Anda di halaman 1dari 11

Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan

(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)


Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

PENTINGNYA MOTIVASI PERAWAT DALAM PENINGKATAN MUTU


ASUHAN KEPERAWATAN (PENDOKUMENTASIAN PEMERIKSAAN FISIK)

IMPORTANCE OF NURSE MOTIVATION IMPROVING QUALITY OF


NURSING CARE (DOCUMENTATION OF PHYSICAL EXAMINATION)

Dwika Zanuwati
Srinalesti Mahanani
STIKES RS. Baptis Kediri
(stikesbaptisjurnal@ymail.com)

ABSTRAK

Dokumentasi pemeriksaan fisik sebagai indikator mutu asuhan keperawatan di


Rumah Sakit masih banyak yang belum dikerjakan dengan lengkap, hal ini akan
mempengaruhi mutu asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
hubungan motivasi perawat dengan mutu asuhan keperawatan (pendokumentasian
pemeriksaan fisik). Jenis penelitian analitik dengan desain Cross Sectional. Populasinya
semua perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Baptis Kediri sebanyak 122 perawat.
Sampling dengan consecutive sampling jumlah responden 61 perawat. Variabel
independen motivasi perawat, variabel dependen mutu asuhan keperawatan
(pendokumentasian pemeriksaan fisik). Instrumen dengan observasi dan kuesioner. Uji
statistik dengan Spearman’s Rho α ≤ 0,05. Hasil penelitian motivasi perawat cukup
(77,00%), Mutu Asuhan keperawatan (pemeriksaan fisik) kurang (44,30%), dan
didapatkan p = 0.147, dimana p > α tidak ada hubungan antara motivasi perawat dengan
mutu asuhan keperawatan (pendokumentasian pemeriksaan fisik). Disimpulkan motivasi
perawat tidak berhubungan dengan mutu asuhan keperawatan (pendokumentasian
pemeriksaan fisik), motivasi tinggi belum tentu menghasilkan mutu asuhan keperawatan
yang baik.

Kata kunci: motivasi, mutu asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik.

ABSTRACT

Documentation of a physical examination as an indicator of the quality of nursing


care in hospitals is still a lot that has not been done completely, it will affect the quality of
nursing care. Aim of this research is to analyze the relationship between motivation
nurses with nursing care quality (physical examination). Types of analytic study with
cross-sectional design. Sampling with consecutive sampling of respondents 61 nurses.
Independent variable motivation nurses, the dependent variable quality of nursing care
(physical examination). Instruments with observation and questionnaires. Statistical test
with Spearman's Rho α ≤ 0.05. The results motivation enough nurses (77.00%), quality of
nursing care (documentation of physical examination) is less (44.30%), and obtained
p=0.147, where p> α there is no relationship between motivation nurses with nursing care
quality (documentation of physical examination). Inferred motivation nurses are not
Jurnal STIKES
Vol. 6 No. 2, Desember 2013

related to the quality of nursing care (documentation of physical examination), high


motivation not necessarily produce good quality nursing care.

Keywords: motivation, quality of nursing care, documentation of physical


examination.

Pendahuluan Gedung Utama (GU) lantai III kelas 3A


didapatkan hasil bahwa sebanyak 13
pasien atau 43% tidak dilakukan
Mutu pelayanan keperawatan adalah pengkajian fisik, 11 pasien atau 37% telah
suatu kondisi yang menggambarkan dilakukan pengkajian fisik tapi tidak
tingkat kesempurnaan dari penampilan lengkap, dan sisanya sebanyak 6 pasien
suatu produk pelayanan keperawatan yang atau 20% telah dilakukan pengkajian fisik
diberikan secara komprehensif (bio-psiko- secara lengkap.
sosial-spiritual) pada individu yang sakit Keperawatan merupakan suatu
maupun yang sehat yang dilakukan bentuk pelayanan yang bertujuan
berdasarkan standar (proses keperawatan) memberikan pelayanan berbentuk asuhan
yang telah ditetapkan guna menyesuaikan kepada pasien, baik sakit maupun sehat
dengan keinginan pelanggan (Asmuji, (Asmuji, 2012). Asuhan Keperawatan
2012). Standar proses keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
dimulai dari proses pengkajian (Hidayati, Keperawatan sebagai suatu profesi yang
2012). Pengkajian adalah suatu input yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
didapatkan perawat dengan beberapa bersifat humanistic, dan berdasarkan pada
kegiatan pengumpulan data salah satunya kebutuhan objektif klien untuk mengatasi
adalah dengan pemeriksaan fisik masalah yang dihadapi klien. Standar
(Nursalam, 2009). Pemeriksaan fisik proses asuhan keperawatan dimulai dari
adalah pemeriksaan yang dilakukan pada proses pengkajian yang didalamnya
bagian tubuh dari kepala sampai kaki terdapat pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
(Aziz, 2009). Pemeriksaan fisik fisik dalam keperawatan digunakan untuk
keperawatan dikembangkan berdasarkan mendapatkan data objektif dari riwayat
model keperawatan yang berfokus pada Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan
respon pasien terhadap adanya masalah seksama, karena dari pemeriksaan fisik
atau dengan kata lain pemeriksaan fisik perawat dapat menentukan diagnosa dan
keperawatan harus mencerminkan merencanakan tindakan yang tepat untuk
diagnosis fisik yang secara umum perawat mengatasinya. Apabila pemeriksaan fisik
dapat membuat perencanaan tindakan tidak dilakukan akan berdampak pada
untuk mengatasinya (Priharjo, 2007). kualitas pelayanan keperawatan.
Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari Pelayanan keperawatan yang berkualitas
proses keperawatan. Seorang perawat ditentukan oleh ketepatan perawat dalam
harus melakukan pemeriksaan fisik memberikan pelayanan. Ketepatan
meskipun dengan cara yang sederhana pelayanan tidak akan tercapai apabila
(Debora, 2011). Banyak perawat di proses pengkajian termasuk pemeriksaan
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis fisik tidak dilaksanakan. Kualitas
kediri yang tidak melakukan pemeriksaan pelayanan yang diberikan secara langsung
fisik keperawatan. Hal ini terbukti dari akan berdampak pada kepuasan pelanggan
lembaran pemeriksaan fisik yang diisi atau pasien dan keluarga. Sehingga apabila
tidak lengkap atau bahkan dibiarkan kualitas pelayanan yang diberikan baik,
kosong sampai pasien pulang. kepuasan pelanggan atau pasien dan
Berdasarkan hasil observasi yang keluarga akan tercapai. Begitupun
dilaksanakan pada November 2012 dari 30 sebaliknya, apabila kualitas pelayanan
pasien yang dirawat di instalasi rawat inap yang diberika tidak maksimal, kepuasan
Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)
Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

pelanggan atau pasien dan keluarga tidak jumlah sample sebanyak 61 perawat. Data
akan tercapai (Asmuji, 2012). yang diperoleh dianalisis dengan
Peningkatan mutu dilakukan dalam menggunakan analisis statistik, melalui
berbagai macam cara antara lain dengan tabulasi silang hubungan variabel
mengembangkan akreditasi rumah sakit independen dan variabel dependennya
yaitu dengan pemenuhan standar yang dilanjutkan dengan uji Spearman’s
pelayanan yang ditetapkan Kementrian Rho dengan α = 0,05
Kesehatan Republik Indonesia, ISO 9001:
2000; memperbarui keilmuan dengan
didukung bukti ilmiah yang mutakhir; Hasil Penelitian
good corporate governance yaitu
penyelenggaraan sarana pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan Data Umum
transparansi dan akuntabilitas sehingga
tercapai manajemen yang efisien dan
efektif; clinical governance dengan tetap Data umum perawat dapat diuraikan
menjaga standar pelayanan yang tinggi sebagai berikut:
dengan menciptakan lingkungan yang
kondusif; membangun aliansi strategis
dengan rumah sakit lain baik didalam atau Tabel 1 Karakteristik Jenis Kelamin
luar negeri; melakukan evaluasi terhadap Perawat di Instalasi Rawat
strategi pembiayaan; orientasi pelayanan Inap Rumah Sakit Baptis
yang memandang bahwa rumah sakit Kediri
adalah institusi yang mengutamakan Jenis Kelamin F %
fungsi sosial; orientasi bisnis berdampak Laki-laki 15 24,60
positif bila potensial negatif dapat Perempuan 46 75,40
dikendalikan (Nursalam, 2011). Jumlah 61 100

Sebagian besar responden berjenis


Metodologi Penelitian kelamin perempuan yaitu 46 perawat
(75,40%). Profesi keperawatan cenderung
dilakukan oleh perempuan.
Penelitian ini merupakan penelitian
survey analitik maka desain penelitian
yang digunakan adalah cross sectional Tabel 2 Karakteristik Usia Perawat di
artinya jenis penelitian yang menekankan Instalasi Rawat Inap Rumah
waktu pengukuran atau observasi data Sakit Baptis Kediri
variabel independen dan dependen hanya Usia F %
satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2008). 20-30 tahun 29 47,50
Populasi adalah keseluruhan subjek 31-40 tahun 24 39,30
41-50 tahun 8 13,10
penelitian yang akan diteliti. Populasi
51-60 tahun 0 0
dalam penelitian ini adalah semua perawat Jumlah 61 100
instalasi rawat inap Rumah Sakit Baptis
Kediri yaitu sebanyak 122 perawat. Sebagian besar perawat di Rumah
Teknik pengambilan sampel pada Sakit Baptis Kediri berusa 20-40 tahun.
penelitian ini teknik sampling yang Pada usia ini produktifitas seseorang
digunakan adalah consecutive sampling sangat tinggi.
adalah pemilihan sampel dengan
menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Kriteria inklusi didapatkan
Jurnal STIKES
Vol. 6 No. 2, Desember 2013

penelitian terjadi wabah penyakit tropis yaitu


Tabel 3 Karakteristik Pendidikan DHF (Dengue Hemoragic Fever), sehingga
Perawat di Instalasi Rawat paling banyak pasien yang masuk adalah
Inap Rumah Sakit Baptis anak-anak.
Kediri
Jenjang Pendidikan F %
D3 Keperawatan 16 26,20 Data Khusus
S1 Keperawatan 45 72,10
Jumlah 61 100
Data khusus perawat dapat
Sebagian besar jenjang pendidikan diuraikan sebagai berikut:
perawat adalah S1 keperawatan sebesar
(72,10%). Jenjang pendidikan S1
merupakan jenjang pendidikan profesional Tabel 6 Motivasi pada Perawat di
penuh dengan harapan memiliki Instalasi Rawat Inap Rumah
kompetensi yang tinggi dalam melakukan Sakit Baptis Kediri
asuhan keperawatan. Motivasi Perawat F %
Baik 5 8,20
Cukup 47 77,0
Kurang 9 14,80
Tabel 4 Karakteristik Masa Kerja
Jumlah 61 100
Perawat di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Baptis Masih ditemukan motivasi perawat
Kediri dalam melaksanakan peran dan fungsi di
Masa Kerja F % Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis
0-5 tahun 35 57,40
Kediri yang kurang sebesar 14,80%, hal
6-10 tahun 21 34,40
> 10 tahun 5 8,20
ini menunjukkan bahwa motivasi yang
Jumlah 61 100 rendah akan mempengaruhi kinerja
perawat dalam melaksanakan peran dan
Lebih dari 50% perawat masa fungsinya.
kerjanya 0-5 tahun sebesar (57,40%).
Masa kerja 0-5 tahun merupakan masa
pengalaman pertama seseorang, sehingga Tabel 7 Mutu Asuhan Keperawatan
dari pengalaman masih kurang. (Pendokumentasian
Pemeriksaan Fisik) oleh
Perawat di Instalasi Rawat Inap
Tabel 5 Karakteristik Tempat Kerja Rumah Sakit Baptis Kediri
Perawat di Instalasi Rawat Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian F %
Inap Rumah Sakit Baptis
Pemeriksaan Fisik)
Kediri Baik 19 31,1
Tempat Kerja F (%) Cukup 15 24,6
GP III Kelas 3B 6 9,80 Kurang 27 44,3
GP II Kelas I 4 6,60 Jumlah 61 100
VIP 2 3,30
VVIP 5 8,20
Pendokumentasian Pemeriksaan fisik
GU Ruang Anak 13 21,30
Perinatal Risti 3 4,90 sebagai salah satu indikator mutu asuhan
GU Kelas 2 12 19,70 keperawatan di Rumah Sakit Baptis Kediri
IPI 8 13,10 masih dengan kategori kurang sebesar
GU 3A 8 13,10 44,30%, hal ini menunjukkan bahwa mutu
Jumlah 61 100 pelayanan keperawatan perlu upaya
perbaikan khususnya mutu
Sebesar 13 perawat (21,30%) bekerja pendokumentasian pemeriksaan fisik.
di Gedung Utama Ruang Anak. Pada saat
Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)
Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

Tabel 8 Tabulasi Silang Motivasi Perawat dengan Mutu Asuhan Keperawatan


(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik) pada Perawat di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Baptis Kediri
Mutu Asuhan Keperawatan (Pendokumentasian
Pemeriksaan Fisik) Jumlah
Motivasi
Baik Cukup Kurang
F % F % F % F %
Baik 1 20,10 1 20,0 3 60,0 5 100
Cukup 18 38,30 12 25,50 17 36,20 47 100
Kurang 0 0,00 2 22,20 7 77,90 9 100
Jumlah 19 44,30 15 24,60 27 31,10 61 100

Hasil tabulasi silang motivasi perawat dengan mutu asuhan keperawatan (pemeriksaan
fisik) diketahui bahwa motivasi baik maupun kurang mempunyai kontribusi yang sama
terhadap mutu asuhan keperawatan (pemeriksaan fisik) yaitu menghasilkan mutu yang
kurang sebesar 60,0% dan 77,90%, hal ini menunjukkan bahwa motivasi apapun yang
dimiliki perawat memberi kontribusi pemeriksaan fisik kurang. Setelah dilakukan uji
statistik Spearman’s Rho berdasarkan pada taraf kemaknaan yang ditetapkan α ≤ 0,05
didapatkan p = 0.147, dimana p > α yang berarti Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi tidak
ada hubungan yang signifikan antara motivasi perawat dengan mutu asuhan keperawatan
(pemeriksaan fisik) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri.

