Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

1. DEFINISI ALO
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan di dalam paru-paru, baik dalam
spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapiler, merembes ke
jalan napas, dan menimbulkan dispnea hebat (Baughman, 2000). Edema paru disebabkan
oleh adanya peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas kapiler paru
(Muttaqin, 2011).
Pada keadaan normal, cairan intravaskular merembes ke jaringan interstisial melalui
kapiler endolitium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000;
Hollenberg, 2003 dalam Nendrastuti, 2010).

2. ETIOLOGI ALO
a. Edema paru kardiogenik
Penyebab edema paru kardiogenik adalah gagal jantung kiri. Edema paru
kardiogenik jarang terjadi pada klien yang memiliki ukuran jantung normal, kecuali pada
infark miokard akut. Efusi pleura jarang terjadi pada ARDS, jika ada, hal ini menandakan
adanya peningkatan tekanan kapiler paru (Muttaqin, 2011).
b. Sindrom kongesti vena
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada klien dengan
kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Kongesti vena dapat
dibedakan dari gagal jantung kiri dengan memeriksa nilai curah jantung yang normal dan
hasil BGA yang normal pada kongesti vena (Muttaqin, 2011).
c. Edema paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan sistem saraf pusat dan pot ictal.
Rangsangan hipotalamus menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang
kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
pulmonal dan penurunan komplians ventrikel kiri. (Muttaqin, 2011).
d. Edema paru karena ketinggian tempat
Edema paru akan terjadi pada orang normal yang berada pada ketinggian 2700 m
(9000 kaki) tampa faktor precipitasi. Hipoksia karena ketinggian menyebabkan hipertensi
pulmonal. Keluhan awal adalah batuk kering, sesak napas, dan sakit atau perasaan
tertekan di daerah substernal (Muttaqin, 2011).
e. Insufisiensi paru pasca trauma
Insufisiensi paru pascatrauma dapat timbul tanpa adanya trauma langsung pada paru.
Penyebab insufisiensi masih belum jelas, penelitian menyebutkan adanya fibrin dan
mikroemboli trombosit dalam vaskularisasi paru sebagai penyebab terjadinya insufisiensi
paru (Muttaqin, 2011).
f. Aspirasi cairan lambung
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS (Adult Respiratory Distress
Syndrome). Pada keadaan yang berat dapat terjadi hipotensi yang mungin disebabkan
oleh penurunan refleks curah jantung melalui saraf vagus (Muttaqin, 2011).
g. Sepsis
Septikemia karena infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab peting edema
paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011).
h. Overdosis heroin (narkotika)
Terjadi edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru (Muttaqin, 2011).
i. Inhalasi asap dan luka bakar saluran pernapasan
Dapat menyebabkan lesi paru yang dapat mengarah pada edema paru (Muttaqin,
2011).
j. Inhalasi bahan kimia toksik
Edema paru dapat disebabkan oleh paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen,
ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia komples lainnya
(Muttaqin, 2011).
k. Toksisitas oksigen
Oksigen konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik pada paru. Lesi yang ditimbulkan
mirip dengan lesi pada edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Perubahan awal yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang
berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag (Muttaqin, 2011).

l. Near drowning
Air tawar bersifat hipotonis dan air laut bersifat hipertonis relatif terhadap darah.
Perbedaan tersebut yang menyebabkan terjadinya pergerakan cairan melalui membran
alveolar kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru (Muttaqin, 2011).
m. Emboli lemak
Kerusakan paru terjadi melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh embolisasi
dan trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi atau koagulasi dan lisis
fibrin dalam paru. (Muttaqin, 2011).
n. Uremia
Edema paru sering terjadi pada klien dengan gagal ginjal. Pada banyak klien
ditemukan juga kasus gagal jantung kiri sebagai akibat kombinasi anemia, hipertensi,
aterosklerosis, dan kalsifikasi vaskular. (Muttaqin, 2011).
o. Pankreatitis
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama pankreatitis
diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru (Muttaqin, 2011).
p. Edema paru merupakan komplikasi pada 0,5% persalinan dan dilaporkan berkaitan
terutama dengan preeklamsia, persalinan prematur, bedah janin, dan infeksi. Pemakaian
agonis beta untuk mencegah persalinan dilaporkan berhubungan dengan edema paru.
(Leveno, 2009).
q. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan suatu diagnosis patofisiologis.
Penyait ini mencakup cedera epitel elveolus paru menetap yang terjadi melalui saluran
napas dan cedera endotel menetap yang terjadi melalui jaringan pembuluh darah paru.
Neutrofil, setelah direkrut ke tempat peradangan oleh berbagai kemokin, berakumulasi
dan memicu cedera jaringan dengan mengeluarkan sitokin. Hal ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas kepiler paru, penurunan volume paru, dan pembentukan pirau
yang kemudian menyebabkan hipoksemia arteri (Leveno, 2009).
3. PATOFISIOLOGI ALO
Peningkatan tekanan hidrostatis paru Peningkatan permeabilitas kapiler paru

Terjadi peningkatan jumlah cairan dan koloid di ruang


interstisial yang berasal dari kapiler paru. Celah
endotel paru mulai melebar akibat peningkatan
tekanan hidrostatis atau efek toksik

Kapasitas limfatik untuk mengeluarkan cairan sudah melampaui


batas sehingga cairan mulai terkumpul di interstisial

Acute Lung Oedema

Cairan interstisial melebihi Terjadi peningkatan


Kelebihan
kapasitas sistem limfatik aliran limfatik
volume
cairan
Edema dinding alveolar
Perubahan hubungan
tekanan
Gangguan
Komplians paru menurun pertukaran
gas Obstruksi pada saluran
pernapsan kecil

takipnea Ketidakseimbangan
antara ventilasi dan hipoksemia
aliran darah

Pola napas tidak


efektif
Hipoksemia
memburuk

4. MANIFESTASI KLINIS ALO


Hiperventilasi dengan
alkalosis
a. Serangan khas terjadi pada malam respiratorik
hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului dengan rasa gelisah ansietas, dan tidak dapat tidur.
b. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan
menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-
abu
c. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
d. Alveolus yang penuh cairan menyebabkan hipoksemia arteri dan dapat disertai batuk dan
sputum kemerahan (frothy).
e. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang mendekati panik,
pasien mulai bingung kemudian stupor.
f. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah
dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
(Baughman, 2000)

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ALO


a. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk kearah kausa edema paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan CHF.
b. Rontgent Paru
Gambaran rontgent paru dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dari edema paru non kardiogenik.
c. Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnu, ortopnu (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi, akral
dingin dengan sianosis, menggunakan otot bantu nafas, frophy sputum, ronki basah dan
terdapat wheezing. Khususnya pada edema paru kardiogenik terdapat JVP meningkat,
gallop, bunyi jantung 3 dan 4 dan terdapat edema perifer.
d. EKG
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri.
Ekhokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard dan fungsi katup sehingga dapat
dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru.

e. Kateterisasi Pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal ( Pulmonary artery occlusion pressure/PAOP)
dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk menentuksn penyebab edema paru akut.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hematologi (complete blood count), fungsi ginjal, elektrolit, kadar
protein, urinalisa, analisa gas darah, troponin I dan Brain Natriure! c pep! de (BNP).
Brain Natriu! c Pep! de (BNP) dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid
test untuk menilai edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP
plasma berhubungan dengan PAOP, LEVEDP dan LVEF.

6. PENATALAKSANAAN ALO
a. Oksigenasi
 Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan
dispnea
 Oksigen dengan tekanan intermitent atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda
hipoksia menetap
 Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jika terjadi gagal napas
 Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
 Gas darah arteri (GDA)
b. Farmakoterapi
 Morvin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan
kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok
kardiogenik.
 Diuretik : furosemid (lasix) iv untuk membuat efek diuretik cepat
 Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, diberikan dengan
kewaspadaan tinggi pada pasien dengan Infark miokard akut.
 Aminofilin : untuk bronkospasme, drip iv kontinu dalam dosis sesuai berat badan.
c. Terapi Suportif
 Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah, lebih baik bila kaki pasien
terjuntai disamping tempat tidur untuk membantu arus balik vena ke jantung.
 Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkret.
 Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
 Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang dilakukan
untuk mengatasi kondisi dan apa respons terhadap pengobatan.

7. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
c. Pemeriksaan fisik
 Sistem Integumen
kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
 Sistem Pulmonal
sesak nafas, dada tertekan, Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru
 Sistem Cardiovaskuler
sakit dada, Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
 Sistem Neurosensori
gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, refleks
menurun/normal, letargi

 Sistem Musculoskeletal
lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru
dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
 Sistem genitourinari
produksi urine menurun
 Sistem digestif
mual, kadang muntah, konsistensi feses normal/diare
B. Intervensi
Ketidakefektifan besihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, bersihan jalan
napas kembali efektif.
Kriteria Hasil:
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- RR (16-20 kali/menit)
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
No
Intervensi Rasional
.
1 Kaji fungsi pernapasan Penurunan bunyi napas menunjukkan
(bunyi napas, kecepatan, atelektasis, ronkhi menunjukkan
irama, kedalaman, dan akumulasi sekret dan ketidakefektifan
penggunaan otot bantu pengeluaran sekresi yang selanjutnya
napas) dapat menimbulkan penggunaan otot
bantu napas dan peningkatan kerja
pernapasan
2 Kaji kemampuan klien Pengeluaran akan sulit bila sekret
mengeluarkan sekresi, catat sangat kental (efek infeksi dan hidrasi
karakter, volume sputum, yang tidak adekuat). Sputum berdarah
dan adanya hemoptisis bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau
luka bronkial dan memerlukan
intervensi lebih lanjut.
3 Berikan posisi semifowler / Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
fowler dan bantu klien paru dan menurunkan upaya bernapas.
latihan napas dalam dan Ventilasi maksimal membuka area
batuk efektif atelektasis dan meningkatkan gerakan
sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
4 Bersihkan sekret dari mulut Mencegah obstruksi dan aspirasi.
dan trakea, bila perlu Pengisapan diperlukan bila klien tidak
lakukan pengisapan mampu mengeluarkan sekret
(suction)
5 Kolaborasi pemberian obat Agen mukolitik menurunkan
sesuai indikasi Agen kekentalan dan perlengketan sekret
mukolitik paru untuk memudahkan pembersihan
6 Bronkodilator Bronkodilator meningkatkan diameter
lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara
7 kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada
keterlibatan luas dengan hipoksemia
dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keadaan tubuh yang lemah


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pola napas kembali
efektif.
Kriteria Hasil:
- Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
- Tidak sesak
- RR normal (16-20 × / menit)
- Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
- Tidak terdapat sianosis

No
Intervensi Rasional
.
1 Berikan HE pada pasien Informasi yang adekuat dapat
tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
dalam memberikan terapi
2 Atur posisi semi fowler Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala Sianosis merupakan salah satu tanda
sianosis manifestasi ketidakadekuatan suply O2
pada jaringan tubuh perifer .
4 Berikan terapi oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.
5 Observasi tanda-tanda vital Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal Ketidakmampuan tubuh dalam proses
nafas respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical ventilation).
7 Kolaborasi dengan tim Pengobatan yang diberikan berdasar
medis dalam memberikan indikasi sangat membantu dalam proses
pengobatan terapi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai