Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU PADA NY.Z DI RUANG IGD RUMAH


SAKIT PELNI JAKARTA

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA AJAR PRAKTIK


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH :
FARAH HAMIDAH (20016)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA TAHUN AJARAN
2022-2023
1. Pengertian
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang
paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2010).
Tuberkulosis (TB) paru- paru adalah infeksi pada paru- paru dan kadang pada
struktur- struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Saputra, 2010)
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang
sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

2. Etiologi
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.

a. Penyakit pada arteri koronaria


Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan
tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa
ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan
oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan
efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2) Edema paru non kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru
itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik

3. Manifestasi Klinik
Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
walaupun pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian
stadium tersebut adalah sebagai berikut:
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan
aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun
napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami
sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

4. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketikacairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya,menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak
tekanan dalampembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk
menahancairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel
darah)
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Areayang
ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udarayang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udaradiambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dindingyang
sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanyadijauhkan
dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edemaparu terjadi
ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar daripembuluh darah
dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalanpertukaran gas
(oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi
darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatantekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteri pulmonalis.Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia
sekunder olehkarena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu
cepatpneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
olehkarena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume
akhirekspirasi (asma).
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami
ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25
mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.
Hadirnya cairan di alveoli juga akan mengganggu fungsi surfaktan paru sehingga
akan terjadi kolaps pada kantong – kantong udara ini. Dengan masuknya cairan ke
dalam rongga interstisial/ alveoli akan berakibat timbulnya gangguan difusi dan
ventilasi oleh karena terjadi perubahan sifat membran alveoli kapiler paru menjadi
kaku dan complience menurun.

5. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik

1. Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias
dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada
akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluhpembuluh
darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan
oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada
alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluhpembuluh darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh
darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal
ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan
kelebihan cairan tubuh.
d. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizureseizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat
pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
e. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan
reexpansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus
ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
f. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi
yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum
tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

6. Pathway
Gagal jantung
kanan/kongesti

Aliran balik darah paru


terhambat

Peningkatan tekanan intra kapiler pulmonal

Peningkata n tekanan intra kapiler > tek. i nterstisial

Timbunan pada alveoli

Oedem paru

Distensi intra pulmonal

Pecahnya pembuluh darah


Intoleransi paru Bersihan jalan
aktivitas napas tidak efektif
Gangguan pertukaran
gas
7. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi – komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya
lebih spesifik pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenasian darah
yang dikoromikan secara parah oleh paru-paru pengoksigenasian yang buruk
(hipoksia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang
berkurang ke organ-organ yang berbeda seperti otak.

8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
2. Foto thorax
Jantung Nampak membesar atau kardiomegali disertai pembesaran
ventrikel kiri dan atrium kanan, paru-paru menunjukkan adanya kongestif
ringan sampai oedem paru yang ditandai dengan gambaran butterfly
apparence atau claudy lung.
3. Pemeriksaan EKG,
Dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular atau
arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard
dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
4. Pemeriksaan elektromagnetik (ECG)
Didapatkan deviasi sumbu jantung kiri, hipertensi ventrikel kiri, pembesaran
atrium kiri, didapatkan gelombang P pulmonal atau gelombang P mitral

9. Penatalaksanaan medis
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:
1) Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.
Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG
spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu pemberian NTG
intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai pada
dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal 20-40
mg (1 mg/kg BB).
2) Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan darah sistemik
dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema paru. Salah satu contoh
vasoldilator yang dapat digunakan adalah Nitroprusid dengan dosis awal 40-
80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5 menit sampai oedema paru
teratasi atau tekanan sistolik arteri turun dibawah 100 mmHg.
3) Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian kaptopril
oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan
menetap selama 6-8 jam.
4) Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan
pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D).
Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine,
Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone,
Milrinone, Enoxumone, Piroximone).
5) Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh
karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat
bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan
diuretik ringan.

10. Penatalaksanaan keperawatan


1) Posisi ½ duduk
2) Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi
CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secaraadekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3) Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada

11. Konsep Asuhan Keperawatan


A Pengkajian
Pengkajian Primer
Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma
Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu :
 Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
 Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan
dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
 Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu.
 Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi
hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
 Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.

Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum
sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien
dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

- Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan

f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h. Pemeriksaan Penunjang :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal

Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

B Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan
pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadap prosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal

C Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
1 Ketidakefektifan Pola nafas kembali 1. Berikan HE pada
pola efektif setelah pasien tentang
nafas berhubunga dilakukan tindakan penyakitnya
n dengan keadaan keperawatan selama 2. Atur posisi semi
tubuh yang lemah 3 × 24 jam, dengan fowler
kriteria hasil: 3. Observasi tanda
dan gejala sianosis
1.Tidak terjadi 4. Berikan terapi
hipoksia atau oksigenasi
hipoksemia 5. Observasi
tandatanda vital
2.Tidak sesak 6. Observasi
timbulnya gagal
3.RR normal (16-20 nafas
× / menit) 7. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
4.Tidak terdapat memberikan
kontraksi otot bantu pengobatan
nafas

5.Tidak terdapat
sianosis
2 Gangguan Fungsi pertukaran 1. Berikan HE pada
pertukaran Gas gas dapat maksimal pasien tentang
berhubungan setelah dilakukan penyakitnya
dengan distensi tindakan 2. Atur posisi pasien
kapiler pulmonar keperawatan selama semi fowler
3 × 24 jam dengan 3. Bantu pasien untuk
kriteria hasil: melakukan
reposisi secara
1..Tidak terjadi sering
sianosis 4. Berikan terapi
oksigenasi
2.Tidak sesak 5. Observasi tanda –
tanda vital
3. RR normal 6. Kolaborasi dengan
(1620 × / menit) tim medis dalam
memberikan
4. BGA pengobatan
normal:

1. partial
pressure of
oxygen
(PaO2): 75-
100 mm Hg
2. partial
pressure of
carbon dioxide
(PaCO2): 35-
45 mm Hg
3. oxygen
content
(O2CT): 15-
23%
4. oxygen
saturation
(SaO2): 94-
100%
5. bicarbonate
(HCO3): 22-
26 mEq/liter
6. pH: 7.35-7.45
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi 1.Berikan HE pada pasien
infeksi setelah dilakukan tentang kondisi yang
berhubungan tindakan dialaminya
dengan area invasi keperawatan selama
mikroorganisme 3 × 24 jam, dengan 2.Observasi tanda-tanda
kriteria hasil: vital.
sekunder terhadap
pemasangan
7.Pasien mampu 3.Observasi daerah
selang endotrakeal mengurangi kontak pemasangan selang
dengan area endotrakheal
pemasangan selang
endotrakeal 4.Lakukan tehnik
perawatan secara aseptik
8.Suhu normal
(36,5oC) 5.Kolaborasi dengan tim
medis dalam memberikan
pengobatan

D Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain (Mitayani,
2012).

E Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Mitayani, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ Publishing
Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ
Publishing
Harijono Achmad, Dr. DSPD, 1994. Penyakit Dalam Praktis Malang. Penerbit lab / IMF
Ilmu Penyakit dalam, FK Unibraw.
Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Linda Juall Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing

Anda mungkin juga menyukai