Pembahasan Teori ini dikenal dengan teori dua faktor,


yaitu faktor motivasional yang bersumber
dari dalam dirinya dan faktor hygiene yang
Identifikasi Motivasi Perawat bersumber dari luar diri individu
(Nursalam, 2012). Kedua faktor ini terbagi
atas sebelas indikator, kesebelas faktor
Hasil penelitian mengenai motivasi inilah yang digunakan dalam mengukur
perawat dari jumlah responden sebanyak motivasi pada perawat di Instalasi Rawat
61 responden didapatkan hasil bahwa Inap Rumah Sakit Baptis Kediri dan
masih ditemukan motivasi perawat dalam didapatkan hasil bahwa masih ditemukan
melaksanakan peran dan fungsi di Instalasi motivasi perawat kurang. Secara teoritis,
Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri dari kesebelas indikator tersebut dapat
yang kurang sebesar 14,80% dan motivasi dijelaskan bahwa motivasi kurang
cukup sebesar 77,00%, hal ini berdasarkan indikator prestasi adalah
menunjukkan bahwa motivasi yang rendah ketika pencapaian hasil kerja tidak
akan mempengaruhi kinerja perawat dalam maksimal atau tidak sesuai dengan yang
melaksanakan peran dan fungsinya. diinginkan, hal ini dapat membuat
Secara teori motivasi adalah segala semangat perawat turun dan tidak
sesuatu yang mendorong seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik
melakukan sesuatu (Purwanto dalam (Asmuji, 2012). Pencapaian kerja yang
Nursalam, 2009). Dorongan atau motivasi maksimal Baptis Kediri di Rumah Sakit
yang menyebabkan dan mendukung akan menimbulkan kepuasan tersendiri
individu untuk giat bekerja dan mencapai bagi perawat, sehingga dengan adanya
hasil yang optimal. Menurut Frederick kepuasan yang ada dalam diri perawat
Herzberg seorang karyawan dapat tersebut akan tercipta suatu dorongan
dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri yang untuk terus melakukan hal yang sama guna
didalamnya terdapat kepentingan yang menjaga hasil kerja atau bahkan
disesuaikan dengan tujuan organisasi. meningkatkannya. Perawat di Instalasi
Jurnal STIKES
Vol. 6 No. 2, Desember 2013

Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri Berdasarkan jenjang pendidikan


belum menyadari prestasi kerja yang telah ditemukan masalah bahwa perawat dengan
dihasilkan, hal ini dibuktikan dengan skor jenjang pendidikan S1 masih yang
jawaban untuk indikator prestasi sangat mempunyai motivasi yang kurang. Perawat
rendah yang menandakan bahwa prestasi ilmuwan (Sarjana keperawatan) dan
kerja tidak begitu penting untuk perawat. profesional dengan tingkah laku, sikap,
Secara teoritis, dukungan dan apresiasi kemampuan profesional, serta akuntabel
yang diberikan oleh manajer keperawatan untuk melaksanakan asuhan atau praktik
terhadap hasil kerja akan meningkatkan keperawatan dasar (sampai tingkat
motivasi (Asmuji, 2012). Perlu adanya kerumitan tertentu) secara mandiri
koreksi dalam sistem apresiasi dan (Nursalam, 2009). Motivasi yang kurang
penghargaan atas hasil kerja mengingat akan berdampak pada kinerja yang
pentingnya hal itu dalam meningkatkan menurun. Sarjana keperawatan dituntut
motivasi dari perawat. dapat melaksanakan asuhan keperawatan
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki secara mandiri, hal ini tidak akan tercapai
lebih berpotensi memiliki motivasi kurang apabila motivasi dalam melakukan asuhan
sebanyak 3 responden (20,00%). Secara keperawatan kurang. Sebagian besar
teoritis menyatakan bahwa tidak ada perawat sarjana di Rumah Sakit Baptis
perbedaan yang konsisten antara pria dan Kediri adalah pagawai baru, sehingga
wanita dalam kemampuan memecahkan masih membutuhkan waktu untuk
masalah, ketrampilan analisis, dorongan menyesuaikan diri dengan tempat kerja
kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau dan hal ini dapat berdampak pada motivasi
kemampuan belajar (Stephen P Robbins seseorang.
dalam Setiawan, 2007). Berdasarkan hasil Berdasarkan masa kerja didapatkan
penelitian teori diatas tidak terbukti, bahwa masih ada perawat dengan masa
karena hasil penelitian menunjukkan kerja 6-10 tahun memiliki motivasi kurang.
bahwa laki-laki lebih berpotensi memiliki Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
motivasi yang kurang dari perempuan, hal menyatakan bahwa masa kerja yang lama
ini dikarenakan perempuan lebih bersedia akan cenderung membuat seorang
untuk mematuhi wewenang dan laki-laki karyawan atau perawat lebih merasa betah
lebih agresif. dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan
Secara teori usia 31-40 tahun diantaranya karena telah beradaptasi
merupakan masa dewasa menengah, pada dengan lingkungannya yang cukup lama
masa ini individu mulai mendapat sehingga seorang karyawan akan merasa
kesenangan tersendiri untuk membantu nyaman dengan pekerjaannya (Kreitner
individu lain yang lebih muda untuk dan Kinicki dalam Setiawan, 2007).
menjadi lebih produktif dan bertanggung Seharusnya masa kerja yang lama selain
jawab dan lebih banyak menggunakan membuat individu tersebut nyaman dengan
waktu luang dengan cara yang kreatif dan pekerjaannya juga dapat meningkatkan
menyenangkan yang dapat membantu motivasinya secara bertahap. Adanya
individu dewasa menengah dalam sistem rotasi ruangan yang menuntut
mempersiapkan masa pensiun (Potter dan perawat memiliki kompetensi atau
Perry, 2009). Berdasarkan kelompok usia, keahlian lain akan mempengaruhi proses
sebagian besar perawat mempunyai adaptasi dan berdampak pada motivasi dari
motivasi cukup pada kelompok usia 31-40 perawat tersebut, sehingga dengan masa
tahun. Semakin tinggi usia maka tanggung kerja yang lama tidak akan membuat
jawab yang diberikan akan semakin besar suasana nyaman bila perawat harus
dan ini harus dapat memotivasi, tetapi beradaptasi ulang dalam kurun waktu
kenyataan yang terjadi diruangan perawat tertentu.
merasakan kejenuhan dalam bekerja hal ini Berdasarkan tempat kerja didapat
kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan hasil bahwa perawat yang bekerja di
dan kondisi tempat kerja yang sama. Gedung Duvall Kelas1, VIP, dan IPI
mempunyai motivasi yang cukup. Kondisi
Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)
Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

tempat kerja yang sehat, aman, nyaman, dasar guna menyusun rencana asuhan
dan kondusif mempengaruhi motivasi, keperawatan (Nursalam, 2009). Fokus
selain itu tuntutan tugas dan kemampuan pemeriksaan fisik yang dilakukan perawat
dalam mengelola tugas akan berdampak adalah pada kemampuan fungsional klien.
pada motivasi dan ketidakpuasan (Asmuji, Pemeriksaan fisik yang bertujuan untuk
2012). Seorang perawat dituntut untuk menegakkan diagnosa medis dilakukan
memiliki motivasi yang baik untuk hanya berfokus pada data-data yang
menjaga kualitas pelayanan yang diberikan diperlukan. Pemeriksaan fisik dapat
terutama untuk kelas dengan pelayanan dilakukan melalui empat teknik, yaitu
eksklusif. Dari ketiga ruang perawatan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
yang perawatnya mempunyai motivasi (IPPA). Pendekatan yang dilakukan pada
yang cukup, dari sudut pandang peneliti saat melakukan pemeriksaan fisik dapat
hal ini disebabkan oleh beban kerja yang menggunakan pendekatan dari kepala
tinggi karena kebanyakan pasien diketiga sampai ke kaki (head to toe), pendekatan
ruang perawatan tersebut memerlukan melalui fungsi sistem tubuh (review of
pelayanan total care padahal pasien dalam system), dan pendekatan dengan
rentang partial, sehingga membuat perawat menggunakan pola fungsi kesehatan
bekerja lebih ekstra supaya kebutuhan Gordon (Nursalam, 2009). Mutu asuhan
pasien terpenuhi. Menurut peneliti hal keperawatan yang diberikan setiap
inilah yang menyebabkan motivasi perawat individu dipengaruhi oleh beberapa faktor
menurun. Begitu pula di IPI perawat setiap yaitu rasa empati, respek dan tanggap,
hari dihadapkan pada kondisi pasien yang serta ramah kepada pasien dan
kritis, sehingga hal ini yang menimbulkan keluarganya. Peningkatan mutu asuhan
tantangan pekerjaan yang terlalu keperawatan pada perawat dapat dilakukan
menantang yang akan membuat perawat dengan mengembangkan ilmu pengetahuan
merasa frustasi dan gagal yang berakibat dan ketrampilan untuk meningkatkan
pada penurunan motivasi kerja. derajat kesehatan pasien dan masyarakat
sesuai standar keperawatan yang telah
ditetapkan (Asmuji, 2012).
Identifikasi Mutu Asuhan Keperawatan Berdasarkan lembar catatan perawat
(Pemeriksaan Fisik) kode 2A dapat dijelaskan bahwa Standar
Pemeriksaan Fisik Keperawatan di Rumah
Sakit Baptis Kediri merupakan penerapan dari
Hasil penelitian mutu asuhan dua teori pendekatan pemeriksaan fisik yaitu
keperawatan (pemeriksaan fisik) di pendekatan dari kepala sampai ke kaki (head
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis to toe) dan pendekatan melalui fungsi sistem
Kediri dari 61 responden didapatkan hasil tubuh (review of system) yang meliputi
bahwa pemeriksaan fisik sebagai salah satu pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan tingkat
indikator mutu asuhan keperawatan di kesadaran, pemeriksaan kepala, pemeriksaan
Rumah Sakit Baptis Kediri masih dengan pernapasan, pemeriksaan mulut, pemeriksaan
kategori kurang sebesar 44,30%, hal ini abdomen, pemeriksaan tangan dan tungkai,
menunjukkan bahwa mutu pelayanan di pemeriksaan pola eliminasi, dan pemeriksaan
Rumah Sakit Baptis Kediri perlu upaya kulit. Berdasarkan hasil penelitian indikator
perbaikan khususnya mutu pemeriksaan pemeriksaan fisik di Rumah Sakit Baptis
fisik. Kediri yang menunjukkan nilai yang
Pemeriksaan fisik (physical kurang pada pengisian lembar catatan
examination) merupakan komponen keperawatan yaitu pada indikator tanda-
esensial dari asuhan keperawatan (Engel, tanda vital, pemeriksaan pernapasan,
2009). Tujuan dari pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen, dan pemeriksaan
keperawatan adalah untuk menentukan kulit. Berdasarkan uraian diatas dapat
status kesehatan klien, mengidentifikasi disimpulkan bahwa mutu
masalah kesehatan, dan memperoleh data pendokumentasian pemeriksaan fisik
Jurnal STIKES
Vol. 6 No. 2, Desember 2013

kurang adalah ketika lembar catatan Berdasarkan lama kerja didapat hasil
keperawatan tidak diisi dan data yang bahwa masih ada perawat dengan masa
ditemukan tidak sesuai dengan diagnosa kerja lebih dari 10 tahun (80,00%)
keperawatan. memiliki mutu asuhan keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian (pemeriksaan fisik) kurang. Masa kerja
kelompok usia 41-50 tahun berpotensi yang lama akan cenderung membuat
menghasilkan mutu asuhan keperawatan seorang karyawan atau perawat lebih
(pemeriksaan fisik) kurang (75,00%). Usia merasa betah dalam suatu organisasi, hal
41-50 tahun termasuk dalam kategori ini disebabkan diantaranya karena telah
dewasa menengah. Selama periode ini, beradaptasi dengan lingkungannya yang
individu telah merasakan pengalaman dan cukup lama sehingga seorang karyawan
penghargaan baik dalam karier ataupun akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.
kehidupan personalnya. Banyak individu Penyebab lain juga dikarenakan adanya
dewasa menengah menemukan kesenangan kebijakan dari instansi atau perusahaan
tersendiri dengan lebih banyak mengenai jaminan hidup dihari tua
menggunakan waktu luang dengan cara (Kreitner dan Kinicki dalam Setiawan,
yang kreatif dan menyenangkan dalam 2007). Rendahnya minat dalam
mempersiapkan masa pensiun (Potter dan meningkatkan prestasi kerja karena dengan
Perry, 2009). Dewasa menengah masa kerja lebih dari 10 tahun perawat
mempunyai mutu yang lebih kurang beranggapan sudah tidak begitu penting
karena usia ini cenderung memiliki masa karena hal ini dipengaruhi oleh usia yang
kerja yang lebih lama dan sebagian dari mulai memasuki masa pensiun, sehingga
mereka lebih mempersiapkan masa perawat berpikir bekerja sesuai tugas yang
pensiun dari pada meningkatkan mutu diberikan dan kurang memperhatikan mutu
pelayanan yang diberikan dan lebih asuhan keperawatan.
memberikan kesempatan kepada perawat Berdasarkan tempat kerja didapat
yang muda untuk meningkatkan mutu hasil bahwa perawat yang bekerja di ruang
pelayanan. anak, perinatal risiko tinggi, dan IPI
Berdasarkan jenjang pendidikan, memiliki mutu pemeriksaan fisik kurang.
sarjana keperawatan berpotensi Secara teori tempat kerja adalah ruang
menghasilkan mutu asuhan (pemeriksaan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
fisik) kurang (46,70%). Perawat ilmuwan atau sering dimasuki tenaga kerja untuk
(Sarjana keperawatan) dituntut untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya
memiliki kemampuan dalam meningkatkan sumber-sumber bahaya. Menurut undang-
mutu pelayanan atau asuhan keperawatan undang no. 1 tahun 1970 tentang
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan keselamatan kerja, yang dimaksud tempat
dan teknologi keperawatan yang maju kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
secara tepat guna, serta kemampuan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
melaksanakan riset keperawatan dasar dan dimana tenaga kerja bekerja, atau yang
penerapan yang sederhana (Nursalam, sering dimasuki tenaga kerja untuk
2009). Jenjang pendidikan yang ada di keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
Rumah Sakit Baptis Kediri merupakan sumber atau sumber-sumber bahaya
perawat baru (magang) dan masih dalam (Depnakertrans RI, 2007). Pada saat
proses adaptasi, sehingga mutu asuhan dilakukan penelitian terjadi wabah
keperawatan (pemeriksaan fisik) belum penyakit tropis DHF (Dengue Hemorragic
maksimal karena minimnya pengalaman. Fever) sehingga pasien di ruang anak
Pengalaman akan mempengaruhi mutu mengalami penambahan. Kejadian ini
asuhan keperawatan karena keterampilan membuat perawat lebih memprioritaskan
dapat diasah dari aplikasi teori, sehingga pelayanan keperawatan atau pemenuhan
semakin pendek masa kerja pasti akan kebutuhan dasar pasien yang sifatnya
berpengaruh terhadap mutu asuhan mengancam jiwa dari pada
keperawatan. pendokumentasian pemeriksaan fisik.
Perinatal risti dan IPI mempunyai mutu
Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)
Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

asuhan keperawatan (pemeriksaan fisik) dalam menjaga produktivitasnya dan


yang rendah karena pasien yang dirawat di rendahnya turn over perawat bergantung
ruang tersebut membutuhkan perawatan pada motivasinya. (Hasibuan dalam
total care. Asmuji, 2012). Faktor pendidikan tidak
mendorong untuk meningkatkan motivasi,
karena kemungkinan ada faktor lain yang
Hubungan Motivasi Perawat dengan mempengaruhi peningkatan motivasi yaitu
Mutu Asuhan Keperawatan adaptasi. Adanya sistem rotasi membuat
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik) perawat sulit untuk beradapatasi.
Kekuatan motivasi seseorang akan
menentukan kualitas kegiatan yang
Tidak ada hubungan antara motivasi dilakukan. Secara logika, motivasi
perawat dengan mutu asuhan keperawatan seseorang akan berbanding lurus dengan
(pemeriksaan fisik) setelah dilakukan uji kegiatan yang dilakukan. Motivasi ini pula
statistik Spearman’s Rho berdasarkan pada yang dapat mengendalikan dan
taraf kemaknaan yang ditetapkan α ≤ 0,05 mengarahkan perilaku seseorang (Asmuji,
didapatkan p = 0.147, dimana p > α yang 2012). Kinerja mempunyai hubungan yang
berarti Ho diterima dan Ha ditolak. sangat erat dengan masalah produktivitas
Motivasi tinggi menjadi salah satu kunci karena merupakan indikator dalam
dalam memberikan pelayanan keperawatan menentukan bagaimana usaha untuk
yang berkualitas. Motivasi yang tinggi mencapai tingkat produktivitas yang tinggi
akan memberikan dukungan kepada setiap dalam suatu organisasi (Sedarmayanti,
personel keperawatan untuk dapat 2009). Menurut T.R. Mitchelle tahun 1978
melakukan asuhan keperawatan yang kinerja terdiri dari lima aspek yaitu Quality
terbaik. Dengan demikian, outputnya of work, Promptness, Initiative, Capability,
adalah pelayanan keperawatan yang Communication. Selain itu, dalam
bermutu, dan berdampak pada kepuasan pengukuran kinerja ditetapkan
pelanggan atau pasien. Motivasi “Performance = ability x motivation” dari
berhubungan dengan mutu asuhan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa
keperawatan secara umum, karena untuk menilai kinerja seseorang maka
motivasi adalah salah satu dari sembilan diperlukan pengkajian tentang kemampuan
faktor yang berpengaruh terhadap mutu dan motivasi (Sedarmayanti, 2009).
pelayanan keperawatan. Mutu dari Proses keperawatan sebagai alat
pelayanan keperawatan sangat ditentukan bagi perawat untuk melaksanakan asuhan
oleh ketepatan perawat dalam memberikan keperawatan yang dilakukan pada klien.
asuhan keperawatan (Wijono dalam Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli
Asmuji, 2012). tentang proses keperawatan maka
Menurut teori diatas tidak terbukti, komponen atau tahapan proses
karena berdasarkan hasil penelitian keperawatan meliputi pengkajian, tahap
motivasi baik atau kurang mempunyai diagnosa keperawatan, tahap perencanaan,
kotribusi yang sama yaitu menghasilkan tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi.
mutu pemeriksaan fisik yang kurang. Tahap pengkajian dilakukan dengan
Motivasi yang tinggi sangat berpengaruh berbagai langkah diantaranya
terhadap kinerja seseorang sehingga dapat pengumpulan data, validasi data dan
meningkatkan produktifitas kerja, hal ini identifikasi pola. Pengumpulan data dapat
dengan teori menurut Hasibuan yang dilakukan dengan berbagai cara yaitu
menyatakan bahwa tingginya motivasi wawancara, observasi, konsultasi dengan
kerja perawat akan mempengaruhi ahli, dan pemeriksaan fisik. Wawancara
kinerjanya dengan asumsi: “semakin tinggi yaitu dengan melakukan komunikasi untuk
motivasi, akan semakin baik pula mendapatkan respon dari klien meliputi
kinerjanya sehingga produktivitasnya juga identitas klien, riwayat kesehatan atau
akan meningkat”. Kestabilan perawat
Jurnal STIKES
Vol. 6 No. 2, Desember 2013

keperawatan, pola fungsi kesehatan, dan 14,80%, hal ini dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan fisik (Hidayati, 2012). kinerjanya. Mutu asuhan keperawatan
Pemeriksaan fisik (physical yang diukur melalui dokumentasi
examination) merupakan komponen pemeriksaan fisik pada perawat di Rumah
esensial dari asuhan keperawatan (Engel, Sakit Baptis Kediri ditemukan masalah
2009). Tujuan dari pemeriksaan fisik yaitu sebanyak 44,30% mempunyai mutu
keperawatan adalah untuk menentukan pendokumentasian pemeriksaan fisik
status kesehatan klien, mengidentifikasi kurang. Di Rumah Sakit Baptis Kediri
masalah kesehatan, dan memperoleh data antara motivasi perawat dengan mutu
dasar guna menyusun rencana asuhan asuhan keperawatan (pemeriksaan fisik)
keperawatan (Nursalam, 2009). Pelayanan tidak berhubungan dimana motivasi yang
keperawatan yang berkualitas ditentukan tinggi maupun yang rendah menghasilkan
oleh ketepatan perawat dalam memberikan mutu pemeriksaan fisik kurang.
pelayanan. Ketepatan pelayanan tidak akan
tercapai apabila proses pengkajian
termasuk pemeriksaan fisik tidak Saran
dilaksanakan. Kualitas pelayanan yang
diberikan secara langsung akan berdampak
pada kepuasan pelanggan atau pasien dan Hasil penelitian ini dapat dijadikan
keluarga. Sehingga apabila kualitas masukan untuk Rumah Sakit dalam rangka
pelayanan yang diberikan baik, kepuasan meningkatkan mutu asuhan keperawatan
pelanggan atau pasien dan keluarga akan dengan melakukan evaluasi secara berkala
tercapai. Begitupun sebaliknya, apabila terhadap kinerja dari perawat khususnya
kualitas pelayanan yang diberikan tidak terkait asuhan keperawatan
maksimal, kepuasan pelanggan atau pasien (Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik).
dan keluarga tidak akan tercapai (Asmuji, Perlu adanya Standar Operasional Prosedur
2012). Pemeriksaan fisik harus dilakukan (SOP) tentang pemeriksaan fisik yang jelas
dengan seksama, karena dari pemeriksaan untuk memperoleh asuhan keperawatan
fisik perawat dapat menentukan diagnosa yang bermutu dan supervisi berkala oleh
dan merencanakan tindakan yang tepat komite keperawatan.
untuk mengatasinya. Pelayanan
keperawatan yang berkualitas ditentukan
ketepatan pemberian asuhan keperawatan. Daftar Pustaka
Ketepatan pemberian asuhan keperawatan
tidak akan tercapai apabila pengkajian dan
pemeriksaan fisik tidak dilaksanakan, Asmuji, (2012). Manajemen Keperawatan
karena pengkajian dan pemeriksaan fisik Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta:
adalah data dasar untuk menentukan AR-Ruzz Media.
langkah selanjutnya termasuk diagnosa, Alimul, Aziz, H, (2009). Pengantar
rencana tindakan dan evaluasi. Perlu Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2.
adanya standar operasional prosedur untuk Jakarta: Salemba Medika.
pelaksanaan pemeriksaan fisik di rumah Debora Setiati Santosa. 2011. Analisis
sakit, sehingga cara pemeriksaan dapat Current Ratio, Total Asset Turn
dilakukan dengan benar dan sesuai dengan Over dan Debt to Equity Ratio
standar yang ada. terhadap ROE. Skripsi Universitas
Diponegoro.Semarang.
Depnakertrans RI. (2009).
Kesimpulan http://DepnakertransRI.com/2009/0
9/29/teori masa kerja/ Tanggal 28
April 2013, Jam 20.00 WIB.
Perawat di Rumah Sakit Baptis Engel, Joyce. (2009). Seri Pedoman
Kediri memiliki motivasi yang cukup Praktis Pengkajian Pediatrik Edisi
sebesar 77,00% dan yang kurang sebesar 4. Jakarta:EGC.
Pentingnya Motivasi Perawat dalam Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan
(Pendokumentasian Pemeriksaan Fisik)
Dwika Zanuwati, Srinalesti Mahanani

Hidayati, Ratna, (2012). Asuhan


Keperawatan Pada Kehamilan
Fisiologis dan Pathologis. Jakarta :
Salemba Medika.
Nursalam, (2009). Proses dan
Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, (2009). Manajemen
Keperawatan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, (2011). Manajemen
Keperawatan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional
Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis, dan
Instrumen Penelitian Keperawatan
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Perry dan Potter. (2009). Fundamental of
Nursing Edisi 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran (EGC)
Priharjo, Robert. (2007). Pengkajian Fisik
Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC
Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya
Manusia dan Produktivitas Kerja.
Bandung : CV Mandar Maju.
Setiawan, Teguh. (2007). Hubungan
Antara Karakteristik Individu
dengan Kepuasan Kerja Perawat
Pelaksana di RS. Banyumanik.
Skriksi untuk menempuh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat,
Universitas Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai