Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KRITIS PADA NY.J DENGAN ALO DIRUANG ICU


RSU. ANWAR MEDIKA KABUPATEN SIDOARJO
Dosen Pembimbing Asuhan Keperawatan Kritis
Enny Virda Yuniarti, S.Kep,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh
Mimma Ulim Tarusda
(202003112)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan ini diajukan oleh:


Nama : Mimma Ulim Tarusda
Nim : 202003112
Program Studi : Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Kritis
pada Ny.J Dengan ALO di Ruang ICU RSU.ANWAR MEDIKA Kabupaten Sidoarjo

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawan maternitas.

Pembimbing ruangan, Pembimbing akademik,

(.........................................................) (Enny Virda Yuniarti, S.Kep,Ns.,M.Kes)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(.........................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE LONG ODEMA (ALO)

A. DEFINISI ALO
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan di dalam paru-paru, baik dalam
spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapiler,
merembes ke jalan napas, dan menimbulkan dispnea hebat (Baughman, 2000). Edema
paru disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011).
Pada keadaan normal, cairan intravaskular merembes ke jaringan interstisial
melalui kapiler endolitium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan
mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam
sirkulasi (Flick, 2000; Hollenberg, 2003 dalam Nendrastuti, 2010).
B. ETIOLOGI
a. Edema paru kardiogenik
Penyebab edema paru kardiogenik adalah gagal jantung kiri. Edema paru
kardiogenik jarang terjadi pada klien yang memiliki ukuran jantung normal, kecuali
pada infark miokard akut. Efusi pleura jarang terjadi pada ARDS, jika ada, hal ini
menandakan adanya peningkatan tekanan kapiler paru (Muttaqin, 2011).
b. Sindrom kongesti vena
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada klien
dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Ekspansi
volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena,
karena vasokonstriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke
dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada klien yang mendapat cairan
kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada klien dengan
gangguan fungsi ginjal. Kongesti vena dan ARDS dapat dibedakan dengan PCWP
(Pulmonary Capillary Wedge Pressure) yang normal pada ARDS. Kongesti vena
dapat dibedakan dari gagal jantung kiri dengan memeriksa nilai curah jantung yang
normal dan hasil BGA yang normal pada kongesti vena (Muttaqin, 2011).
c. Edema paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan sistem saraf pusat dan pot
ictal. Mekanisme diduga dengan adanya rangsangan hipotalamus yang
menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang kemuadian menyebabkan
pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan
penurunan komplians ventrikel kiri. Edema paru neurogenik sering terjadi pada
klien dengan trauma kepala, tetapi dapat juga berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra kranial karena berbagai sebab (Muttaqin, 2011).
d. Edema paru karena ketinggian tempat
Edema paru akan terjadi pada orang normal yang berada pada ketinggian
2700 m (9000 kaki) tampa faktor precipitasi. Diduga mekanismenya adalah
hipoksia karena ketinggian menyebabkan hipertensi pulmonal. Keluhan awal
adalah batuk kering, sesak napas, dan sakit atau perasaan tertekan di daerah
substernal (Muttaqin, 2011).
e. Insufisiensi paru pasca trauma
Insufisiensi paru pascatrauma dapat timbul tanpa adanya trauma langsung
pada paru. Penyebab insufisiensi paru pasca trauma masih belum jelas, penelitian
menyebutkan adanya fibrin dan mikroemboli trombosit dalam vaskularisasi paru
sebagai penyebab terjadinya insufisiensi paru (Muttaqin, 2011).
f. Aspirasi cairan lambung
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS (Adult Respiratory
Distress Syndrome). Pada keadaan yang berat dapat terjadi hipotensi yang mungin
disebabkan oleh penurunan refleks curah jantung melalui saraf vagus (Muttaqin,
2011).
g. Sepsis
Septikemia karena infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab
peting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011).
h. Overdosis heroin (narkotika)
Terjadi edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru
(Muttaqin, 2011).
i. Inhalasi asap dan luka bakar saluran pernapasan
Dapat menyebabkan lesi paru yang dapat mengarah pada edema paru
(Muttaqin, 2011).
j. Inhalasi bahan kimia toksik
Dapat menyebabkan lesi paru yang dapat mengarah pada edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh paparan terhadap fosgen, klorin, oksida
nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia
komples lainnya (Muttaqin, 2011).
k. Toksisitas oksigen
Oksigen konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik pada paru. Lesi yang
ditimbulkan mirip dengan lesi pada edema paru karena peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Perubahan awal yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh
cairan edema yang berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag (Muttaqin,
2011).
l. Near drowning
Pada saat tenggelam, korban biasanya mengaspirasi sejumlah besar air. Air
tawar bersifat hipotonis dan air laut bersifat hipertonis relatif terhadap darah.
Perbedaan tersebut yang menyebabkan terjadinya pergerakan cairan melalui
membran alveolar kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru (Muttaqin, 2011).
m. Emboli lemak
Kerusakan paru terjadi melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh
embolisasi dan trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi atau
koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus
fraktur tulang panjan, terutama femur atau tibia (Muttaqin, 2011).
n. Uremia
Edema paru sering terjadi pada klien dengan gagal ginjal. Pada banyak klien
ditemukan juga kasus gagal jantung kiri sebagai akibat kombinasi anemia,
hipertensi, aterosklerosis, dan kalsifikasi vaskular. Pada beberapa klien,
peningkatan volume intravaskular dan plasma dapat menyebabkan sindrom
kongesti vena tanpa adanya penyakit atau kelainan miokard. Walaupun demikian,
edema paru dapat terjadi pada klien dengan tekanan kapiler paru yang normal, dan
edema paru dapat hilang setelah di dialisis (Muttaqin, 2011).
o. Pankreatitis
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama
pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru (Muttaqin, 2011).
p. Edema paru merupakan komplikasi pada 0,5% persalinan dan dilaporkan berkaitan
terutama dengan preeklamsia, persalinan prematur, bedah janin, dan infeksi.
Pemakaian agonis beta untuk mencegah persalinan dilaporkan berhubungan dengan
edema paru. Kasus-kasus ini sering dicetuskan oleh persalinan melalui operasi yang
disertai kehilangan darah, anemia, dan infeksi (Leveno, 2009).
q. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan suatu diagnosis
patofisiologis. Penyait ini mencakup cedera epitel elveolus paru menetap yang
terjadi melalui saluran napas dan cedera endotel menetap yang terjadi melalui
jaringan pembuluh darah paru. Neutrofil, setelah direkrut ke tempat peradangan
oleh berbagai kemokin, berakumulasi dan memicu cedera jaringan dengan
mengeluarkan sitokin. Hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kepiler
paru, penurunan volume paru, dan pembentukan pirau yang kemudian
menyebabkan hipoksemia arteri (Leveno, 2009).
C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan tekanan hidrostatis paru Peningkatan permeabilitas kapiler paru

