Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN NY.

R DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DERMATITIS DI RUANG DAHLIA BLOK C PANTI WERDHA JAMBANGAN
SURABAYA

DI SUSUN OLEH:
NINDYTA SALSABILLA ABDI
P27820821038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Lansia dengan Dermatitis Pada Ny. R di Ruang Dahlia
Panti Werdha Jambangan Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2022 s.d tanggal 28
Mei 2022 telah disahkan sebagai laporan Praktek Klinik Keperawatan Gerontik Semester II di
Ruang Dahlia Panti Werdha Jambangan Surabaya atas nama Nindyta Salsabilla Abdi dengan
NIM P27820821038.

Surabaya, 27 April 2022

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Ruangan,

( Dr. Hilmi Yumni, M.Kep, Sp.Mat ) ( Ratnawati, A.Md. Keb )


NIP. 196808231997032001 NIP. 19740423 200801 2 007

Mengetahui,

Kepala Ruangan

( Sumarti, S.Tr.Keb )
NIP. 19700917 199302 2 002
LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS

A.    DEFINISI
  Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga
akhirnya pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok
kondisi yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik
di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau
mengalir keluar (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).
B.     KLASIFIKASI
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala
berbeda:
1.      Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang
terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah
dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang
meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau
alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa
berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2.      Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit
tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau
gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi
Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian
ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk
menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan
tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3.      Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis,
belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor
keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita
penyakit saraf seperti Parkinson.
4.      Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena)
tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul
ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain
pada kaki juga menjadi penyebab.
5.      Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita(D.A,
rinitis alergik, atau asma bronkial).kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian
mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural). (Adhi
Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat
alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki
asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat
keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
C.    ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya :
bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.(Adhi
Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi
infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh
dan .Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera
periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.
D.    PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan
berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen
inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen
dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast
yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi
platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang
ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit
dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada
dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya
pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi,
misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
1. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen
kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian
hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans
Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel
Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-
DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus
Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen
kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi
sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang
berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang
lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen
tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen
(antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1
(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan
bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila
kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-
21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah
tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama
dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan
kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan
sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain,
seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
PATHWAY

Sabun, detergen, zat


Alergi Sensation
kimia

Iritan primer Sel Langerhans &


makrofag
Gangguan
Mengiritasi kulit
Integritas Kulit Sel T

Peradangan
Sensitisasi sel T
kulit/lesi Terpajan ulang
oleh saluran limfe

Sel efektor Reaksi


mengeluarkan hipersensitivitas IV
limfokinin

Gejala klinis, gatal,


panas, dan
kemerahan

Gangguan Rasa
Nyaman

Resiko Nyeri Akut Gangguan


Infeksi Citra
Tubuh

E.     MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan
tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada
permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka
(terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis
sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut
ematiti sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses
menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau
hipopigmentasi.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk
akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan
kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan
sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah
besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di
organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan
aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak
didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat.
Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia
dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen
dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

G.    KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

H.    PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan
kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin
cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering
superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi
salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-
jenisnya adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian
steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat
diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di
kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-
DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis.
Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat
di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.
koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan
SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan
betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian
secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada
yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih
mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam
waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia
hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi
ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki
efek menghambat peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat
sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel
mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin
dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r
yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah
kalsitriol.
8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat
juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada
siklosporin
KONSEP DASAR LANSIA

A. Definisi
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005 didalam Hidayah, 2021).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Wahyudi, 2000 didalam Hidayah, 2021).
B. Klasifikasi
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didalam Nugroho, 2000 dan Hidayah,
2021, lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Maryam, 2008 didalam Hidayah, 2021 lima klasifikasi pada lansia antara lain:
1. Pra-lansia
Seseorang yang berusia 45-59 tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang masih dapat
menghasilkan barang/ jasa
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
C. Tipe Lansia
Menurut Maryam, 2008 didalam Hidayah, 2021 beberapa tipe lansia bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe kebijaksanaan
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan
acuh tidak acuh.
D. Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. menurut Potter
dan Perry (2005) didalam Hidayah (2021), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia
meliputi:
a) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem
tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi
hal ini adalah normal.
b) Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu
untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja.
c) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya.
Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan
hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.
d) Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan.
Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal
penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau
menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada
risiko yang besar.
e) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik dapat
mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri
Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
f) Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anakanaknya yang telah
dewasa
g) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup Lansia harus belajar menerima
akivitas dan minat baru untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang
sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk
bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert
dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama
pensiun.
E. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut
Nugroho (2000) didalam Hidayah (2021) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan Fisik
1) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitive terhadap sentuhan.
3) Sistem Penglihatan.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
4) Sistem Pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5) Sistem Cardiovaskuler.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh
darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan
posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal
± 95 mmHg.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem Respirasi.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
8) Sistem Gastrointestinal.
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9) Sistem Genitourinaria.
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir
mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual
intercrouse berefek pada seks sekunder.
10) Sistem Endokrin.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
11) Sistem Kulit.
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12) Sistem Muskuloskeletal.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi
serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8) Kenangan lama tidak berubah.
9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari factor waktu
3. Perubahan psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak
aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman
atau relasi
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.
F. Perawatan Lansia
Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Psikis.
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai
support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
2. Pendekatan Sosial.
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise,
perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan.
3. Pendekatan Spiritual.
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

1. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA


Dermatitis dapat terjadi pada siapapun dalam rentang usia tidak menentu. Muda,
dewasa, lansiadapat mengalami dermatitis, namun, lansia lebih rentang mengalami
dermatitis.
2. STATUS KESEHATAN
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit
memerah dan gatal.
3. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Dermatitis bukan disebabkan oleh factor genetik
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Sistem Indra
Mata : Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses
penuaan. Pada iris mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan
mengalami depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai putih. Pada
pupil terjadi perubahan diameter dari 3 mm menjadi 1 mm saat lansia. Sedangkan
pada retina terjadi degenerasi. Gambaran fundus mata mula-mula merah jingga
cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigmen. Jumlah sel fotoreseptor
berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan
lapang pandang (Sakinah, 2019).
Lidah atau perasa : Dengan bertambah usia, lapisan epitel yang menutupi mukosa
mulut cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya
pembuluh darah kapiler dan suplai darah, serabut kolagen yang terdapat pada lamina
propria mengalami penebalan. Akibat dari perubahanperubahan tersebut, secara
klinis terlihat mukosa mulut menjadi lebih pucat, tipis dan kering, proses
penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi
terhadap tekanan dan gesekan. Keadaan ini dapat diperberat oleh berkurangnya
aliran saliva (Sakinah, 2019).
Peraba : Fungsi perabaan mencakup beberapa persepsi sensorik (sentuhan, suhu,
proprioception, dan nyeri). Menurunnya fungsi peraba pada menyebabkan lansia
tidak sensitiv terhadap sentuhan. Pada sistem ini terjadi kemunduran dalam
merasakan sakit dan kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin
(Sakinah, 2019).
Penciuman : Penurunan fungsi penciuman merupakan indicator awal pada penyakit
neurodegeneratif. Rasa penciuman akan lemah apabila selaput lendir hidung sangat
kering, basah atau membengkak seperti keadaan influenza. Rasa penciuman akan
hilang sama sekali akibat komplikasi dari suatu cedera pada kepala. Ambang
penciuman meningkat dengan bertambahnya usia. Umur di atas 80 tahun, 75%
kemampuan penciuman untuk mengidentifikasi bau terganggu (Sakinah, 2019).
Pendengaran : Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun (Sakinah, 2019).
2. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit
akan kekurangan cairan 23 sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot (Sakinah, 2019).
3. Sistem Muskuluskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung (kolagendan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukungutama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur (Sakinah, 2019).
4. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah,
ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi
ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi
jaringan ikat (Sakinah, 2019).
5. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total parutetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang (Sakinah, 2019).
6. Perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal
(Sakinah, 2019).
7. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun,
rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah (Sakinah, 2019).
8. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur (Sakinah, 2019).
9. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari (Sakinah, 2019).
5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
a) Kesepian : terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik
berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement) : meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia.
Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi : duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
(Sakinah, 2019).

6. LINGKUNGAN
Perubahan gaya hidup sangat dipengaruhi oleh motivasi dan lingkungan yang
memerlukan konseling yang baik dan berkelanjutan (Putri, 2018). Peran kuratif yaitu
pengobatan tradisional secara ilmiah aman dan bermanfaat untuk di kombinasikan dengan
pengobatan konvensional atau terapi pengganti (alternatif) dapat dilakukan apabila terapi
konvensional tidak bisa di berikan (Kemenskes, RI, 2012). Peran rehabilitative yaitu
memantau dan memeriksakan kadar kolesterol klien secara rutin dan mengubah gaya
hidup klien menjadi lebih sehat (Sakinah, 2019).
7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES
Perubahan kognitif :
1. IQ (Intelleegent Quotient)
2. Kemampuan belajar (Learning)
3. Daya ingat (Memory)
4. Pemecahan masalah (Problem Solving)
5. Pengambilan keputusan (Decision Making)
6. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
7. Kebijakan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi (Motivation)
(Sakinah, 2019).

Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu : Kesehatan umum, tingkat
pendidikan, lingkungan, keturunan (hereditas).
2. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
3. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
4. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
5. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan makin terintegrasi
dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan,
hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
(Sakinah, 2019).

Gangguan Cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan 27 berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu
obat (Sakinah, 2019).

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan proses penuaan ditandai dengan


kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit D.0129
2. Gangguan Rasa Nyaman Berhubungan Dengan Ketidakadekuatan Sumber Daya ditandai
dengan merasa gatal D. 0074
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentk tubuh ditandai dengan
menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh D. 0083

INTERVENSI KEPERAWATAN

Observasi

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrim, dll)

Terapeutik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. pada air hangat, terutama selama periode diare
4. gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
5. gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
6. hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering

Edukasi

1. anjurkan menggunakan pelembap (mis lotion, serum)


2. anjurkan minum air yang cukup
3. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. anjurkan menghindari terpapar suhu ektrim
6. anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
7. anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

SIKI 1.11353

KRITERIA HASIL

1. perfusi jaringan meningkat


2. kerusakan lapisan kulit menurun
3. jaringan parut menurun
4. suhu kulit membaik
5. tekstur membaik

SLKI L.14125
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

Nama wisma : Griya Werdha Tanggal Pengkajian : 17 Mei 2022

1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. R
Umur : 78 Tahun
Agama : Islam
Alamat asal : simorejo, 23/23 RT 10/2
Tanggal datang : 3 Oktober 2020
2. DATA KELUARGA
Nama : Tn. A
Hubungan : RT
Pekerjaan :-
Alamat : Simorejo Telp : -
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG
1. Keluhan utama : kulit gatal dibeberapa bagian yaitu tangan dan kaki terutama telapak
kaki. Penyebabnya salah satunya dari proses penuaan kulit (kering), gatal dirasa pada
bagian tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri, gatal yang dirasa klien menyebar di
lengan kanan dan kiri, gatal yang dirasakan dengan skala 4 dari 1-10, gatal dirasakan
tidak menentu bisa kapan saja.
2. Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : jika kulit gatal klien
membiarkan begitu saja sampai rasa gatalnya menghilang, terkadang di garuk namun
tidak sampai luka.
3. Obat-obatan : klien mengatakan setiap tidak mendapatkan obat
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA)
1. Kondisi Umum

Ya Tidak
Kelelahan : v
Perubahan BB : v
Perubahan nafsu makan : v
Masalah tidur : v

Kemampuan ADL : v

KETERANGAN : klien mengatakan tidak merasa lelah, untuk perubahan berat badannya tidak
terkaji karena belum pernah timbang berat badan sebelumnya. Klien tidak mengalami perubahan
nafsu makan. Klien mengatakan sedikit terganggu pola tidurnya akibat dari rasa gatal tersebut.
Klien mengatakan awal masuk panti diakibatkan karena terjatuh dari kamar mandi
2. Integumen

Ya Tidak
Lesi/Luka : v
Pruritus : v
Perubahan pigmen v

Memar : v
Pola penyembuhan lesi : v

KETERANGAN : tidak ada luka pada klien namun klien mengalami perubahan pigmentasi
kulit yaitu kulit berkeriput dan tipis. Klien mengatakan gatal pada kulitnya.
3. Hematopoetic

Ya Tidak
Perdarahan abnormal : v
Pembengkakan kel. Limfe : v
Anemia v
KETERANGAN : tidak ada masalah pada hematopoetic klien.
4. Kepala

Ya Tidak
Sakit kepala : v
Pusing : v
Gatal pada kulit kepala : v
KETERANGAN : tidak ada masalah pada kepala klien. Klien mengatakan keramas dua kali
seminggu.
5. Mata

Ya Tidak
Perubahan penglihatan : v
Pakai kacamata : v
Kekeringan mata : v
Nyeri : v
Gatal : v
Photobobia : v
Diplopia : v
Riwayat infeksi : v
KETERANGAN : tidak ada masalah pada mata klien.
6. Telinga

Ya Tidak
Penurunan pendengaran : v
Discharge : v
Tinitus : v
Vertigo : v
Alat bantu dengar : v
Riwayat infeksi : v
Kebiasaan membersihkan telinga : v
Dampak pada ADL : v
KETERANGAN : klien mengatakan tidak mengalami masalah pada telinganya namun
terkadang saat tidur ditelinganya pernah ada suara denging dengan durasi pendek. Kemudian
klien mengatakan belum pernah membersihkan telinganya.
7. Hidung sinus

Ya Tidak
Rhinorrhea : v
Discharge : v
Epistaksis : v
Obstruksi v
Snoring : v
Alergi : v
Riwayat infeksi : v
KETERANGAN : klien tidak mengalami masalah pada hidungnya.
8. Mulut, tenggorokan

Ya Tidak
Nyeri telan : v
Kesulitan menelan : v
Lesi : v
Perdarahan gusi : v
Caries : v
Perubahan rasa : v
Gigi palsu : v
Riwayat infeksi : v
Pola sikat gigi : klien mengatakan gigi klien sudah tidak ada semua.
KETERANGAN : klien mengatakan giginya sudah tidak ada. Namun, klien masih bisa makan
dan menelan dengan baik.
9. Leher

Ya Tidak
Kekakuan : v
Nyeri tekan : v
Massa : v
KETERANGAN : klien mengatakan jika sholat berdiri pada gerakan duduk mau berdiri
kakinya merasa kram sakit dan nyeri.
10. Pernapasan

Ya Tidak
Batuk : v
Napas pendek : v
Hemoptisis : v
Wheezing asma : v
KETERANGAN : klien mengatakan pernah batuk namun karena .
11. Kardiovaskuler

Ya Tidak
Chest pain : v
Palpitasi : v
Dipsnoe : v
Paroximal nocturnal : v
Orthopnea : v
Murmur : v
Edema : v
KETERANGAN : klien tidak ada masalah pada kardiovaskulernya
12. Gastrointestinal

Ya Tidak
Disphagia : v
Nausea/vomiting : v
Hemateemesis : v
Perubahan nafsu makan : v
Massa : v
Jaundice : v
Perubahan pola BAB : v
Melena : v
Hemorrhoid : v
Pola BAB : klien mengatakan biasanya BAB nya seminggu bisa 1-2 kali, dengan konsistensi
lunak.
KETERANGAN : klien mengatakan tidak ada masalah pada menu makanan panti, klien tetap
menghabiskan walaupun rasanya terasa hambar
13. Perkemihan

Ya Tidak
Dyisuria : v
Hesitancy : v
Urgency : v
Hematuria : v
Poliuria : v
Nocturia : v
Inkontinensia : v
Nyeri berkemih : v
Frekuensi : dalam sehari bisa 3-4 kali.
Pola BAK : klien mengatakan BAK setiap mandi dan sebelum tidur
KETERANGAN : klien tidak ada masalah dalam perkemihannya, namun frekuensi dalam BAK
3-4 kali sehari
14. Reproduksi

Laki-laki Ya Tidak
Lesi :
Discharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah sex :
Impotensi :

Perempuan Ya Tidak
Lesi : v
Discharge : v
Postcoital Bleeding : v
Nyeri pelvis : v
Prolap : v
Aktivitas seksual : v
Pap smear : v
KETERANGAN : klien tidak mengalami masalah pada reproduksinya. Tidak ada nyeri maupun
lesi pada alat kelamin dan reproduksinya.
15. Muskuloskeletal

Ya Tidak
Nyeri sendi : v
Bengkak : v
Kaku sendi : v
Deformitas : v
Spasme : v
Kram : v
Kelemahan otot : v
Masalah gaya berjalan : v
Nyeri punggung : v
Pemeriksaan kekuatan otot menurut Will Still (1996; 10) :

3 4

3 3

Keterangan :
0 = Tidak ada kontraksi
1 = Sedikit kontraksi/sentakan ringan
2 = Aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = Aktif, dapat melawan gravitasi tetapi tidak tahan lama
4 = Gerakan menentang gravitasi tetapi tidak mampu menahan tahanan berat (pemeriksa)

Pola latihan : klien mengatakan senam di pagi hari dan jalan-jalan keliling panti.
Dampak ADL : klien melakukan kegiatan sehari-hari dengan dibantu sebgian, jika ingin
kekamar mandi dibantu oleh para perawat, jika ingin beranjak dari tempat tidur klien dibantu
oleh perawat, namun untuk rentang gerak klien sepeti miring kanan dan kiri, dari tidur ke posisi
duduk klien dapat melakukan atau mandiri
KETERANGAN : tidak ada bengkak pada ekstremitas bawah dan atas klien.
16. Persyarafan

Ya Tidak
Headache : v
Seizures : v
Syncope : v
Tic/tremor : v
Paralysis : v
Paresis : v
Masalah memori : v
KETERANGAN : klien tidak mengalami masalah pada persyarafannya.

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL

Psikososial Ya Tidak
Cemas : v
Depresi : v
Ketakutan : v
Insomnia : v
Kesulitan dalam mengambil keputusan : v
Kesulitan konsentrasi : v
Mekanisme koping : klien mengatakan hidup dan tinggal di panti pelayanannya baik
Persepsi tentang kematian : klien mengatakan tidak merasa takut dengan kematian, karena klien
merasa dekat dengan Allah, rajin sholat dan berdo’a sama Allah agar diberikan keselamatan
dunia akhirat.
Dampak pada ADL : tidak ada masalah pada aktivitas pada kegiatan sehari-harinya
Spiritual
1. Aktivitas beribadah : klien mengatakan mengikuti sholat lima waktu berjamaah di
musholla
2. Hambatan : klien tidak mengalami hambatan saat mau beribadah
KETERANGAN : klien mengatakan dari teman-teman sekamarnya, pada saat awal ke panti
dan sekarang banyak yang berbeda yaitu karena teman-teman sekarang banyak yang kurang
sadar akan keadaan diri sendiri.
6. LINGKUNGAN
1. Kamar : bersih dan rapi
2. Kamar mandi : bersih kloset tidak jorok
3. Dalam rumah, wisma : bersih
4. Luar rumah : klien tidak mempunyai rumah
7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Dengan Mandir i Skor


Bantuan Yang
Didapat
1 Makan 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau 5-10 10 10
Sebaliknya
3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok 0 0 0
gigi)
4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 5 5
tubuh, menyiram)
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, 0 5 5
dengan
kursi roda )
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Mengenakan pakaian 5 10 10
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 5
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 5
Jumlah Kategor i: 45 90 60
- Ketergantungan total = …-… (ketergant
- Ketergantungan parsial ungan
- Mandiri parsial)

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2022, Hari : Senin,
Musim : hujan, Bulan : Maret,
Tanggal : klien tidak dapat
menyebutkan
2 Orientasi 5 2 Dimana sekarang kita berada ?
Negara : Indonesia, Panti : klien tidak
dapat menyebutkan, Propinsi : klien
tidak dapat menyebutkan, Wisma :
klien tidak adapat menyebutkn,
Kabupaten/kota : Surabaya.
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakan kepada klien, menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatian 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100 kemudian
dan kurangi 7 sampai 5 tingkat.
kalkulasi Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5). 65
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada
poin ke- 3 (tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil
menunjukan benda tersebut).
1) Bolpoin
2) Tempat tidur
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab : klien mengikuti instruksi.
Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang
terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda 5).
Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktifitas
sesuai perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis kalimat
dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk
Total nilai 30 24 Tidak ada gangguan kognitif
Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan : Tidak ada gangguan kognitif
3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test

No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)


1 Selasa, 17 Mei 2022 5 detik

3
Rata-rata Waktu TUG 5 Detik
Interpretasi hasil Mengalami resiko tinggi
jatuh
Interpretasi hasil: klien mengalami risiko tinggi jatuh
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Risiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991).

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi

Jawaban
No Pertanyaan Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 1
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 0
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 0
sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 3
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983)
dalam Gerontological Nursing, 2006)

Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Kesimpulan : skor adalah 3 yaitu tidak terjadi depresi pada klien
5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia

No Indikators Score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang 2 0
mengakibatkan perubahan jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 0
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum 2 0
minuman beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya 2 0
sehingga tidak dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli 4 0
makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum 1 0
obat 3 kali atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam 2 0
bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang 2 0
cukup untuk belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 0
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory
Gerontological Nursing, 2001)

Interpretasi:
0–2 : Good
3–5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk
Kesimpulan : skor adalah 0 yaitu Good (Bagus)
6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil


Diagnostik Pemeriksaan
1. Tekanan Darah 13 Maret 2022 120/80 mmHg

2. IMT 8 Maret 2022 BB = 42 kg


TB = 142 cm
IMT = 20,6 (normal)

7. Fungsi Sosial Lansia


APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat skrinning yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada ADAPTATION 2
keluarga (teman- teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNERSHIP 1
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman- GROWTH 1
teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktivitas
baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman- AFFECTION 1
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya seperti
marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan RESOLVE 1
saya menyediakan waktu bersama-sama

Kategori Skor: TOTAL 6


Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab: (Fungsi
1). Selalu : skore 2 baik)
2). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
ANALISIS DATA

No. Pengelompokan Masalah Penyebab Masalah Keperawatan


1. Ds : klien mengatakan sering Sabun, detergen, zat kimia Gangguan Integritas
gatal pada kaki dan Kulit/Jaringan (D. 0129)
tangannya Iritan primer
Do :
1. Kerusakan jaringan Mengiritasi kulit

dan/atau lapisan kulit


2. Kemerahan Gangguan itegritas
kulit/jaringan
2. Ds : sel efektor mengeluarkan Gangguan Rasa Nyaman
klien mengatakan tidak limfokinin (D.0074 SDKI hal 166)
nyaman ketika rasa gatalnya
muncul gejala klinis, gatal, panas,
Do : dan kemerahan
1. Klien selalu menggaruk
tangan dan kakinya ganggua rasa nyaman

2. Tampak kemerahan
ditelapak kaki klien
3. Ds : klien mengatakan tidak Penumpukan lemak di Risiko Perfusi Perifer
mengalami kebas pada pembuluh darah Tidak Efektif (D.0015)
tangan dan kakinya, hanya
saya kekuatan ototnya Tekanan darah meningkat
menurun karena post stroke.
Do : Risiko Perfusi Perifer Tidak

1. Tekanan darah 140/80 Efektif

mmHg
2. Kulit klien tidak pucat
3. Kapiler <3 detik
4. Ds : klien mengatakan sabun, detergen, zat kimia Gangguan citra tubuh
kulitnya bersisik jadi tidak (D. 0083)
enak dipandang iritan primer
Do : Terdapat jaringan parut
akibat gatal-gatal di tangan mengiritasi kulit
maupun kaki
gangguan citra tubuh

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Nama Lansia : Ny. R
Diagnosis : Dermatitis
Masalah
No Masalah Teratasi
Diagnosis Keperawatan ditemukan
.
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan 17 Mei
berhubungan dengan proses 2022
penuaan ditandai dengan kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit
D.0129
2. Gangguan Rasa Nyaman 17 Mei
Berhubungan Dengan 2022
Ketidakadekuatan Sumber Daya
ditandai dengan merasa gatal D.
0074
3. Gangguan citra tubuh berhubungan 17 Mei
dengan perubahan struktur/bentk 2022
tubuh ditandai dengan menghindari
melihat dan/atau menyentuh bagian
tubuh D. 0083
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Lansia : Mbah A.


Diagnosis : Hipertensi
No. Diagnosis Keperawatan Tujuan Perencanaan Rasional

1. Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit (1.11353) 1. Untuk mengetahui penyebab
Kulit/Jaringan keperawatan selama 1x24 jam Observasi gangguan integritas kulit
diharapkan integritas kulit dan
berhubungan dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan 2. Untuk mengurangi kekeringan pada
jaringan pada klien membaik
proses penuaan ditandai dengan kriteria hasil : integritas kulit kulit, dan meningkatkan elastisitas
dengan kerusakan 1. Kerusakan lapisan Terapeutik kulit
kulit menurun
jaringan dan/atau lapisan 2. Gunakan produk berbahan perolium atau 3. Mencegah kekeringan pada kulit dan
2. Kemerahan
kulit D.0129 menurun minyak pada kulit kering menghindari dehidrasi
3. Pigmentasi 3. Hindari produk berbahan dasar alkohol 4. Memberikan nutrisi pada kulit dari
abnormal menurun
pda kulit kering dalam
(L.14125)
Edukasi 5. Mencegah kekeringan pada kulit
4. Anjurkan menggunakan pelembab akibat paparan sinar matahari/ suhu
5. Anjurkan minum air yang cukup yang terlalu ekstrim
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 6. Menggunakan sabun mandi berlebihan
Anjurkan jika mandi menggunakan sabun dapat membuat kulit menjadi kering
secukupnya
2. Gangguan Rasa Nyaman Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Posisi (1.01019) 1. Agar kekuatan otot klien
Berhubungan Dengan keperawatan selama 1x24 jam meningkat
Ketidakadekuatan diharapkan status kenyamanan Terapeutik 2. Untuk mengurangi nyeri klien
Sumber Daya ditandai klien meningkat dengan kriteria 1. Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
dengan merasa gatal D. hasil : 2. Hindari menempatkan pada posisi yang
0074 1. Keluhan tidak nyaman dapat meningkatkan rasa gatal muncul
(kram dan kaku sendi)
menurun
2. Frekuensi nadi normal
3. Tekanan darah normal
(L.05042)

3. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (1.02079) SIKI hal 345 1. Untuk melatih klien percaya diri pada
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi perubahan kondisinya
perubahan struktur/bentk diharapkan gangguan citra 1. Identifikasi harapan citra tubuh 2. Melatih klien untuk mengungkapkan
tubuh ditandai dengan tubuh pada pasien menurun berdasarkan tahap perkembangannya gambaran dirinya pada orang lain
menghindari melihat dengan kriteria hasil : 2. Monitor apakah pasien bisa melihat
dan/atau menyentuh 1. Melihat bagian tubuh bagian tubuh yang berubah
bagian tubuh D. 0083 menurun Terapeutik
2. Verbalisasi perasaan 3. Diskusikan perubahan penampilan fisik
negative tentang terhadap harga dirinya
perubahan tubuh menurun 4. Diskusikan kondisi stress yang
3. Fokus pada bagian tubuh mempengaruhi citra tubuh
menurun Edukasi
(L. 09067) 5. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
6. Latih pengungkapan kemampuan diri
pada orang lain
PELAKSANAAN KEPERAWATAN

Nama Lansia : Ny. R


Diagnosis : Dermatitis
Hari/ Diagnosis Pelaksanaan Paraf
Tanggal/Waktu Keperawatan
Rabu/18 Mei Gangguan Integritas 1. Mengidentifikasi penyebab
2020 Kulit/Jaringan gangguan integritas kulit
15.30 WIB berhubungan dengan R : klien kooperatif, proses
proses penuaan menua menyebabkan
ditandai dengan hiperpigmentasi sehingga kulit
kerusakan jaringan menjadi gatal dan juga klien
dan/atau lapisan kulit tidak cocok dengan air yang
D.0129 ada di panti
2. Menganjurkan menggunakan
pelembab
R : klien kooperatif, klien
menggunakan location pada
daerah yang gatal
3. Menganjurkan minum air yang
cukup
R : klien kooperatif, klian
minum cukup air
4. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
R : klien kooperatif, klien
selalu menghabiskan makanan
yang diberikan pihak panti
5. Menganjurkan jika mandi
menggunakan sabun
secukupnya
R : klien kooperatif, klien mandi
2 kali sehari menggunakan sabun
secukupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta:
EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012 pada http:///D:/LAPORAN
%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SUMBER
%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html

Anda mungkin juga menyukai