Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMMINENS

DI KAMAR BERSALIN RS. WAVA HUSADA KEPANJEN

Disusun Oleh :

Chaya Hamami Ishmah (17.30.012)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KEPANJEN
Jl. Trunojoyo No. 16 Telp. / Fax (0341) 397644 Kepanjen – Malang 65163
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan Partus Prematurus Imminens di Kamar Bersalin RS. Wava


Husada Kepanjen, yang disusun oleh:
Nama : Chaya Hamami Ishmah
NIM : 17.30.012
Prodi : Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
departemen Maternitas, yang dilaksanakan tanggal 15 Januari 2018 s/d 27 Januari
2018, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : …………………………………………
Tanggal : …………………………………………

Malang, …… Januari 2018


Mahasiswa

Chaya Hamami Ishmah


17.30.012

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(………………………………..) (………………………………..)

Kepala Unit Kamar Bersalin

(………………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS

A. PENGERTIAN
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan
sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi
servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37
minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010)
persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37
minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010),
partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat
badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-
tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat
badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. ETIOLOGI
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion.
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1
cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali,
riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm,
riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus adalah
sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung,
ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. MANIFESTASI KLINIS (TANDA & GEJALA)


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda
klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan
sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

D. INDIKASI
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro,
2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit
sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan
intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI
ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

E. PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya
gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan
normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah,
yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke
plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan
kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas jaringan
pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera
pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas
dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk
merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.
PATHWAY
F. KOMPLIKASI
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi pada
ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium
sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan
pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan
makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus,
urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat
kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterus

H. PENATALAKSANAAN
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang.
dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol,
dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250
µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus
selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang
digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi
pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs)
yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat
COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin.
Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan
nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini
tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian
dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena
inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi,
seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x
500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK), penyakit
sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Ketidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama
paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran
mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan
prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena
hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
 Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram)
 Tes nitrazin : menentukan KPD
 Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi
amniotik
 Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

2. Diagnosa Keperawatan
I. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis), kontraksi otot dan
efek obat-obatan.
II. Intoleransi aktivitas b.d hipersensitivitas otot/seluler, tirah baring, kelemahan
III. Ansietas, ketakutan b.d krisis situasional, ancaman yng dirasakan atau aktual pada
diri dan janin.
IV. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan
prognosis b.d kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
3. Nursing Care Plan / Intervensi
DIAGNOSA
NO. NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri Tujuan : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
(fisik, biologis, kimia, a. Pain Level, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
psikologis), kontraksi otot b. pain control, presipitasi
dan efek obat-obatan. c. comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
…..... pasien tidak mengalami nyeri. dukungan
Kriteria hasil: 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mampu menggunakan tehnik 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
mencari bantuan) 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan distraksi, kompres hangat/ dingin
menggunakan manajemen nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 9. Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda nyeri) 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
berkurang dari prosedur
e. Tanda vital dalam rentang normal 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
f. Tidak mengalami gangguan tidur pertama kali
2. Intoleransi aktivitas b.d Tujuan : 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
hipersensitivitas otot/seluler, a. Self Care : ADLs 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
tirah baring, kelemahan b. Toleransi aktivitas 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
c. Konservasi eneergi 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama berlebihan
…. pasien bertoleransi terhadap aktivitas. 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
Kriteria Hasil : disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa hemodinamik)
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
RR 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari merencanakan progran terapi yang tepat.
(ADLs) secara mandiri 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat dilakukan
9. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
3. Ansietas, ketakutan b.d krisis Tujuan : Coping Enhancement
situasional, ancaman yng a. Anxiety control 1. Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
dirasakan atau aktual pada b. Fear control 2. Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan keluarga
diri dan janin. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan
selama......takut klien teratasi. perilaku untuk mengurangi takut
Kriteria hasil : 4. Sediakan perawatan yang berkesinambungan
a. Memiliki informasi untuk mengurangi takut 5. Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan
b. Menggunakan tehnik relaksasi misinterprestasi
c. Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi 6. Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi dan
peran rasa takutnya
d. Mengontrol respon takut 7. Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang sama
8. Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi
4. Kurang pengetahuan Tujuan: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
mengenai persalinan preterm, a. Knowledge : disease process 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
kebutuhan tindakan dan b. Knowledge : health Behavior berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
prognosis b.d kurangnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tepat.
keinginan untuk mencari …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
informasi, tidak mengetahui proses penyakit. dengan cara yang tepat
sumber-sumber informasi. Kriteria hasil: 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
program pengobatan yang tepat
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
prosedur yang dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
kesehatan lainnya second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono


Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN PARTUS PREMATURUS
IMMINENS PADA NY. N

DI KAMAR BERSALIN RS. WAVA HUSADA KEPANJEN

Disusun Oleh :

Chaya Hamami Ishmah (17.30.012)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KEPANJEN
Jl. Trunojoyo No. 16 Telp. / Fax (0341) 397644 Kepanjen – Malang 65163
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Partus Prematurus Imminens pada Ny.N di Kamar Bersalin RS. Wava
Husada Kepanjen, yang disusun oleh:
Nama : Chaya Hamami Ishmah
NIM : 17.30.012
Prodi : Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners departemen
Maternitas, yang dilaksanakan tanggal 15 Januari 2018 s/d 27 Januari 2018, yang telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari : …………………………………………
Tanggal : …………………………………………

Malang, …… Januari 2018


Mahasiswa

Chaya Hamami Ishmah


17.30.012

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(………………………………..) (………………………………..)

Kepala Unit Kamar Bersalin

(………………………………..)

Anda mungkin juga menyukai