Anda di halaman 1dari 25

SEMINAR KELOMPOK

DEPARTEMENT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :

Mahasiswa Profesi Ners di RSUD Kanjuruhan Kepanjen

KELOMPOK 1

KELOMPOK 2

KELOPMOK 3

KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2018
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
adalah suatu proses patofisiologis dengan berbagai etiologi yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (M.Clevo Rendi dan Margareth TH, 2012).
Sebanyak 59% kematian di Indonesia disebabkan penyakit tidak
menular, yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar yaitu
salah satunya penyakit gagal ginjal kronik. Indonesia termasuk negara
dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Peningkatan
penderita penyakit ini di Indonesia mencapai angka 20% (Balitbangkes,
2010). Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang saat ini jumlahnya
sangat meningkat, dari survey yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PNEFRI) Pada tahun 2011, Prevalensi gagal ginjal kronik di
Indonesia sekitar 12,5% yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di
Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronik (Ratih, 2015). Berdasarkan
Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan
sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Soeparman, 2003).
Masalah lain yang timbul yaitu ginjal tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari
tidak terjadi (Smeltzer dan Bare, 2011). Masalah yang kompleks bisa timbul
pada gagal ginjal kronik jika tidak tertangani dengan baik dan tepat yaitu
masalah berbagai sistem tubuh diantaranya adalah kelainan system
kardiovaskuler, imunologis, pulmoner, muskuloskeletal, integumen,
persyarafan dan masih banyak lagi yang lain. Selain timbul berbagai

2
masalah pada system tubuh, juga dapat timbul berbagai komplikasi yang
sering berakhir pada kematian.
Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry (2011), penyebab
terbanyak dari gagal ginjal kronik adalah hipertensi dengan 34 % dan
diabetes melitus sebesar 27 %. Berdsarkan penelitian oeh Muzasti (2011)
Pasien dengan riwayat penyakit diabetes mellitus mempunyai resiko untuk
meninggal lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan hipertensi atau
penyerta yang lainnya. Penelitian oleh Beladi-Mousevi et al (2012)
melaporkan bahwa ketahanan hidup pada pasien GGK yang menjalani HD
dengan penyebab DM lebih rendah survival rate nya dari pada non DM yaitu
22,9 bulan vs 31,9 bulan. Dan penelitian oleh Syam (2012) melaporkan
penyebab komorbiditas diabetes mellitus yang lebih cepat untuk terjadinya
kematian yaitu 182 hari atau 6,1 bulan dibandingkan dengan pasien tanpa
komorbiditas diabetes mellitus yaitu 260 hari atau 8,7 bulan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) serta menganalisa tentang survival hidup
pada pasien gagal ginjal kronik dengan hipertensi dan pasien gagal ginjal
kronik dengan diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah “Bagaimana konsep asuhan keperawatan Chronic
Kidney Disease (CKD)?”

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep asuhan keperawatan Chronic Kidney Disease
(CKD).
b. Tujuan Khusus
3
1. Mengidentifikasi definisi dari Chronic Kidney Disease
(CKD).
2. Mengidentifikasi klasifikasi Chronic Kidney Disease
(CKD)
3. Mengidentifikasi etiologi Chronic Kidney Disease (CKD).
4. Mengidentifikasi pathofisiologi Chronic Kidney Disease
(CKD).
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Chronic Kidney
Disease (CKD).
6. Mengidentifikasi komplikasi Chronic Kidney Disease
(CKD).
7. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang Chronic Kidney
Disease (CKD).
8. Mengidentifikasi penatalaksanaan Chronic Kidney Disease
(CKD).
9. Mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan Chronic
Kidney Disease (CKD)

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan menerapkan konsep asuhan keperawatan pada gagal ginjal kronik.
2. Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi perpustakaan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal gijal. Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang ireversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (M.Clevo Rendi dan
Margareth TH, 2012).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2011).
Jadi gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut.

2.2 Klasifikasi
Menurut Ratih (2015) penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat
stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu
1. Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
4. Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))
( 72 x creatini serum )
5
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
Menentukan keseimbangan cairan tubuh
Rumus : Intake – Output
Intake : air minum, air dalam makanan, air metabolisme, cairan
intravena/injeksi
Output : urine, IWL, feses dan muntah
Rumus Insesible Water Loss (IWL) : 15/Kg BB/Hari
Jika ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu badan sekarang -
36,8)
Air metabolisme dewasa : 5 ml/Kg BB/Hari

2.3 Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2011):
a. Gangguan pembuluh darah: berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang
paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga
menimbulkan sumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas system,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis
c. Infeksi: Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama
E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius
bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang
lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel
ginjal yang disebut pielonefritis.
d. Gangguan metabolik: Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.

6
e. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesic
atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat,
dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi
cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar.ginjal yang
bersifat kongenital ( hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.

2.4 Pathofisiologi
Patofisiologi awalnya tergantung dari penyakit yang mendasari dan
pada perkembangan lebih lanjut proses yang terjadi hampir sama. Adanya
pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor
sehingga menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Keadaan ini diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa dan pada akhirnya
akan terjadi penurunan fungsi nefron secara progresif. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin- angiotensin-aldosteron intrarenal yang dipengaruhi
oleh growth factor Transforming Growth Factor β (TGF-β) menyebabkan
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas. Selain itu progresifitas penyakit
ginjal kronik juga dipengaruhi oleh albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia (Sylvia, 2006).
Stadium awal penyakit ginjal kronik mengalami kehilangan daya
cadangan ginjal (renal reverse) dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG)
masih normal atau malah meningkat dan dengan perlahan akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai adanya peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, masih belum ada keluhan
atau asimptomatik tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum pada pasien. Pada LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan seperti
nokturia, lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan dan
setelah terjadi penurunan LFG dibawah 30% terjadi gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
7
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan juga mudah
terjadi infeksi pada saluran perkemihan, pencernaan dan pernafasan, terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu hipovolemia,
hipervolemia, natrium dan kalium. Pada LFG kurang dari 15% merupakan
stadium gagal ginjal yang sudah terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
berat dan memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer dan Bare, 2011).
Phatway

Sylvia (2006)
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin (2011) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
3. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
a) Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan
gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.
b) Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air
liur
yang diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau
ammonia.
4. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
a) Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
b) Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena
penimbunan urokrom.
c) Gatal-gatal akibat toksin uremik.
8
d) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
e) Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis
berkurang).
5. Sistem Syaraf dan otak.
a) Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
b) Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi.
6. Sistem Kardiovaskuler
a) Hipertensi
b) Nyeri dada, sesak nafas
c) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
d) Edema
7. Sistem endokrin
a) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual
pada laki-laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.
b) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan
gangguan sekresi insulin.
8. Gangguan pada sistem lain.
a) Tulang : osteodistrofi renal.
b) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
2.6 Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup :
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih
2. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin,
angiotensin, aldosteron
4. Anemia
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, peradangan gastro intestinal.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan Diagnostik Spesifik :
1. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa

9
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandigan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein,
dan tes Klirens Kreatinin yang menurun
2. Laboratorium :
a. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia dan hipoalbuminemia. Anemia normositer
normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
b. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
c. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
d. Hipoklasemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D.3 pada pasien Gagal
Ginjal Kronik.
e. Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
h. Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lema,
disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi
menunjukkan Ph yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semua disebabkan retensi asam –asam
organic pada gagal ginjal.
3. Pemeriksaan Diagnostik Lain :
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai system
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya usia
lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
10
c. Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk
ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri,
lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta
sisa fungsi ginjal.
e. Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan :
hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia) (Muttaqin, 2011).

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
a. Dialisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang.
Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan,
protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecendrungan peradrahan, dan membantu penyenbuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu
metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal
yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi
ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih
dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan
hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 3
jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan
mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di
dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus
untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali

11
seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci
darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialisis.
3) Double lumen : langsung pada daerah jantung
(vaskularisasi ke jantung).
b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus
diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG
dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan
pemberian infuse glukosa.
c. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi koroner.
d. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-
lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisi dan dialysis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi
harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
f. Transplantasi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
12
Penatalaksanaan konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab. darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk

2.9 Pencegahan
1. Mengobati penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,
hipertensi dan lain-lain.
2. Minun air putuh secukupnya.
3. Mengkonsumsi makanan seimbang.
4. Tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol .
5. Melakukan olah raga rutin.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas Pasien
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur (lebih banyak terjadi pada usia
30-60 tahun), Agama, Jenis Kelamin (pria lebih beresiko daripada
wanita), Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang
mengirim, Cara masuk RS, dan Diagnosa medis dan nama Identitas
Penanggung Jawab meliputi : Nama, Umur, Hub dengan pasien,
Pekerjaan dan Alamat
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan gagal ginjal
kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai
13
dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (ureum), dan
gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala,
nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tak berdaya dan
perubahan pemenuhan nutrisi(Muttaqin, 2011).
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih,
infeksi system perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan(Muttaqin, 2011).
d) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan klien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa
menjadi factor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) TTV
RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi.
c) Head to toe
Kepala
Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan
klien bernafas pendek dan kusmaul
14
Bibir : Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi, dan napas berbau
Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
Leher : Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid
atau kelenjar getah bening
Dada / Thorak
a.Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek,
pernapasan kussmaul (cepat/dalam)
b. Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
c.Perkusi : Biasanya Sonor
d. Auskultasi : Biasanya vesicular
Jantung
a.Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang
inter costal 2 linea deksta sinistra
c.Perkusi : Biasanya ada nyeri
d. Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang
cepat
Perut / Abdomen
a.Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, klien tampak mual dan muntah
b. Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar
antara 5-35 kali/menit
c.Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian
pinggang, dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
d. Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena
terjadinya acites.
Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urine
menjadi kuning pekat, merah, coklat dan berawan.
Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya nyeri panggul, odema pada ektremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki,keterbatasan gerak sendi.
Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.
System Neurologi

15
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,seperti perubahan
proses fikir dan disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan
adanya neuropati perifer (Sumber : Muttaqin, 2011)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan udem sekunder,
gangguan filtrasi glomerulus
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah/anoreksia
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dalam darah
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolic, sirkulasi (anemia,iskemia jaringan) dan sensas I (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum
dalam kulit
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia retensi,
produk sampah

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Kelebihan volume Electrolit and acid base balance
Fluid Management
cairan berhubungan Fluid balance 1) Kaji adanya edema ekstremitas
dengan udem Hydration termasuk kedalaman edema
Kriteria Hasil : 2) Istirahatkan / anjurkan klien
sekunder, gangguan
a. Edema berkurang untuk tirah baring pada saat edema
filtrasi glomerulus b. Keseimbangan antara
masih terjadi
input dan output 3) Monitor vital sign
c. Pitting edema tidak ada
4) Ukur intake dan output secara
lagi akurat
d. Produksi urine >6005) pasang kateter urine bila perlu
ml/hari 6)Berikan oksigen dengan kanula
nasal/masker sesuai indikasi
7) Kolaborasi :
- Berikan diet tanpa garam
-Berikan diet rendah protein tinggi
kalori
- Berikan diuretik, Contoh :
Furosemide, spironolakton.
Ketidakseimbangan Nutritional status Nutritional Management
nutrisi kurang dari Nutritional status : food and 1)Kaji adanya alergi makanan
16
kebutuhan tubuh fluid intake 2)Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan dengan Weight Control menentukan jumlah kalori dan
mual dan Kriteria Hasil : nutrisi yang dibutuhkan pasien
a. adanya peningkatan 3)anjurkan pasien untuk
muntah/anoreksia
berat badan meningkatkan protein dan vitamin c
b. tidak ada tanda-tanda 4)yakinkan diet yang dimakan
mal nutrisi mengandung tinggi serat untuk
c. menunjukkan mencegah konstipasi
peningkatan fungsi 5)berikan makanan terpilih (sudah
pengecapan dari menelan di konsulkan dengan ahli gizi)
Nutrition monitoring
6)monitoring adanya penurunan
berat badan
7)monitoring lingkungan selama
makan
8) monitoring turgor kulit
9)monitoring makanan

Ketidakefektifan Circulation status Peripheral Sensation Management


perfusi jaringan Tissue perfusion : cerebral 1)Kaji secara konprehensif
berhubungan dengan Kriteria Hasil : sirkulasi perifer (nadi, perifer,
penurunan 6. Tekanan systole dan edema, kapilary refil)
konsentrasi Hb diastole dalam rentang 2)Monitor suhu, warna dan
dalam darah nomal kelembaban kulit
7. CRT < dari 2 detik 3)Evaluasi nadi perifer dan edema
8. Suhu kulit hangat 4)Ubah posisi klien minimal setiap
9. warna kulit normal 2 jam sekali
10. tidak ada edema 5)Monitor status cairan masuk dan
perifer keluar
6)Dorong latihan ROM selama
bedrest
7)Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi
Intoleransi aktifitas Control intoleran 1. Secara bertahap tingkatan
berhubungan dengan Kriteria hasil : pasien mampu aktivitas harian klien sesuai
keletihan, anemia melakukan aktifitas secara peningkatan toleransi.
retensi, produk mandiri dan tidak kelelahan 2. Memberikan dukungan
sampah setelah beraktivitas. emosional dan semangat
3. Setelah aktivitas kaji respon
abnormal untuk meningkatkan
aktivitas.

(Sumber : NANDA, 2015)

BAB IV

ANALISA JURNAL

17
ANALISA JURNAL 1 JURNAL 2
Judul Perbandingan Kualitas Hidup Hubungan Diabetes Mellitus
Pasien Gagal Ginjal Kronik dan Non-Diabetes Mellitus
Dengan Comorbid Faktor Diabetes Dengan Survival Rate Pasien
Melitus dan Hipertensi Di Ruangan Gagal Ginjal Kronik Yang
Hemodialisa Rsup. Prof. Dr. R. D. Manjalani Hemodialisis di
Kandou Manado RSUDZA Banda Aceh
Periode 2011-2015
Nama Alfians R Belian Ali Nurul Fitria
Penulis Gresty N M Masi Maimun Syukri
Vandri Kallo Juwita Saragih
Tahun 2017 2017
Metode observasional analitik dengan analitik observasional
rancangan cross dengan desain penelitian
sectional. cross sectional.
Hasil Dari 60 responden, responden yang Berdasarkan hasil penelitian
mengalami gagal ginjal kronik dari 92 penderita GGK
dengan comorbid hipertensi diperoleh bahwa penderita
memiliki kualitas hidup lebih baik dengan non-DM yaitu
dengan jumlah responden sebanyak sebesar 64,10% sedangkan
29 responden (96,7%) dan kualitas penderita DM 35,90%.
hidup buruk sebanyak 1 responden Didapatkan pula, bahwa
(3,3%) sedangkan untuk pasien penderita dengan survival
gagal ginjal kronik rate <1 tahun lebih banyak
dengan comorbid faktor diabetes didapatkan pada penderita
mellitus memiliki kualitas hidup DM yaitu 25%, sedangkan
buruk lebih besar dengan jumlah survival rate >1 tahun lebih
responden sebanyak 17responden ( banyak didapatkan pada
56 , 7 % ) dan yang memiliki penderita non-DM yaitu
kualitas hidup baik sebanyak 13 45,70%. Hasil uji statistik
responden ( 43 , 4 % ). Fisher Exact Test
Berdasarkan hasil uji statistic menggunakan Chi Square
menggunakan Chi-Square, antara DM dan non-DM
diperoleh nilai p value = 0,000. dengan survival rate
18
Nilai p ini lebih kecil dari nilai α diperoleh nilai p = 0,000 ( p ≤
0,05 maka Ho ditolak. Hal tersebut 0,05). Hal ini menunjukkan
menunjukan bahwa ada pada tingkat kemaknaan 95%
Perbandingan Kualitas Hidup terdapat hubungan yang
pasien dengan Gagal Ginjal signifikan antara DM dan
Kronik dengan comorbid faktor Non-DM dengan survival
Diabetes Melitus dan Hipertensi rate pasien gagal ginjal
diruangan Hemodialisa Prof Dr R. kronik yang menjalani terapi
D. Kandou Manado hemodialisis di RSUDZA
Banda Aceh periode 2011-
2015.
Pembahasan Budiyanto (2009) mengatakan Pasien yang mengalami gagal
bahwa hipertensi dan gagal ginjal ginjal kronik harus menjalani
saling mempengaruhi. Hipertensi terapi pengganti ginjal yaitu
dapat menyebabkan gagal ginjal, berupa terapi dialisis, seperti
sebaliknya gagal ginjal kronik terapi hemodialisis,
dapat menyebabkan hipertensi. peritoneal dialsis, atau
Hipertensi yang berlangsung lama transplantasi ginjal . Masing-
dapat mengakibatkan perubahan masing terapi ginjal
struktur pada arteriol di seluruh mempunyai keuntungan dan
tubuh, ditandai dengan fibrosis dan kerugian masing-masing. Di
hialinisasi dinding pembuluh Indonesia sendiri terapi
darah. Organ sasaran utama adalah paling banyak dipakai adalah
jantung, otak, ginjal, dan mata. terapi hemodialisis. Pasien
Pada ginjal, arteriosklerosis akibat diabetes yang menjalani
hipertensi lama menyebabkan hemodialisis merupakan
nefrosklerosis. Gangguan ini kelompok besar pasien gagal
merupakan akibat langsung ginjal kronik di Negara
iskemia karena penyempitan lumen berkembang, yang meningkat
pembuluh darah intrarenal kan angka kesakitan dan
Penyumbatan arteri dan arteriol kematian dibandingkan
akan menyebabkan kerusakan pasien hemodialisis yang

19
glomerulus dan atrofi tubulus, non-diabetes. Usia lanjut
sehingga seluruh nefron rusak, pada awal hemodialisis dan
yang menyebabkan terjadinya sering disertai penyakit
gagal ginjal kronik. Padila (2012) mikrovaskular dan
mengatakan perubahan fungsi makrovaskular meningkatkan
ginjal dalam waktu yang lama komplikasi dan kematian
dapat mengakibatkan kerusakan pada saat hemodialisis.
lebih lanjut pada nefron yang ada. Komplikasi merupakan hal
Lesi-lesi skerotik yang terbentuk yang sulit dihindari dan bisa
makin banyak sehingga dapat saja lost control, serta
menimbulkan obliteli glomelurus menjadi faktor risiko dalam
yang menurunkan fungsi ginjal terapi, namun dapat
yang lebih lanjut dan dapat diseimbangan dengan
menimbulkan lingkaran setan yang strategi-strategi
berkembang secara lambat penatalaksaan dari setiap
sehingga penanganan untuk pasien masing-masing komplikasi
hipertensi yang mengalami gagal tersebut. Terdapat beberapa
ginjal dapat dikontrol. Ekantari komplikasi yang sering
(2009) juga menyatakan bahwa terjadi pada pasien diabetes,
penyakit hipertensi pada gagal salah satu penyebab kematian
ginjal kronik masih dapat pada pasien gagal ginjal
dikendalikan dengan memberikan kronik yang menjalani
obat anti hipertensi serta hemodialisis dengan
menambahkan bahwa hipertensi penyebab diabetes mellitus
bukanlah penyebab kematian adalah adanya gangguan
utama pada pasien gagal ginjal. intergritas pembuluh darah.
Clovy (2010) mengatakan bahwa Kondisi ini merupakan
diabetes merupakan faktor komplikasi kronik yang
komorbiditas hingga 50% pasien ditimbulkan pada penderita
dan sebesar 65% pasien gagal diabetes mellitus. Komplikasi
ginjal kronik meninggal yang kronik yang berhubungan
menjalani hemodialis memiliki dengan diabetes mellitus

20
riwayat penyakit diabetes. Ginjal adalah penyakit
mempunyai banyak pembuluh mikrovaskular dan
pembuluh darah kecil, diabetes makrovaskular yang pada
dapat merusak pembuluh darah umumnya berhubungan
tersebut sehingga pada gilirannya dengan perubahan-perubahan
mempengaruhi kemampuan ginjal metabolik, terutama
untuk menyaring darah dengan hiperglikemia. Kerusakan
baik. Karena situasi seperti itu, vaskular merupakan gejala
protein tertentu (albumin) dapat yang khas sebagai akibat dari
bocor ke dalam urin (albuminaria), diabetes mellitus (angio
yang dapat menyebabkan gagal diabetika). Kerusakan
ginjal. Apabila kondisi ini tidak makrovaskular
dapat diatasi dan berlangsung terus (makroangiopati) biasanya
menerus dapat menyebabkan muncul sebagai gejala klinik
kematian Clovy (2010). Rendy berupa penyakit
(2012) Apabila kadar gula darah kardiovaskular dan pembuluh
yang tidak terkontrol pada pasien darah perifer. Menurut
diabetes inilah yang dapat Woredekal (2005) pasien
menyebabkan kerusakan yang diabetes dengan GGK dan
lebih parah pada glomerulus menjalani hemodialisis
sehingga apabila tidak dapat memiliki survival rate lebih
dikontrol dengan baik maka lama rendah dari pasien non
kelamaan akan menyebabkan diabetes, dan ini biasanya
kerusakan ginjal yang lebih parah. berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular dan
serebrovaskular. Penyakit
kardiovaskular seperti MCI
(mycardiac infark) ,
concentric left ventrikeluler
hypertrophy, ischemic heart
disease, cardiac failure,
merupakan komplikasi

21
terbanyak yang menjadi
penyebab kematian pada
pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dengan
komorbiditas diabetes
mellitus dibandingkan tanpa
komorbiditas diabetes
mellitus. Penelitian dari
Dikow (2005) melaporkan
bahwa penyebab kematian
akibat kardiovaskular adalah
hipertrofi ventrikel kiri,
penyakit jantung iskemik dan
gagal jantung lebih tinggi
pada pasien penyebab
diabetes mellitus
dibandingkan tanpa diabetes
mellitus. Survival rate selama
1 tahun pada penderita gagal
ginjal kronik dengan DM
lebih singkat dibandingkan
dengan penderita non-DM,
dan didapatkan hubungan
yang bermakna secara
statistik dalam penelitian ini.
Survival rate dapat dinilai
pada periode tahunan, namun
survival rate pada tahun
pertama sangat penting untuk
menilai keberhasilan dari
tujuan dilakukannya suatu
terapi terutama menilai

22
keberhasilan terapi
hemodialisis.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, Kesimpulan dari penelitian
penulis berasumsi bahwa kualitas ini adalah terdapat hubungan
hidup dari pasien gagal ginjal diabetes mellitus dan non-
kronik dengan comorbid hipertensi diabetes mellitus dengan
lebih baik dibandingkan dengan survival rate pasien gagal
pasien gagal ginjal kronik dengan ginjal kronik yang menjalani
comorbid diabetes mellitus terapi hemodialisis di
dikarenakan proses terjadinya RSUDZA Banda Aceh
kerusakan pada ginjal yang periode 2011-2015. Adapun
berjalan lebih lambat ataupun survival rate pasien GGK
penanganan pada pasien hipertensi yang menjalani hemodialisis
dengan gagal ginjal kronik yang dengan penyebab diabetes
berfokus pada pemberian terapi mellitus lebih rendah dari
obat anti hipertensi untuk pada pasien non-diabetes
mengontrol tekanan darah pasien mellitus.
tersebut dan juga kepatuahan
dalam menjalani dialisis yang
mungkin dapat meningkatkan
harapan hidup atau kualitas hidup
pasien. Terdapat perbandingan
cukup signifikan antara kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik
denga comorbid hipertensi dan
diabetes melitus.
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Menurut Corwin (2009), penyakit ginjal kronik dibagi menjadi

23
lima stadium stage 1, stage 2, stage 3, stage 4, stage 5. Penyebabnya yakni
gangguan pembuluh darah, gangguan imunologis, infeksi, gangguan
metabolic, gangguan tubulus primer, obstruksi traktus urinarius, kelainan
kongenital dan herediter. Tanda dan gejalanya adalah gangguan pada sistem
gastrointestinal, sistem hematologi dan kulit, sistem syaraf dan otak, sistem
kardiovaskuler, endokrin, dan gangguan pada sistem lain. Komplikasinya
yaitu hyperkalemia, pericarditis, hipertensi, anemia, penyakit tulang serta
klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, lalu perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostic. Penatalaksanaan terbagi menjadi 2, dialysis dan penatalaksanaan
konservatif serta asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
Kualitas hidup dari pasien gagal ginjal kronik dengan hipertensi lebih
baik dibandingkan dengan pasien gagal ginjal kronik dengan diabetes
mellitus dikarenakan proses terjadinya kerusakan pada ginjal yang berjalan
lebih lambat ataupun penanganan pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal
kronik yang berfokus pada pemberian terapi obat anti hipertensi untuk
mengontrol tekanan darah pasien tersebut dan kepatuahan dalam menjalani
dialisis yang mungkin dapat meningkatkan harapan / kualitas hidup pasien.

4.2 Saran
Kami menyarankan agar peran perawat dilaksanakan sebagai mestinya
untuk memenuhi kebutuhan klien, demi terlaksananya pemenuhan
kebutuhan dasar dalam beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk
mencapai kesejahteraan klien. Dan bagi teman-teman mahasiswa agar
memahami tentang teori dari gagal ginjal kronik, dan konsep keperawatan
tentang gagal ginjal kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
M.Clevo Rendi dan Margareth TH. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah dan
penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif & Kususma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
dan NANDA NIC NOC. Jilid 2. MedAction
Ratri, Anggi Mustika. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan: Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Anggrek Bugenvil
24
RSUD Pandan Arang Boyolali. Naskah Publikasi. Program Studi
Keperawatan Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Smeltzer,s.c dan Bare,b.g. 2011. Buku ajar keperawatan medical bedah. Brunner
& Suddarth. Edisi. Jakarta: EGC.
Sylvia,a.p dan Lorraine,m.w 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta:EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai