Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ALO (ACUTE LUNG OEDEM)

OLEH :
AINUN CHOIRIYAH
17. 30. 005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ALO (ACUTE LUNG OEDEM)

1. PENGERTIAN
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien
berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah) (Horrison, 1995)
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan
(serous/serosanguineous) oleh karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang
interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, bronkus, bronkiolus, atau
interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke arah jantung atau melalui
limfatik (Tamashefski, 2000).

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Edema paru kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena


adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk
gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang
mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.

b. Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut


beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan
obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah
sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan
jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila
ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah
akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan
menumpuk di paru-paru (flooding).

c. Gangguan katup jantung


Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis)
atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini
menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada


otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain:

a. Infeksi pada paru


b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.

c. Paparan toxic

d. Reaksi alergi

e. Acute respiratory distress syndrome (ards)

f. Neurogenik

3. PATOFISIOLOGI
a. Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel)
pada kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat.
Penyebabnya adalah penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang
menuntut peningkatan kerja miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral
atau regurgitasi. Akibatnya, peningkatan atrium kiri akan dihantarkan ke
belakang pembuluh darah paru.
b. Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru.
Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Jika
gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena
sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase pembuluh
limfatik ke dalam vena sehingga menghambat drainase limfatik.
c. Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga
mendukung terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk
mendorong cairan ke dalam sel).
d. Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus
meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu
pengambilan O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana kebutuhan O2
meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan turun (hipoksemia, sianosis).
Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus menyebabkan
filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus yang terisi dengan cairan tidak lagi
terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan memasuki jalan nafas sehingga
meningkatkan resistensi jalan nafas.
e. Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu).
Pada posisi duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian
tubuh terbawah akan turun (semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga
tekanan atrium kanan dan curah jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru
akan berkurang sehingga menyebabkan penurunan teknan hidrostatik di
kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran vena pulmonalis dari
bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan tekanan vena
sentralis membantu drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan paru,
serta edema alveolus dan interstisial akan berkurang.
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi
(foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara
klinik sukar dideteksi dini. Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai
dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat
terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari
membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Sering kali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.

b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak
napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami
sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty).
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

6. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik

1. Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan
penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada
akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.

2. Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan
oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat
dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli
yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh


dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh
darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal
ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan
kelebihan cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi
yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada
kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan
darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan
dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
- Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung.
- Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.
- Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar dengan QT
memanjang.
b. Laboratorium
- Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian
hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung (CK-
CKMB, Troponin T) diperiksa.
c. Foto Toraks
Hilus melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat
edema interstisial atau alveolar.
d. Ecocardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), segmental wall motion abnormality (PJK), dan umumnya
ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium kiri.

8. PENATALAKSANAAN

a. Posisi duduk.
b. Oksigen (90 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
c. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

d. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

e. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap


5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.

f. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV


dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.

g. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg


(sebaiknya dihindari).

h. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis


ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi
urine 1 ml/kgBB/jam.

i. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5


ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

j. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

k. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan


oksigen.

l. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas :
Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
2. Riwayat Masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.

c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h. Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
i. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

B. DIAGNOSA
1) gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar
kapiler
2) kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan alkalosis respiratori
C. INTERVENSI

Diagnosa
No NOC NIC
keperawatan
1. gangguan pertukaran NOC : NIC :
1. Respiratory status : Airway Management
gas berhubungan
1. Buka jalan nafas, guanakan
Ventilation
dengan perubahan
2. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
membrane alveolar
Airway patency bila perlu
kapiler 3. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil :
memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan
3. Identifikasi pasien perlunya
batuk efektif dan suara
pemasangan alat jalan nafas
nafas yang bersih, tidak
buatan
ada sianosis dan dyspneu 4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
(mampu mengeluarkan
perlu
sputum, mampu bernafas
6. Keluarkan sekret dengan batuk
dengan mudah, tidak ada
atau suction
pursed lips) 7. Auskultasi suara nafas, catat
2. Menunjukkan jalan nafas
adanya suara tambahan
yang paten (klien tidak 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
merasa tercekik, irama
10. Berikan pelembab udara Kassa
nafas, frekuensi
basah NaCl Lembab
pernafasan dalam rentang 11. Atur intake untuk cairan
normal, tidak ada suara mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
nafas abnormal)
3. Tanda tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan

2. Kelebihan volume NOC : NIC :


1. Respiratory status : 1. pertahankan catatan intake dan
cairan berhubungan
Ventilation output yang adekuat
dengan alkalosis
2. Respiratory status : 2. pasang urine kateter
respiratori Airway patency 3. kaji lokasi dan luas odema
Kriteria Hasil : 4. monitor masukan cairan ,
1. Terbebas dari edema ,
makanan dan hitung intake
efusi, dan anaskara
kalori
2. Bunyi nafas bersih, tidak
5. monitor status nutrisi
ada dyspneu 6. tentukan riwayat jumlah dan
3. Memelihara tekanan vena
tipe intake cairan dan
sentral, tekanan kapiler
eleminasi
paru, output jantung dan 7. monitor berat badan
8. catat secara akurat inkate dan
vital sign dalam batas
output
normal.
9. monitor tanda dan gejala
4. Menjelaskan indikator
odema
kelebihan cairan.

3. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


1. Energy Conservation Energy Management
berhubungan dengan
2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
alkosis respitori Kriteria Hasil :
klien dalam melakukan aktivitas
1. Berpartisipasi dalam
2. Dorong anal untuk
aktivitas fisik tanpa
mengungkapkan perasaan
disertai peningkatan
terhadap keterbatasan
tekanan darah, nadi dan 3. Kaji adanya factor yang
RR menyebabkan kelelahan
2. Mampu melakukan 4. Monitor nutrisi dan sumber
aktivitas sehari hari energi yang adekuat
5. Monitor pasien akan adanya
(ADLs) secara mandiri
3. Tanda tanda vital normal kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi
yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan

5. Bantu untuk mendapatkan alat


bantuan aktivitas seperti kursi
roda, dll
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan di waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
BGA (BLOOD GAS ANALYSIS)

A. PENGERTIAN BGA (BLOOD GAS ANALYSIS)


Pemeriksaan analisa gas darah atau (Blood Gas Analysis/ BGA) adalah suatu
pemeriksaan untuk mengetahui tekanan gas karbondioksida (CO2), oksigenasi,
kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa
(Severinghaus John, 2010). Tujuan dari pemeriksaan ini antara lain untuk
mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel, efisiensi pertukaran oksigen
dan karbondioksida, mengetahui kemampuan Hb dalam melakukan transportasi
oksigen ke jaringan, mengetahui tekanan oksigen dalam darah arteri dan jaringan
secara terus menerus (Severinghaus John, 2010; William Marshall, 2008).
Pemeriksaan gas darah ini sudah secara luas digunakan sebagai pegangan
dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat dan menahun. Pemeriksaan
ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan klinis pasien dan kemajuan
terapi. Pemeriksaan analisa gas darah tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis
suatu penyakit, harus disertai dengan pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya
(Severinghaus John, 2010).

B. KONTRAINDIKASI
keadaan fibrinolisis sistemik, seperti pada terapi trombolitik merupakan keadaan
kontraindikasi relatif.

C. TUJUAN DILAKUKAN ANALISA GAS DARAH ADALAH UNTUK


MENGETAHUI:
1. pH darah
2. Tekanan parsial Karbon Dioksida (PCO2)
3. Bikarbonat (HCO3-)
4. Base excess/deficit
5. Tekanan Oksigen (PO2)
6. Kandungan Oksigen (O2)
7. Saturasi Oksigen (SO2)

D. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI PADA NILAI-NILAI


ANALISA GAS DARAH YANG ABNORMAL
1. Obat-obatan dapat meningkatkan pH darah: sodium bikarbonat
2. Kegagalan untuk mengeluarkan semua udara dari spuit akan menyebabkan
nilai PaCO2 yang rendah dan nilai PaO2 meningkat
3. Obat-obatan yang dapat meningkatkan PaCO2 : aldosterone, ethacrynic acid,
hydrocortisone, metolazone, prednisone, sodium bicarbonate, thiazides.
4. Obat-obatan yang dapat menurunkan PaCO2 : acetazolamide, dimercaprol,
methicillin sodium, nitrofurantoin, tetracycline, triamterene.
5. Obat-obatan yang dapat meningkatkan HCO3-: alkaline salts, diuretics
6. Obat-obatan yang dapat menurunkan HCO3-: acid salts.
7. Saturasi oksigen dipengaruhi oteh tekanan parsial oksigen dalam darah, suhu
tubuh, pH darah, dan struktur hemoglobin.

E. PERSIAPAN :
1. Cek catatan medik.
Meliputi: - Alasan pengambilan spesimen darah. Rasional mengidentifikasi
tipe darah yang dibutuhkan dan bagaimana mengumpulkannya. - Riwayat
faktor risiko perdarahan: terapi antikoagulan, gangguan perdarahan, jumlah
trombosit yang rendah. Rasional mengingatkan untuk menyiapkan peralatan
tambahan untuk penekanan pada daerah penusukan setelah dilakukannya
tindakan. - Faktor kontra indikasi dilakukan penusukan pada arteri atau vena :
infus intra vena atau keadaan setelah radikal mastektomi. Rasional
mengidentifikasi daerah yang ddak dapat digunakan sebagai tempat
dilakukannya prosedur tindakan.
2. Siapkan formulir laboratorium.
3. Cuci tangan.
4. Siapkan alat dan bahan.
Untuk pengambilan darah arteri : siapkan spuit aspirasi 0,5 ml heparin dengan
perbandingan 1: 1000 unit/ml dari vial; Kemudian lakukan usaha agar heparin
menyentuh semua dinding bagian dalam spuit. Rasional mencegah
pembekuan darah. Ini perlu untuk keakuratan analisa darah.

F. PELAKSANAAN
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan yang akan dilakukan kepada
klien. Rasional memberikan informasi pada klien. Penjelasan pada pasien
tantang tujuan dari test ini dan pemberitahuan bahwa tindakan ini dapat
merimbukan rasa sakit nyeri. (catatan : beberapa institusi mengijinkan
diberikan anastesi di area penusukan dengan 1% lidocaine (Xilocaine) akan
mempersiapkan diri pasien, atau pada bayi dioleskan anestesi semprot/salep.
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
4. Menanyakan keluhan utarna klien.
5. Memulai tindakan dengan cara yang baik.
6. Jaga privacy klien.
7. Dekatkan peralatan pada klien.
8. Atur posisi klien agar nyaman.
9. Identifikasi tempat penusukan.
10. Posisikan klien dengan lengan ekstensi dan telapak tangan menghadap ke atas.
11. Letakkan pengalas.
12. Pakai sarung tangan.
13. Palpasi arteri radial dan brakial dengan jari tangan. Tentukan daerah pulsasi
maksimal. Rasional mengidentifikasi dimana letak arteri yang paling dekat
dengan permukaan kulit.
14. Lakukan test Allen. Rasional untuk mengkaji keadekuatan sirkulasi kolateral
pada arteri ulnaris. Sirkulasi kolateral ini penting bila arteri radialis
terobstruksi oteh trombus setelah dilakukan tindakan penusukan.
15. Untuk melakukan test Allen
lakukan penekanan pada kedua denyutan radialis dan ulnaris dari salah
satu pergelangan tangan pasien sampai denyutannya hilang. Tangan menjadi
pucat karena kurangnya sirkulasi ke tangan. Lepaskan tekanan pada arteri
ulnaris. Jika tangan kembali normal dengan cepat (tangan akan kemerahan
dalam 10 detik), hasil test dinyatakan negatif dan penusukan arteri dapat
dilakukan pada pergelangan tangan tersebut. Jika setelah dilakukan pelepasan
tekanan pada arteri ulnaris tangan tetap pucat, artinya sirkulasi ulnaris tidak
adekuat. Hasil test dinyatakan positif dan pergelangan tangan yang lain harus
di-test. Bila hasil test pada kedua pergelangan tangan adalah positif, arteri
femoralis harus dieksplorasi.
G. PERSIAPAN HASIL PENGAMBILAN DARAH UNTUK ANALISA
LABORATORIUM:
1. Keluarkan udara dan spuit; lepaskan jarum dan buang. Rasional mencegah
accidental sticks dengan jarum yang terkontaminasi.
2. Pasang label identifikasi ke spuit. Rasional memastikan dokumentasi yang
akurat
3. (Lepas sarung tangan) dan cuci tangan. Rasional menghindari segala
kemungkinan terpapar darah dengan melepas sarung tangan hanya setelah
tangan tidak lag! menyentuh spuit.
4. Dokumentasikan informasi yang dibutuhkan pada formulir untuk
pemeriksaan laboratorium yang telah ditentukan. Rasional memastikan
keakuratan. Analisa gas darah membutuhkan informasi tentang konsumsi
oksigen klien.
5. Kirimkan spesimen ke laboratorium secepatnya. Rasional mencegah
metabolisme sel darah yang dapat mempengaruhi hasil test
DAFTAR PUSTAKA

Turner, R and Blackwood, R.,. 2000. Clinical Skills, 3rd ed. Blackwell
Science. UK.
Gupte, S. 2003 Neonatal Emergency, Recent Advances in Pediatrics, volume 12,
Jaypee Brothers, New Delhi.
Dewi, R. K. 2012. Edema Paru Akut. www.scribd.com. Diakses Tanggal 19
Juli 2014
Michellia, 2012. Acute Lungs Oedema (ALO). www.scribd.com. Diakses
Tanggal 19 Juli
2014.
Pangestu, W. 2012. Edema Paru. www.scribd.com. Diakses Tanggal 19 Juli
2014.
Fernando, L. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Edema Paru
Akut (Acute Lung Oedem). www.lentzeksplore.wordpress.com. Diakses tanggal 19
Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai