A. DEFINISI
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien
berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi
Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
B. ETIOLOGI
b. Kardiomiopati
d. Hipertensi
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis
menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan
lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat
menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami
gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak
mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink
froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
D. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketikacairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya,menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu
banyak tekanan dalampembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam
aliran darah untuk menahancairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung sel-sel darah)
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Areayang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-
kantong udarayang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat
dimana oksigen dari udaradiambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbondioksida dalam darah dikeluarkan
F. KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi –komlikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya lebih spesifik pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenasian darah yang dikoromikan secara parah oleh paru-paru
pengoksigenasian yang buruk (hipoksia)dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ yang berbeda seperti
otak.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
2. Foto thorax
Jantung Nampak membesar atau kardiomegali disertai pembesaran
ventrikel kiri dan atrium kanan, paru-paru menunjukkan adanya
kongestif ringan sampai oedem paru yang ditandai dengan gambaran
butterfly apparence atau claudy lung.
3. Pemeriksaan EKG,
Dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular
atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark
miokard dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:
A. PENGKAJIAN
1. Identitas, umur, jenis kelamin
2. Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak
napas, sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi
ataupun tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan
tiba-tiba pada kasus trauma.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak
sistemik seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan
organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif : -
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng.
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
c. Sistem Cardiovaskuler
d. Sistem Neurosensori
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif: lemah, cepat lelah
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan Rencana Keperawatan Rasionalisasi
Keperawatan
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi adanya suara napas 1. Waspadai krekels yang
gas berhubungan keperawatan selama 3x15 menit tambahan menandakan kongesti cairan
dengan perubahan diharapkan Pasien menunjukkan 2. Mengurangi kerja pernapasan
membran alveolar perbaikan ventilasi dan oksigenasi 2. Bantu pasien dalam posisi fowler dan meningkatkan pertukaran
kapiler tinggi gas
Dengan kriteria hasil : 3. Mewaspadai adanya
hipoksemia dan hiperkapnea
Hasil laboratorium BGA
3. Monitoring dan lakukan 4. Menambah sediaan 02 yang
dalam rentang normal
pemeriksaan BGA secara adekuat ke jaringan dan
Pasien mengatakan tidak
berkala mengurangi kerja pernapasan
sesak
4. Kolaborasi pemberian oksigen
Suara napas vesikuler
sesuai indikasi
Tidak terjadi dipsneu
RR dalam rentang normal, 16
– 20 kali/menit
Tidak terdapat retraksi otot
bantu napas tambahan
2. Kelebihan volume Setelah diberikan tindakan 1. Monitoring adanya oedema dan 1. Dasar pengkajian
cairan b.d peningkatan keperawatan 3x24 jam diharapkan ascites kardiovaskuler dan respon
preload, penurunan terjadi Keadekuatan balance cairan 2. Monitoring intake dan output terhadap panyakit
kontraktilitas, dalam tubuh dengan criteria hasil: cairan pasien 2. Menunjukkan status volume
penurunan cardiac sirkulasi terjadinya/perbaikan
Oedema menunjukkan perpindahan cairan dan
output sekunder pengurangan secara progresif respon terhadap terapi
atau teratasi 3. Peningkatan tekanan darah
Keseimbangan intake dan 3. Lakukan pemeriksaan tekanan biasanya berhubungan
output cairan darah dan CVP secara berkala dengan kelebihan volume
CVP dalam batas normal cairan, distensi jugularis
eksterna sehubungan dengan
kongesti vaskuler
4. Kolaborasi pemberian diet 4. Meminimalkan retensi cairan
rendah natrium dalam area ekstravaskuler
5. Kolaborasi pembatasan intake 5. Digunakan dengan perhatian
cairan per oral max. 500 cc/24 mengontrol edema dan asites
jam, atau pemberian cairan
parenteral
6. Kolaborasi pemberian diuretic
sesuai indikasi (Lasix ,
Furosemid)
3. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan 1. Evaluasi respon pasien saat 1. Mengetahui sejauh mana
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam klien beraktivitas, catat keluhan dan kemampuan pasien dalam
ketidakseimbangan menunjukkan toleransi dalam tingkat aktivitas serta adanya melakukan aktivitas.
suplai oksigen dengan peningkatan aktivitas dengan kriteria perubahan tanda-tanda vital 2. Memacu pasien untuk berlatih
kebutuhan hasil: 2. Bantu Px memenuhi secara aktif dan mandiri.
kebutuhannya 3. Memberi pendidikan pada Px
Berpartisipasi dalam aktivitas 3. Awasi Px saat melakukan dan keluarga dalam perawatan
fisik tanpa disertai aktivitas selanjutnya.
peningkatan darah, nadi dan 4. Libatkan keluarga dalam 4. Kelemahan suatu tanda Px
RR perawatan pasien. belum mampu beraktivitas
Mampu melakukan aktivitas 5. Jelaskan pada pasien tentang secara penuh.
sehari-hari secara mandiri perlunya keseimbangan antara 5. Istirahat perlu untuk
Keseimbangan aktivitas dan aktivitas dan istirahat menurunkan kebutuhan
istirahat 6. Motivasi dan awasi pasien untuk metabolisme
melakukan aktivitas secara 6. Aktivitas yang teratur dan
bertahap bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada
kondisi normal.
LAPORAN PENDAHULUAN
DIURETIK
A. PENGERTIAN
Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan
produksi volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat zat terlarut
dalam air.Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang
menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam
jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang
mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic.
Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena Natrium
lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus
ginjal.Dan produksi urine menjadi lebih banyak.Dengan demikian diuretic
meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion
didalam urine dan darah.Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan
ekskresi urin yang lebih banyak.Jika pada peningkatan ekskresi garam-garam,
maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti
sempit).( Mutschler, 2011)
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan
mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah dimana
semuanya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah.
Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh.
Ginjal merupakan organ terpenting pada pengaturan homeostasis, yakni
keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan
volume total dan susunan cairan ekstrasel. Hal ini terutama tergantung dari jumlah
ion Na+, yang untuk sebagian besar terdapat di luar sel, di cairan antarsel, dan di
plasma darah.
Proses pembentukan urine. Ginjal memproduksi urine yang mengandung
zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh memelalui tiga proses
utama (Sloane, 2013):
1. Filtrasi
Filtrasi glemerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dan kapiler
glomerular, dalam tekanan tertentu ke dalam kapsul bowman.
2. Reabsobsi
Reabsorpsi tubulus sebagian besar fiktrat (99%) secara selektif direabsorpsi aktif
terhadap dalam tubulus ginjal melalui difusis pasif gradien kimia atau listrik,
transpor aktif terhadap gradien tersebut.
3. Sekresi
Sekresi tubukar adalah proses aktif yang memindahakan zat keluar dari darah
dalam kapilar pertibular melewati sel-sel tubular menuju cairan tubukar untuk
dikeluarkan dalam urine.
C. PENGGOLONGAN DIURETIK
Diuretik dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Diuretik Kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium,
dan klorida.Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6).
Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-
paru.Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya
senantiasa bertambah.Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan
sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya
dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle
(lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-
binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat
paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam
etakrinat, furosemid dan bumetamid.
Farmakokinetik Furosemid
Onset diuresis : Oral antara 30-60 menit, im 30 menit, iv 5 menit.
Efek puncak : Oral dicapai 1-2 jam setelah pemberian.
Durasi : 6-8 jam, iv 2 jam.
Absorpsi : Oral 60-67%
Ikatan dengan protein : >98%
T1/2 : Fungsi ginjal normal 0,5-1,1 jam, end-stage renal
disease 9 jam.
Eliminasi : 50% dari pemberian oral atau 80% iv
diekskresikan melalui urin setelah 24 jam.(Anonim, 2006)
2. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid adalah direvat tiazd yang telah terbukti lebih popular
dibandingkan obat induk.Hal ini karena kemampuannya untuk menghambat
karbonik anhidrase kurang dibandingkan klorotiazid.Obat ini juga lebih kuat,
sehinga dosis yang diperlukan kurang dibandingkan klorotiazid. Selain itu,
efektivitas sama dengan obat induknya.
3. Klortalidon
Klortalidon adalah merupakan suatu derivat tiazid yang bersifat seperti
hidroklorotiazid.Memiliki ,asa kerja yang panjang dank arena itu sering
digunakan untuk mengobati hipertensi. Diberikan sekali sehari untuk indikasi ini.
4. Analog Tiazid
1) Metolazon : lebih kuat dari tiazid dan tidak seperti tiazid, obat ini
menyebabkan Na+ pada gagal ginjal lanjut.
2) Indapamid : larut dalam lipid, merupakan diuretic bukan gologan tiazid yang
memiliki masa kerja panjang. Pada dosis rendah, obat ini memperlihatkan
efek anti hipertensi yang bermakna dengan efek diuretic yang minimal.
Indapamid sering digunakan pada gagal ginjal yang lanjut untuk merangsang
diuresis tambahan diatas duresis yang telah dicapai oleh diuretic kuat.
Indapamid di metabolism dan diekresi oleh saluran pencernaan dan ginjal,
oleh karena itu sedikit kemungkinan untuk terakumulasi dengan pasien
dengan gagal ginjal dan mungkin berguna untuk pengobatan.
e. Diuretik osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah
dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic
osmotic apabila memenuhi 4 syarat:
1. difiltrasi secara bebas oleh glomerulus.
2. tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal.
3. secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan
4. umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic.
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah
cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate
glomerulus dan cairan tubuli
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
o Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
o Ansa henle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas
daerah medula menurun.
o Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary
wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor
lain.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi
air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air
tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik osmotik biasanya
dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi
oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea,
gliserin dan isisorbid.
Yang termasuk golongan ini adalah :
1. Manitol
a. Manitol merupakan obat yang sering digunakan diantara obat lain, karena
manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanay sedikit sekali
di reabsorpsi. Manitol digunakan misalnya untuk mencegah gagal ginjal akut
atau untuk mengatasi oliguria, dosis manitol total yang diberikan untuk
dewasa 50-100gr, untuk menurunkan tekanan intracranial yang meninggi,
menurunkan tekanan intraokuler pada serangan akut glaucoma kongestiv atau
sebelum operasi mata, digunakan manitol 1,5 – 2 g/kg BB sebagai larutan 15-
20%, yang diberikan melalui infuse selama 30-60 menit. Manitol
dikontrainsikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem
paru yang berat, dehidrasi hebat dan pendarahan intracranial kecuali bila akan
dilaukan kraniotonomi. Infuse monitol harus segera dihentikan bila terdapat
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau
kongesti paru.
2. Urea
a. Merupakan suatu Kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah larut
dalam air. Sediaan intravena mengandug urea sampai 30% dalam dekstrose
5% (iso-osmotik) sebab urea murni dapat menimbulkan hemolisis. Pada
tindakan bedah syaraf, urea diberikan intravena dengan dosis 1-1,5g/KgBB.
Sebagai diuretic, urea potensinya lebih lemah dibandingkan dengan monitol,
karena 50% senyawa urea ini akan direabsorpsi oleh tubuli ginjal
3. Gliserin
a. Diberikan peroral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan tujuan
menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat satu jam sesudah
pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam. Dosis untuk orang dewasa
yaitu 1-1,5g/KgBB dalam larutan 50 atau 75%. Gliserin ini cepat
dimetabolisme, sehingga efek diuresisnya relative kecil.
4. Isosorbid
a. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan gliserin. Efeknya
juga sama, hanaya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih besar daripada
fliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/KgBB,
dan dapat diberikan 2-4 kali sehari
f. Xantin
Xantin mempunyai efek diuresis.Efek stimulasinya pada jantung,
menimbulkan dugaan bahwa diuresis sebagian disebabkan oleh
peningkatannya aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.Namun,
semua derivate xantin ini berefek langsung pada tubuli ginjal yaitu
menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- tanpa disertai perubahan
yang nyata pada pengasaman urine.Efek diuresis ini hanya edikit
dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi mengalami potensiasi
bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin, teofilin memperlihatkan efek diuresis
yang paling kuat. Xatin sangat jarang digunakan sebagai diuretic utama,
namun bila digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai bronkodilator
adanya efek diuresis harus tetap diingat.
D. Pemilihan Diuretik
Diuretik thiazide tepat untuk digunakan pada sebagian besar pasien
dengan hipertensi ringan atau sedang serta dengan fungsi jantung dan ginjal
normal. Diuretik yang lebih kuat (misalnya, diuretik yang bekerja pada loop of
henle) diperlukan untuk hipertensi parah, apabila digunakan pada kombinasi obat
yang menyebabkan retensi natrium. Pada insufisiensi ginjal, bila tingkat filtrasi
glumeruler kurang dari 30 atau 40 mL/menit. Pada gagal jantung atau sirosis,
ketika terdapat retensi natrium.
Diuretik hemat-kalium (potassium-sparing) berguna untuk menghindari
terjadinya deplesi kalium yang berlebihan, khususnya pada pasien yang
menggunakan digitalis dan untuk memperkuat efek natriuretik diuretik
lainnya.(Katzung, 2006).
E. Penentuan Dosis
Walaupun farmakokinetik dan farmakodinamik berbagai diuretik berbeda,
tetapi titik akhir efek terapeutik dalam pengobatan hipertensi umumnya adalah
pada efek natriuresisnya. Walaupun demikian, harus diketahui bahwa dalam
keadaan tunak (steady-state; seperti pada penanganan jangka panjang hipertensi),
ekskresi natrium harian sama sama dengan pemasukan natrium dari makanan.
Diuretik diperlukan untuk melawan kecendrungan terjadinya retensi natrium pada
pasien dengan deplesi natrium yang relatif.Walaupun diuretik thiazide lebih
bersifat natriuretik pada dosis tinggi (100-200 mg hydrochlorothiazide), bila
digunakan sebagai obat tunggal, dosis rendah (25-50 mg) memberikan efek
antidiuretik seperti halnya pada dosis tinggi.(Katzung, 2006).
F. Toksisitas Diuretik
Pada pengobatan hipertensi, sebagian besar efek samping yang lazim
terjadi adalah deplesi kalium. Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh
banyak pasien , hipokalemia dapat berbahaya pada pasien yang menggunakan
digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada infarktus miokardium akut atau
disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi dengan reabsorpsi natrium.
Oleh karenanya ,pembatasan asupan natrium dapat meminimalkan kehilangan
kalium. Diuretik glukosa, dan peningkatan konsentrasi lemak serum. Diuretik
dapat meningkatkan konsentrasi uric acid dan menyebabkan terjadinya gout
(pirai). Penggunaan dosis rendah dapat meminimalkan efek metabolik yang tidak
diinginkan tanpa mengganggu efek antihipertensinya.(Katzung, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.
Harijono Achmad, Dr. DSPD, 1994. Penyakit Dalam Praktis Malang. Penerbit lab / IMF
Ilmu Penyakit dalam, FK Unibraw.
Linda Juall Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3
ed. Philadelpia: LWW Publisher.
Katzung, B.G, 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Farmakologi FKUI
PATHWAY ACUTE LUNG OEDEM (ALO)
takipnea Ketidakseimbangan
antara ventilasi dan hipoksemia
aliran darah
Ketidakefektifan
pola napas
Hipoksemia
memburuk
Hiperventilasi
dengan alkalosis
respiratorik