OLEH :
FARAH HAMIDAH (20016)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
3. Manifestasi Klinik
Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
walaupun pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian
stadium tersebut adalah sebagai berikut:
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan
aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun
napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami
sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
4. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketikacairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya,menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak
tekanan dalampembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk
menahancairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel
darah)
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Areayang
ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udarayang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udaradiambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dindingyang
sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanyadijauhkan
dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edemaparu terjadi
ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar daripembuluh darah
dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalanpertukaran gas
(oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi
darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatantekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteri pulmonalis.Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia
sekunder olehkarena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu
cepatpneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
olehkarena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume
akhirekspirasi (asma).
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami
ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25
mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.
Hadirnya cairan di alveoli juga akan mengganggu fungsi surfaktan paru sehingga
akan terjadi kolaps pada kantong – kantong udara ini. Dengan masuknya cairan ke
dalam rongga interstisial/ alveoli akan berakibat timbulnya gangguan difusi dan
ventilasi oleh karena terjadi perubahan sifat membran alveoli kapiler paru menjadi
kaku dan complience menurun.
5. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik
6. Pathway
Gagal jantung
kanan/kongesti
Oedem paru
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
2. Foto thorax
Jantung Nampak membesar atau kardiomegali disertai pembesaran
ventrikel kiri dan atrium kanan, paru-paru menunjukkan adanya kongestif
ringan sampai oedem paru yang ditandai dengan gambaran butterfly
apparence atau claudy lung.
3. Pemeriksaan EKG,
Dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular atau
arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard
dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
4. Pemeriksaan elektromagnetik (ECG)
Didapatkan deviasi sumbu jantung kiri, hipertensi ventrikel kiri, pembesaran
atrium kiri, didapatkan gelombang P pulmonal atau gelombang P mitral
9. Penatalaksanaan medis
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:
1) Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.
Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG
spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu pemberian NTG
intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai pada
dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal 20-40
mg (1 mg/kg BB).
2) Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan darah sistemik
dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema paru. Salah satu contoh
vasoldilator yang dapat digunakan adalah Nitroprusid dengan dosis awal 40-
80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5 menit sampai oedema paru
teratasi atau tekanan sistolik arteri turun dibawah 100 mmHg.
3) Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian kaptopril
oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan
menetap selama 6-8 jam.
4) Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan
pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D).
Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine,
Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone,
Milrinone, Enoxumone, Piroximone).
5) Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh
karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat
bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan
diuretik ringan.
Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum
sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien
dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
- Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h. Pemeriksaan Penunjang :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
B Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan
pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadap prosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
C Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
1 Ketidakefektifan Pola nafas kembali 1. Berikan HE pada
pola efektif setelah pasien tentang
nafas berhubunga dilakukan tindakan penyakitnya
n dengan keadaan keperawatan selama 2. Atur posisi semi
tubuh yang lemah 3 × 24 jam, dengan fowler
kriteria hasil: 3. Observasi tanda
dan gejala sianosis
1.Tidak terjadi 4. Berikan terapi
hipoksia atau oksigenasi
hipoksemia 5. Observasi
tandatanda vital
2.Tidak sesak 6. Observasi
timbulnya gagal
3.RR normal (16-20 nafas
× / menit) 7. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
4.Tidak terdapat memberikan
kontraksi otot bantu pengobatan
nafas
5.Tidak terdapat
sianosis
2 Gangguan Fungsi pertukaran 1. Berikan HE pada
pertukaran Gas gas dapat maksimal pasien tentang
berhubungan setelah dilakukan penyakitnya
dengan distensi tindakan 2. Atur posisi pasien
kapiler pulmonar keperawatan selama semi fowler
3 × 24 jam dengan 3. Bantu pasien untuk
kriteria hasil: melakukan
reposisi secara
1..Tidak terjadi sering
sianosis 4. Berikan terapi
oksigenasi
2.Tidak sesak 5. Observasi tanda –
tanda vital
3. RR normal 6. Kolaborasi dengan
(1620 × / menit) tim medis dalam
memberikan
4. BGA pengobatan
normal:
1. partial
pressure of
oxygen
(PaO2): 75-
100 mm Hg
2. partial
pressure of
carbon dioxide
(PaCO2): 35-
45 mm Hg
3. oxygen
content
(O2CT): 15-
23%
4. oxygen
saturation
(SaO2): 94-
100%
5. bicarbonate
(HCO3): 22-
26 mEq/liter
6. pH: 7.35-7.45
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi 1.Berikan HE pada pasien
infeksi setelah dilakukan tentang kondisi yang
berhubungan tindakan dialaminya
dengan area invasi keperawatan selama
mikroorganisme 3 × 24 jam, dengan 2.Observasi tanda-tanda
kriteria hasil: vital.
sekunder terhadap
pemasangan
7.Pasien mampu 3.Observasi daerah
selang endotrakeal mengurangi kontak pemasangan selang
dengan area endotrakheal
pemasangan selang
endotrakeal 4.Lakukan tehnik
perawatan secara aseptik
8.Suhu normal
(36,5oC) 5.Kolaborasi dengan tim
medis dalam memberikan
pengobatan
D Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain (Mitayani,
2012).
E Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Mitayani, 2012).
DAFTAR PUSTAKA