Terjadi peningkatan jumlah cairan dan koloid di


ruang interstisial yang berasal dari kapiler paru.
Celah endotel paru mulai melebar akibat
peningkatan tekanan hidrostatis atau efek toksik

Kapasitas limfatik untuk mengeluarkan cairan sudah


melampaui batas sehingga cairan mulai terkumpul di interstisial

Acute Lung Oedema

Cairan interstisial melebihi


Kelebihan Terjadi peningkatan
kapasitas sistem limfatik
volume aliran limfatik

Edema dinding alveolar cairan


Perubahan
hubungan tekanan
Komplians paru menurun Gangguan
pertukaran Obstruksi pada saluran
gas pernapsan kecil

takipnea Ketidakseimbangan antara


hipoksemi
ventilasi dan aliran darah
a

Ketidakefektifan
pola napas Hipoksemia
memburuk

Hiperventilasi
dengan alkalosis
respiratorik
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului dengan rasa gelisah ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan
menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi
abu-abu
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
4. Alveolus yang penuh cairan menyebabkan hipoksemia arteri dan dapat disertai
batuk dan sputum kemerahan ( frothy).
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang mendekati panik,
pasien mulai bingung kemudian stupor.
6. Napas menjadi bisisng dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu
darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri) (Baughman, 2000).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk kearah kausa edema paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan CHF.
2. Rontgent Paru
Gambaran rontgent paru dapat dipakai untuk membedakan edema paru kardiogenik
dari edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain
bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru
meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas dan
spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan
posisi film.
3. Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnu, ortopnu (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi, akral
dingin dengan sianosis, menggunakan otot bantu nafas, frophy sputum, ronki basah
dan terdapat wheezing. Khususnya pada edema paru kardiogenik terdapat JVP
meningkat, gallop, bunyi jantung 3 dan 4 dan terdapat edema perifer.
4. EKG
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri.
Ekhokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard dan fungsi katup sehingga
dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru.
5. Kateterisasi Pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal ( Pulmonary artery occlusion pressure/PAOP)
dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk menentuksn penyebab edema paru
akut. Disamping itu, ada sekitar 10% pasien dengan edema paru akut dengan
penyebab multiple. Sebagai contoh, pasien syok sepsis dengan ALI , dapat
mengalami kelebihan cairan karena resusitasi yang berlebihan. Begitu juga
sebaliknya, pasien dengan gagal jantung kongesti dapat mengalami ALI karena
pneumonia.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang relevant diperlukan untuk mengkaji etiologi edema
paru. Pemeriksaan tersebut melipu! Diantaranya pemeriksaan hematologi
(complete blood count), fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa
gas darah, troponin I dan Brain Natriure! c pep! de (BNP). Brain Natriu! c Pep! de
(BNP) dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai
edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma
berhubungan dengan PAOP, LEVEDP dan LVEF. Khususnya pada pasien gagal
jantung menggunakan pro BNP dengan nilai 100pg/ml akurat sebagai prediktor
gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan
spesifisitas 93%. Richard dkk melaporkanbahwa nilai BNP dan Pro BNP
berkorelasi dengan LV filling Pressure. Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu
test diagnosis rutin untuk menegakkan CHF berdasarkan pedoman diagnosis dan
terapi CHF Eropa dan Amerika ( AHA Guidelines). Bukti penelitian menunjukkan
bahwa Pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal
jantung dari penyakit lainnya.
F. PENATALAKSANAAN
a. Oksigenasi
 Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia
dan dispnea
 Oksigen dengan tekanan intermitent atau tekanan positif kontinu, jika tanda-
tanda hipoksia menetap
 Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jika terjadi gagal napas
 Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
 Gas darah arteri (GDA)
b. Farmakoterapi
 Morvin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea,
merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit pulmonal
kronis, atau syok kardiogenik.
 Diuretik : furosemid (lasix) iv untuk membuat efek diuretik cepat
 Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, diberikan dengan
kewaspadaan tinggi pada pasien dengan Infark miokard akut.
 Aminofilin : untuk bronkospasme, drip iv kontinu dalam dosis sesuai berat
badan.
c. Terapi Suportif
 Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah, lebih baik bila
kaki pasien terjuntai disamping tempat tidur untuk membantu arus balik vena
ke jantung.
 Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang
konkret.
 Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
 Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa respons terhadap pengobatan.

