DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN EDEMA PARU
ATAU ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)
DI RUANG ICU GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAYA
Disusun Oleh :
NINDYTA SALSABILLA ABDI
NIM. P27820717029
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PRODI DIV KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
KAMPUS SOETOMO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Elektif dengan kasus Acute Lung Oedema di ruang ICU GBPT
RSUD dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2020 – 20 Oktober
2020 telah dilaksanakan sebagai Laporan Praktik Klinik Keperawatan Elektif
semester VII di RSUD dr. Soetomo Surabaya oleh:
NIM : P27820717029
Pembimbing Akademik,
A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi
akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang
meningkat.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema Paru Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit
lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi
seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada
miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan
seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi
lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang
akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
C. PATOFISIOLOGI
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak
tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler
dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah
cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit
jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding
kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan
terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.
D. PATHWAY
Gagal jantung
kanan/kongesti
E. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), walaupun
pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian stadium tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada
stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di
daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang
dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara
berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang
berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata.
*Ners note:
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik.
G. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3) Takikardia dengan S3 gallop.
4) Murmur bila ada kelainan katup.
2. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
Analisa gas darah pO2 rendah, Pco2 mula-mula dan kemudian hiperkalemia
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard akut
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
3. Foto thorax Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-
ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap
sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang
khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-
paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini
mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
4. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular
atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard dan
LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
5. Pemeriksaan ekokardiografi penyebab gagal jantung : kelainan katub, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), penyakit jantung koroner, pada umumnya di temukan dilatasi ventrikel kiri
dan atrium kiri
6. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
(1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
(2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
(3) Kranialisasi vaskuler
(4) Hilus suram (batas tidak jelas)
(5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
7. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau
N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah
yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang
kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
*Ners note:
H. PENATALAKSANAAN
1. Posisi 1/2 duduk
2. Oksigen (90-100%) sampai 12 l/mnt
3. Jika memburuk (pasien sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa di
pertahankan kurang lebih 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
hipoventilasi,)maka dilakukan intubasi, endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi, monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada
pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
7. Morfin sulfat 40-80 mg IV bolus dapat diulangi / dosis ditingkatkan 4jam dilanjutkan
sampai produksi urine 1ml/kgBB/jam.
8. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu tekanan darah turun : dopamin 2-5 ug/kgBB/ menit atau dobutamin 2-10
ug/kgBB/mnt untuk menstabilitaskan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik / revarkularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dg oksigen
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi,VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
Tanda-tanda sesak nafas
1. Look/lihat
Pernafasan cuping hidung
Wajah cyanosis
Dada terlihat naik turun dengan cepat
2. Listen/dengar
Terdengar suara tambahan (wheezing)
Pernafasan cepat
3. Fell/rasakan
Hembusan nafas terasa cepat
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
DENGAN EDEMA PARU ATAU ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas, umur, jenis kelamin
2. Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis
atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.
4. Pengkajian Primer
1) Airways
(1) Sumbatan atau penumpukan secret.
(2) Wheezing atau krekles.
(3) Kepatenan jalan nafas.
2) Breathing
(1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
(2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
(3) Ronchi, krekles.
(4) Ekspansi dada tidak penuh.
(5) Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
(1) Nadi lemah, tidak teratur.
(2) Capillary refill.
(3) Takikardi.
(4) TD meningkat / menurun.
(5) Edema.
(6) Gelisah.
(7) Akral dingin.
(8) Kulit pucat, sianosis.
(9) Output urine menurun.
4) Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS)
dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang
segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan
rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu.
Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat
ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali
dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
5) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
5. Pengkajian Sekunder
AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi
(Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan kasus
Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
6. Pemeriksaan fisik
1) Integumen
(1) Subjektif : -
(2) Obyektif : pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu meningkat, kemerahan
2) Sistem pulmonal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola nafas b/d kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran gas b/d distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi b/d area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan
selang endokatrial
4. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Resiko terjadi trauma b/d kegelisahan sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
6. Ansietas b/d ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap pemasangan alat bantu
nafas
7. Gangguan komunikasi verbal b/d pemasangan selang endotrakeal
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
2 Gangguan pertukaran Gas Fungsi pertukaran gas dapat 1) Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya 1) Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
berhubungan dengan maksimal setelah dilakukan lebih kooperatif dalam memberikan terapi
distensi kapiler pulmonar tindakan keperawatan selama 3 × 24
jam dengan kriteria hasil: 2) Atur posisi pasien semi fowler 2) Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancer
1) Tidak terjadi sianosis 3) Posisi yang berbeda menurunkan resiko perlukaan
2) Tidak sesak 3) Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara akibat imobilisasi
3) RR normal (16-20 × / menit) sering 4) Pemberian oksigen secara adequat dapat
4) BGA normal: 4) Berikan terapi oksigenasi mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia
(1) partial pressure of oxygen 5) Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
(PaO2): 75-100 mm Hg 5) Observasi tanda – tanda vital gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang
(2) partial pressure of carbon menurun timbul takikardia dan capilary refill time
dioxide (PaCO2): 35-45 mm yang memanjang/lama.
Hg 6) Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
(3) oxygen content (O2CT): 15- sangat membantu dalam proses terapi
23% keperawatan
(4) oxygen saturation (SaO2): 94- 6) Kolaborasi dengan tim medis dalam
100% memberikan pengobatan
(5) bicarbonate (HCO3): 22-26
mEq/liter
(6) pH: 7.35-7.45
3 Resiko tinggi infeksi Infeksi tidak terjadi setelah 1) Berikan HE pada pasien tentang kondisi yang 1) Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
berhubungan dengan area dilakukan tindakan keperawatan dialaminya lebih kooperatif dalam memberikan terapi
invasi mikroorganisme selama 3 × 24 jam, dengan kriteria
sekunder terhadap hasil: 2) Meningkatnya suhu tubuh dpat dijadikan sebagai
pemasangan selang 2) Observasi tanda-tanda vital. indicator terjadinya infeksi
endotrakeal 1) Pasien mampu mengurangi 3) Kebersihan area pemasangan selang menjadi
kontak dengan area 3) Observasi daerah pemasangan selang factor resiko masuknya mikroorganisme
pemasangan selang endotrakeal endotrakheal 4) Meminimalkan organisme yang kontak dengan
o
2) Suhu normal (36,5 C) pasien dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi
4) Lakukan tehnik perawatan secara aseptik 5) Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam sangat membantu dalam proses terapi
memberikan pengobatan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
62 tahun
Keterangan :
: Laki – Laki
: Perempuan
62 tahun
3. Body System :
3.1. PERNAFASAN (BI : BREATH)
Hidung : Terpasang NGT
Trachea : Tidak ada masalah
Nyeri Dyspnea Orthopnea
Cyanosis Batuk Darah Napas dangkal
Retraksi Dada Sputum Purulen Tracheostomi
(Masif) Respirator
Suara Tambahan : Ada suara tambahan
Wheezing Lokasi :
Ronkhi Lokasi :
Rales Lokasi :
Crackles Lokasi :
Bentuk Dada :
Simetris
Tidak Simetris
Lainnya (Sebutkan) : Terpasang O2 Nasal 3 lpm
3.2. CARDIOVASKULER (B2 : BLOOD)
Suara Jantung
Normal
Kelainan (Sebutkan) : Tidak ada kelainan
Edema
Palpebra Ekstremitas Atas Ascites
Anasarka Ekstremitas Bawah Tidak Ada
Lainnya (Sebutkan) :
CRT > 2 detik
Perfusi hangat, kering
S1S2 tunggal tanpa murmur dan gallop
Kardiomiopati iskemik
2. Nutrisi metabolisme
TB : 157 cm
BB sebelum sakit : 50 Kg
BB saat sakit : Tidak dapat dikaji
Diit Khusus : Pasien terpasang NGT, dengan sonde diabetasol 1500 kkal dan
protein 45 gram
Tidak ada
Ada Cair Rendah garam Lunak
Sering Rendah Lemak Rendah Purin Diabet 1500 Kalori
TKTP Lainnya (Sebutkan) : Sonde Diabetasol 200 ml tiap 6 jam dengan air
putih 20 ml.
Pantangan (Sebutkan) : tidak ada
Nafsu makan : kurang
3. Pola tidur dan istirahat : Pasien dapat tidur di ruang ICU PPJT Lt 6
4. Kognitif – perseptual : tidak dapat dikaji
5. Persepsi konsep diri : tidak dapat dikaji
Ekspresi afek dan emosi :
Senang Sedih Marah
Takut Mudah Tersinggung Gelisah
Lainnya (Sebutkan) :-
6. Peran Hubungan : Hubungan pasien dengan keluarga maupun tenaga kesehatan
baik.
Berkomunikasi : Pasien tidak dapat berkomunikasi karena post intubasi, dapat
menjawab salam tapi tidak bisa mengeluarkan suara.
Bahasa Sehari-hari : Pasien mengatakan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah
bahasa Indonesia.
Berbicara :
Normal Gagap Parau
Tidak dapat menyampaikan Dengan Isyarat Afasia
Lainnya (Sebutkan) :
Hubungan dengan keluarga : Hubungan pasien dengan keluarga baik.
Hubungan dengan petugas/tenaga kesehatan : Hubungan pasien dengan tenaga kesehatan baik.
7. Koping toleransi stress (Mekanisme Pembelaan Ego) : Pasien hanya bisa pasrah kepada Allah
dan kepada dokter maupun perawat yang merawatnya. Keluarga yang mengunjunginya setiap
jam besuk dan membuat pasien bisa tersenyum.
8. Nilai pola keyakinan : Keluarga pasien dan pasien pasrah kepada Allah sebagai Tuhan
Yang Maha Esa, pasien pasrah akan kondisi penyakit yang dideritanya.
Menjalankan ibadah : Pasien tidak dapat menjalankan ibadah, pasien hanya bisa
berdoa semoga segera diberikan kesembuhan.
Persepsi tentang kematian : Keluarga pasien dan Pasien pasrah akan terjadinya kematian.
Lainnya (Sebutkan) : Tidak ada
Eliminasi
BAK : 2020 ml/24 jam (Terpasang kateter)
BAB : 1 x/hr
Kebersihan diri
Mandi : 2 x/hr
Keramas : -
Sikat gigi : 2 x/hr
Memotong kuku : -
Ganti Pakaian : 1 x/hr
VI. PSIKOSOSIAL
Sosial / Interaksi : Keluarga pasien mengatakan pasien bersosialisasi dengan baik pada
saat sebelum sakit. Tapi saat sakit pasien tidak banyak bicara karena kondisinya yang susah
untuk berkomunikasi.
Konsep diri : Pasien mengatakan pasraah terhadap penyakitnya, menerima kondisi
saat ini.
Spiritual : Pasien mengatakan melakukan ibadah dengan baik dan tertib.
VIII. TERAPI :
Terapi obat :
Obat enteral :
CPG 75 mg tiap 24 jam (Stop sementara)
Spironolacton 100 mg tiap 24 jam
Atorvastatin 40 mg tiap 24 jam
Lisinopril 5 mg tiap 24 jam
Concor 1,25 mg tiap 24 jam
Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Obat Parenteral :
Furosemide Pump 10 mg/ml (stop)
Levofloxacin 750 mg / 48 jam
Asam Tranexamat 5 mg tiap 8 jam (IV)
Furosemide 10 mg tiap 8 jam IV
KCL 75 mg tiap 24 jam (syrim pump)
Nebule PZ 4x / 24 jam
Paru :
Edema paru efusi pleura bilateral (Kanan lebih banyak) + CAP PSL stroke 132 class IV + Azotemia
ANALISA DATA
NO.REG : 12 69 xx xx
DIAGNOSA : ALO
MASALAH
PENGELOMPOKKAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB
KEPERAWATAN
DS : ALO Kardiogenik Gangguan Pertukaran Gas
Kardiomiopati iskemik
Pasien mengeluh sesak nafas
PCO2 = 44 mmHg
Akumulasi cairan meledak
HCO3 = 34,3 mmol/l
PO2 = 79 mmHg
Distensi pembuluh darah paru
TCO2 = 39,7 mmol/l
BEecf = 11,1
Peningkatan kapasitas difusi
SO2C = 97% CO2
A-aDO2 = 23mmHg
%FiO2 = 23 mmHg Dyspnea saat aktifitas
Vital sign
TD : 136/51 mmHg Akumulasi cairan pada alveoli
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit Gangguan pertukaran Gas
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
Foto Thorax : Edema paru efusi
pleura bilateral (Kanan Lebih
banyak)
Ronkhi
N : 76 x/menit
RR : 24 x/menit Akumulasi cairan meledak
SPO2 : 97%
Hemiparesis Sinistra Distensi pembuluh darah paru
Intoleransi Aktivitas
O2 ke jaringan menurun
Vital sign
TD : 136/51 mmHg Peningkatan tekanan kapiler >25
mmHg
S : 36,3 0C
N : 76 x/menit
Akumulasi cairan meledak
RR : 24 x/menit
SPO2 : 97%
Distensi pembuluh darah paru
Hemiparesis Sinistra
Telapak tangan melengkung
Peningkatan kapasitas difusi
kedalam CO2
Telapak kaki ekstensi
EKG : Sinus takhikardi Dyspnea saat aktifitas
Hipoksemia
Intoleransi Aktivitas
Risiko decubitus
NO.REG : 12 69 xx xx
DIAGNOSA : ALO
MASALAH MASALAH
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
TANGGAL PARAF TANGGAL PARAF
Gangguan pertukaran gas 21
September
1 berhubungan dengan
2019
menumpuknya cairan di alveoli
Ketidakefektifan bersihan jalan 21
September
nafas berhubungan dengan
2019
2
menumpuknya cairan di alveoli
ditandai dengan adanya ronkhi
Perfusi perifer tidak efektif 21
September
3 berhubungan dengan penurunan
2019
kontraktilitas otot jantung
Risiko tinggi infeksi 21
September
4 berhubungan dengan banyak nya
2019
sputum
Intoleransi aktivitas 21
September
5 berhubungan dengan
2019
menumpuknya cairan di alveoli
Risiko ketidakseimbangan 21
cairan elektrolit berhubungan September
8 2019
dengan menumpuknya cairan di
alveoli
21
Risiko decubitus berhubungan September
9 dnegan hemiparesis dan 2019
terbaring lama ditempat tidur
21
Risiko konstipasi berhubungan September
10 dengan penurunan motilitas 2019
gastrointestinal
21
Defisit perawatan diri September
11 berhubungan dengan 2019
hemiparesis
21
Gangguan komunikasi verbal September
12 berhubungan dengan post 2019
intubasi
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO.REG : 12 69 xx xx
DIAGNOSA : ALO
Diagnnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan 7) Berikan HE pada 7) Informasi yang
tindakan keperawatan pasien tentang adekuat dapat
pertukaran gas
selama 3 × 24 jam penyakitnya membawa pasien
berhubungan dengan dengan kriteria hasil:
lebih kooperatif
menumpuknya dalam memberikan
5) Tidak ronkhi
cairan di alveoli 6) Tidak sesak terapi
7) Tidak ada cairan 8) Atur posisi pasien 8) Jalan nafas yang
dalam paru-paru semi fowler longgar dan tidak
8) TTV dalam batas ada sumbatan proses
normal respirasi dapat
9) BGA normal: berjalan dengan
lancer
(7) partial pressure 9) Bantu pasien untuk 9) Posisi yang berbeda
of oxygen melakukan reposisi menurunkan resiko
(PaO2): 75-100 secara sering perlukaan akibat
mm Hg
imobilisasi
(8) partial pressure
10) Pemberian
of carbon 10) Berikan terapi
oksigen secara
dioxide oksigenasi
adequat dapat
(PaCO2): 35-45
mensuplai dan
mm Hg
memberikan
(9) oxygen content
cadangan oksigen,
(O2CT): 15-
sehingga mencegah
23%
terjadinya hipoksia
(10) oxygen 11) Observasi tanda –
11) Dyspneu,
saturation tanda vital
sianosis merupakan
(SaO2): 94-
tanda terjadinya
100%
gangguan nafas
(11) bicarbonate
disertai dengan kerja
(HCO3): 22-26
jantung yang
mEq/liter
menurun timbul
(12) pH: 7.35-7.45
takikardia dan
(13) SPO2 (94-
capilary refill time
98%)
yang
12) Kolaborasi memanjang/lama.
dengan tim medis 12) Pengobatan yang
dalam memberikan diberikan berdasar
pengobatan indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
NO.REG : 12 69 xx xx
DIAGNOSA : ALO
NO.REG : 12 69 xx xx
DIAGNOSA : ALO