Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus Di Ruang UGD Rs

Graha Husada Jepara

Disususn Oleh :

Ita Nur Kholidah


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan di paru-
paru (ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi alveolus di dalam paru-paru
yang menyebabkan seseorang sulit untuk bernafas. Penyebab tersering edema paru
disebabkan oleh permasalahan jantung. Namun, akumulasi cairan di dalam paru dapat
disebabkan oleh beberapa alasan diantaranya adalah pneumonia, beberapa racun, maupun
obat-obatan. Edema paru yang terjadi secara akut merupakan kondisi kegawatan medis
yang harus segera ditangani. Walaupun edema paru kadang merupakan kondisi yang
fatal, namun penanganan yang tepat untuk edema paru dan kondisi yang mendasarinya
dapat memberikan tingkat perbaikan yang tinggi. Terapi untuk edema paru sangat
bervariasi, tergantung dari penyebab yang mendasarinya, namun secara umum terapi ini
termasuk suplementasi oksigen dan pengobatan medikametosa.
Menurut salah satu penelitian, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta edema paru
di seluruh dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru perlu pengobatan dan
pengawasan secara komprehensif, di AS5,5 juta penduduk menderita edema paru, dan di
Jerman 6 juta penduduk menderita edema paru. Di Indonesia kejadian edema paru
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002);
dan 23,87 (tahun 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi edema paru ?
2. Apa sajakah etiologi edema paru ?
3. Bagaimanakah perjalanan penyakit (patofisiologi) edema paru ?
4. Apa sajakah manifestasi klinis edema paru ?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan medis edema paru ?
6. Apa saja komplikasi pada edema paru ?
7. Bagaimana proses pengkajian pada edema paru ?
8. Apa sajakah diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada edema paru ?
9. Bagaimanakah perencanaan keperawatan pada edema paru ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi edema paru
2. Mengetahui etiologi edema paru
3. Menjelaskan patofisiologi edema paru
4. Mengidentifikasi tanda dan gejala edema paru
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang edema paru
6. Mengetahui penatalaksanaan edema paru
7. Mengetahui komplikasi pada edema paru
8. Mengindetifikasi proses pengkajian pada edema paru
9. Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada edema paru
10. Mengetahui perencanaan keperawatan pada edema paru
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas
akibat terjadinya penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli). Kondisi
ini dapat terjadi tiba-tiba maupun berkembang dalam jangka waktu lama.
Edema paru akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh
kegagalan berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru akut
dapat pula diakibatkan oleh :
a. Inhalasi gas yang memberi rangsangan, seperti karbon monoksida.
b. Overdosis obat barbiturat atau opiat.
c. Pemberian cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat.

(Mary Baradero, 2008).

Proses edema paru adalah adanya perpindahan cairan dari intrakapiler, yaitu
menembus dinding kapiler paru ke jaringan interstisium. Proses ini dapat berlanjut
terus dan cairan tidak hanya berkumpul di interstisium, tetapi dapat terus menembus
membran alveolus masuk ke dalam rongga alveolus. Dalam keadaan normal, cairan
yang berada di jaringan interstisium dapat keluar dari paru melalui pembuluh darah
limfa, cairan akan menuju rongga alveolus. Dengan demikian, edema paru dapat
berupa edema interstisium ataupun edema interstisium bersama-sama dengan edema
alveolar. Begitu diketahui terdapat edema paru, keadaan ini merupakan keadaan
gawat yang harus segera mendapat penanganan. (Darmanto Djojodibroto, 2009).

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang
terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang
tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
(edem paru non kardiigenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif
dan mengakibatkan hipoksia.

2. Etiologi

Penyebab edema paru ada 2 yaitu :

a. Edema paru kardiogenik : adanya kelainan pada organ jantung


1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan
darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung
yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami
gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa
ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan
oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan
efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak
mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa
darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
b. Edema paru nonkardiogenik
1) Infeksi pada paru
2) Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru
3) Paparan toxic
4) Reaksi alergi
5) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6) Neurogenik

3. Patofisiologi
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.
Hal ini menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Edema paru kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami
edema paru adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kiri >25 mmHg.
Sedangkan edema paru non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler
paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut
akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink
froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam
menjalankan fungsinya.
PATHWAY
Faktor kardiogenik Faktor non-kardiogenik

Isufisiensi
limfatik Unkwnown
ARSD

Gagal jantung kiri Post. Lung Pulmonary


Pnemonia
transplant Embolism
Aspirasi As. Lymphangitic Eclamasia
carsinomiclosi High altitude
Lambung
s Pulmonary
Bahan Toksik Silicosis edema
inhalan

Ketidakseimbangan
Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Kapiler Onkotik Negative Onkotik
Paru ↑ Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat


(ventilator)

Gangguan O2 jaringan↓
Bed rest Pemasangan Area
pertukaran gas
fisik selang invasi
endotrakheal M.O

Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan perawatan
perfusi O2 ↑ diri Gangguan Resiko
jaringan komunikasi tinggi
verbal infeksi
Intoleransi
aktivitas
Gangguan pola
nafas

4. Manifestasi Klinis
a. Gejala edema paru akut (mendadak) :
1) Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang semakin
memburuk ketika berbaring
2) Perasaan tercekik atau seperti tenggelam
3) Terengah-engah, napas berdesah
4) Kecemasan, kegelisahan, atau ketakutan
5) Batuk yang menghasilkan dahak berbusa yang mungkin disertai dengan warna
darah
6) Keringat berlebihan
7) Kulit pucat
8) Nyeri dada, terutama jika edema baru disebabkan oleh penyakit jantung
9) Detak jantung yang cepat atau tidak teratur (palpitasi)
b. Gejala edema paru jangka panjang (kronis)
1) Mengalami sesak napas yang lebih dari biasanya ketika aktif secara fisik
2) Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, seringkali terjadi ketika
berbaring
3) Napas berdesah
4) Bangun di malam hari dengan perasaan sesak napas yang dapat membaik
ketika duduk
5) Kenaikan berat badan dengan cepat ketika edema paru muncul sebagai akibat
dari gagal jantung kongestif.
6) Bengkak pada kaki dan pergelangan kaki
7) Kehilangan nafsu makan

Tanda dan gejala edema akut (Mary Baradero, 2008)

a. Gelisah
b. Dispnea berat
c. Pucat
d. Batuk produktif dengan banyak septum yang berbuih dan sedikit bercampur darah
e. Mengi
f. Sianosis
g. Takikardi

5. Penatalaksanaan
a. Edema paru kardiogenik akut
Terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan
memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat paru harus
harus segera di atasi.
Pengobatan edema paru kardiogenik akut meliputi :
1) Morfin
Cara pemberian : SC, IM, atau IV
Dosis : 3-20 mg
Cara kerja : mengurangi kegelisahan sehingga mngurangi rangsangan
adrenergik vasokontriksi.
2) Oksigen
Oksigen 100% dengan tekanan positif dengan menggunakan masker
rebreathing.

3) Diuretik
Cara pemberian : IV
Dosis : 40-100 mg
Cara kerja : Cepat memberikan deuresis dapat mengurangi volume sirkulasi
darah dan sembab paru.
4) Aminofilin
Cara pemberian : IV
Dosis : 240-480 mg
Cara kerja : Bekerja dalam bronkodilator, meningkatkan aliran darah ginjal
dan sekresi natrium dan menambah kontraksi otot jantung.
5) Digitalis
Dapat diberikan digitalisi cepat (misal, dogoksin, lanatoside C) apabila
sebelumya mendapat digitalis.
6) Posisi penderita
Penderita di usahakan posisi duduk dengan kaki berjuntai sepanjang sisi
tempat tidur sehingga mengurangi “venous return” ke jantung.

Pendekatan terkini menurut Alexander Edemskiy dalam Jurnal Cardiothorac


Surgery Vol.11, Mei 2016 edema paru yang diakibatkan oleh komplikasi
thromboendarterectomy pada hipertensi pulmonal setelah penatalaksanaan awal
dilakukan dapat dilakukan ECMO (Oksigenasi Membran Ekstrakorporeal) yaitu
paru-paru buatan yang digunakan untuk menggantikan fungsi paru-paru manusia
yang telah kehilangan fungsi aslinya.

b. Edema paru non kardiogenik


Dalam penatalaksanaan yang penting ialah :
1) Memperbaiki ventilasi, dengan :
a) Pemberian oksigen sehingga oksigen dalam udara inspirasi mencapai 50-
100%
b) Intubasi endotrakeal.
c) Kalau perlu menggunakan alat bantu pernafasan (ventilator).

2) Pertahankan sirkulasi, dengan :


Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over hidrasi.
3) Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :
a) Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih
rendah.
b) Bila obat atau racun sebagai penyebab, dengan obat antagonis.
c) Uremia paru, dengan dialisis.
d) Bila ada sepsis, berikan antimikroba.

Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru akut adalah
mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas pernapasan.
Tujuan ini dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.

a. Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat untuk


mengurangi hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen
harus diberikan dengan tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi
gagal napas, meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu diberikan intubasi
endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan positif akhir ekspirasi
sangat efektif mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler
paru, dan memeperbaiki oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse
oksimetri dan pengukuran AGD.
b. Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena dalam dosis kecil
untuk mengurangi kecemasan dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer
sehingga darah dapat didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal
tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan mengurangi
perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaat dalam
menurunkan kecepatan napas.
c. Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebabkan oleh cedera vaskuler
otak, penyakit paru kronis, atau syok kardiogenik dan menurut Ibrahim Altun
dalam International Cardiovascular Research Journal Vol. 1, Januari 2015
morfin tidak direkomendasikan pada pasien edema paru yang disebabkan
toksik karena dapat meningkatkan aritmia.
d. Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik
yang cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan
darah di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah
darah yang kembali ke jantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretik.
e. Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung dan curah
ventrikel kiri. Perbaikan kotrakitilitas jantung akan meningkatakan curah
jantung, memperbaiki diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan
kapiler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan
berkuarang.
f. Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang
berarti, maka perlu diberikan aminofilin untuk merelaksasi bronkospasme.
Aminofilin diberikan melalui intravena secara terus menerus dengan dosis
sesuai berat badan.

7) Komplikasi
Jika edema paru berlanjut, hal tersebut mampu meningkatkan tekanan di arteri
paru dan akhirnya menyebabkan kegagalan pada ventrikel kanan. Ventrikel kanan
memiliki dinding otot yang lebih tipis daripada sisi kiri karena tidak memiliki tugas
yang lebih ringan untuk memompa darah ke paru-paru. Tekanan yang meningkat
kembali ke atrium kanan dan kemudian ke berbagai bagian tubuh anda, dimana hal
tersebut dapat menyebabkan:
a. Kaki bengkak (edema)
b. Abdomen bengkak (ascites)
c. Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru (efusi pleura)
d. Penyumbatan dan pembengkakan hati

Pada pasien dengan Edema paru kemungkinan untuk terjadi Gagal napas sangat
tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan
terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru
untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga
mengakibatkan pasokan Oksigen ke jaringan paru menjadi sedikit.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

Pada pasien dengan status edema paru akut ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas
sehingga status edema paru akut ini memperlihatkan kondisi pasien yang
sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh,
batuk (produktif/nonproduktif). (Ningrum,2009).

2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

Adanya sumbatan pada jalan napas pasien, menyebabkan bertambahnya usaha


napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Sesak
napas, dada tertekan, pernapasan cuping hidung, hiperventilasi, penggunaan
otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
(Ningrum,2009).

3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine

Adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksigen maka jantung


berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Pembuluh darah
vasokonstriksi, kualitas darah menurun, denyut jantung tidak teratur dan
adanya suara jantung tambahan. Adanya kekurangan oksigen ini dapat
menyebabkan sianosis dan akan merasa keringat dingin karena terjadinya
peningkatan metabolisme (Ningrum, 2009).

b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri
dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien
2) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif : –
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan

d) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif : –
Obyektif : produksi urine menurun/normal
g) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h) Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan aliran balik vena, penurunan
curah jantung.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan secret pulmonal
c. Ketidakefektifan pola nafas b/d pertukaran gas tidak adekuat, penurunan
kemampuan untuk oksigenasi
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar,
akumulasi protein dan cairan dalam interstitial/ area alveolar
3. Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan aliran balik vena, penurunan
curah jantung.
Intervensi:
1) Tentukan ada tidaknya denyut nadi yang dilakukan pada arteri carotis.
R/ Perabaan dilakukan untuk mengetahui apakah jantung masih berkontraksi
atau sudah terjadi henti jantung. Bila denyut nadi ada dan pernapasan tidak
ada maka pertolongan pernapasan dilakukan 2 x nafas awal (1,5 – 2 detik
setiap nafas) kemudian 12 x/ mnt pertolongan pernapasan, bila pernapasan
tetap tidak ada maka lakukan kompresi dada luar.
2) Hubungi system darurat dengan memberikan informasi tentang hal- hal yang
terjadi dan peralatan yang di butuhkan.
R/ informasi yang diperoleh akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya sehingga pertolongannya akan lebih mudah.
3) Kompresi dada luar akan menyebabkan sirkulasi ke paru- paru dan di ikuti
dengan ventilasi.
R/ kompresi dada luar akan menstimulus jantung untuk berkontraksi.
Evaluasi :
- Tekanan darah kembali pada nilai 120/80 mmHg.
- Tampak tidak adanya sianosis

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan secret pulmonal.


Intervensi :
1) Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan memanggil
namanya.
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, pakah masih dalam tahap unrespon,
pain, voice, dan alert.
2) Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat
R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan.
3) Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang tidak keras, kedua lengan
pasien disamping tubuhnya.
R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan yang
nyaman dapat penolong dan korban dalam melakukan tindakan.
4) Berikan pertolongan dengan nafas bantuan dengan cara berlutut sejajar
dengan bahu pasien.
R/ posisi yang nyaman bagi penolong dapat mempermudah dalam
memberikan tindakan.
5) Buka jalan napas dengan teknik jaw trust atau chin lift atau head tilt.
R/ memastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas sehingga pasien dapat
bernapas dengan baik.
Evaluasi:
- Tampak Tidak ada sumbatan(secret) pada jalan napas
- Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan napas

c. Ketidak efektifan pola napas b/d pertukaran gas tidak adekuat, penurunan
kemampuan untuk oksigenasi.
Intervensi :
1) Kaji pernapasan pasien dengan mendekatkan telinga diatas mulut/ hidung
pasien sambil memepertahankan pembukaan jalan napas.
R/ mengetahui ada tidaknya pernapasan.
2) Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya dada pasien
R/ mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
3) Auskultasi udara yang keluar waktu ekspirasi, merasakan adanya aliran udara.
R/ mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
4) Berikan napas bantuan dengan cara :
- Mulut ke mulut; penolong memijat hidung pasien dengan ibu jari dan jari
telunjuk, penolong memberikan nafas penuh.
R/ memastikan udara yang diberikan dapat masuk secara maksimal.
- Mulut ke hidung; pada pasien yang tidak mungkin dilakukan ventilasi
melalui mulut, penolong manarik napas dalam, menutup hidung pasien
dengan bibir penolong dan menghembuskan kedalam hidung.
R/ memberikan bantuan pernapasan, agar kebutuhan oksigennya
terpenuhi.
- Setelah itu observasi kembali naik turunnya dada, mendengar dan
merasakan udara yang keluar pada waktu ekshalasi.
R/ mengetahui keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan.
Untuk pertolongan awal pernapasan/ ventilasi awal 2 kali.
Evaluasi :
a. Tampak Pasien tidak lagi mengalami sesak.
b. Tampak irama pernapasan pasien kembali teratur.
c. Tampak pasien tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan.
d. Terdengar tidak adanya suara tambahan.

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar,


akumulasi protein dan cairan dalam interstitial/ area alveolar
Intervensi :
1) Auskultasi lapang paru terhadap bunyi napas, waspadai krekels
R/ suara krekels menandakan kongesti cairan alveolar
2) Bantu pasien dalam posisi semifowler tinggi
R/meningkatkan pertukaran gas
3) Berikan O2 sesuai program
R/meningkatkan kadar oksigen jaringan
4) Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD, pantau hasil hipoksemia dan
hiperkapnea
R/mengetahui keadaan pasien
5) Berikan diuretik sesuai program
R/menurunkan kerja jantung
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Edema paru merupakan suatu keadaan diman terdapat akumulasi cairan pada
ekstravaskuler paru yang disebabkan suatu keadaan patologis. Penyebapnya sendiri
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu penyebab yang berasal dari jantung atau
sistem kardiovaskuler (kardiogenik) dan penyebab diluar sistem kardiovaskuler (non
kardiogenik) yang dapat berasal dari bagian paru itu sendiri maupun dari bagian tubuh
lain.
Gejala dari seseorang yang mengalami edema paru adalah kesulitan bernapas dan
perasaan tercekik. Selain itu, karena terjadi kesulitan bernapas akibat akumulasi cairan
tersebut mengakibatkan pertukaran oksigen di paru-paru mengalami penurunan dan
berefek pada suplai oksigen di seluruh tubuh.
Penatalaksanaan edema paru harus dilakukan segera untuk menghindari terjadinya
gagal napas sampai henti napas. Hal ini dilakukan dengan memberikan oksigen secara
kontinue maupun diberikan intubasi endotrakea. Selain itu dapat pula diberikan obat
berupa morfin, obat diuretik dan digitalis.

B. Saran
Edema sangat fatal akibatnya jika tidak diberikan tindakan segera dan tepat,
karena komplikasi yang terjadi berupa gagal napas hingga henti napas. Sehingga sebagai
seorang calon perawat diharapkan mengetahui tindakan yang sesuai dan tepat dalam
melakukan perawatan agar tidak terjadi komplikasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai