Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN EDEMA PARU
ATAU ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)
DI RUANG ICU GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh :
NINDYTA SALSABILLA ABDI
NIM. P27820717029

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PRODI DIV KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
KAMPUS SOETOMO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Elektif dengan kasus Acute Lung Oedema di ruang ICU GBPT
RSUD dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2020 – 20 Oktober
2020 telah dilaksanakan sebagai Laporan Praktik Klinik Keperawatan Elektif
semester VII di RSUD dr. Soetomo Surabaya oleh:

Nama Mahasiswa : Nindyta Salsabilla Abdi

NIM : P27820717029

Surabaya, 20 Oktober 2020

Pembimbing Akademik,

Dr. Dwi Ananto Wibrata, STT, M.Kes


NIP. 19720129 199603 1 001
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN EDEMA PARU ATAU ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)

A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi
akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang
meningkat.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema Paru Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit
lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi
seperti biasa.

2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada
miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan
seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi
lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang
akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).

3) Gangguan katup jantung


Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur
aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup
dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui
katub menuju paru-paru.

4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. Edema Paru Non-Kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu
sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Infeksi pada paru
2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3. Paparan toxic
4. Reaksi alergi
5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6. Neurogenik

C. PATOFISIOLOGI
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak
tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler
dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah
cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit
jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding
kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan
terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

D. PATHWAY

Gagal jantung
kanan/kongesti

Aliran balik darah paru terhambat

Peningkatan tekanan intra kapiler pulmonal

Peningkatan tekanan intra kapiler > tek. interstisial

Timbunan pada alveoli


Oedem paru

Distensi intra pulmonal

Pecahnya pembuluh darah paru


Intoleransi Bersihan jalan
aktivitas napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas

E. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), walaupun
pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian stadium tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada
stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.

2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di
daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang
dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara
berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang
berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata.

*Ners note:

1. Hipokapnia adalah penurunan tekanan CO2 dalam darah arterial.


2. Hipoksemia adalah berkurangnya atau penurunan kadar O2 dalam darah arterial.
3. Difusi adalah proses penyebaran (pemencaran, perembesan) yang biasanya terjadi pada
konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah, atau dapat juga memiliki
arti proses bercampurnya zat akibat gerakan zat komponen atom, molekul atau ionnya.
Untuk gas, semua komponen bercampur sempurna satu sama lain dan akhirnya menjadi
hampir seragam.

F. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik.

1. Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak
bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot
jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

2. Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
4) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
6) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
7) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
8) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.

G. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Pemeriksaan Fisik

1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3) Takikardia dengan S3 gallop.
4) Murmur bila ada kelainan katup.
2. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
 Analisa gas darah pO2 rendah, Pco2 mula-mula dan kemudian hiperkalemia
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard akut
 Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, foto thoraks, EKG, enzim jantung

3. Foto thorax Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-
ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap
sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang
khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-
paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini
mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
4. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular
atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard dan
LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
5. Pemeriksaan ekokardiografi penyebab gagal jantung : kelainan katub, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), penyakit jantung koroner, pada umumnya di temukan dilatasi ventrikel kiri
dan atrium kiri
6. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
(1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
(2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
(3) Kranialisasi vaskuler
(4) Hilus suram (batas tidak jelas)
(5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
7. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau
N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah
yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang
kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.

8. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)


Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari
18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi
data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

*Ners note:

1. Takikardia adalah denyut (debaran) jantung yang sangat cepat.


2. Iskemia adalah keadaan berkurangnya (ketidakadekuatan) suplai darah ke suatu
jaringan atau bagian tubuh.
3. Infark adalah gangguan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan pembuluh darah.

H. PENATALAKSANAAN
1. Posisi 1/2 duduk
2. Oksigen (90-100%) sampai 12 l/mnt
3. Jika memburuk (pasien sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa di
pertahankan kurang lebih 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
hipoventilasi,)maka dilakukan intubasi, endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi, monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada
pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
7. Morfin sulfat 40-80 mg IV bolus dapat diulangi / dosis ditingkatkan 4jam dilanjutkan
sampai produksi urine 1ml/kgBB/jam.
8. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu tekanan darah turun : dopamin 2-5 ug/kgBB/ menit atau dobutamin 2-10
ug/kgBB/mnt untuk menstabilitaskan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik / revarkularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dg oksigen
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi,VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
Tanda-tanda sesak nafas

1. Look/lihat
 Pernafasan cuping hidung
 Wajah cyanosis
 Dada terlihat naik turun dengan cepat
2. Listen/dengar
 Terdengar suara tambahan (wheezing)
 Pernafasan cepat
3. Fell/rasakan
 Hembusan nafas terasa cepat
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
DENGAN EDEMA PARU ATAU ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)

A. PENGKAJIAN
1. Identitas, umur, jenis kelamin
2. Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis
atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.
4. Pengkajian Primer
1) Airways
(1) Sumbatan atau penumpukan secret.
(2) Wheezing atau krekles.
(3) Kepatenan jalan nafas.
2) Breathing
(1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
(2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
(3) Ronchi, krekles.
(4) Ekspansi dada tidak penuh.
(5) Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
(1) Nadi lemah, tidak teratur.
(2) Capillary refill.
(3) Takikardi.
(4) TD meningkat / menurun.
(5) Edema.
(6) Gelisah.
(7) Akral dingin.
(8) Kulit pucat, sianosis.
(9) Output urine menurun.

4) Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS)
dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang
segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan
rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu.
Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat
ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali
dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
5) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.

5. Pengkajian Sekunder
AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi
(Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan kasus
Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

6. Pemeriksaan fisik
1) Integumen
(1) Subjektif : -
(2) Obyektif : pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu meningkat, kemerahan
2) Sistem pulmonal

(1) Subjektif : sesak nafas, dada tertekan


(2) Objektif : pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk, (produktif/non
produktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
diagragma, leju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchi pada lapang paru,
3) Cardiovaskular
(1) Subyektif : sakit dada
(2) Obyektif : nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, denyut jantung idak beraturan, suara jantung tambahan.
4) Sistem Neorosensori
(1) Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
(2) Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal
5) Sistem Musculoskeletal
(1) Subyektif : lemah, cepat lelah
(2) Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot akserosis pernafasan
6) Sistem Genitourinaria
(1) Subyektif : -
(2) Obyektif : produksi urine mennurun
7) Sistem degstif
(1) Subyektif : mual, kadang muntah
(2) Obyektif : konsistensi feses normal
7. Pemeriksaan Penunjang
(1) Hb : menurun/normal
(2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah normal/meningkat.
(3) Elektrolit : natrium/kalium menurun/normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola nafas b/d kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran gas b/d distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi b/d area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan
selang endokatrial
4. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Resiko terjadi trauma b/d kegelisahan sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
6. Ansietas b/d ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap pemasangan alat bantu
nafas
7. Gangguan komunikasi verbal b/d pemasangan selang endotrakeal
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


1 Ketidakefektifan pola Pola nafas kembali efektif setelah 1) Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya 1) Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
nafas berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan 2) Atur posisi semi fowler lebih kooperatif dalam memberikan terapi
keadaan tubuh yang lemah selama 3 × 24 jam, dengan kriteria
hasil: 2) Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
3) Observasi tanda dan gejala sianosis proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
1) Tidak terjadi hipoksia atau 3) Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
hipoksemia 4) Berikan terapi oksigenasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh
2) Tidak sesak perifer .
3) RR normal (16-20 × / menit) 4) Pemberian oksigen secara adequat dapat
4) Tidak terdapat kontraksi otot mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
bantu nafas 5) Observasi tanda-tanda vital sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5) Tidak terdapat sianosis 5) Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang
menurun timbul takikardia dan capilary refill time
yang memanjang/lama.
6) Observasi timbulnya gagal nafas 6) 6.Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan
7) .Kolaborasi dengan tim medis dalam menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
memberikan pengobatan ventilation).
7) 7.Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
sangat membantu dalam proses terapi
keperawatan

2 Gangguan pertukaran Gas Fungsi pertukaran gas dapat 1) Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya 1) Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
berhubungan dengan maksimal setelah dilakukan lebih kooperatif dalam memberikan terapi
distensi kapiler pulmonar tindakan keperawatan selama 3 × 24
jam dengan kriteria hasil: 2) Atur posisi pasien semi fowler 2) Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancer
1) Tidak terjadi sianosis 3) Posisi yang berbeda menurunkan resiko perlukaan
2) Tidak sesak 3) Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara akibat imobilisasi
3) RR normal (16-20 × / menit) sering 4) Pemberian oksigen secara adequat dapat
4) BGA normal: 4) Berikan terapi oksigenasi mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia
(1) partial pressure of oxygen 5) Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
(PaO2): 75-100 mm Hg 5) Observasi tanda – tanda vital gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang
(2) partial pressure of carbon menurun timbul takikardia dan capilary refill time
dioxide (PaCO2): 35-45 mm yang memanjang/lama.
Hg 6) Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
(3) oxygen content (O2CT): 15- sangat membantu dalam proses terapi
23% keperawatan
(4) oxygen saturation (SaO2): 94- 6) Kolaborasi dengan tim medis dalam
100% memberikan pengobatan
(5) bicarbonate (HCO3): 22-26
mEq/liter
(6) pH: 7.35-7.45

3 Resiko tinggi infeksi Infeksi tidak terjadi setelah 1) Berikan HE pada pasien tentang kondisi yang 1) Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
berhubungan dengan area dilakukan tindakan keperawatan dialaminya lebih kooperatif dalam memberikan terapi
invasi mikroorganisme selama 3 × 24 jam, dengan kriteria
sekunder terhadap hasil: 2) Meningkatnya suhu tubuh dpat dijadikan sebagai
pemasangan selang 2) Observasi tanda-tanda vital. indicator terjadinya infeksi
endotrakeal 1) Pasien mampu mengurangi 3) Kebersihan area pemasangan selang menjadi
kontak dengan area 3) Observasi daerah pemasangan selang factor resiko masuknya mikroorganisme
pemasangan selang endotrakeal endotrakheal 4) Meminimalkan organisme yang kontak dengan
o
2) Suhu normal (36,5 C) pasien dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi
4) Lakukan tehnik perawatan secara aseptik 5) Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam sangat membantu dalam proses terapi
memberikan pengobatan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ Publishing
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ Publishing
Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed.
Philadelpia: LWW Publishe
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA NY. S DENGAN GANGGUAN ALO

Nama Mahasiswa : Nindyta Salsabilla Abdi


NIM : P27820717029
Ruangan : ICU GBPT Lt 2 RSUD Dr. Soetomo
No.Reg : 12 69 xx xx
Diagnosa medis : ALO
Pengkajian diambil : tanggal 21 September 2019 Jam : 08.00 WIB
Tgl. MRS : 20 Agustus 2019
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tidak Tamat SD
Alamat : Sidoarjo, Jawa Timur
Alasan dirawat : Penurunan kesadaran dan sesak nafas
Keluhan Utama Saat Pengkajian : Sesak nafas

II. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)


1. Riwayat penyakit sebelumnya
Keluarga Pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi maupun diabetes
melitus. Pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di Rumah Sakit karena mengalami CVA
ditahun 2015 dan 2017.

2. Riwayat penyakit sekarang


Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran dan sesak nafas tanggal
20 Agustus 2019, Pasien dibawa ke RS Bunda Sidoarjo. Lalu pasien langsung dirujuk ke
RSUD Dr. Soetomo untuk mendapatkan pelayanan yang lebih intensif. Pasien masuk dan
dipasang intubasi dengan pemberian O2 Ventilator, setelah itu dipindahkan ke PPJT Lt3. Di
ruang PPJT Lt3 intubasi dilepas karena keadaan pasien membaik. Pada tanggal 01 September
2019 kondisi kembali memburuk, pasien mengeluh sesak nafas, dan dipindahkan ke ICU PPJT
Lt6 dengan pemasangan intubasi dan pemberian O2 Ventilator. Pada tanggal 04 September
keadaan pasien kembali membaik dan intubasi dilepas diganti O2 nasal 3 lpm. Kemudian
pasien mengalami gagal napas kembali akhirnya tanggal 10 September pasien dipindahkan ke
ICU GBPT.
3. Riwayat kesehatan keluarga (Genogram)

62 tahun

Keterangan :

: Laki – Laki

: Perempuan

: Laki – laki sudah meninggal

: Perempuan sudah meninggal

: Pasien Ny. S dengan gangguan ALO

62 tahun

: Tinggal satu Rumah

4. Keadaan kesehatan lingkungan


Pasien mengatakan keadaan lingkungan rumah bersih, rapi. Setiap hari diberikan dan
dirapikan. Keadaan kamar pasien ketika dirawat di Rumah Sakit rapi dan bersih.

Alat Bantu Yang Dipakai


Gigi palsu : ( ) Ya () Tidak
Kaca mata : ( ) Ya () Tidak
Pendengaran : ( ) Ya () Tidak
Lain-lain (sebutkan) : Terpasang O2 nasal 3 lpm

III. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Lemah
2. Tanda-Tanda Vital :
o
S: 36,3 C; N: 76 x/menit ; T: 136/51 mmHg
 Axilla  Teratur  Lengan Kiri
 Rectal  Tidak Teratur  Lengan Kanan
 Oral  Kuat  Berbaring
 Lemah  Duduk
RR : 24 x/menit SPO2 : 97%
 Normal
 Cyanosis
 Cheynestoke
 Kusmaul

3. Body System :
3.1. PERNAFASAN (BI : BREATH)
Hidung : Terpasang NGT
Trachea : Tidak ada masalah
 Nyeri  Dyspnea  Orthopnea
 Cyanosis  Batuk Darah  Napas dangkal
 Retraksi Dada  Sputum Purulen  Tracheostomi
(Masif)  Respirator
Suara Tambahan : Ada suara tambahan
 Wheezing Lokasi :
 Ronkhi Lokasi :
 Rales Lokasi :
 Crackles Lokasi :

Bentuk Dada :
 Simetris
 Tidak Simetris
Lainnya (Sebutkan) : Terpasang O2 Nasal 3 lpm
3.2. CARDIOVASKULER (B2 : BLOOD)
Suara Jantung
 Normal
 Kelainan (Sebutkan) : Tidak ada kelainan
Edema
 Palpebra  Ekstremitas Atas  Ascites
 Anasarka  Ekstremitas Bawah  Tidak Ada
Lainnya (Sebutkan) :
 CRT > 2 detik
 Perfusi hangat, kering
 S1S2 tunggal tanpa murmur dan gallop
 Kardiomiopati iskemik

3.3. PERSYARAFAN (B3 : BRAIN)


 Composmetis  Apatis  Somnolen
 Sopor  Koma  Gelisah
GCS (Glascow Coma Scale)
E :4 V:1 M:3
Total nilai :8
Kepala dan Wajah : Tidak ada benjolan, simetris
Mata : Tidak ada masalah
Sklera :  Putih  Merah
 Ikterus  Perdarahan
Conjungtiva :  Pucat  Merah Muda
 Isokor  Anisokor
 Miosis  Medriasis
Leher : Tidak ada masalah
Refleks (Spesifik) : Tidak ada masalah
Lainnya (Sebutkan) : Riwayat CVA atau Stroke Trombotic tahun 2015 dan 2017

3.4. PERKEMIHAN – ELEMINASI URIN (B4 : BLADDER)


Produksi Urin : 2020 ml/24 jam
Warna Urin : normal
 Tidak ada masalah  Menetes  Inkontinensia
 Oliguri  Nyeri  Retensi
 Poliuria  Panas  Hematuria
 Disuria  Sering  Nocturia
 Dipasang Kateter (01 Sept’19)  Cystostomi
Lainnya (Sebutkan) : Tidak ada masalah
3.5. PENCERNAAN – ELEMINASI ALVI (B5 : BOWEL)
Mulut dan Tenggorokan : Bibir kering
Abdomen : ada bising usus
Rectum : Tidak ada masalah
BAB : 1 x/hari
Konsistensi :
 Tidak ada masalah  Diare  Konstipasi
 Feces berdarah  Tidak terasa  Kesulitan
 Melena  Colostomi  Wasir
Obat Pencahar :  Ya  Tidak
Lavement :  Ya  Tidak
Lainnya (Sebutkan) : Hematemesis ± 25 ml

3.6. TULANG – OTOT – INTEGUMEN (B6 : BONE)


Kemampuan pergerakan sendi: Lemah
Parese : Tidak ada masalah
Paralise :  Ya  Tidak
Hemiparese :  Ya (Sinistra)  Tidak
Lainnya (Sebutkan) :-
Ekstremitas
Atas : Oedema
Telapak tangan dan jari melengkung kedalam,
Terpasang CVC
Bawah : Oedema
Telapak kaki ekstensi
Tulang Belakang : Tidak ada masalah
Kulit : Tidak ada masalah
Warna Kulit :  Akral :
 Ikterik  Hangat, kering
 Cyanotik  Panas
 Pucat  Dingin Kering
 Kemerahan  Dingin Basah
 Pigmentasi
Turgor :  Baik  Cukup  Jelek/menurun

3.7. REPRODUKSI SEKSUAL


Perempuan
Vagina : Tidak ada masalah
Uretra : Tidak ada masalah
Payudara : Tidak ada masalah
Axilla : Tidak ada masalah
Siklus Haid : Pasien sudag menopause

IV. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit : Keluarga pasien mengatakan ketika pasien
mengalami penurunan kesadaran dan sesak nafas, pasien langsung dibawa ke RS terdekat
untuk segera mendapatkan penanganan yang lebih intensif.

2. Nutrisi metabolisme
TB : 157 cm
BB sebelum sakit : 50 Kg
BB saat sakit : Tidak dapat dikaji
Diit Khusus : Pasien terpasang NGT, dengan sonde diabetasol 1500 kkal dan
protein 45 gram
 Tidak ada
 Ada  Cair  Rendah garam  Lunak
 Sering  Rendah Lemak  Rendah Purin  Diabet 1500 Kalori
 TKTP  Lainnya (Sebutkan) : Sonde Diabetasol 200 ml tiap 6 jam dengan air
putih 20 ml.
 Pantangan (Sebutkan) : tidak ada
Nafsu makan : kurang

3. Pola tidur dan istirahat : Pasien dapat tidur di ruang ICU PPJT Lt 6
4. Kognitif – perseptual : tidak dapat dikaji
5. Persepsi konsep diri : tidak dapat dikaji
Ekspresi afek dan emosi :
 Senang  Sedih  Marah
 Takut  Mudah Tersinggung  Gelisah
Lainnya (Sebutkan) :-
6. Peran Hubungan : Hubungan pasien dengan keluarga maupun tenaga kesehatan
baik.
Berkomunikasi : Pasien tidak dapat berkomunikasi karena post intubasi, dapat
menjawab salam tapi tidak bisa mengeluarkan suara.
Bahasa Sehari-hari : Pasien mengatakan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah
bahasa Indonesia.
Berbicara :
 Normal  Gagap  Parau
 Tidak dapat menyampaikan  Dengan Isyarat  Afasia
Lainnya (Sebutkan) :
Hubungan dengan keluarga : Hubungan pasien dengan keluarga baik.
Hubungan dengan petugas/tenaga kesehatan : Hubungan pasien dengan tenaga kesehatan baik.

7. Koping toleransi stress (Mekanisme Pembelaan Ego) : Pasien hanya bisa pasrah kepada Allah
dan kepada dokter maupun perawat yang merawatnya. Keluarga yang mengunjunginya setiap
jam besuk dan membuat pasien bisa tersenyum.
8. Nilai pola keyakinan : Keluarga pasien dan pasien pasrah kepada Allah sebagai Tuhan
Yang Maha Esa, pasien pasrah akan kondisi penyakit yang dideritanya.
Menjalankan ibadah : Pasien tidak dapat menjalankan ibadah, pasien hanya bisa
berdoa semoga segera diberikan kesembuhan.
Persepsi tentang kematian : Keluarga pasien dan Pasien pasrah akan terjadinya kematian.
Lainnya (Sebutkan) : Tidak ada

V. POLA KEGIATAN SEHARI-HARI (D, OREM)


Makanan : Per Sonde Minuman : Per Sonde
Frekuensi : 200 ml / 6 jam Frekuensi : Tidak ada
Jenis Diet : Sonde diabetasol Pantangan : Tidak ada
Pantangan : Tidak ada Yang disukai : Tidak ada
Yang disukai : Tidak ada Yang tidak disukai : Tidak ada
Yang tidak disukai : Tidak ada Alergi : Tidak ada
Alergi : Tidak ada

Eliminasi
BAK : 2020 ml/24 jam (Terpasang kateter)
BAB : 1 x/hr

Kebersihan diri
Mandi : 2 x/hr
Keramas : -
Sikat gigi : 2 x/hr
Memotong kuku : -
Ganti Pakaian : 1 x/hr

Kebiasaan merokok/alcohol/jamu : Tidak ada

VI. PSIKOSOSIAL
Sosial / Interaksi : Keluarga pasien mengatakan pasien bersosialisasi dengan baik pada
saat sebelum sakit. Tapi saat sakit pasien tidak banyak bicara karena kondisinya yang susah
untuk berkomunikasi.
Konsep diri : Pasien mengatakan pasraah terhadap penyakitnya, menerima kondisi
saat ini.
Spiritual : Pasien mengatakan melakukan ibadah dengan baik dan tertib.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, photo, USG dsb)


Tanggal 03 September 2019 (Analisa Gas Darah)
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
pH 7,50 7,35 – 7,45
pCO2 44 mmHg 35-45 mmHg
HCO3 34,3 Mmol/l 22,0-26,0 mmol/l
pO2 79 mmHg 80-100
TCO2 39,7 Mmol/l 23-30
BEecf 11,1 Mmol/l -3,50 – 2,00
SO2C 97 % 94-98
A-aDO2 23 mmHg 0,00 – 0,00
%FiO2 21,0 % 0,00 – 0,00
Temo 36,1 C

Tanggal 04 September 2019 (Darah Lengkap)


Jenis Klinis Hasil Satuan Normal
WBC / Leco 9,46 103/µL 3,37 - 10

RBC / Eri 3,30 106/µL 3,69 – 5,46


Lk : 13,3-16,6
HGB / HB 9,6 g/dL
Pr : 11,0-14,7
Lk : 41,3-52,1%
HCT / PVC 29,5 %
Pr : 35,2-46,7%
PLT / Thrombo 208 103/µL 150-450 x 10 3/µL
MCV 89,4 fL 86,7 – 102,3
MCHC 32,5 g/dL 29,7 – 33,1
RDW-SD 51,5 fL 41,2 – 53,6
RDW-CV 16,0 % 12,2 – 14,8
EO% 1,6 % 0,6 – 5,4
BASO% 0,2 % 0,3 – 1,4
NEUT% 81,4+ % 39,8 – 70,5
Lymph % 10,4- % 23,1 – 49,9
Mono % 6,4 % 4,3 – 10,0
PDW 12,4 fL 9,6 -15,2
MPV 10,7 fL 9,2 – 12,0
P-LCR 31,4 % 19,7 – 42,4
PCT 0,22 % 0,19 – 0,39
Tanggal Pemeriksaan 04 September 2019 (Kimia Klinik)
Natrium 145 mmol/l 136 – 145 mmol/l

Kalium 2,7 mmol/l 3,5 – 5,1 mmol/l

Klorida 102,0 Mmol/l 98 - 107

VIII. TERAPI :
Terapi obat :
Obat enteral :
CPG 75 mg tiap 24 jam (Stop sementara)
Spironolacton 100 mg tiap 24 jam
Atorvastatin 40 mg tiap 24 jam
Lisinopril 5 mg tiap 24 jam
Concor 1,25 mg tiap 24 jam
Omeprazole 40 mg tiap 12 jam

Obat Parenteral :
Furosemide Pump 10 mg/ml (stop)
Levofloxacin 750 mg / 48 jam
Asam Tranexamat 5 mg tiap 8 jam (IV)
Furosemide 10 mg tiap 8 jam IV
KCL 75 mg tiap 24 jam (syrim pump)
Nebule PZ 4x / 24 jam

Terapi cairan : D5 ¼ Ns 500 ml / 24 jam, infus pump


Data tambahan :

Paru :

Ronkhi 2/3 atas paru kanan dan kiri,

Redup 1/3 bawah paru kanan,

Edema paru efusi pleura bilateral (Kanan lebih banyak) + CAP PSL stroke 132 class IV + Azotemia
ANALISA DATA

NAMA/UMUR : Ny. S / 62 tahun

NO.REG : 12 69 xx xx

DIAGNOSA : ALO

RUANG : ICU GBPT RSUD Dr. Soetomo

MASALAH
PENGELOMPOKKAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB
KEPERAWATAN
DS : ALO Kardiogenik Gangguan Pertukaran Gas
Kardiomiopati iskemik
 Pasien mengeluh sesak nafas

Peningkatan tekanan / volume


DO : diatrium kiri
 Tedapat suara tambahan ronkhi
kasar (sputum purulent) Peningkatan vena pulmonal
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Post Intubasi Peningkatan tekanan kapiler >25
 pH = 7,50 mmHg

 PCO2 = 44 mmHg
Akumulasi cairan meledak
 HCO3 = 34,3 mmol/l
 PO2 = 79 mmHg
Distensi pembuluh darah paru
 TCO2 = 39,7 mmol/l
 BEecf = 11,1
Peningkatan kapasitas difusi
 SO2C = 97% CO2
 A-aDO2 = 23mmHg
 %FiO2 = 23 mmHg Dyspnea saat aktifitas
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg Akumulasi cairan pada alveoli
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit Gangguan pertukaran Gas
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
 Foto Thorax : Edema paru efusi
pleura bilateral (Kanan Lebih
banyak)

DS : Pasien mengeluh sesak nafas, ALO Kardiogenik Ketidakefektifan bersihan


Kardiomiopati iskemik jalan nafas
batuk-batuk
DO :
Peningkatan tekanan / volume
 Tedapat suara tambahan ronkhi diatrium kiri
kasar di lapang paru bawah
dextra dan sinistra (sputum
Peningkatan vena pulmonal
purulent)
 Tidak dapat batuk efektif Peningkatan tekanan kapiler >25
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm mmHg
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg Akumulasi cairan meledak
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit Distensi pembuluh darah paru
RR : 24 x/menit
SPO2 = 97% Peningkatan kapasitas difusi
CO2

Ronkhi

Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas

DS : Susah berkomunikasi ALO Kardiogenik Gangguan komunikasi


Kardiomiopati iskemik
verbal
DO :
 Pasien bisa menjawab salam Post Intubasi
dan tersenyum tanpa
mengeluarkan suara.
 Post Intubasi Gangguan komunikasi verbal
 Post Stroke trombotic
DS : - ALO Kardiogenik Intoleransi aktivitas
Kardiomiopati iskemik
DO :
 KU : Lemah
Peningkatan tekanan / volume
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm diatrium kiri
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri Peningkatan vena pulmonal
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg Peningkatan tekanan kapiler >25
0
S : 36,3 C mmHg

N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit Akumulasi cairan meledak

SPO2 : 97%
 Hemiparesis Sinistra Distensi pembuluh darah paru

 Telapak tangan melengkung


Peningkatan kapasitas difusi
kedalam CO2
 Telapak kaki ekstensi
 EKG : Sinus takhikardi Dyspnea saat aktifitas

Akumulasi cairan pada alveoli

Gangguan pertukaran Gas

Intoleransi Aktivitas

DS : - ALO Kardiogenik Perfusi Perifer tidak efektif


Kardiomiopati iskemik
DO :
 KU : Lemah
Peningkatan tekanan / volume
 Akral hangat, kering diatrium kiri
 CRT >2 detik
 Turgor kulit menurun Peningkatan vena pulmonal
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Pasien terbaring lama Peningkatan tekanan kapiler >25
mmHg
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri
Akumulasi cairan meledak
 Hb = 9,6
 Vital sign
Distensi pembuluh darah paru
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
Peningkatan kapasitas difusi
N : 76 x/menit CO2
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97% Dyspnea saat aktifitas
 Hemiparesis Sinistra
 Oedema pada tangan dan kaki Akumulasi cairan pada alveoli
 Urine 2020 ml / 24 jam

O2 ke jaringan menurun

Gangguan perfusi jaringan

DS : - ALO Kardiogenik Risiko Penurunan Curah


Kardiomiopati iskemik jantung
DO :
 KU : Lemah
Peningkatan tekanan / volume
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm diatrium kiri
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri Peningkatan vena pulmonal

 Vital sign
TD : 136/51 mmHg Peningkatan tekanan kapiler >25
mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
Akumulasi cairan meledak
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
Distensi pembuluh darah paru
 Hemiparesis Sinistra
 Telapak tangan melengkung
Peningkatan kapasitas difusi
kedalam CO2
 Telapak kaki ekstensi
EKG : Sinus takhikardi Dyspnea saat aktifitas

Akumulasi cairan pada alveoli

Gangguan pertukaran gas

Hipoksemia

O2 menurun pada pembuluh


darah

Risiko Penurunan Curah Jantung

DS : - ALO Kardiogenik Risiko Dekubitus


Kardiomiopati iskemik
DO :
 KU : Lemah
Peningkatan tekanan / volume
 Akral hangat, kering diatrium kiri
 CRT >2 detik
 Turgor kulit menurun Peningkatan vena pulmonal
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Pasien terbaring lama Peningkatan tekanan kapiler >25
mmHg
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri
Akumulasi cairan meledak
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
Distensi pembuluh darah paru
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
Peningkatan kapasitas difusi
RR : 24 x/menit
CO2
SPO2 : 97%

Dyspnea saat aktifitas

Akumulasi cairan pada alveoli

Gangguan pertukaran Gas

Intoleransi Aktivitas

Risiko decubitus

DS : - ALO Kardiogenik Defisit Perawatan Diri


Kardiomiopati iskemik
DO :
 KU : Lemah
Peningkatan tekanan / volume
 Akral hangat, kering diatrium kiri
 CRT >2 detik
 Turgor kulit menurun Peningkatan vena pulmonal
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Pasien terbaring lama Peningkatan tekanan kapiler >25
mmHg
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri
Akumulasi cairan meledak
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
Distensi pembuluh darah paru
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
Peningkatan kapasitas difusi
RR : 24 x/menit CO2
SPO2 : 97%

Dyspnea saat aktifitas

Akumulasi cairan pada alveoli

Gangguan pertukaran Gas


Intoleransi Aktivitas

Defisit Perawatan diri

DS : - ALO Kardiogenik Risiko Tinggi Infeksi


Kardiomiopati iskemik
DO :
 Akral hangat, kering
Post Intubasi dan Terpasang
 CRT >2 detik CVC, NGT
 Turgor kulit menurun
 Leokosit = 9,46 Resiko Tinggi Infeksi
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
 Sputum purulent banyak
 BAB melena
 hematemesis
DS : - ALO Kardiogenik ketidakseimbangan cairan
Kardiomiopati iskemik
DO :
 Akral hangat, kering
Cairan pada alveoli
 Turgor kulit menurun
 Vital sign
ketidakseimbangan cairan
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
 Urine 2020 ml/24 jam
 BAB melena
 Hematemesis
 Sonde diabetsol 200 ml/6jam
DS : - ALO Kardiogenik Kerusakan integritas
Kardiomiopati iskemik jaringan
DO :
 KU : Lemah
Post Intubasi dan Terpasang
 Akral hangat, kering CVC, NGT
 CRT >2 detik
 Turgor kulit menurun Kerusakan integritas kulit
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Pasien terbaring lama
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
DS : - ALO Kardiogenik Risiko konstipasi
Kardiomiopati iskemik
DO :
 KU : Lemah
Intoleransi Aktivitas
 Akral hangat, kering
 CRT >2 detik
Risiko konstipasi
 Turgor kulit menurun
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Pasien terbaring lama
 Total care
 Tidak dapat mobilisasi sendiri
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
 BAB melena
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA/UMUR : Ny. S / 62 tahun

NO.REG : 12 69 xx xx

DIAGNOSA : ALO

RUANG : ICU GBPT RSUD Dr. Soetomo

MASALAH MASALAH
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
TANGGAL PARAF TANGGAL PARAF
Gangguan pertukaran gas 21
September
1 berhubungan dengan
2019
menumpuknya cairan di alveoli
Ketidakefektifan bersihan jalan 21
September
nafas berhubungan dengan
2019
2
menumpuknya cairan di alveoli
ditandai dengan adanya ronkhi
Perfusi perifer tidak efektif 21
September
3 berhubungan dengan penurunan
2019
kontraktilitas otot jantung
Risiko tinggi infeksi 21
September
4 berhubungan dengan banyak nya
2019
sputum
Intoleransi aktivitas 21
September
5 berhubungan dengan
2019
menumpuknya cairan di alveoli

Kerusakan integritas kulit 21


berhuungan dengan September
6 2019
terpasangnya alat medis CVC,
NGT dan post instubasi
21
Risiko penurunan curah jantung September
7 berhubungan dengan iskemik 2019
kardiomiopati

Risiko ketidakseimbangan 21
cairan elektrolit berhubungan September
8 2019
dengan menumpuknya cairan di
alveoli
21
Risiko decubitus berhubungan September
9 dnegan hemiparesis dan 2019
terbaring lama ditempat tidur
21
Risiko konstipasi berhubungan September
10 dengan penurunan motilitas 2019
gastrointestinal

21
Defisit perawatan diri September
11 berhubungan dengan 2019
hemiparesis

21
Gangguan komunikasi verbal September
12 berhubungan dengan post 2019
intubasi
INTERVENSI KEPERAWATAN

NAMA/UMUR : Ny. S / 62 tahun

NO.REG : 12 69 xx xx

DIAGNOSA : ALO

RUANG : ICU GBPPT RSUD Dr. Soetomo

Diagnnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan 7) Berikan HE pada 7) Informasi yang
tindakan keperawatan pasien tentang adekuat dapat
pertukaran gas
selama 3 × 24 jam penyakitnya membawa pasien
berhubungan dengan dengan kriteria hasil:
lebih kooperatif
menumpuknya dalam memberikan
5) Tidak ronkhi
cairan di alveoli 6) Tidak sesak terapi
7) Tidak ada cairan 8) Atur posisi pasien 8) Jalan nafas yang
dalam paru-paru semi fowler longgar dan tidak
8) TTV dalam batas ada sumbatan proses
normal respirasi dapat
9) BGA normal: berjalan dengan
lancer
(7) partial pressure 9) Bantu pasien untuk 9) Posisi yang berbeda
of oxygen melakukan reposisi menurunkan resiko
(PaO2): 75-100 secara sering perlukaan akibat
mm Hg
imobilisasi
(8) partial pressure
10) Pemberian
of carbon 10) Berikan terapi
oksigen secara
dioxide oksigenasi
adequat dapat
(PaCO2): 35-45
mensuplai dan
mm Hg
memberikan
(9) oxygen content
cadangan oksigen,
(O2CT): 15-
sehingga mencegah
23%
terjadinya hipoksia
(10) oxygen 11) Observasi tanda –
11) Dyspneu,
saturation tanda vital
sianosis merupakan
(SaO2): 94-
tanda terjadinya
100%
gangguan nafas
(11) bicarbonate
disertai dengan kerja
(HCO3): 22-26
jantung yang
mEq/liter
menurun timbul
(12) pH: 7.35-7.45
takikardia dan
(13) SPO2 (94-
capilary refill time
98%)
yang
12) Kolaborasi memanjang/lama.
dengan tim medis 12) Pengobatan yang
dalam memberikan diberikan berdasar
pengobatan indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

Ketidakefektifan Setelah dilaksanakan 1. Observasi suara nafas i. Untuk mengetahui


askep selama 1x24 tambahan setiap 2 addanya suara nafas
bersihan jalan nafas
jam diharapkan jam sekali tambahan
berhubungan dengan ketidakefektifan
2. Observasi pernafasanii. Mengetahui adanya
bersihan jalan nafas
menumpuknya 3. Lakukan nebule jika tanda-tanda sesak
teratasi dengan kriteria
cairan di alveoli hasil : terdengan ronkhi nafas jika pernafasan
1. Tidak adanya 4. Bantu dengan lebih dari 20
ditandai dengan
suara nafas fisioterapi dada kali/menit
adanya ronkhi tambahan sesuai indikasi iii. Untuk mengencerkan
ronkhi 5. Jika menggunakan sumbatan yang ada
2. TTV dalam
ventilator lakukan didalam paru-paru
batas normal
3. Tidak ada suction sehingga sumbatan
sputum bisa dengan mudah
4. Dapat keluar dari paru-paru
melakukan iv. Membantu
batuk efektif mengeluarkan
sputum yang
menyumbat jalan
nafas
v. Jika menggunakan
ventilator, langsung
melakukan suction
sesuai indikasi
supaya tidak
menyumbat jalan
nafas.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NAMA/UMUR : Ny. S / 62 tahun

NO.REG : 12 69 xx xx

DIAGNOSA : ALO

RUANG : ICU GBPT RSUD Dr. Soetomo

No. TANGGAL TANDA


TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON
Dx / JAM TANGAN
1 21 1) Mengatur posisi pasien semi 1. Pasien dalam
September fowler posisi semiflowler
2019 2) Membantu pasien untuk 2. Pasien direposisi 2
12.00 WIB melakukan reposisi secara jam sekali
sering 3. Pasien
3) Memberikan terapi oksigenasi menggunkan O2
4) Mengobservasi tanda – tanda nasal 3 lpm
vital 4. Vital sign
TD : 136/51
mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
2 21 1. Mengobservasi suara nafas 1. Terdapat suara
September tambahan setiap 2 jam sekali nafas tambahan
2019 2. Mengobservasi TTV ronkhi kasar
12.00 WIB TD : 136/51
3. Melakukan nebule jika
terdengan ronkhi mmHg
4. Membantu dengan fisioterapi S : 36,3 0C
dada sesuai indikasi
N : 76 x/menit
2. RR : 24 x/menit
Pasien sudah
mendapatkan
terapi nebule
3. Sudah dilakukan
fisioterapi dada
1 22 1) Mengatur posisi pasien semi 1. Pasien dalam
September fowler posisi semiflowler
2019 2) Membantu pasien untuk 2. Pasien direposisi 2
10.00 WIB melakukan reposisi secara jam sekali
sering 3. Pasien
3) Memberikan terapi oksigenasi menggunkan O2
4) Mengobservasi tanda – tanda nasal 3 lpm
vital 4. Vital sign
TD : 145/58mmHg
S : 36,5 0C
N : 78 x/menit
RR : 26 x/menit

2 22 1. Mengobservasi suara nafas 1. Terdapat suara


September tambahan setiap 2 jam sekali nafas tambahan
2019 2. Mengobservasi TTV ronkhi kasar
10.00 WIB TD : 145/58mmHg
3. Melakukan nebule jika
terdengan ronkhi S : 36,5 0C
4. Membantu dengan fisioterapi N : 78 x/menit
dada sesuai indikasi
2. RR : 26 x/menit
Pasien sudah
mendapatkan
terapi nebule
3. Sudah dilakukan
fisioterapi dada

1 23 1) Mengatur posisi pasien semi 1. Pasien dalam


September fowler posisi semiflowler
2019 2) Membantu pasien untuk 2. Pasien direposisi 2
07.00 WIB melakukan reposisi secara jam sekali
sering 3. Pasien
3) Memberikan terapi oksigenasi menggunkan O2
4) Mengobservasi tanda – tanda nasal 3 lpm
vital 4. Vital sign
5) Pemasangan kembali intubasi TD : 157/74
dan alat bantu ventilator mmHg
S : 36 0C
N : 82 x/menit
RR : 35 x/menit
5. Terpasang intubasi
dengan alat bantu
ventilator
2 23 1. Mengobservasi suara nafas 1. Terdapat suara
September tambahan setiap 2 jam sekali nafas tambahan
2019 2. Mengobservasi tanda-tanda ronkhi kasar
07.00 WIB TD : 157/74
vital
3. Melakukan tindakan suction mmHg
pada endotrachealtube S : 36 0C
N : 82 x/menit
RR : 35 x/menit
2. Pasien sudah
dilakukan tindakan
suction
EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA/UMUR : Ny. S / 62 tahun

NO.REG : 12 69 xx xx

DIAGNOSA : ALO

RUANG : ICU GBPT RSUD Dr. Soetomo

NO. TANGGAL EVALUASI KEPERAWATAN & CATATAN PARAF


DX / JAM PERKEMBANGAN
1 22 S:-
September
O:
2019
10.00 WIB  Ada ronkhi
 Sesak nafas
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Ada cairan dalam paru-paru
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
 pH = 7,50 ; pO2 = 144; pCO2 = 44; HCO3 = 34,3 ;
SaO2 95%
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 22 S:-
September
O:
2019
10.00 WIB  Terpasang O2 nasal 3 lpm
 Terdapat suara nafas tambahan ronkhi kasar
 Terdapat sputum purulent
 Pasien tidak dapat batuk efektif
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit

A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1 22 S:-
September
O:
2019
10.00 WIB  Ada ronkhi
 Sesak nafas
 Terpasang O2 Nasal 3 lpm
 Ada cairan dalam paru-paru
 Vital sign
TD : 145/58mmHg
S : 36,5 0C
N : 78 x/menit
RR : 26 x/menit
 pH = 7,36 ; pO2 = 144; pCO2 = 60; HCO3 = 33,9 ;
SaO2 95%
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 22 S:-
September
O:
2019
10.00 WIB  Terpasang O2 nasal 3 lpm
 Terdapat suara nafas tambahan ronkhi kasar
 Terdapat sputum purulent
 Pasien tidak dapat batuk efektif
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan
1 23 S:-
September
O:
2019
07.00 WIB  P Ada ronkhi
 Sesak nafas
 Terpasang Ventilator
 Ada cairan dalam paru-paru
TD : 157/74 mmHg
S : 36 0C
N : 82 x/menit
RR : 35 x/menit
 pH = 7,36 ; pO2 = 144; pCO2 = 60; HCO3 = 33,9 ;
SaO2 95%
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 23 S:-
September
O:
2019
07.00 WIB  Terpasang Ventilator
 Terdapat suara nafas tambahan ronkhi kasar
 Terdapat sputum purulent
 Pasien tidak dapat batuk efektif
 Vital sign
TD : 136/51 mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai