Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Tulisan ini berjudul “Atrial Septal Defect”. Penulis menyadari
bahwa di dalam pembuatan tulisan ini berkat bantuan dan tuntunan
Allah Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
tulisan ini.
Dalam proses penulisan ini masih dari jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga PKMRS
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii

KATA PENGANTAR...................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2

2.1 DEFINISI........................................................................................2

2.2 EPIDEMIOLOGI.............................................................................2

2.3 ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG..................................................3

2.4 ETIOLOGI........................................................................................4

2.5 KLASIFIKASI....................................................................................4

2.6 PATOFISIOLOGI.............................................................................6

2.7 DIAGNOSIS.....................................................................................6

2.8 PENATALAKSANAAN...................................................................10

2.9 KOMPLIKASI..................................................................................11

2.10 PROGNOSIS..................................................................................11

BAB 3 PENUTUP......................................................................................12

3.1 KESIMPULAN...............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan


jantung yang sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran
hidup, jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%
maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap
tahun..(Djer and Madiyono, 2000) Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi
dua kelompok berdasarkan pengaruhnya pada kadar oksigen dalam
darah, yaitu asianotik (tidak biru) dan sianotik (biru). Pada penyakit
jantung asianotik, kadar oksigen dalam darah tidak menurun sehingga
individu tidak terlihat biru. Pada penyakit jantung bawaan sianotik, kadar
oksigen dalam darah menurun yang menyebabkan individu terlihat biru.
(Kumala, Yantie and Hartaman, 2018)
Salah satu penyakit jantung bawaan asianotik yang sering
ditemukan baik pada anak maupun orang dewasa adalah Atrial Septal
Defect (ASD). Defek septum Atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah
penyakit jantung kongenital asianotik yang paling sering ditemukan pada
pasien dewasa dengan insidensi 10% dari defek jantung kongenital
asianotik pada dewasa (terjadi pada 0,8% bayi lahir) .(Hasyim et al., 2012)
ASD menempati urutan kedua penyakit jantung bawaan yang sering
terjadi pada anak-anak (0.07-0.2%). Diperkirakan angka kejadian ASD di
seluruh dunia adalah 56 per 100.000 kelahiran hidup.(Xuan Tuan et al.,
2019)
Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar
kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan anak
masih dapat tumbuh kembang secara normal. Sedangkan pada defek
baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala sesak napas
pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk menghabiskan
makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi
gagal jantung.(Sadono and Soetadji, 2013)
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Defek Septum Atrium (DSA) didefinisikan sebagai adanya


hubungan langsung antara rongga atrium (atrium kanan dan atrium kiri)
yang memungkinkan terjadinya shunting darah. DSA adalah penyakit
jantung bawaan yang tergolong ke dalam lesi left to right shunt. Setiap
defek pada septum atrium, selain Patent Formane Ovale, disebut defek
septum atrium. Terdapat 3 tipe tersering dari Defek Septum Atrium yakni
tipe sekundum, primum, dan sinus venosus.(‘Visual Guide to Neonatal
Cardiology’, 2018)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Atrial septal defek lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria
dengan rasio 2:1. Atrial septal defek merupakan salah satu kelainan
kongenital yang kejadiannya mencapai 5-10% dari keseluruhan defek
jantung kongenital, di mana 80% di antaranya berupa ASD tipe sekundum.
Kelainan berupa ASD dapat merupakan kelainan tunggal maupun bagian
dari kelainan jantung kongenital lain. (Pratomo, Kurniawaty, 2016)

Sepuluh ribu kelahiran (National Birth Defects Prevention Network


2005). Rata-rata di Texas untuk tahun 1992-2002 adalah 40,12 kasus
per 10.000 kelahiran. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta,
angka kejadian ASD mencapai 7,4% pada tahun 2009.(Rathod, 2017)

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG


Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan:

- Epikardium, yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral

- Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab


atas kemampuan kontraksi jantung.
- Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan
tipis endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan
bersifat sangat licin untuk aliran darah. (Price,2012)

Atrium kanan dan kiri normalnya terbagi oleh dua septum yaitu
septum primum dan septum sekundum. Septum primum berkembang
dalam minggu keempat dan septum sekundum berkembang dalam
minggu kelima kehamilan. Septum sekundum membentuk sekat yang
tidak lengkap dan menyisakan celah yang disebut foramen ovale. Septum
primum menjadi katup dari foramen ovale. Terdapat lima tipe yang
berbeda dari atrial septal defek, yaitu: (1) sekundum, (2) primum (3) sinus
venosus (4) patent foramen ovale (5) coronary sinus. (Pratomo,2016)
Pada sirkulasi fetus, terdapat empat pirau (shunts) yang memegang
peranan penting selama masa fetus yaitu plasenta, duktus venosus,
foramen ovale, dan duktus arteriosus. Hemodinamik yang terpenting pada
fetus yaitu:
1. Placenta: shunt dengan resistensi vaskular terendah
dan menerima darah terbanyak dari ventrikel kanan
dan kiri (55%).
2. Vena kava superior menerima darah dari tubuh bagian
atas dan vena kava inferior menerima darah dari
tubuh bagian bawah dan plasenta sehingga saturasi
vena kava inferior akan lebih tinggi dari vena kava
superior.
3. Seluruh darah darivena kava superior menuju ventrikel
kanan. Sepertiga darah dari vena kava inferior akan
dialirkan ke atrium kiri dari atrium kanan melalui
foramen ovale dan 2/3 akan menuju ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis. Hal ini menyebabkan otak dan
sirkulasi koroner akan mendapatkan saturasi oksigen
lebih tinggi dari tubuh bagan bawah
4. Darah dengan kadar oksigen rendah yang melewati
arteri pulmonalis akan masuk keductus arteriosus dan
mengaliri aorta desenden dan menuju placenta untuk
mendapatkan oksigenasi kembali.

Perubahan sirkulasi setelah lahir yaitu menghilangnya sirkulasi


placenta dan munculnya sirkulasi pulmonal. Menghilangnya sirkulasi
plasenta menyebabkan peningkatan systemic vascular resistance (SVR),
hilangnya suplai darah dari plasenta ke ductus venosus. Saat lahir terjadi
juga pengembangan paru yang menyebabkan turunnya pulmonary
vascular resistance, meningkatnya tekanan atrium kiri sehingga menutup
foramen ovale dan penutupan ductus arteriosus akibat meningkatnya
saturasi oksigen arteri. (Sasmito,2019)

2.4 ETIOLOGI
Penyebab ASD belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan
angka kejadian yaitu factor lingkungan, genetik, kesehatan Ibu dan
obat-obatan, mutasi gen, kesalahan transkripsi, kelainan kromosom
seperti pada pasien sindrom down, sindrom turner dan sindrom noonan.
Paparan rubella, konsumsi obat-obatan seperti kokain dan minum
alkohol juga dikaitkan dengan terjadinya ASD pada anak. (Menillo,2020)

2.5 KLASIFIKASI
Ada beberapa tipe ASD.

a. Primum: Tipe ASD ini terjadi ketika ada kegagalan fusi


normal dari bantalan endocardial anterior dan posterior
dengan septum

b. Primum, dengan akibat defisiensi pada bagian inferior dari


septum primum. Kecacatan ini sering muncul bersamaan
dengan kelainan katup atrioventrikular, umumnya
menyebabkan celah anterior mitral.
c. Sekundum: Yang paling sering pada DSA; merupakan
defisiensi yang terdapat di septum primum atau septum
sekundum, atau keduanya. Kecacatan ini paling sering
terjadi pada fossa ovalis
d. Defek sinus venosus: Kecacatan ini terletak pada
perhubungan atrium kanan dan vena cava superior atau
vena cava inferior. Pada defek sinus venosus, dinding
yang memisahkan vena pulmonal dan atrium kanan
mengalami defisiensi, menyebabkan pirau kiri-ke-kanan.
Paling umum kecacatan ini melibatkan vena pulmonal
kanan atas, yang masih terhubung secara anatomis ke
atrium kiri tetapi terjadi defisit dari arah anterior yang
mengakibatkan adanya aliran darah ke atrium kanan.
Vena pulmonal kanan inferior dapat terlibat, namun

jarang. (Sitti,2018)

Gambar 1. Klasifikasi ASD (Sumber: Bonu. (2015).


Congenital Heart Disease Types, Causes, Symptomps,
Treatment.)
2.6 PATOFISIOLOGI

Atrial septal defek menyebabkan shunting aliran darah dari kiri ke


kanan, meningkatkan aliran darah ke jantung sebelah kanan. Ukuran defek
serta rasio daya regang (compliance) ventrikel kiri dan ventrikel kanan akan
menentukan banyaknya aliran darah yang menuju sirkulasi pulmonal. Defek
yang terjadi dapat berukuran besar dan aliran darah pulmonal menjadi 3
atau 4 kali lebih banyak daripada aliran darah sistemik. Pasien tidak akan
menunjukkan gejala kecuali pada defek di ostium secundum.

Banyaknya shunting pada level atrial tergantung pada dua faktor yaitu
ukuran defek dan komplians relatif dari ventrikel kanan dan kiri. Shunting
terjadi terutama pada saat diastolik ketika atrium berkontraksi dan katup
atrioventrikuler terbuka dan menyebabkan beban volume pada sistem
kardiovaskular yang sesuai dengan banyaknya shunting.

Atrial septal defek yang terisolasi pada umumnya tidak menimbulkan


gejala pada bayi dan anak kecuali apabila terjadi peningkatan volume
ventrikel kanan. Gagal jantung kongestif terjadi setelah dekade kedua atau
ketiga karena overload volume ventrikel kanan yang terjadi secara kronis .
Hipertensi pulmonal dapat terjadi pada 13% pasien yang tidak dioperasi
yang berumur kurang dari 10 tahun, namun bagaimanapun juga
perkembangan menjadi sindrom Eisenmenger jarang terjadi. Apabila gagal
jantung kongestif terjadi pada masa bayi, maka harus dicurigai adanya
kelainan lain yang menyertai. Peningkatan ukuran atrium kanan dapat
memicu aritmia atrial. Angka kejadian aritmia atrial pada pasien dengan
penurunan flow ratio (Qp:Qs) 2:1 atau kurang mencapai 11% sedangkan
pada pasien dengan penurunan flow ratio (Qp:Qs) 3: 1 atau lebih mencapai
38%. (Pratomo, Kurniawaty and Setiandari, 2016)

2.7 DIAGNOSIS

1. Manifiestasi Klinis
Pasien umumnya asimptomatik sampai dewasa, sebagian besar
baru bergejala setelah dekade keempat. Keluhan yang paling sering adalah
penurunan kapasitas fungsional, sesak nafas saat aktivitas, palpitasi
(takikardia supraventrikular), infeksi paru berulang dan gagal jantung
kanan. (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,2020)

2. Pemeriksaan Fisis
Ventrikel kanan dan right ventricular outflow tract impulses akan
meningkat dan hiperdinamik. Thrills pada umumnya tidak didapatkan.
Didapatkan split suara jantung kedua yang menetap (tidak bervariasi sesuai
respirasi). Tanda ini merupakan karakteristik yang khas pada ASD. Ejection
systolic clicks jarang didapatkan pada ASD. Ejection systolic murmur paling
baik didengarkan pada batas kiri atas sternum, yang pada umumnya
terdengar dengan intensitas grade II-III/VI. Murmur terjadi karena
peningkatan aliran yang melewati katup pulmonal. Mid-diastolic flow rumble
grade I-II/VI terdengar menggunakan bell stetoskop paling baik di batas kiri
bawah sternum. Hal ini terjadi karena volume aliran yang besar melalui
katup tricuspid. Aliran darah yang melalui ASD tidak menyebabkan murmur
yang dapat terdengar. (Sitti,2018)

3. Pemeriksaan Elektrokardiografi

Elektrokardiografi menunjukkan aksis ke kanan, blok bundel


kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis
gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya akibat
defek ostium primum ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis
gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya akibat
defek ostium primum.
Gambar 2. EKG pada anak dengan atrial septal defect sekundum
(Carr,2019)

Gambar 3. EKG pada anak dengan atrial septal defect primum


(Carr,2019)

4. Pemeriksaan Radiologi (Foto Thorax)

Pada foto thorax ditemukan kardiomegali, pembesaran atrium dan


ventrikel kanan, segmen pulmonal menonjol, corakan vascular paru
prominen,bayangan aorta yang relative kecil. Atrium kiri tidak membesar.

Gambar 4. Chest X-Ray anak 18 tahun dengan


atrial septal defect. Terdapat dilatasi atrium
kanan, corakan vascular paru prominen
(Sumber: Ghai. (2019). Essential Pediatrics)
5. Pemeriksaan Ekokardiogram

Ekokardiogram akan memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan


septum interventrikular yang bergerak paradox. Ekokardiografi dua dimensi
dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial.Prolaps katup mitral
dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang besar. Posisi
katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila
ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiografi Doppler
memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai dinding atrium kanan.
Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung.
Ekokardiografi kontras dikerjakan bila doppler tak mampu memperlihatkan
adanya aliran interatrial. (Ghai,2019)

Gambar 5. Ekokardiografi apical pada anak dengan ASD


primum (Sumber: Carr. (2019). Pediatric Atrial Septal Defect)

2.8 PENATALAKSANAAN
Penutupan atrial septal defek baik secara pembedahan maupun
dengan kateterisasi direkomendasikan untuk mencegah emboli
paradoksikal dan penyakit pembuluh darah pulmonal. Pembedahan untuk
memperbaiki atrial septal defek pada umumnya direkomendasikan pada
usia 3 – 5 tahun. Penutupan spontan atrial septal defek sekundum dapat
terjadi pada 87% bayi pada tahun pertama kehidupan. Penutupan atrial
septal defek kecil yang tidak bergejala masih kontroversial .(Pratomo,
Kurniawaty and Setiandari, 2016)

Gambar 6. Atrial Septal Occluder (Sumber: Medicover. (2019).


Atrial Septal Defect: Symptoms, Types of ASD, Diagnosis,
Treatments)

Pembedahan untuk menutup defek dilakukan dengan mesin


pintas jantung dan hipotermia ringan. Prosedur dapat dilakukan dengan
teknik fibrilasi atau aorta cross clamp. Apabila defek terletak di ostium
secundum, defek dapat ditutup secara langsung. Lain hal nya dengan
apabila defek berukuran lebih besar, maka akan dilakukan penutupan
dengan patch yaitu apabila terletak di sinus venosus dan ostium primum.
Penanganan defek yang terletak di sinus venosus yaitu dengan
memposisikan patch di mana darah dari vena pulmonalis yang mengalami
anomaly akan dialirkan ke atrium kiri. Sedangkan penanganan defek yang
terletak di ostium primum memerlukan patch dan perhatian terutama
ditujukan pada cleft katup mitral, bila perlu jahitan dilakukan untuk
memperbaiki kompetensi katup mitral. (Cintyandy,2014)

2.9 KOMPLIKASI

1. Kira-kira 10 % dari pasien menjadi hipertensi pulmonal. Situasi aliran


shunt yang terus-menerus nantinya berubah sebaliknya menjadi kanan
ke kiri. Kemudian pasien menjadi sianotik. Hal ini diketahui sebagai
sindrom Eisenmenger.
2. Emboli paradoxical

3. Cardiac conduction defects (fibrilasi atrium, flutter)

4. Pada penderita ASD ini dapat terjadi gagal jantung kongestif , disaritmia
atrium, insufisiensi katup mitral dan penyakit obstruksi vascular.
(Meadow,2005)

2.10PROGNOSIS

Biasanya sebagian besar gejala tidak berkembang sampai umur


20 tahun dimana evidence dari penyakit vaskuler paru menjadi nyata.
Dengan penambahan umur, resiko dari gangguan peningkatan irama
jantung bertambah. Pada umur 40 tahun, kebanyakan pasien menunjukkan
gejala. Gagal jantung adalah yang paling banyak menyebabkan kematian.
Dan yang lain termasuk emboli dan infeksi. (Kujipers,2015)
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

DSA (Defek Septum Atrium) didefinisikan sebagai


adanya hubungan langsung antara rongga atrium (atrium kanan
dan atrium kiri) yang memungkinkan terjadinya shunting darah.
DSA adalah penyakit jantung bawaan yang tergolong ke dalam
lesi left to right shunt. Setiap defek pada septum atrium, selain
Patent Formane Ovale, disebut defek septum atrium. Faktor-
faktor penyebab terjadinya DSA adalah faktor genetik, faktor
lingkungan, kesehatan ibu, obat-obatan. Pada bayi dan anak-
anak, penyaktit ini kebanyakan asimptomatik dan biasanya
tanpa sengaja ditemukan dari pemeriksaan ekokardiogram.
Namun meski begitu, ada juga yang menimbulkan gejala
(tergantung dari besar kecilnya pirau, dan komplians jantung).
Adapun gejala yang biasa muncul yakni mudah lelah, sesak
saat beraktivitas, dan infeksi saluran napas berulang. Penyakit
ini dapat menutup spontan, dapat pula tidak sehingga dapat
menimbulkan masalah pada kehidupan jangka panjang
penderita.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan


fisis, serta pemeriksaan penunjang meliputi EKG, foto thoraks,
dan ekokardiogram. Terapi pasien ini sangat tergantung usia,
dan derajat keparahan aliran pirau. Terapinya berupa terapi
medis, yakni pemberian obat-obatan simtomatik dan terapi
definitif yakni penutupan defek dimana bisa dengan
transkateter ataupun dengan pembedahan. Deteksi dini berupa
fetal cardiac screening perlu dikembangkan guna output yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djer MM, Madiyono B. 1034-2354-1-Sm. Sari Pediatr. 2000;2(3):155–


62.
2. Kumala K, Yantie NP, Hartaman NB. Karakteristik Penyakit Jantung
Bawaan Asianotik Tipe Isolated Dan Manifestasi Klinis Dini Pada
Pasien Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. E-Jurnal Med.
2018;7(10):11.
3. Hasyim D, Samodro R, Sasongko H, Leksana E. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. J anestesi [Internet]. 2012;5(2):22–33. Available from:
http://janesti.com/uploads/default/files/1.2-full_.pdf
4. Tuan H X, Long P H T, Kien V D , Cuong L M. 2019. Trends in the
Prevalence of Atrial Septal Defect andIts Associated Factors among
Congenital HeartDisease Patients in Vietnam. Journal of
Cardiovascular Development And Disease.
5. Sadono R, Soetadji A. Perbedaan Kejadian Ispa Pada Anak Dengan
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dan Asianotik. J Kedokt
Diponegoro. 2013;2(1):137672.
6. Visual Guide to Neonatal Cardiology. Vis Guid to Neonatal Cardiol.
2018;
7. Pratomo BY, Kurniawaty J, Setiandari K. Anestesi pada Pasien Anak
dengan Penyakit Jantung Kongenital Asianotik (PDA, ASD, VSD). J
Komplikasi Anestesi. 2016;4(1):71–86.
8. Rathod B. Anthropometric Profiles of Children with Congenital Heart
Disease. Pediatr Educ Res. 2017;5(1):23–7.
9. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
10. Sasmito Nugroho, Nadya Arafuri. Gagal Jantung pada Penyakit
Jantung Bawaan: Perubahan Hemodinamin dan Tatalaksana
Pediatric Cardiology. Updare 7th Palembang. 2019
11. Menillo A M, Lee L, Shaver A L P. Atrial Septal Defect (ASD).
StatPearls.2020
12. Siti OA. Universitas Sumatera Utara Skripsi. Anal Kesadahan Total
dan Alkalinitas pada Air Bersih Sumur Bor dengan Metod Titrim di
PT Sucofindo Drh Provinsi Sumatera Utara. 2018;44–8.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Panduan
Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Dewasa (Pjbd). 2020;50–1.
14. Carr R. 2019. Pediatric Atrial Septal Defect
https://emedicine.medscape.com/article/889394-overview (7
Agustus 2020)

15. Ghai.Essential Pediatrics.New Delhi. Fifth Edition.CBS Publishers &


Distributors;2019.p.417

16. Cintyandy R. 2014. Anestesia Jantung Kongenital. Jakarta: Aksara


Bermakna.
17. Meadow, Sir Roy, and Newell, Simon. 2005. Lecture Notes Pediatrika.
Jakarta: Erlangga

18. Kuijpers JM, Mulder BJM, Bouma BJ. Secundum atrial septal defect in
adults: A practical review and recent developments. Netherlands Hear
J. 2015;23(4):205–11.

Anda mungkin juga menyukai