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, agama, suku, bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomer rekam medik, dan diagnosa medis
b. Riwayat masuk
Klien biasanya dibawah ke RS setelah sesak nafas, cyanosis/batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagi etiologi yang mendasar
dengan masing-masing tanda klinik mungkin menyertai klien.
c. Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik/berdampak sistemik seperti sepsis, pankreatitis,
penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada keluarga pasien ada yang menderita penyakit sesak, penyakit jantung.
B. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan umum pasien tampak lemah dan tampak kelelahan, sistem
pernafasan/respirasi abnormal.
b. Pemeriksaan fisik ROS(Review Of System)
1. Breathing (B1)
Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif)/(non produktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan difragma dan perut meningkat, laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor ronki pada lapang paru.
2. Blood ( B2)
Sakit dada, denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan.
3. Brain ( B3)
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflek
menurun/normal, latergi.
4. Bladder (B4)
Produksi urine menurun.
5. Bowel (B5)
Mual, kadang muntah, konsistensi feses norma/diare.
6. Bone (B6)
Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri oto/normal, retraksi paru,
dan penggunaan otot aksesoris pernafasan.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa gas darah : asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal.
3. Elektrolit : natrium/kalsum menurun/normal.
D. Diagnosa keperawatan
1. Ganggunaan pertukaran gas b/d masuknya cairan dan protein ke dalam alveoli
ditandai dengan sesak.
2. Ketidakefetifan pola nafas b/d menyempitnya saluran nafas ditandai dengan
penggunaan otot bantu nafas.
3. Resiko tinggi infeksi b/d area invasi mikroorganisme sekunder pemasangan
endotrakeal.
4. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kontraktilitasotot jantung.
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator b/d kurangnya pengetahuan terhadap
prosedur medis.
E. Intevensi keperawatan
1. Diagnosa 1 : Setelah dialkukan asuhan keperawatan pertukaran gas kembali
efektif dengan kriteria hasil, bunyi nafas tambahan menurun, takikardi
membaik.
Obeservasi :
- Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas.
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor satu oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
- Alur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokummentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
2. Diagnosa 2 : Setelah dilakukan asuhan keperawatan pola napas kembali normal
dengan kriteria hasil : pengguna otot bantu napas menurun, frekuensi napas
membaik.
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi kedalaman usaha napas)
- Monitor buunyi napas tambahan
- Monitor sputum
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift
- Posisikan semi fowler / fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Berikan oksigen
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
F. Implementasi Keperawatan
Implementasi mengacu pada intervensi
G. Intervensi Keperawatan
Evaluasi mengacu pada implementasi.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta, Salemba Medika
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkas Edisi 21. Terjemahan
Brahm U. Pendit. Jakarta, EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Terjemahan Yasmin Asih. Jakarta, EGC
Moorhead, Sue dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. 2008.
Mosby Elsevier
Dochterman, Joanne dkk. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition.
2008. Mosby Elsevier
Nanda Internasional. Tanpa Tahun. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2009-2011 (M. Ester, Ed.). Alih Bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti
& Estu Tiar. 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nendrastuti, Hetty. 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik.
Fakultas kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Irawaty, Maria. 2010. Penatalaksanaan Edema paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP.
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai