Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

EDEMA PARU

1. DEFINISI
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena
akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang
tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
(edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada
sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas,
sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai
pedoman pengobatan.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke
paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah
serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan
cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari
edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh secara
fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, tekanan tinggi,
hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan
edema paru terganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat
terlarut di dalam paru.

2. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan
cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area
yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara
yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan
kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema
paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam
paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh
darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh
Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral);
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri;
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri
pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh
karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir
ekspirasi (asma).
PATHWAY

Faktor Faktor non-


 PATHWAY
Isufisiensi
limfatik Unkwnown
ARSD

Gagal jantung  Pnemonia  Post. Lung  Pulmonary


kiri transplant Embolism
 Aspirasi As.
 Lymphangiti  Eclamasia
Lambung c  High
carsinomiclo altitude
 Bahan Toksik
sis Pulmonary
inhalan Ketidakseimbanga
 Silicosis edema
n
Staling Force
Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan
Kapiler Onkotik Negative Onkotik
Paru ↑ Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial
Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat


cairan ↓ bantu nafas
(ventilator)

Gangguan O2 jaringan↓ Bed rest Pemasangan Area


pertukaran gas fisik selang invasi
endotrakheal M.O

Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan perawatan
perfusi O2 ↑ Gangguan Resik
diri
jaringan komunikasi o
Intoleransi verbal tinggi
aktivitas infeks
Gangguan
pola nafas
3. KLASIFIKASI
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema
paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : meningkat Intrapulmonary shunting : sangat
ringan meningkat
Cairan edema/protein serum < 0,5 Cairan edema/serum protein > 0,7

Klasifikasi Edema Paru


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi


menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan
stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang
berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan
penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan
kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat
berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot
jantung secara umum.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,
dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:
 Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28
mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis
adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain:
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
 Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi
hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja
pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.
 Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru d apat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural,
contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
 Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress


Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler
dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang
berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
 Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
 Aspirasi asam lambung.
 Pneumonitis radiasi akut.
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
 Disseminated Intravascular Coagulation.
 Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
 Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik:
 Post Lung Transplant.
 Lymphangitic Carcinomatosis.
 Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
 High Altitude Pulmonary Edema.
 Neurogenic Pulmonary Edema.
 Narcotic overdose.
 Pulmonary embolism
 Eclampsia
 Post cardioversion
 Post Anesthesia
 Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

4. MANIFESTASI KLINIK EDEMA PARU KARDIOGENIK


Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi
(foto toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik
sukar dideteksi dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan
transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi
tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan
hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak
nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Stadium 1.  Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan
ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi
setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler
paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru
normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase
atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru sekunder
akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan
Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

5. DIAGNOSIS DAN ETIOLOGI


Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal
jantung kiri.Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri,
peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik
dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur keluar pada ventrikel kiri.Peningkatan
tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru
kardiogenik tersebut.Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan hipoksia
berat.Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena
kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan
rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada
jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan
hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas edema paru
kardiogenik masih tinggi.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

Manefestasi klinis dapat diketahui dari:


Anamnesis.Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal
dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang
menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan
seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk
agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai
sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna
kemerahan (frothy sputum).
Pemeriksaan fisik. Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae
nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II
pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.
Radiologis.Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat
disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.
Foto thoraks.Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat
yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-
bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-
ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang  paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai
akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease


(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru


1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2) Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)
Gambar 3: Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).
Laboratorium.Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji
diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain
misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic
peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat
menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar
BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak
spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral
yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti
ekokardiografi.
EKG. Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia
atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang
non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang
lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam
setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan
non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan
dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut
tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik
atau katekolamin.
Ekokardiografi. Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
Alat-alat diagnostiklain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda
protein (hormon) yangakan timbul dalam darah yang disebabkan oleh
peregangan dari kamar-kamar jantung.Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberaparatus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada
sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya
menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Metode-
metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk
membedakanantara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada
situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis.Pulmonary artery catheter
(Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis(kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari  dada atau leher
dan dimajukanmelalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler  paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluhdarah
dari paru-paru).Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten
dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang
dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya
pada intensive care unit (ICU) setting.

Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak
(EPNK)

EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
Nadi kuat
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7

JVP: jugular venous pressure


PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
6. PENATALAKSANAAN
 Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah vena
balik ke jantung.
 Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan pemasangan
jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask with reservoir O 2 dapat
menyalurkan 90-100% O2.
 Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun saturasi
O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh karena itu,
dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui ventilasi
dan asam basa.
 Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat diberikan
untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
 Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi hipoventilasi.
 Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan dengan
sungkup muka atau pipa endotrakea.
 Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg walau
telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral, meningkatnya PCO 2
dan asidosis secara progresif.
 Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin 2-
20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20
mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan
Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan
Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.
 Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena
mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mg sublingual atau
semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100 mmHg. Isosorbide
semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral
kurang dianjurkan karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan
yang optimal.
 Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0 mg/kg. Efek
bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran
(preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60
menit. Efektifitas furosemide tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila
furosemide sudah rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila
dalam 20 menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal
dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal
terganggu.
 Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila TD
>100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru namun
dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas
vena, mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan
pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan
sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas
tulang-otot dan tenaga pernafasan.
(Santoso Karo et al, 2008)

7. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
a) Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
b) Riwayat masuk:
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
c) Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d) Pemeriksaan fisik
 Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
 Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
 Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
 Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
 Sistem genitourinaria
Subyektif         : -
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
e) Studi Laboratorik  :
1. Hb                                : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal
 Diagnosa yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan
alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap 
pemasangan alat  bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
Daftar Pustaka
NANDA Internasional Inc. 2015. Anemia.. 2015-2017, Jilid 1. Hal : 35-40.
Jakarta: EGC.
NANDA Internasional Inc. 2015. Edema Paru.. 2015-2017, Jilid 2. Hal : 13-18.
Jakarta: EGC.
NANDA Internasional Inc. 2015. Asuhan Keperawatan Nanda Nic-Noc :
Intoleransi Aktivitas.2015-2017, Jilid 3. Hal 279. Jakarta: EGC.
Sari, Meita YA. 2020. Diagnosa Medis Edema Paru. Sidoarjo.
Saputra, Andi. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Anemia. Padang.
Fraser Diane & Cooper Margaret .2009 Rencana Asuhan Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta.EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC : Jakarta
Parwati, Ida. 2019. Chronic Kidney Disease. Malang.
Milnawati, Ni Komang A. 2019. Medikal Bedah Komprehensif pada Chronic
Kidney Disease (CKD). Kupang
Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Pernapasan.Yogyakarta : Naha Medika
Kardiyudiani & Susanti,Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal
Bedah.Yogyakarta : Pustaka Baru
Kandarini,Yenny. 2018. Penatalaksanaan Anemia pada Penyakit Edema Paru.
Denpasar
Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan pola Pola nafas kembali efektif setelah 1.Berikan HE pada pasien 1.Informasi yang adekuat dapat
nafas berhubungan dilakukan tindakan keperawatan selama tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
dengan keadaan tubuh 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil: dalam memberikan terapi
yang lemah - Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia 2.Jalan nafas yang longgar dan tidak
- Tidak sesak 2.Atur posisi semi fowler ada sumbatan proses respirasi dapat
- RR normal (16-20 × / menit) berjalan dengan lancar.
- Tidak terdapat kontraksi otot bantu 3.Sianosis merupakan salah satu
nafas tanda manifestasi ketidakadekuatan
- Tidak terdapat sianosis 3.Observasi tanda dan gejala suply O2 pada jaringan tubuh
sianosis perifer .
4.Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan
4.Berikan terapi oksigenasi cadangan oksigen, sehingga
mencegah terjadinya hipoksia.
5.Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
5.Observasi tanda-tanda vital timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
6.Ketidakmampuan tubuh dalam
proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan
6.Observasi timbulnya gagal (mekanical ventilation).
7.Pengobatan yang diberikan
nafas. berdasar indikasi sangat membantu
dalam proses terapi keperawatan

7.Kolaborasi dengan tim medis


dalam memberikan
pengobatan
2 Gangguan pertukaran Fungsi pertukaran gas dapat maksimal 1. Berikan HE pada pasien 1.Informasi yang adekuat dapat
Gas berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
distensi kapiler pulmonar selama 3 × 24 jam dengan kriteria hasil: dalam memberikan terapi
- Tidak terjadi sianosis 2.Jalan nafas yang longgar dan tidak
- Tidak sesak 2. Atur posisi pasien semi ada sumbatan proses respirasi dapat
- RR normal (16-20 × / menit) fowler berjalan dengan lancer
- BGA normal: 3.Posisi yang berbeda menurunkan
 partial pressure of oxygen (PaO2): resiko perlukaan akibat imobilisasi
75-100 mm Hg 3. Bantu pasien untuk 4.Pemberian oksigen secara adequat
 partial pressure of carbon dioxide melakukan reposisi secara dapat mensuplai dan memberikan
(PaCO2): 35-45 mm Hg sering cadangan oksigen, sehingga
 oxygen content (O2CT): 15-23% 4. Berikan terapi oksigenasi mencegah terjadinya hipoksia
 oxygen saturation (SaO2): 94-100% 5.Dyspneu, sianosis merupakan tanda
 bicarbonate (HCO3): 22-26 terjadinya gangguan nafas disertai
mEq/liter dengan kerja jantung yang menurun
 pH: 7.35-7.45 timbul takikardia dan capilary refill
5. Observasi tanda – tanda time yang memanjang/lama.
vital 6.Pengobatan yang diberikan
berdasar indikasi sangat membantu
dalam proses terapi keperawatan

6. Kolaborasi dengan tim


medis dalam memberikan
pengobatan
3 Resiko tinggi infeksi Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan 1.Berikan HE pada pasien 1.Informasi yang adekuat dapat
berhubungan dengan area tindakan keperawatan selama 3 × 24 tentang kondisi yang membawa pasien lebih kooperatif
invasi mikroorganisme jam, dengan kriteria hasil: dialaminya dalam memberikan terapi
sekunder terhadap - Pasien mampu mengurangi kontak 2.Meningkatnya suhu tubuh dpat
pemasangan selang dengan area pemasangan selang 2.Observasi tanda-tanda vital. dijadikan sebagai indicator
endotrakeal endotrakeal terjadinya infeksi
- Suhu normal (36,5oC) 3.Kebersihan area pemasangan
3.Observasi daerah pemasangan selang menjadi factor resiko
selang endotrakheal masuknya mikroorganisme
4.Lakukan tehnik perawatan 4.Meminimalkan organisme yang
secara aseptik kontak dengan pasien dapat
menurunkan resiko terjadinya
infeksi
5.Kolaborasi dengan tim medis 5.Pengobatan yang diberikan
dalam memberikan berdasar indikasi sangat membantu
pengobatan dalam proses terapi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai