Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I.

Konsep Pulmonary Oedema


I.1 Definisi Pulmonary Oedema
Edema paru adalah gerakan cairan berlebih dari sistem vaskular paru, ke
interstisium paru, dan bahkan ke rongga alveolar. Edema paru dapat terjadi
sebagai keadaan yang kronik atau berkembang secara cepat dan berakibat
fatal. (Price & Wilson, 2015).
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. (Syah, 2012).
Menurut Harun (2010), edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru
yang terjadi secra mendadak. Hal ini dapatdisebabkan oleh tekanan
intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas

membran

kapiler

(edema

paru

non

kardiak)

yang

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.


Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek
tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler
tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya.
Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang
dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.
Menurut Vaganzaa (2013), edema paru merupakan kondisi yang disebabkan
oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantungkantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam
kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan
dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap
racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian
tinggi.
I.2 Etiologi Pulmonary Oedema
Penyebab utama edema paru adalah kongesti kapilar paru yang disebabkan
oleh gagal ventrikel kiri. Gagal ventrikel kiri dapat disebabkan oleh penyakit
jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, hipertensi atau kardiomiopati
(Price & Wilson, 2015).
Penyebab edema paru secara umum ada dua, yaitu:
1.2.1 Edema Paru Kardiogenik

Menurut Vaganzaa (2012), edema paru kardiogenik ialah edema yang


disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Edema yang
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah
dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Menurut Hadi (2015), secara patofisiologi penyakit dasar penyebab
edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3 kelompok :
Peningkatan afterload (Pressure overload) :
Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik.

Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta.


Peningkatan preload (Volume overload) :
Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah
Insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan

left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).


Gangguan kontraksi miokardium primer :
Pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat berkurang,
sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan
kontraksi miokardium secara umum

1.2.2

Edema Paru Nonkardiogenik


Edema paru non kardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh
kelainan jantung.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi:
1.2.2.1 Peningkatan Permeabilitas Kapiler Paru
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan
pembuluh kapiler paru dan akibat peningkatan permeabilitas
kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan permeabilitas
kapiler paru sering juga disebut acute respiratory distress
syndrome (ARDS).
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan
kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan
alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas
kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul
beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus
kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan
beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian
menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan
histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai

macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan


endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar.
Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya
protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi
sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik edema paru
akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tidak
adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal).
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat
ringannya edema paru berhubungan dengan derajat pH asam
lambung dan volume cairan yang teraspirasi. Asam lambung
akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja, dan
jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit
sehingga cepat menimbulkan edema paru.
Tenggelam. Edema paru dapat terjadi pada mereka yang
selamat dari tenggelam dari air tawar atau air laut. Autopsi
penderita

yang

tidak

bisa

diselamatkan

menunjukan

perubahan patologis paru yang sama dengan perubahan pada


edema paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam korban
biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar adalah
hipotonis, dan air laut adalah hipertonis relatif terhadap darah,
yang menyebabkan pergerakan cairan melalui membran
alveolar-kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru.
Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron,
edema paru pada infeksi paru menunjukan perubahan yang
sama dengan edema paru karena peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi
inflamasi sehingga mengakibatkan kerusakan endotel.
Inhalasi bahan kimia toksik. Inhalasi bahan kimia toksik
dapat menyebabkan lesi paru seperti yang disebabkan oleh
inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat
paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur
dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia
kompleks

lainnya.

Jika

terhisap

oleh

manusia

pada

konsentrasi tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat


adanya gangguan keseimbangan cairan yang ada dan

meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas pembuluh


darah.
Keracunan oksigen. Oksigen dalam konsentrasi tinggi
ternyata toksik terhadap paru. Edema paru dapat terjadi 24
72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan
secara histologis mirip dengan edema paru yang ditimbulkan
akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di bawah
mikroskop elektron, perubahan dini yang terjadi adalah
penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang berisi
serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi
sebelum tampak kerusakan endotel.
Sepsis. Septikemia karena basil gram negatif infeksi
ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema
paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Inhalasi asap dan luka bakar saluran napas. Kerusakan
saluran napas telah lama diketahui menjadi penyebab
mortalitas utama pada penderita luka bakar dan sekarang jelas
bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga menjadi
penyebab kematian utama. Jenis kerusakan saluran napas
tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan zat kimia yang
terkandung di dalam asap yang ditimbulkan.
Pankreatitis. Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A,
dan

kalikrein

selama

pankreatitis

diduga

mendasari

mekanisme terjadinya edema paru. Tingginya konsentrasi


protein cairan edema menyokong diagnosis ini.
1.2.2.2 Sindrom Kongesti Vena (Fluid Overload)
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat
terjadi pada penderita dengan kelebihan cairan intravaskular
dengan

ukuran

jantung

normal.

Ekspansi

volume

intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya


kongesti

vena,

karena

vasokontriksi

sistemik

dapat

menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi


sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang
mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah
besar, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal,
ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi retensi air).

Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti


vena lebih lanjut.
Sindrom kongesti vena (fluid overload) ini sering terjadi pada
penderita dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan
dalam jumlah besar untuk menopang sirkulasi. Pada fase
penyembuhan, terjadilah edema paru.
1.2.2.3 Edema Paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma
kepala, kejang-kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial
yang mendadak. Diduga dasar mekanisme edema paru
neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat
penyebab di atas) yang menyebabkan rangsangan pada sistem
adrenergik, yang kemudian menyebabkan pergeseran volume
darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan
penurunan compliance ventrikel kiri. Akibatnya terjadi
penurunan pengisian ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri
meningkat dan terjadilah edema paru.
1.2.2.4 Edema Paru Karena Ketinggian Tempat (High Altitude)
Penyakit ini secara khas menyerang orang-orang muda yang
berada pada ketinggian di atas 2700 meter (9000 kaki).
Penyebab keadaan ini tidak diketahui, diduga mekanismenya
adalah

hipoksia

karena

ketinggian

menyebabkan

vasokontriksi arteriol paru dan kegiatan yang berlebih


merangsang peningkatan kardiak output dan peningkatan
tekanan arteri pulmonal, akibatnya terjadilah edema paru.
1.2.2.5 Sindrom Nefrotik
Mekanisme terbentuknya edema sangat kompleks, beberapa
faktor diantaranya:
a. Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat
penurunan konsentrasi albumin serum; bertanggungjawab
terhadap

pergeseran

cairan

ekstraselular

dari

kompartemen intravaskular ke dalam interstisial dengan


timbulnya edema dan penurunan volume intravaskular.
b. Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat
peningkatan

reabsorpsi

tubular.

Mekanisme

meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti secara

lengkap, tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan


volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik.
c. Retensi air.
Penurunan tekanan koloid osmotik plasma dan retensi
seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah cukup
untuk berkembangnya edema pada sindrom nefrotik.
Untuk timbulnya edema harus ada retensi air.
Pengobatan edema paru akibat sindrom nefrotik ditujukan
pada penyakit dasarnya.
1.2.2.6 Malnutrisi
Prinsip mekanisme terjadinya edema paru pada malnutrisi
hampir sama dengan sindrom nefrotik. Hipoproteinemia
merupakan dasar terjadinya edema.

I.3 Tanda dan gejala Pulmonary Oedema


2.5.1
Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring
selama beberapa jam dan biasanya didahului dengan rasa gelisah,
ansietas, dan tidak dapat tidur
2.5.2
Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti
kehabisan nafas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku
menjadi sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu.
2.5.3
Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
2.5.4
Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid
2.5.5
Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas
berkembang menjadi mendekati panik, pasien mulai bingung
kemudian stupor
2.5.6
Nafas menjadi bising dan basah,dapat mengalami asfiksia oleh
cairan bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan
sendiri).
Manifestasi klinis edema paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah
basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi dan sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan
tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu
memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin harus digunakan
dengan hati-hati.
I.4 Patofisiologi Pulmonary Oedema
Edema paru terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru atau
penurunan tekanan osmotik koloid. Normalnya kedua tekanan tersebut sama.
Jika tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat, ventrikel kiri yang terganggu
membutuhkan tekanan pengisisan yang lebih tinggi untuk mempertahankan
curah jantung yang adekuat, tekanan ini dipindahkan ke atrium kiri, vena
pulmonalis dan anyaman kapiler paru. Cairan dan zat terlarut kemudian
terdorong dari kompartemen intravaskular ke dalam interstisium paru. Karena
kelebihan beban cairan dalam interstisium, beberapa cairan membanjiri
alveoli perifer dan mengganggu pertukaran gas. Jika jika tekanan osmotik
koloid menurun, gaya tarik yang terdiri atas cairan intravaskular hilang, dan
tidak ada yang melawan gaya hidrostatik. Cairan mengalir bebas ke
interstisium dan alveoli, menyebabkan edema paru.
I.5 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Tes Diagnostik
2.6.1.1 Elektrokardiografi (EKG)
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi

atrium,

tergantung

penyebab

gagal

jantung.

Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa


ditemukan. Didapatkan deviasi sumbu jantung kiri, hipertensi

ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, didapatkan gelombang


P pulmonal atau gelombang p mitral (bila etiologinya mitral
stenosis)
2.6.1.2 Foto toraks
Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral
dan meluas seperti kupu-kupu (butterflay pattern) disertai
garis Kerley A,B dan C. Gambaran radoilogi seperti ini
terlihat pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru
nonkardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang tampak
normal.
Pemeriksaan foto torax jantung nampak membesar atau
kardiomegali disertai pembesaran ventrikel kiri dan atrium
kanan, paru menunjukkan adanya kongestif ringan sampai
odem paru yang ditandai dengan gambaran butterfly
apparance atau claudy lung.
2.6.2 Tes Laboratorium
2.6.2.1

Analisa gas darah pO2 rendah (hipoksemia), pCO2

mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnea.


2.6.2.2
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya
infark miokard.
2.6.2.3
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis,
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

I.6 Komplikasi Pulmonary Oedema


Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :
1. Gagal nafas
2. Asidosis respiratorik
3. Henti jantung
I.7 Penatalaksanaan Pulmonary Oedema
Pengobatan darurat untuk edema paru akut yan berat meliputi tindakan untuk
mengurangi tekanan hidrostatik paru, seperti menempatkan pasien pada posisi
fowler tinggi dengan tungkai yang menggantung, pemberian diuretik, O2, dan
digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardial (Price & Wilson, 2015).
2.7.1Edema Paru Kardiogenik
Terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup
dengan memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi pada keadaan
gawat, sembab paru harus segera diatasi.

Pengobatan edema paru kardiogenik meliputi:


Morfin
Cara pemberian : SC, IM atau IV
Dosis: 3-20 mg
Cara kerja: mengurangi kegelisahan sehingga

mengurangi

rangsangan adrenergik vasokontriksi


Oksigen
Oksigen 100% dengan tekanan positif dengan menggunakan
masker rebreathing
Diuretik
Cara pemberian: IV
Dosis: 40-100 mg
Cara kerja: cepat memberikan diuresis dapat mengurangi volume
sirkulasi darah dan sembab paru.
Aminofilin
Cara pemberian: IV
Dosis : 240-480 mg
Cara kerja: bekerja dalam bronkodilator, meningkatkan aliran
darah ginjal dan sekresi natrium dan menambah kontraksi otot

jantung.
Digitalis
Dapat diberikan cepat (misal dogoksin, lanatoside C) apabila

sebelumnya mendapat digitalis.


Posisi penderita
Penderita diusahakan posisi duduk dengan kaki berjuntai
sepanjang sisi tempat tidur sehingga mengurangi venous return
ke jantung.

2.7.2 Edema Paru Non Kardiogenik


Dalam penatalaksanaan yang penting ialah:
2.7.2.1 Memperbaiki ventilasi, dengan:
Pemberian oksigen sehingga dalam udara inspirasi

mencapai 50-100%
Intubasi endotrakeal.
Kalau perlu mengunakan alat bantu pernapasan

(ventilator)
2.7.2.2 Pertahankan sirkulasi dengan:
Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila
terjadi over hidrasi
2.7.2.3 Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus:
Tempat tinggi dengan oksigen dan transportasi ke

daerah yang lebih rendah.


Bila obat atau racun sebagai penyebab dengan obat

antagonis.
Uremia paru dengan dialisis.
Bila ada sepsis berikan antimikroba

Pathway

II. Rencana Asuhan klien dengan gangguan Pulmonary Oedema


I.1 Pengkajian
I.1.1 Riwayat keperawatan
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam
b.

masuk rumah sakit, diagnosa medik.


Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas


c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis
d. Riwayat penyakit dahulu

pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien


mengeluh merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah
mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM,
I.1.2

hepatitis,dan hipertensi
Pemeriksaan fisik: data focus
Penanganan/ tindakan darurat
Pengkajian Airway :
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
Pengkajian Breathing:
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
Pengkajian Circulation :
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak,
bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
1. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi
mata
2. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
4. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
5. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
membesar.
6. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris

Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama


Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau
lebih dan terdapat wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia,
hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam
posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas
dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan,
akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang
besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang
berwarna kemerahan serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru
akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan
terdapat

wheezing.

Pemeriksaan

jantung

dapat

ditemukan

ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem


perifer, akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non
kardiogenik didapatkan Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki
basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
7. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
8. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
9. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
10. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin
I.1.3

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Elektrokardiografi (EKG)
3. Laboratorium
4. Radiologi

I.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas
I.2.1 Definisi
Kelebihan atau deficit pda oksigenasi dan eliminasi karbondioksida
pada membran alveolar-kapiler
Batasan karakteristik
pH darah arteri abnormal
pH arteri abnormal
Pernapasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman)
Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Sianosis
Diaforesis
Dispnea
Sakit kepala saat bangun
Gelisah
Samnolen
Takikardi
Gangguan penglihatan
Hipoksia
Iritabilitas
Napas cuping hidung
Hiperkapnia
I.2.3 Faktor yang berhubungan
Perubahan mbran alveolar-kapiler
Ventilasi-peerfusi
I.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas
I.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (NOC)
I.2.2

Ventilasi dan oksigenasi adekuat setelah dilakukan pemasangan


endotrakeal
kriteria hasil:

I.3.2

sesak napas berkurang, suara napas bersih, tidak sianosis

tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)


a. Mengobservasi TTV
R: untuk mengetahui peningkatan RR dan Takikardia merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru
b. Berikan oksigen yang dilembabkan dengan humidifier
R: sehingga jalan napas buatan meniadakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk pelembapan dan penghangatan
c. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R: pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu
dalam proses terapi
d. Motivasi pasien untuk nafas dalam dan panjang

R: nafas dalam dapat membantu membebaskan jalan napas

Daftar Pustaka
Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Wilkinson. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Banjarmasin, 23 Januari 2017

Preseptor Akademik,

Preseptor Klinik

Anda mungkin juga menyukai