Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS ARDS

(ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)

Dosen Pengampuh :

Ns. Petronella Mondong S.Kep.,MSN

Kelompok 2

1. Viki Pinologot (2014201103)

2. Gabriella Mawitjere (2014201070)

3. Rosalina Polintuang (2014201062)

4. Florentina Rumsory (2014201071)

5. Sudirfan Maitun (2014201082)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


MANADO FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

A.Definisi...........................................................................................................

B. Etiologi .........................................................

C. Tanda dan gejalah.........................................................

D. Epidemiologi

E. Patofisiologi

F. Komplikasi

G. Pemeriksaan

H. Penatalaksanaan

I. Diagnosa Keperawatan

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................

B. Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sirkulasi oksigen yang teratur dari udara oleh paru-paru sangat vital bagi

kehidupan. Namun pada saat ini mulai bermunculan fakta-fakta bahwa fungsi vital

terse but sudah tidak dapat berjalan lagi dengan semestinya pada sejumlah

manusia akibat dari penyakit yang dideritanya.

Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom gawat

nafas akut yang merupakan penyakit pernafasan serius yang biasa terjadi dan dapat

timbul pada pasien dengan trauma atau penyakit berat. Sindrom ini mempunyai ciri

khas secara klinik berupa perjalanan yang cepat dan berat dari insuffisiensi

pernafasan yang mengancam jiwa (respiratory distress), sianosis, hipoksemia arterial

berat yang refrakter terhadap terapi oksigen dan dapat berlanjut pada kegagalan

sistem organ ekstrapulmonal (Cotran, Kumar, Collins, 2013).

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa

trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi

sebagian akibat cedera atau trauma pada membrane alveolar kapiler yang

mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang intrerstisial alveolar dan

perubahan dalam jaringan-jaringan kapiler. Terdapat ketidakseimbangan ventilasi

dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif

darah dalam paru-paru.ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan

surfaktan,yang mengarah pada kolapsalveolar. Komplian paru menjadi sangat


menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik

dalam kapasitas residual fungsional,hipoksia berat dan hipokapin (brunner &

suddart. 2012).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien ARDS pada tindakan

Gawat darurat.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengertian ARDS

b. Mengetahui Etiologi ARDS

c. Mengetahui tanda dan Gejala ARDS

d. Mengetahui Patogenesis dan WOC ARDS

e. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan ARDS

f. Mengetahui Komplikasi ARDS

g. Mengetahui Asuhan Keperawatan kritis ARDS


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Adult RespiraTotry Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom

kegagalan pernafasan akut yang ditandai dengan edema paru akibat peningkatan

permeabilitas. Keadaan ini dipergakan dengan adanya infiltrasi luas pada

radiografi dada, gangguan oksigenasi, dan fungsi jantung normal (Samik,2012).

Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal nafas

yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya

(Mutaqqin, 2013).

Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan

dari gagal nafas akut yang ditandai dengan : hioksemia, penurunan fungsi paru-

paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang

menyebar. Selain itu ARDS juga dikenal dengan nama “noncardiogenic

pulmonary edema atau shock pulmonary” (Somantri, 2012).

B. Etiologi

Mekanism Etiologi
e
Kerusakan par akiba inhala Kelainan paru akibat kebakaran,
u t si inhalasi
(mekanisme tidak gas oksigen, aspirasi asam lambung,
langsung)
sepsis, (apapun penyebabnya),
syok
koagulasi intrvaskuler tersebut (
disseminat intravasku coagulaton
ed ler )
dan pancreatitis idiopatik
Obat- Heroin dan salisilat
obatan
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan tb paru
Emb lemak, cairanamnio
oli emboli n,
Sebab lain embo paru trauma paru,
li thrombosis,
radia keracun oksige tranfusi
si, an n,
mass kelaina metaboli (uremia
if, n c )
bedah mayor.
Sumber : Mutaqqin, 2013.

C. Tanda gejala ARDS menurut Yasmin dan Cristantie, (2013) yaitu :


1. Distres pernafasan akut : takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan

otot aksesori, sianosis sentral.

2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beebrapa jam

sampai seharian.

3. Krakles halus di seluruh bidah paru.

4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam piker dan agitasi sampai

koma. Menurut Darmanto (2007) tanda gejala ARDS yaitu :

1. Gejala ARDS muncul 24-48 jam setelah penyakit berat atau trauma. Awalnya

terjadi sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas penggunaan

otot pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan

mengi.

2. Pada penderita yang tiba-tiba mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah

sepsis atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS.

D.Epidemilogi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa acute respiratory distress

syndrome (ARDS) terjadi pada hingga 10% pasien di ruang rawat intensif. Angka

kejadian lebih tinggi pada pasien yang menjalani intubasi atau menggunakan

ventilator.

Angka insiden ARDS dapat terlihat lebih rendah pada lokasi atau negara yang tidak
melakukan intubasisecara rutin terhadap gagal napas hipoksemia karena kurangnya
sumber daya. Penggunaan rutin ventilasi dengan volume tidal tinggi dapat
meningkatkan angka insiden ARDS

Pada sebuah studi di 50 negara pada 2016 yang melibatkan 29.144 pasien sebagai
subjek penelitian, prevalensi ARDS pada pasien yang dirawat di ICU berada pada
10%. ARDS ditemukan pada sekitar 23% subjek yang terintubasi dan menggunakan
ventilator. Berbagai studi lainnya di Eropa menemukan angka prevalensi ARDS
pada 7% hingga 25,5%.[1,7-9]

IndonesiaBelum ada data epidemiologi ARDS di Indonesia.

E. Patofisiologi

Sindrom ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.


Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena
kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningka
tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologist, mula-mula terjadi kerusakan membrane

kapiler alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan

epitel alveoli yang mengakibatkan edema paru ARDS, pentng untuk mengetahui hubungan

struktur dan fungsi alveoli.

Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel yaitu sel tipe 1 ( tipe A) sel

penyokong yang tidak mempunyai mkrovili dan amat tipis. Sel tipe II (tipe B)

berbentuk hamper seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama

surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I

atau tipe II dengan membrane basal endothelium dan sel endothelium.

Sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh berbagai

zat yang terinhalasi. JIka terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari

permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-

kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstitial,

edema, dan perdarahan yang disertai dengan profilasi sel tipe II yang rusak.

Keadaan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru secara

luas.

Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60

amstrong sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain dari darah ke

dalam alveoli dan terjadi edema paru. Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS

dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain.

Selanjutmya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan

granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskuler


paru, sehingga mengakibatkan peningkatan peremeabilitas kapiler paru. Agregasi

granulosit neutrofil merusak sel endhotelium dengan melepaskan protease yang

menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan

proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen, dan

komplemen (Yusuf, 2014).

Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan

merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan

atelekstatis kogestif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi

kaku dan komplien paru menurun. Kapasitas residu fugsional menurun.

Hipoksemia berat merupakan gejaka penting ARDS dan penyebab hipoksemia

adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous (aliran

darah mengalir ke alveoli yang kolpas) dan kelainan difusi alveoli kapiler akibat

penebalan dinding alveoli kapiler. Edema menyebabkan jumlah udara sisa (residu)

pada paru di akhir eskpirasi normal dan kapasitas residu fiungsional (FRC)

menurun.(Mutaqin, 2013).
F. Komplikasi

Komplikasi utama ARDS meliputi infeksi nosokomial, barotraumas berat,

gangguan curah jantung, toksisistas oksigen, fibrosis paru progresif, kegagalan

sistem organ multiple ( nekrosis ubulus akut, kagulopati, miokardiopati, disfungsi

hepatic, disfungsi sistem saraf pusat, perdarahan gastrointertinal, ileus dan

kematian.

(Samik,1996).

E. Pemeriksaan diagnostik

Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada criteria berikut :

1. Gagal nafas akut

2. Infiltrat pulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran rontgen thoraks.

3. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi

oksigen yang dihirup). Alkalosis respiratorik, tahap lanjut akan terjadi

hiperkapnea.(Mutaqin, 2013).

F. Penatalaksaan Medis pasien ARDS

ARDS harus dikelola di unit perawatan intensif tempat penderita dapat

mendapatkan pengawasan dan terapi kardiorespirasi yang sesuai. Tujuan

pengelolaan klinis adalah perawatan suportif, dengan tujuan utamnya memberikan

cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan. Monitor yang

sesuai meliputi penilaian hemodinamik invasive, seperti kateterisasi arteri

sistemik dan seringkali pemasangan kateter arteri pulmonalis. Pengukuran fungsi

paru dan pertukaran gas seperti gas darah arteri, oksimetri pulse, CO2 akhir tidal

dan mekanika paru digunakan untuk menyesuaikan tekanan oksigen inspirasi dan

penyesuaian tekanan oksigen inpirasi dan penyesuaian ventilator untuk


meningkatkan kecukupan pemberian oksigen ke jaringan dan mengurangi

komplikasi.

Sebagian besar penderita akan memerlukan intubasi endotracheal dan

ventilasi mekanik disamping PEEP bila mereka tidak mempertahankan PaO2 di

atas 50 mmHg pada oksigen inspirasi 60%. PEEP tidak mengembalikan


oksigenasi normal pada semua penderita dan bahkan dapat memberikan pengaruh

yang merugikan pada fungsi jantung . Pemsangan PEEP harus selalu disesuaikan

dengan monitor berkelanjutan data klinis dan laboratorium. Pada beberapa

keadaan perlu digunakan tingkat PEEP yang sangat tinggi (10-20 cmH20).

Namun hal ini dapat mengakibatkan barotraumas yang membahayakan jiwa,

ataupun gangguan aliran darah balik vena yang pada akhirnya akan menurunkan

curah jantung dan mengakibatkan hipotensi sistemik. Perhatian khusus dan ketat

harus ditujukan untuk mempertahankan fungsi jantung, terutama bila digunakan

PEEP tingkat tinggi karena stabilitas curah jantung yang disertai manajemen

cairan sangat penting untuk penghantaran oksigen. Perubahan posisi yang sering

( posisi dekubitus lateral) sangat dianjurkan karena dapat meningkatkan

oksigenasi. Secara garis besar penatalaksanaan pada pasien ARDS :

1. Ventilasi Mekanik

Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas

ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas

membrane alveolarkapiler kembali membaik . Dua tujuan tambahan yaitu :

a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis

hipoksemia berat

b. Mengatasi faktor etiologi yang mngawali penyebab distress pernafasan.

2. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)

Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan

tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi di mana PEEB dapat ditambahkan.
PEEB diberikan melalui siklus pernafasan untuk mencegah kolaps alveoli

pada akhir ekspirasi.

Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung dan barotraumas.

Hal tersebut sering terjadi pada pasien diventilasi dengan tidal bolume di atas

15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang torakostomi darurat harus

siap tersedia.

3. Pemantauan Oksigen Arteri adekuat

Sebagian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk

oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah

menurun. SEbagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP pengukuran seri

hemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan

menentukan kebutuhan untuk tranfusi sel darah merah.

4. Titrasi cairan

Efek patologis dari peningkatan permeabilitas alveolar kapiler adalah dapat

mengakibatkan edema interstitial dan edema alveolar. Pemberian cairan yang

berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal

pernafasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan

parameter fisiologik normal.

5. Penggunaan kortikosteroid untuk terapi masih kontroversi. Sebelumnya terapi

antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa

hal ini tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya

antibiotic profilaksis rutin tidak lagi digunakan.


6. Pemeliharaan jalan nafas

Selang endotracheal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai

jalan nafas, tetapi juga berarti melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh),

memberikan dukungan ventilasi kontinudan memberikan konsentrasi oksigen

terus-menerus. Pemeriharaan jalan nafas meliputi : mengetahui waktu

penghisapan, teknik penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis

tekanan nasal dan oral untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan

terhadap jalan nafas bagian atas.

7. Mencegah infeksi

Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian atas dan

bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang telah

dilakukan.

8. Dukungan nutrisi

Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah

kritis. Nutrisi parental ttal (hipertensi intravena) atau pemebrian makan

melalui selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan pasien

untuk menghindari gagal nafas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot

inspirasi. (Somantri, 2012).

G. Penatalaksaan Keperawatan

1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat melalui oksigen (pertahankan

terapi oksigen sesuai dengan pesanan dan pantau tanda-tanda hipoksemia).


Dengan dukungan ventilator, pertahankan patensi jalan udara, jika terpasang jalan

udara buatan ( missal, pipa endotracheal atau tracheostomi), laukan perawatan

yang diperukan. Amankan posisi pipa untuk menghindari pergerakan baik ke luar

atau ke dalam dari posisi yang sudah dietetapkan. Posisikan klien untuk

mendapatkan oksigenasi yang optial biasanya dengan bagian kepala tempat tidur

dinaikkan 45 sampai 90 derajat. Auskultasi paru- paru setiap jam untuk mengkaji

letak endotracheal. Lakukan pengisapan pipa endotracheal sesuai dengan yang

dierlukan dan periksa setting ventilator secara teratur.

2. Mempertahankan perfusi jaringan. Pemeliharaan perfusi jaringan yan adekuat

adalah tangung jawab keperawatan.

a. Pantau tekanan pulmonary capillary wedge. Beritahukan dokter jika

tekanan berada di atas atau di bawah rentang yang ditetapkan. Jika tekanan

lebih rendah dari rentang yang ditetapkan , berikan plasma volume

eskpander atau medikasi hipotensif sesuai pesanan. Jika lebih tinggi

berikan diuretic atau vasodilator sesuai yang dipesankn.

b. Kaji halauran urine, tanda-tanda vital dan sktremitas setiap jam.

3. Menurunkan ansietas klien dan keluarganya.

a. Pastikan fungsi ventilator yang tepat untuk memberikan volume tidal dan

konsentrasi oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam distress

pernafasan meski ventilator oksigen yang adekuat. Jika klien tampak

dalam situasi distress pernafasan meski ventilator berfungsi dengan tepat,

kaji kadar gas AGD.


b. Identifikasi cara-cara agar klien dapat mengkomunikasikan kekhawatiran dan

mengekspresikan perasaannya (jika tidak mampu untuk mengungkapkan

secara verbal karena intubasi, coba alternative komunikasi

c. Berikan penjelasan yang singkat dan dengan sederhana mengenai

prosedur, orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar, dan ulang

penejalsan secara teratur.

d. Berikan penejelasan tentang rutinitas perawatan dan lingkungan kepada

keluarga klien. Dorong keluarga klien untuk mendekati, berbicara dan

menyentuh klien jika mereka mengkenhendaki

4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pengkajian primer

1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan

b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

c) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,

d) Jalan napas bersih atau tidak

2) Breathing

a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,


takipneu/bradipneu, retraksi.

b) Peningkatan frekuensi nafas.

c) Nafas dangkal dan cepat

d) Kelemahan otot pernapasan

e) Reflek batuk ada atau tidak

f) Penggunaan otot Bantu pernapasan

g) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak

h) Irama pernapasan : teratur atau tidak

i) Bunyi napas Normal atau tidak

3) Circulation

a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

b) Sakit kepala

c) Gangguan tingkat kesadaran

4) Disability

a) Keadaan umum : GCS, tingkat kesadaran, nyeri atau tidak

b) Adanya trauma atau tidak pada thoraks

5) Exposure

a) Enviromental control
b) Buka baju penderita tetapi cegah terjadinya hipotermia

b. Pengkajian Sekunder

1) Identitas Pasien

Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat,


Tanggal Pengkajian.
2) Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki


riwayat penyait yang sama ketika klien mauk rumah sakit.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang


sama sebelumnya.

4) Pemeriksaan Fisik

a) B1 (Breath)

Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, apakah terdapat suara


tambahan seperti krekel, ronchi, wheezing.

b) B2 (Blood)

Takikardi, tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya


hipoksemia).

c) B3 (Brain)

Tingkat kesadaran menurun (seperti bingung atau agitasi), pingsan,


nyeri kepala (penyebabnya karena adanya trauma), mata
berkunang-kunang, berkeringat banyak.

d) B4 (Bowel)

Adakah penurunan prouksi urine (berkurangnya produksi urine


menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal).

e) B5 (Bladder)

Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan
status nutrisi dan cairan akan memperberat keadaan seperti cairan
yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat
edema paru.

f) B6 (Bone)

Kelemahan otot, mudah lelah


2. Diagnosa Keperawatan

a. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbanganperfusi


DIAGNOSA SL SIKI
KI
Indikator Sa St
pola nafas tidak efektif b/d sindrom a) m
hipoventilasi Tekanan ekspirasi 2 5 anej
Tekanan inspirasi 3 5 eme
Pernafasancuping 3 5 n
hidung jalan
Frekuensi nafas 3 5 nafa
Kedalaman nafas 3 5 s-
obse
rvasi
a) Pola nafas
.monitor pola nafas (frekuensi,kedalaman,usaha
nafas)

.monitor bunyi nafas


Indicator Sa St tambahan
Berat badan 2 5 (mis,gurgling,mengi,w
Tebal lipatan kulit 3 5 ezing,ronchi kering ) -
Indek masa tubuh 3 5 terapeutik
c)tingkat kecemasan
.posisikan semi fouler atau fowler
.berikan minum hangat
Indicator Sa St
Perilaku gelisah 3 5 .lakukan fisioterapi dada jika perlu
Frekuensi 2 5
pernafasan .berik
Tekanan darah 3 5 an
oksige
Tremor 3 5
n jika
perlu -
eduka
si

.anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari jika tidak ada
kontraindikasi

-kolaborasi

.kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspetoran,mukolitik,jika perlu
b) pemantauan respirasi

-observasi
.monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya
nafas

.monitor pola nafas (takip neaw ,bradip


neaw hiperventilasi) Monitor adanya
sumbatan jalan nafas

-terapeutik
.atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien.

.dokumentasik
an hasil
pemantauan -
edukasi

.jelaskan tujuan dan prosudur pemantauan


.informasikan hasil pemantauan ,jika perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN IMPLEMTASI


pola nafas tidak efektif b/d sindrom 1 Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
.
hipoventilasi 2 Mengintruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk
. efektif
3 Melakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
.
4 Membuang secret dengan memotivasi pasien untuk
. melakukan
batuk atau menyedot lendir
5 Mengauskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
.
menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
6 Meberikan nebulizer
.
DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, 2012. Respirologi, EGC: Jakarta.

Mutaqqin, Arif, 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan, Salemba Medika: Jakarta.

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Defenisi

dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Defenisi dan


indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

Omantri, Irman, 2012. Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika : Jakarta.

Wahab, Samik, 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, EGC: Jakarta.

Yasmin & Cristantie, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai